Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
12
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus ini yang berjudul Asuhan
Keperawatan Gerontik Pada Tn.PDengan Gangguan Sistem Penglihatan Katarakdi Wisma
Matahari UPT Pelaksana Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai - Medan.
Dalam pembuatan laporan ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih
jauh dari kesempurnaan baik di lihat dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan laporan
ini.
Selesainya pembuatan laporan ini tidak langsung terlepas dari bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak H. Hasan Basri Nasution SKM. MKes. Selaku ketua Yayasan Akademi
Keperawatan Sehat Binjai.
2. Bapak Ilham Syahputra Siregar, S.Kep, Selaku direktur Akademi Keperawatan Sehat
Binjai.
3. Ibu Leny suarni S,pd.,selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktunya untuk penulis demi kesempurnaan laporan studi kasus ini.
4. Seluruh staf dosen dan pengajar Akademi Keperawatan Sehat Binjai yang telah
memberikan pengetahuan kepada penulis agar tersusunnya laporan ini.
5. Mahasiswa/I Akademi Keperawataan Sehat Binjai, yang telah banyak membantu penulis
dalam pembuatan laporan ini.
Akhirnya penulis menyerahkan diri kepada Allah SWT semoga ilmu yang penulis
dapatkan bermanfaat untuk kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena penyakit ini menyerang
tanpa disadari oleh penderitanya. Katarak terjadi secara perlahan - lahan. Katarak baru terasa
mengganggu setelah tiga sampai lima tahun menyerang lensa mata.
Pada tahun 2020 diperkirakan penderita penyakit mata dan kebutaan meningkat dua kali
lipat. Padahal 7,5% kebutaan didunia dapat dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan masalah
kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi yang dilakukan
Eye Disease evalence Research Group (2004) memperkirakan, pada 2020 jumlah penderita
penyakit mata dan kebutaan didunia akan mencapai 55 juta jiwa. Prediksi tersebut menyebutkan,
penyakit mata dan kebutaan meningkat terutama bagi mereka yang telah berumur diatas 65
tahun. Semakin tinggi usia, semakin tinggi pula resiko kesehatan mata. WHO memiliki catatan
mengejutkan mengenai kondisi kebutaan didunia, khususnya dinegara berkembang.
Saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya berada di negara
miskin atau berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi Negara tertinggi di Asia Tenggara dengan
angka sebesar 1,5%. Menurut Spesialis Mata dari RS Pondok Indah Dr Ratna Sitompul SpM,
tingginya angka kebutaan di Indonesiadisebabkan usia harapan hidup orang Indonesia semakin
meningkat. karena beberapa penyakit mata disebabkan proses penuaan. Artinya semakin
banyak jumlah penduduk usia tua, semakin banyak pula penduduk yang berpotensi mengalami
penyakit mata.
Hingga kini penyakit mata yang banyak ditemui di Indonesia adalah katarak (0,8%),
glukoma (0,2%) serta kelainan refraksi (0,14%). Katarak merupakan kelainan mata yang terjadi
karena perubahan lensa mata yang keruh. Dalam keadaan normal jernih dan tembus cahaya.
Selama ini katarak banyak diderita mereka yang berusia tua. Karena itu, penyakit ini sering
diremehkan kaum muda. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonsia
(Depkes) bahwa 1,5 juta orang Indonesia mengalami kebutaan karena katarak dan rata - rata
diderita yang berusia 40 - 55 tahun.
Penderita rata - rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara mereka tidak
tersentuh pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena proses degeneratif atau
semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data statistik lebih dari 90 persen orang
berusia di atas 65 tahun menderita katarak, sekitar 55 persen orang berusia 75 - 85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak (Irawan, 2008).
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Untukmemberikan gambaran yang nyata tentang asuhan keperawatan pada Tn.P dengan
Gangguan Sistem Penglihatan Katarak di Wisma Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan
anak balita wilayah Binjai - Medan.
1.
Wisma Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai - Medan.
2. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.P dengan Gangguan Sistem Penglihatan
Katarak di Wisma Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai Medan.
3. Untuk menyusun rencana tindakan pada Tn.P dengan Gangguan Sistem Penglihatan Katarak di
4.
Wisma Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai - Medan.
Untuk melaksanakan rencana tindakan keperawatan pada Tn.P dengan Gangguan Sistem
Penglihatan Katarak di Wisma Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan anak balita wilayah
Binjai - Medan.
5. Untuk mengevaluasi hasiltindakan keperawatan pada Tn.P dengan Gangguan Sistem Penglihatan
Katarak di Wisma Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai Medan.
1.3. Manfaat Penulisan
Bagi Rumah Sakit diharapkan laporan kasus ini sebagai bahan masukan dalam melaksanakan
Asuhan Keperawatan pada Tn.P dengan Gangguan Sistem Penglihatan Katarak di Wisma
Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai - Medan.
Bagi pasien diharapkan hasil penulisan laporan kasus ini sebagai bahan masukan dalam
menambah pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada Tn.P dengan Gangguan Sistem
Penglihatan Katarak di Wisma Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan anak balita wilayah
Binjai - Medan.
Bagi institusi diharapkan hasil penulisan laporan kasus ini sebagai bahan bacaan dengan kegiatan
dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn.P dengan Gangguan Sistem Penglihatan
Katarak di Wisma Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai Medan. Matahari
Manfaat bagi penulis diharapkan hasil penulisan laporan ini sebagai Matahari pengalaman
langsung dan masukan tentang Asuhan Keperawatan pada Tn.P dengan Gangguan Sistem
Penglihatan Katarak di Wisma Matahari UPT pelaksana sosial lanjut usia dan anak balita
wilayah Binjai - Medan.
BAB 2
LANDASAN TEORITIS
2.1 Katarak
2.1.1 Defenisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Ilyas, 2008).
Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran yang
di proyeksikan pada retina. Katarak merupakan penyebab umum kehilangan pandangan secara
bertahap (Istiqomah, 2003)
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa
didalam kapsul lensa. Umumnya terjadi akibat proses penuaan yang terjadi pada semua orang
yang berusia lebih dari 65 tahun. (Muttaqin, 2008).
2.1.2
Anatomi Fisiologi
Bola mata merupakan organ sferis dengan diameter kurang lebih 2,5 cm, yang terletak
pada bagian anterior orbit. Bola mata terdiri dari beberapa lapisan. Kuat dan tidak elastic yang
menyususn sclera ini akan mempertahankan bentuk bola mata dan memberikan proteksi terhadap
bangunan - bangunan halus dibawahnya.
Didalam mata ada 3 lapisan yaitu :
1. Lapisan luar, yang terdiri dari :
- Sclera
- Kornea
2. Lapisan tengah, yang terdiri dari :
- Koroid
- Badan (korpus) siliare
- Iris
3. Lapisan dalam, yang terdiri dari :
- Retina
- Fundus optic
Lensa
Badan vitreus
Pada mata terdapat 7 otot volunter dari orbit, 6 diantaranya adapat memutar bola mata
pada beberapa perintah dan mengkoordinasi pergerakan mata. Pergerakan mata yang
terkoordinasi dan visus yang adekuat diperlukan untuk smemungkinkan fovea sentralis pada
masing - masing mata untuk menerima gambaran pada waktu yang sama.gambaran berfokus dari
fovea masing - masing mata, ditranmisikan ke area optic darikorteks serebri, tempat otak
menginterpretasikan dua gambaran sebagai suatu gambaran (Istiqomah, 2003).
2.1.3 Etiologi Katarak
Katarak disebabkan oleh berbagai faktor seperti :
1. Fisik
2.
3.
4.
5.
6.
Kimia
Penyakit predisposisi
Genetik dan gangguan perkembangan
Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
Usia
(Tamsuri, 2008)
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini, terjadi kekeruhan lensa.
4. Katarak hipermatur
Pada stadium ini, terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga
nucleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa (Tamsuri, 2008
2.1.5 Manifestasi Klinis Katarak
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya pasien mengalami
penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu
yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat
di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu - abu atau putih.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun - tahun, dan ketika katarak sudah sangat
memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan
(Suddarth, 2001).
2.1.6
Komplikasi
Adapun komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien yang mengalami penyakit
katarak adalah sebagai berikut :
1. Uveitis, terjadi karena masa lensa merupakan benda asing untuk jaringan uvea, sehingga
menimbulkan reaksi radang / alergi.
2. Glaukoma, terjadi karena masa lensa menyumbat sudut bilik mata sehingga mengganggu aliran
cairan bilik mata depan (Istiqomah, 2003).
2.1.8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji mata
2. Keratometri
3. Pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopis
4. A-scan ultrasound (echography)
5. Dan hitung sel endotel yang sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan (Suddarth, 2001).
Darah putih: dibawah 10.000 normal
2.1.9. Penatalaksanaan
Tak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan pembedahan laser.
Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru yang dapat
digunakan untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan pengisapan keluar melalui kanula.
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ketitik
dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari - hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Penting dikaji efek katarak terhadap kehidupan sehari - hari pasien. Mengkaji derajat gangguan
fungsi sehari - hari, aktivitas, kemampuan bekerja, ambulasi, dan lain - lain, sangat penting untuk
menentukan terapi mana yang paling cocok bagi masing - masing penderita.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi. Pembedahan katarak adalah pembedahan yang
paling sering dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun keatas. Kebanyakan operasi
dilakukan dengan anastesia local (retrobulbar atau peribulbar, yang dapat mengimobilisasi mata).
Obat penghilang cemas dapat diberikan untuk mengatasi perasaan klaustrofobia sehubungan
dengan draping bedah.
Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan katarak : ekstraksi
intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah hilangnya penglihatan yang
mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak yang menyebabkan glaukoma atau
mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan okuler lain, seperti retinopati diabetika (Suddarth,
2001).
c. Neurosensori
Gejala
Gejala
Nyeri tiba tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
Riwayat
stres,
alergi,
gangguan
vasomotor
(contoh
peningkatan
tekanan
vena),
setelah
menentukan
dokumentasi(Nursalam,2001).
diagnosa
keperawatan
dan
menyimpulkan
rencana
balutan mata.
Beri pasien posis bersandar, kepala tinggi, atau mirng ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata , membongkok.
Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
Dorong nafas dalam, batuk untuk bersihan paru.
Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi, nafas
Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien, contoh
peningkatan hipertensi,PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes
untuk meminimalkan efek sistemik.
Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip; mengangkat berat, mengejan saat defekasi,
membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok
(sendiri/orang lain).
Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang, menonton televisi.
Anjurkan pasien memeriksa ke dokter tentang aktivitas seksual.
Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan / penutup
pada malam.
Anjurkan pasien tidur telentang, mengatur intensitas lampu dan menggunakan kacamata gelap
bila keluar / dalam ruangan terang, keramas dengan kepala belakang (bukan kedepan), batuk
dengan mulut/mata terbuk.
Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh; pindahkan perabot
dari lalu lalang jalan.
Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat/kasar; gunakan pelunak feses yanbg dijual
bebas, bila diindikasikan.
Identifikasi tanda/ gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba,
penurunan penglihatan , kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia.
Rasional
Diagnosa keperawatan 1
Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkankerja sama dalam pembatasan yang
diperlukan.
Istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap
semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan
resiko perdarahan atau stres pada jahitan terbuka.
Menurunkan stres pada area operasi/menurunkan TIO
Memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO.
Digunakan untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
Ketidak nyamanan mungkin karena prosedur pembedahan; nyeri akut menunjukkan TIO
ddan/atau perdarahan, terjadi karena regangan atau tak diketahui penyebabnya (jaringan sembuh
banyak vaskularisasi, dan kapiler sangat rentan).
Menunjukkan proplaps iris atau ruptur luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan
mata.
Mual/muntah dapat meningkatkan TIO, memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera
okuler.
Diberikan untuk menurunkan TIO bila terjadi peningkatan. Membatasi kerja enzim pada
produksi akueus humor.
Diberikan untuk melumpuhkan otot siliar untuk dilatasi dan istirahat iris setelah pembedahan
bila lensa tidak terganggu.
Digunakan untuk ketidaknyamanan ringan, meningkatkan istirahat/ mencegah gelisah, yang
dapat mempengaruhi TIO.
Diagnosa Keperawatran 2
Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi
lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. Tetapi
biasanya hanya saja satu mata diperbaiki per prosedur.
Memberikan masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas, melalui waktu lebih mudah bila
tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh. Catatan:menonton televisi frekuensi sedang
menuntut sedikit gerakan mata dan sedikit menimbulkan stres dibanding membaca.
Dapat meningkatkan TIO, menyebabkan cedera kecelakaan pada mata.
Mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan risiko peningkatan TIO sehubungan
dengan berkedip atau posisi kepala.
Mencegah cedera kecelakaan pada mata.
Menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien
jalan kedalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.
Intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan
penglihatan.
2.2.4 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai (Nursalam, 2001).
Diagnosa Keperawatan 1
Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor risiko dan untuk
melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Diagnosa Keperawatan 2
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam.
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah /menurunkan risiko infeksi.
Diagnosa Keperawatan 3
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi/ memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Diagnosa Keperawatan 4
Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tin
BAB 3
STUDI KASUS
. PENGKAJIAN
3.1.1 Riwayat klien / Data Biologis
Nama
:Tn.P
Alamat
:Binjai
Telp
:-
kelamin
jenis
:Laki - Laki
Suku
:Jawa
Agama
:Islam
Status perkawinan
:Duda
Pendidikan
:-
Alamat
:Binjai
:Anak Kandung
Tn.P tinggal bersama anak dan menantunya, yang mana rumah terbuat dari bambu
dan atap dari rumbia, Rumah Tn.P tidak bertingkat, dan didalam rumah terdapat dua kamar.
Adapun jumlah orang yang ada di rumah Tn.P tersebut adalah 11 orang, yang mana 8 orang
adalah cucu dari Tn.P dan 2 lagi adalah anak dan menantu dari An.S sendiri. Tetangga terdekat
Tn.P adalah Ny. A yang selalu membantu dikala Tn.P mengalami kesulitan.
3.1.5. Riwayat Rekreasi
Tn.Pmempunyai hobi berjualan, Tn.P hidup dengan rukun bersama anak - anaknya,
Dalam keluarga Tn.P tidak mempunyai kegiatan rekreasi.
3.1.6. Sumber / Sistem pendukung yang di gunakan
Bila Tn.P sakit, Tn.P berobat ke klinik yang tidak jauh dari tempat tinggal jauh.
Tn.P tidak pernah di imunisasi, danTn.P tidak ada riwayat alergi, baik alergi terhadap
obat maupun makanan.Tn.P makan 3x sehari dengan porsi, Tn. P mempunyai berat badan : 50
kg, Tn.P tidak punya masalah dalam mengkonsumsi makanan.
3.1.9. Status kesehatan masa lalu
Tn.P tidak mempunyai penyakit pada masa anak - anak, dan tidak pernah di rawat di
rumah sakit. Tetapi Tn.P mengatakan kalau Tn.P pernah mengalami trauma yang mana waktu
usia 18 tahun mata Tn.P terkena batang padi, sehingga menyebabkan Tn.P tidak bisa melihat
sampai sekarang. Dan Tn.P juga mengatakan sewaktu terjadinya kejadian itu, Tn.P tidak
langsung berobat, karena pada waktu itu menurut keteranganTn.P belum ada layanan kesehatan,
jadi mata Tn.P hanya di obati dengan obat kampung saja.
3.1.10. Riwayat keluarga
Tn.P merupakan anak pertama dari dua bersaudara, tetapi adik Tn.Ptelah meninggal dunia
pada umur 70 tahun dikarenakan penyakit darah tinggi. Dan ayah dari Tn.P sendiri telah
meninggal dunia sewaktu usia Tn.P 13 tahun. Sedangkan ibunya meninggal karna kelumpuhan di
waktu usia Tn.P 35 tahun.
Genogram
Ket :
= Laki-laki (meninggal)
= Perempuan (meninggal)
= Pasien
Telinga
Pendengaran Tn.Ptidak lagi berfungsi dengan baik, Tn.P tidak bisa mendengar detak jarum jam,
serumen ada dalam batas normal. Di dalam telinga Tn.P tidak ada keluar cairan maupun
peradangan. Dan Tn.P juga tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Fungsi pendengaran : tidak terlalu baik, karna Tn.P tidak lagi bisa mendengar dengan baik
dikarenakan usia Tn.P yang semakin bertambah.
Hidung
Tn.P dapat mencium dengan baik. Didalam hidung tidak terdapat polip dan tidak ada obstruksi
didalam hidung. Dan didalam hidung Tn.P juga tidak ditemukan adanya pendarahan maupun
peradangan.
Fungsi Penciuman : baik, karna Tn.P masih bisa mencium dengan baik.
Mulut
Rongga mulut terlihat kotor kering dan pucat. Gigi Tn.P hanya tinggal 3 batang itu pun tinggal
separuh karena habis keropos, lidah terlihat agak kotor dan pucat. Tn.P mengalami perubahan
suara. Suara sesak, dan Tn.P mengalami kesulitan menelan.
Fungsi pengecapan : terganggu karna Tn.P sulit untuk mengunyah dikarenakan gigi yang
semakin lama semakin habis keropos dan adanya karies pada gigi Tn.P
Leher
Pada leher Tn.Ptidak dijumpai pembengkakan pada kelenjar tyroid. Nyeri tidak ada, dan pada
leher Tn.P juga tidak ditemukan benjolan.
Payudara
Ukuran dan bentuk payudara Tn.P normal. Dan tidak ditemukan adanya kelainan pada payudara
Tn.P Dan pada payudara Tn.P juga tidak ditemukan adanya benjolan dan pembengkakan serta
Kardiovaskuler
Tn.P sering mengalami nyeri dan ketidaknyaman pada dada, Tn.P sering mengalami sesak nafas,
dan jika sesak nafasnya kumat Tn.P meminum neo napacin 1x dalam sehari. Sedangkan didaerah
kaki, Tn.P tidak lagi dapat berjalan dengan baik, Tn.P berjalan bungkuk dan terdapat perubahan
warna kaki pada Tn.P
Gastrointestinal
Tn.P mengalami disfagia dan perubahan kebiasaan pada defekasi. dan Tn.Pjuga
mengatakan kalau dia sering mengalami nyeri pada ulu hati. Tetapi walaupun
Tn.Pmengalami disfagia tetapi Tn.P masih dapat mencerna makanan dengan baik,
walaupun sedikit demi sedikit.
Musculoskeletal
Tn.Pmengalami kelemahan otot, tetapi walaupun demikian Tn.P tidak mempunyai masalah
dengan cara berjalan. Tn.P masih bisa berjalan sendiri tanpa menggunakan alat bantu seperti
tongkat.
Tn.P mengaku sering mengalami sakit kepala, tetapi Tn.P mengatakan kalau dirinya belum
pernah mengalami kejang dan serangan jantung. Karena semakin meningkatnya usia maka Tn.P
mengalami masalah pada memorinya, sehingga Tn.P tidak mampu mengingat semua masa
lalunya.
Sistem endokrin
Tn.P mengalami perubahan pada tekstur kulit, turgor kulit lambat kembali jika diberi respon, dan
Tn.P juga menagalami perubahan pada rambut, rambut Tn.P putih dengan uban.
Integument
Tn.P mengaku sering mengalami gatal - gatal pada kulitnya, itu dikarenakan karena Tn.P tidak
sepenuhnya bisa menjaga kebersihan dirinya, sehingga kulitnya sering mengalami gatal - gatal.
Psikososial
Tn.P mengatakan cemas akan setiap hari - hari yang dilaluinya, Tn.P juga mengaku kalau dia
sering menangis jika mengingat akan jalan hidupnya. Dan Tn.P juga mengatakan kalau dia sering
mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi.
3.2. Analisa Data
No
1.
2.
3.
Data
Ds : Klien mengatakan pandangan
tidak jelas, pandangan berkabut.
Do :visus berkurang, penurunan
ketajaman penglihatan, dan terdapat
kekeruhan pada lensa mata.
Ds : Pasien mengatakan cemas dan
takut.
Do : Nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, wajah tampak gelisah,
wajah murung dan sering melamun.
Ds : Klien mengatakan tidak bisa
melihat dengan jelas, pandangan
kabur.
Do : Klien tidak dapat banyak
bergerak, kondisi tubuh tidakrapidan
tampak acak - acakan.
Ds : Klien mengatakan pedih di
daerah mata.
Etiologi
Masalah
Penurunan tajam
penglihatan
Penurunan
persepsi sensori :
Penglihatan
Kurang pengetahuan
tentang proses penyakit
Ansietas
Penurunan fungsi
penglihatan
Gangguan
perawatan diri
4.
Nyeri
No
Tanggal
3 April 2012
Diagnosa Keperawatan
Catatan Perkembangan
Ansietas
b/d
kurang
pengetahuan tentang proses
penyakit
d/d
nadi
meningkat, tekanan darah
meningkat, wajah tampak
gelisah, wajah murung dan
sering melamun.
4 April 2012
Ansietas
b/d
kurang
pengetahuan tentang proses
penyakit
d/d
nadi
meningkat, tekanan darah
meningkat, wajah tampak
gelisah, wajah murung dan
sering melamun.
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas kesenjangan kesenangan yang penulis jumpai
antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus pada Asuhan Keperawatan Pada Tn.P Dengan
Gangguan Sistem Penglihatan Katarak diWisma Matahari UPT Pelayanan Lanjut Usia dan Balita
Wilayah Binjai - Medan. Selanjutnya penulis akan memaparkan hambatan dan dukungan dalam
melakukan asuhan keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosakeperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Selama pengkajian penulis tidak ada mengalami kesulitan/ hambatan dalam
mengumpulkan data atau informasi, mengenai status kesehatan pasien ataupun data lain tentang
penulisan, di perlukan dalam penyusunan studi kasus ini penulis mendapat bantuan penuh dari
pasien, perawat, dan dokter yang merawat pasien atau tim terkait.
4.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah
kesehatan pasien yang dapat disertai dengan tindakan keperawatan. Berdasarkan kepustakaan
yang ada penulis menemukan 4 diagnosa keperawatan pada kasus dengan gangguan sistem
penglihatan katarak ini.
Adapun diagnosa keperawatan pada tinjauan teoritis ini adalah :
1. Risiko tinggi terhadap cedera b/d peningkatan TIO, perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
3. Gangguan sensoriperseptual : penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori/status organ indra,
lingkungan secara terapeutik dibatasi d/d menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan,
perubahan respons biasanya terhadap rangsang.
4.
Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan b/d tidak
mengenal sumber informasi , salah interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
Sedangkan diagnosa keperawatan dalam tinjauan kasus adalah :
1.
Penurunan persepsi sensori : Penglihatan b/d penurunan ketajaman penglihatan d/d visus
2.
berkurang, penurunan ketajaman penglihatan, dan terdapat kekeruhan pada lensa mata
Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang proses penyakit d/d Nadi meningkat, tekanan darah
3.
1. Risiko tinggi terhadap cedera b/d peningkatan TIO, perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous.
Diagnosa ini tidak kami angkat ke tinjauan kasus karena selama proses pengkajian kami tidak
melihat pasien kesulitan dalam beraktivitas, pasien bisa melakukan aktivitasnya sendiri tanpa
dibantu oleh orang lain.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak). Diagnosa ini
tidak kami angkat karena pasien mengatakan kalau matanya tidak pernah di operasi.
Adapun diagnosa keperawatan yang terdapat dalam tinjauan kasus tetapi tidak terdapat
dalam tinjauan teoritis yaitu :
1.
Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang proses penyakit d/d Nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, wajah tampak gelisah, wajah murung dan sering melamun. Diagnosa ini kami angkat
ke tinjauan kasus karena selama tahap pengkajian pasien selalu kelihatan cemas, muka pucat,
2.
dan wajah juga tampak gelisah, pasien selalu bertanya mengenai penyakitnya.
Gangguan perawatan diri b/d Penurunan fungsi penglihatan d/d klien tidak dapat banyak
bergerak, kondisi tubuh tidak rapi dan tampak acak - acakan. Diagnosa ini kami angkat karena
selama dalam tahap pengkajian pasien kurang memperhatikan kebersihan dirinya, kondisinya
tidak rapidan rambut tampak acak - acakan.
3. Nyeri b/d luka dimata d/d Wajah meringis menahan sakit, klien berusaha memegang daerah
mata. Diagnosa ini kami angkat ke tinjauan kasus karena selama dalam tahap pengkajian pasien
selalu mengeluhkan nyeri yang dialami dibagian matanya, wajah pasien meringis menahan sakit.
4.3 Perencanaan
Dalam tahap perencanaan ini penulis membuat asuhan asuhan keperawatan yang teritik
tolak pada perrmasalahan yang terjadi setelah msalah keperawatan di tetapkan sesuai dengan
prioritas masalah maka langkah selanjutnya adalah merumuskan tinjauan berdasarkan hasil yang
ingin dicapai agar tindakan yang di yang dilakukan perlu dipertimbangkan dalam perencanaan
tindaakan ini.
Pada tahap ini penulis secara umum tidak menemukan hambatan dan kesulitan di
karenakan adanya kerja sama yang baik antara anggota tim kesehatan dan orang -orang disekitar
klien.
4.4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tindakan keperawatan yang direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan dalam rangka menolong pasien. Faktor yang mendukung adalah pasien mau bekerja
sama dalam menerapkan asuhan keperawatan yang dibuat oleh perawat.
Dalam hal ini penulis bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan berpartisipasi aktif
bersama pasien, selama penulis melakukan tindakan keperawatan penulis juga melanjutkan
pengkajian data-data untuk melihat perkembangan pasien selanjutnya.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan rencana tindakan keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi ini merupakan tahap keberhasilan dalam
menggunakan proses keperawatan dalam pelaksanaan tindakan. Dalam tahap ini penulis tidak
menemukan hambatan karna hasil yang diharapkan dapat d lihat dengan jelas semua tindakan
keperawatan yang penulis laksanakan dapat berhasil dengan baik.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan penulis dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada
Tn.P dengan Ganguan Sistem Penglihatan Katarak Di Wisma Matahari UPT Pelayananan sosial
Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai - Medan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Selama dalam tahap pengkajian, penulis tidak mengalami kesulitan dan hambatan dalam
pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan oleh penulis. Hal ini dikarenakan adanya
kerjasama yang baik dari klien, orang terdekat dan tim medis lainnya.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan pasien
yang di sertai dengan tindakan keperawatan.dalam tinjauan teoritis penulis menemukan 4
diagnosa keperawatan, sedangkan dalam tinjauan kasus penulis hanya mengangkat 4 diagnosa
keperawatan. Karena selama tahap pengkajian penulis tidak menemukan semua persamaan
antara diagnosa dari tinjauan kasus dengan tinjauan teoritis. Karena itu tidak dialami sepenuhnya
oleh pasien yang di kaji oleh penulis.
3. Intervensi
Pada tahap intervensi penulis menetapkan beberapa rencana tindakan yang sesuai dengan
masalah - masalah yang dihadapi oleh pasien. Dalam melakukan perencanaan ini penulis tidak
menemukan hambatan dan kesulitan dikarenakan semua rencana tindakan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan yang telah disesuaikan. Dan perencanaan ini dibuat berdasarkan keadaan
dan kondisi pasien.
4. Implementasi
Setelah menyusun beberapa rencana keperawatan kemudian penulis melanjutkan kepada
tindakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang disesuaikan dengan perencanaan yang
berarti. Karena rencana tindakan yang dibuat dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Hal
ini dapat terlaksana dengan baik dikarenakan adanya kerjasama yang baik antara perawat, orang
terdekat klien, dan tim medis lainnya. Di samping itu juga didukung oleh sarana dan prasarana
yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai - Medan.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Dalam tahap ini penulis
mendapatkan hasil dari pengamatan masalah pasien dan mendapat respon dari orang - orang
disekitar pasien. Pasien terhadap tindakan keperawatan yang di berikan. Meskipun tidak semua
masalah dapat teratasi namun asuhan keperawatan yang diberikan telah banyak membantu dalam
mengatasi masalah pasien.
5.2. Saran
1.
Kepada pasien dianjurkan untuk tetap mempertahankan kebersihan dirinya. Dan kepada
penanggung jawab panti jompo khususnya di wisma sakura disarankan untuk terus
memperhatikan kondisi klien baik itu pola makannya, pola istirahatnya, dan sebagainya.
2. Kepada perawat yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai Medan. Disarankan untuk lebih teliti dan lebih memperhatikan kondisi pasien. Serta selalu
memantau kondisi pasien. Terutama dalam pelaksanaan asuhan keperawatan diharapkan adanya
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Doengoes A Marylin, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC ; Jakarta
Tambahkan komentar
kumpulanaskep
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
Apr
12
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus ini yang berjudul
Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Tn.PDengan Gangguan Sistem Penglihatan
Katarakdi Wisma Matahari UPT Pelaksana Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai Medan.
Dalam pembuatan laporan ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan baik di lihat dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan laporan ini.
Selesainya pembuatan laporan ini tidak langsung terlepas dari bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung, oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak H. Hasan Basri Nasution SKM. MKes. Selaku ketua Yayasan Akademi
Keperawatan Sehat Binjai.
2. Bapak Ilham Syahputra Siregar, S.Kep, Selaku direktur Akademi Keperawatan
Sehat Binjai.
3. Ibu Leny suarni S,pd.,selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktunya untuk penulis demi kesempurnaan laporan studi kasus ini.
4. Seluruh staf dosen dan pengajar Akademi Keperawatan Sehat Binjai yang telah
memberikan pengetahuan kepada penulis agar tersusunnya laporan ini.
5. Mahasiswa/I Akademi Keperawataan Sehat Binjai, yang telah banyak membantu
penulis dalam pembuatan laporan ini.
Akhirnya penulis menyerahkan diri kepada Allah SWT semoga ilmu yang penulis
dapatkan bermanfaat untuk kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 4 PEMBAHASAN..........................................................................
4.1 Pengkajian..................................................................................
4.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................
4.3 Intervensi....................................................................................
4.4 Implementasi..............................................................................
4.5 Evaluasi......................................................................................
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................
5.1 Kesimpulan.................................................................................
5.2 Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena penyakit ini
menyerang tanpa disadari oleh penderitanya. Katarak terjadi secara perlahan - lahan.
Katarak baru terasa mengganggu setelah tiga sampai lima tahun menyerang lensa mata.
Pada tahun 2020 diperkirakan penderita penyakit mata dan kebutaan meningkat
dua kali lipat. Padahal 7,5% kebutaan didunia dapat dicegah dan diobati. Kebutaan
merupakan masalah kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi yang serius bagi setiap
negara. Studi yang dilakukan Eye Disease evalence Research Group (2004)
memperkirakan, pada 2020 jumlah penderita penyakit mata dan kebutaan didunia akan
mencapai 55 juta jiwa. Prediksi tersebut menyebutkan, penyakit mata dan kebutaan
meningkat terutama bagi mereka yang telah berumur diatas 65 tahun. Semakin tinggi
usia, semakin tinggi pula resiko kesehatan mata. WHO memiliki catatan mengejutkan
mengenai kondisi kebutaan didunia, khususnya dinegara berkembang.
Saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya berada di
negara miskin atau berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi Negara tertinggi di Asia
Tenggara dengan angka sebesar 1,5%. Menurut Spesialis Mata dari RS Pondok Indah Dr
Ratna Sitompul SpM, tingginya angka kebutaan di Indonesiadisebabkan usia harapan
hidup orang Indonesia semakin meningkat. karena beberapa penyakit mata disebabkan
proses penuaan. Artinya semakin banyak jumlah penduduk usia tua, semakin banyak
pula penduduk yang berpotensi mengalami penyakit mata.
Hingga kini penyakit mata yang banyak ditemui di Indonesia adalah katarak
(0,8%), glukoma (0,2%) serta kelainan refraksi (0,14%). Katarak merupakan kelainan
mata yang terjadi karena perubahan lensa mata yang keruh. Dalam keadaan normal jernih
dan tembus cahaya. Selama ini katarak banyak diderita mereka yang berusia tua. Karena
itu, penyakit ini sering diremehkan kaum muda. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan Indonsia (Depkes) bahwa 1,5 juta orang Indonesia mengalami
kebutaan karena katarak dan rata - rata diderita yang berusia 40 - 55 tahun.
Penderita rata - rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara
mereka tidak tersentuh pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena
proses degeneratif atau semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data statistik
lebih dari 90 persen orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak, sekitar 55 persen
orang berusia 75 - 85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak (Irawan,
2008).
3.
BAB 2
LANDASAN TEORITIS
2.1 Katarak
2.1.1 Defenisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Ilyas,
2008).
Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah
gambaran yang di proyeksikan pada retina. Katarak merupakan penyebab umum
kehilangan pandangan secara bertahap (Istiqomah, 2003)
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan
lensa didalam kapsul lensa. Umumnya terjadi akibat proses penuaan yang terjadi pada
semua orang yang berusia lebih dari 65 tahun. (Muttaqin, 2008).
2.1.2
Anatomi Fisiologi
Bola mata merupakan organ sferis dengan diameter kurang lebih 2,5 cm, yang
terletak pada bagian anterior orbit. Bola mata terdiri dari beberapa lapisan. Kuat dan tidak
elastic yang menyususn sclera ini akan mempertahankan bentuk bola mata dan
memberikan proteksi terhadap bangunan - bangunan halus dibawahnya.
Didalam mata ada 3 lapisan yaitu :
1. Lapisan luar, yang terdiri dari :
- Sclera
- Kornea
2. Lapisan tengah, yang terdiri dari :
- Koroid
- Badan (korpus) siliare
- Iris
3. Lapisan dalam, yang terdiri dari :
- Retina
- Fundus optic
Lensa
Badan vitreus
Pada mata terdapat 7 otot volunter dari orbit, 6 diantaranya adapat memutar bola
mata pada beberapa perintah dan mengkoordinasi pergerakan mata. Pergerakan mata
yang terkoordinasi dan visus yang adekuat diperlukan untuk smemungkinkan fovea
sentralis pada masing - masing mata untuk menerima gambaran pada waktu yang
sama.gambaran berfokus dari fovea masing - masing mata, ditranmisikan ke area optic
darikorteks serebri, tempat otak menginterpretasikan dua gambaran sebagai suatu
gambaran (Istiqomah, 2003).
Fisik
Kimia
Penyakit predisposisi
Genetik dan gangguan perkembangan
Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
Usia
(Tamsuri, 2008)
2.1.4 Klasifikasi Katarak
Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Katarak congenital, katarak yang sudah terlihatpada usia kurang dari 1
tahun.
2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
3. Katarak senile, katarak setelah usia 50 tahun
Berdasarkan penyebabnya, katarak dapat dibedakan menjadi :
1. Katarak traumatika
Katarak terjadi akibat rudapaksa atau trauma baik karena trauma tumpul
maupun tajam. Rudapaksa ini dapat mengakibatkan katarak pada satu mata
(katarak monokular). Penyebab katarak ini antara lain karena radiasi sinar X, Radioaktif, dan benda asing.
2. Katarak toksika
Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan kimia
tertentu. Selain itu, katarak ini juga dapat terjadi karena penggunaan obat
seperti kortikosteroid dan chlorpromazine.
3. Katarak komplikata
Katarak terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan kimia tertentu. Selai itu,
katarak ini juga dapat terjadi karena penggunaan obat seperti diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, atau akibat kelainan local seperti uveitis,
glaucoma, dan miopia atau proses degenerasi pada satu mata lainnya.
Berdarakan stadium, katarak senile dapat dibedakan menjadi :
1. Katarak insipient
Merupakan stadium awal katarak yaitu kekeruhan lensa masih berbentuk
bercak bercak kekeruhan yang tidak teratur.
2. Katarak imatur
Lensa mulai menyerap cairan sehingga lensa agak cembung, menyebabkan
terjadinya myopia, dan iris terdorong kedepan serta bilik mata depan menjadi
dangkal.
3. Katarak matur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini, terjadi
kekeruhan lensa.
4. Katarak hipermatur
Pada stadium ini, terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa
dapat mencair sehingga nucleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa
(Tamsuri, 2008
2.1.5 Manifestasi Klinis Katarak
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya pasien
mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan. Temuan
objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga
retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu - abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun
tak akan mampu memperbaiki penglihatan (Suddarth, 2001).
2.1.6
Komplikasi
Adapun komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien yang mengalami
bila
dipertimbangkan
(Suddarth, 2001).
Darah putih: dibawah 10.000 normal
2.1.9. Penatalaksanaan
akan
dilakukan
pembedahan
Tak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan pembedahan
laser. Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser
baru yang dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan pengisapan
keluar melalui kanula.
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat
sampai ketitik dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari - hari, maka
penanganan biasanya konservatif. Penting dikaji efek katarak terhadap kehidupan
sehari - hari pasien. Mengkaji derajat gangguan fungsi sehari - hari, aktivitas,
kemampuan bekerja, ambulasi, dan lain - lain, sangat penting untuk menentukan
terapi mana yang paling cocok bagi masing - masing penderita.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut
untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam
penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi.
Pembedahan katarak adalah pembedahan yang paling sering dilakukan pada orang
berusia lebih dari 65 tahun keatas. Kebanyakan operasi dilakukan dengan anastesia
local (retrobulbar atau peribulbar, yang dapat mengimobilisasi mata). Obat
penghilang cemas dapat diberikan untuk mengatasi perasaan klaustrofobia
sehubungan dengan draping bedah.
Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan katarak :
ekstraksi intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah
hilangnya penglihatan yang mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak
b. Makanan/cairan
Gejala
c. Neurosensori
Gejala
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala
e. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
kehilangan vitreous.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
3. Gangguan sensori-perseptual : penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori/status
organ indra, lingkungan secara terapeutik dibatasi d/d menurunnya ketajaman,
gangguan penglihatan, perubahan respons biasanya terhadap rangsang.s
4. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan b/d
tidak mengenal sumber informasi , salah interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
2.2.3. Perencanaan
Perencanaan adalah meliputi perkembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diindetifikasi pada diagnosa
keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan
menyimpulkan rencana dokumentasi(Nursalam,2001).
Menurut Doengoes Intervensi yang dilakukan pada pasien katarak adalah:
Diagnosa Keperawatan 1
Intervensi:
Mandiri:
Diskusi apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas,
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi:
Antiemetik, contoh proklorperazin (Compazine)
Beri obat sesuai indikasi: Asetazolamin (Diamox).
Sikloplegis.
Analgesik, contoh Empirin dengan kodein, asetaminofen (Tyenol).
Diagnosa Keperawatan 2
Intervensi
Mandiri:
Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
Gunakan /tunjukan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar
dengan tisu basah/ bola kapas untuk tiap usap, ganti balutan , dan masukan lensa
kontak bila menggunakan.
Tekankan pentingnya tidak menyentuh /menggaruk mata yang dioperasi.
Observasi /diskusikan tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan , kelopak bengkak ,
drainase purulen. Indentifikasi tindakan kewaspadaan bila terjadi ISK.
Kolaborasi:
Beri obat sesuai indikasi:
Antibiotik (topikal , parenteral, atau subkonjungtival).
Streoid.
Diagnosa Keperawatan 3
Intervensi
Mandiri
Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau keduanya terlibat.
Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya.
Observasi tanda-tanda dan gejala gajala disorientasi ; pertahankan pagar tempat tidur
sampai benar-benar sembuh dari anestesia.
Pendengkatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering; dorong orang
terdekat tinggal dengan pasien.
Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi
bila menggunakan tetes mata.
Ingatkan pasien bila menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar
kurang lebih 25%, penglihatan perifer hilang , dan buta titik mungkin ada.
Letakkan barang yang dibutuhkan /posisi bel pemanggil dalam jangkauan pada sisi
yang tak dioperasi.
Diagnosa Keperawatan 4
Intervensi
Mandiri:
Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis tipe prosedur/lensa.
Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan
penglihatan berawan.
Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien,
contoh
Diberikan untuk melumpuhkan otot siliar untuk dilatasi dan istirahat iris setelah
pembedahan bila lensa tidak terganggu.
Digunakan untuk ketidaknyamanan ringan, meningkatkan istirahat/ mencegah gelisah,
yang dapat mempengaruhi TIO.
Diagnosa Keperawatran 2
Diagnosa Keperawatan 3
Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan
terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang
berbeda. Tetapi biasanya hanya saja satu mata diperbaiki per prosedur.
Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan. Menurunkan cemas dan
disorientasi pascaoperasi.
Terbangun dalam lingkungan yang tidak dikenal dan mengalami keterbataasan
penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua. Menurunkan resiko jatuh
bila pasien bingung/ tak kenal ukuran tempat tidur.
Memberi rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara
bertahap menurun dengan penggunaan.catatan: iritasi lokal harus dilaporkan ke
meningkatkan
risiko
cedera
sampai
pasien
belajar
untuk
mengkompensasi.
Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk
pertolongan bila diperlukan.
Diagnosa Keperawatan 4
pascaoperasi.
Pengawasan periodik menurunkan risiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien
kapsul posterior dapat menebal atau menjadi berkabut dalam 2 minggu sampai
beberapa tahun pascaoperasi, memerlukan terapi laser untuk memperbaiki defisit
penglihatan.
Dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.
Penggunaan obat mata topiukal, contoh agen simpatomimetik , penyekat beta ,dan
agen
antikolinergik
dapat
menyebabkan
TD
meningkat
pada
pasien
Diagnosa Keperawatan 2
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan
demam.
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah /menurunkan risiko infeksi.
Diagnosa Keperawatan 3
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi/ memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Diagnosa Keperawatan 4
Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tin
BAB 3
STUDI KASUS
3.1. PENGKAJIAN
3.1.1 Riwayat klien / Data Biologis
Nama
:Tn.P
Alamat
:Binjai
Telp
:-
jenis kelamin
Suku
:Laki - Laki
:Jawa
Agama
:Islam
Status perkawinan
:Duda
Pendidikan
:-
Alamat
:Binjai
:Anak Kandung
kelumpuhan. Setelah tinggal di panti sosial Tn.P menikah lagi dengan Ny,S yang
mana mereka bertemu dipanti sosial tersebut dan mereka pun tinggal bersama di
wisma Matahari, tetapi Tn.P mengatakan kalau dia hidup bersama dengan Ny.S
hanya sekitar 5 tahun. Karena Tn.P keluarga telah meninggal dunia pada umur 100
tahun akibat kelumpuhan dan serangan jantung dan Tn,P keluargadikebumikan di
kawasan panti sosial tersebut.
3.1.3. Riwayat Pekerjaan
Saat ini Tn.P tidak bekerja, sebelum tinggal di panti sosial Tn.P bekerja
sebagai petani dan kadang - kadang Tn.P pun berjualan tape untuk memenuhi
kebutuhannya sehari - hari. Dan setelah tinggal di panti, Tn.P tidak lagi sanggup
untuk bekerja dikarenakan semakin meningkatnya usia.
3.1.4. Riwayat Lingkungan Hidup
Tn.P tinggal bersama anak dan menantunya, yang mana rumah terbuat
dari bambu dan atap dari rumbia, Rumah Tn.P tidak bertingkat, dan didalam rumah
terdapat dua kamar. Adapun jumlah orang yang ada di rumah Tn.P tersebut adalah
11 orang, yang mana 8 orang adalah cucu dari Tn.P dan 2 lagi adalah anak dan
menantu dari An.S sendiri. Tetangga terdekat Tn.P adalah Ny. A yang selalu
membantu dikala Tn.P mengalami kesulitan.
3.1.5. Riwayat Rekreasi
Tn.Pmempunyai hobi berjualan, Tn.P hidup dengan rukun bersama anak
- anaknya, Dalam keluarga Tn.P tidak mempunyai kegiatan rekreasi.
3.1.6. Sumber / Sistem pendukung yang di gunakan
Bila Tn.P sakit, Tn.P berobat ke klinik yang tidak jauh dari tempat tinggal
jauh.
menghabiskan waktunya untuk tidur dikamar dan akan bangun kalau waktu makan
saja.
3.1.8. Status kesehatan saat ini
Sejak satu tahun lalu Tn.P mengeluh nyeri di daerah kepala dan dada. Tn.
Pmengalami sakit ini sudah satu tahun ini, dulunya Tn.P tidak tahu kenapa dia terus
mengalami pusing dan dadanya terasa sesak, tapi setelah Tn.p berobat di klinik baru
Tn.Ptahu kalau Tn.P sakit hipertensi. Biasanya Tn.P mengonsumsi captopril 12, 5
mg 2x1 dan kalau sakit dadanya kumat Tn.P mengkonsumsi neo napacin tablet 1x
dalam sehari.
Tn.P tidak pernah di imunisasi, danTn.P tidak ada riwayat alergi, baik
alergi terhadap obat maupun makanan.Tn.P makan 3x sehari dengan porsi, Tn. P
mempunyai berat badan : 50 kg, Tn.P tidak punya masalah dalam mengkonsumsi
makanan.
3.1.9. Status kesehatan masa lalu
Tn.P tidak mempunyai penyakit pada masa anak - anak, dan tidak pernah
di rawat di rumah sakit. Tetapi Tn.P mengatakan kalau Tn.P pernah mengalami
trauma yang mana waktu usia 18 tahun mata Tn.P terkena batang padi, sehingga
menyebabkan Tn.P tidak bisa melihat sampai sekarang. Dan Tn.P juga mengatakan
sewaktu terjadinya kejadian itu, Tn.P tidak langsung berobat, karena pada waktu itu
menurut keteranganTn.P belum ada layanan kesehatan, jadi mata Tn.P hanya di
obati dengan obat kampung saja.
Ket :
= Laki-laki (meninggal)
= Perempuan (meninggal)
= Pasien
yang khas.Dan Tn.P juga mengaku sering mengalami sakit dan gatal pada
kulit kepala.
Mata
Tn.Pmengalami perubahan penglihatan, dikarenakan usia lanjut. Dan
mata Tn.P hanya satu yang bisa melihat. Hal itu dikarenakan adanya
trauma yang terjadi pada Tn.P sehingga mengakibatkan mata kanannya
tidak lagi berfungsi. Tn.Ptidak menggunakan kacamata, sehingga dengan
begitu Tn.Ptidak terlalu bisa melihat dengan baik.
Fungsi penglihatan : terganggu karena adanya kekeruhan lensa pada
mata sebelah kanan dan mata sebelah kirinya tidak bisa melihat dengan
baik dikarenakan usia lanjut.
Telinga
Pendengaran Tn.Ptidak lagi berfungsi dengan baik, Tn.P tidak bisa
mendengar detak jarum jam, serumen ada dalam batas normal. Di dalam
telinga Tn.P tidak ada keluar cairan maupun peradangan. Dan Tn.P juga
tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Fungsi pendengaran : tidak terlalu baik, karna Tn.P tidak lagi bisa
tidak ada, dan pada leher Tn.P juga tidak ditemukan benjolan.
Payudara
Ukuran dan bentuk payudara Tn.P normal. Dan tidak ditemukan adanya
kelainan pada payudara Tn.P Dan pada payudara Tn.P juga tidak
ditemukan adanya benjolan dan pembengkakan serta tidak ada keluar
sedikit.
Musculoskeletal
Psikososial
Tn.P mengatakan cemas akan setiap hari - hari yang dilaluinya, Tn.P juga
mengaku kalau dia sering menangis jika mengingat akan jalan hidupnya.
Dan Tn.P juga mengatakan kalau dia sering mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi.
No
1.
Data
Etiologi
Masalah
Penurunan
persepsi sensori :
Penglihatan
2.
3.
4.
Kurang pengetahuan
tentang proses penyakit
Penurunan fungsi
penglihatan
Ansietas
Gangguan
perawatan diri
Luka dimata
Nyeri
No
Tanggal
3 April 2012
Diagnosa Keperawatan
Catatan Perkembangan
4 April 2012
Ansietas
b/d
kurang
pengetahuan tentang proses
penyakit
d/d
nadi
meningkat, tekanan darah
meningkat, wajah tampak
gelisah, wajah murung dan
sering melamun.
R : R/T dilanjutkan.
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas kesenjangan kesenangan yang penulis
jumpai antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus pada Asuhan Keperawatan Pada Tn.P
Dengan Gangguan Sistem Penglihatan Katarak diWisma Matahari UPT Pelayanan Lanjut
Usia dan Balita Wilayah Binjai - Medan. Selanjutnya penulis akan memaparkan
hambatan dan dukungan dalam melakukan asuhan keperawatan yang meliputi :
pengkajian, diagnosakeperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Selama pengkajian penulis tidak ada mengalami kesulitan/ hambatan dalam
mengumpulkan data atau informasi, mengenai status kesehatan pasien ataupun data lain
tentang penulisan, di perlukan dalam penyusunan studi kasus ini penulis mendapat
bantuan penuh dari pasien, perawat, dan dokter yang merawat pasien atau tim terkait.
4.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah
kesehatan pasien yang dapat disertai dengan tindakan keperawatan. Berdasarkan
kepustakaan yang ada penulis menemukan 4 diagnosa keperawatan pada kasus dengan
gangguan sistem penglihatan katarak ini.
Adapun diagnosa keperawatan pada tinjauan teoritis ini adalah :
1. Risiko tinggi terhadap cedera b/d peningkatan TIO, perdarahan intraokuler, kehilangan
vitreous.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
3.
2.
3.
melamun.
Gangguan perawatan diri b/d Penurunan fungsi penglihatan d/d Klien tidak dapat
banyak bergerak, kondisi tubuh tidak rapi dan tampak acak - acakan.
Adapun diagnosa keperawatan yang terdapat dalam dalam tinjauan teoritis tetapi
Adapun diagnosa keperawatan yang terdapat dalam tinjauan kasus tetapi tidak
terdapat dalam tinjauan teoritis yaitu :
1. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang proses penyakit d/d Nadi meningkat, tekanan
darah meningkat, wajah tampak gelisah, wajah murung dan sering melamun. Diagnosa
ini kami angkat ke tinjauan kasus karena selama tahap pengkajian pasien selalu kelihatan
cemas, muka pucat, dan wajah juga tampak gelisah, pasien selalu bertanya mengenai
penyakitnya.
2. Gangguan perawatan diri b/d Penurunan fungsi penglihatan d/d klien tidak dapat banyak
bergerak, kondisi tubuh tidak rapi dan tampak acak - acakan. Diagnosa ini kami angkat
karena selama dalam tahap pengkajian pasien kurang memperhatikan kebersihan dirinya,
kondisinya tidak rapidan rambut tampak acak - acakan.
3. Nyeri b/d luka dimata d/d Wajah meringis menahan sakit, klien berusaha memegang
daerah mata. Diagnosa ini kami angkat ke tinjauan kasus karena selama dalam tahap
pengkajian pasien selalu mengeluhkan nyeri yang dialami dibagian matanya, wajah
pasien meringis menahan sakit.
4.3 Perencanaan
Dalam tahap perencanaan ini penulis membuat asuhan asuhan keperawatan yang
teritik tolak pada perrmasalahan yang terjadi setelah msalah keperawatan di tetapkan
sesuai dengan prioritas masalah maka langkah selanjutnya adalah merumuskan tinjauan
berdasarkan hasil yang ingin dicapai agar tindakan yang di yang dilakukan perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan tindaakan ini.
Pada tahap ini penulis secara umum tidak menemukan hambatan dan kesulitan di
karenakan adanya kerja sama yang baik antara anggota tim kesehatan dan orang -orang
disekitar klien.
4.4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tindakan keperawatan yang direncanakan oleh perawat
untuk dikerjakan dalam rangka menolong pasien. Faktor yang mendukung adalah pasien
mau bekerja sama dalam menerapkan asuhan keperawatan yang dibuat oleh perawat.
Dalam hal ini penulis bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan berpartisipasi
aktif bersama pasien, selama penulis melakukan tindakan keperawatan penulis juga
melanjutkan pengkajian data-data untuk melihat perkembangan pasien selanjutnya.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan rencana tindakan keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi ini merupakan tahap keberhasilan dalam
menggunakan proses keperawatan dalam pelaksanaan tindakan. Dalam tahap ini penulis
tidak menemukan hambatan karna hasil yang diharapkan dapat d lihat dengan jelas semua
tindakan keperawatan yang penulis laksanakan dapat berhasil dengan baik.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan penulis dalam melakukan Asuhan Keperawatan
pada Tn.P dengan Ganguan Sistem Penglihatan Katarak Di Wisma Matahari UPT
Pelayananan sosial Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai - Medan, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Selama dalam tahap pengkajian, penulis tidak mengalami kesulitan dan hambatan
dalam pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan oleh penulis. Hal ini
dikarenakan adanya kerjasama yang baik dari klien, orang terdekat dan tim medis
lainnya.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah
kesehatan pasien yang di sertai dengan tindakan keperawatan.dalam tinjauan teoritis
penulis menemukan 4 diagnosa keperawatan, sedangkan dalam tinjauan kasus penulis
hanya mengangkat 4 diagnosa keperawatan. Karena selama tahap pengkajian penulis
tidak menemukan semua persamaan antara diagnosa dari tinjauan kasus dengan
tinjauan teoritis. Karena itu tidak dialami sepenuhnya oleh pasien yang di kaji oleh
penulis.
3. Intervensi
Pada tahap intervensi penulis menetapkan beberapa rencana tindakan yang sesuai
dengan masalah - masalah yang dihadapi oleh pasien. Dalam melakukan perencanaan
ini penulis tidak menemukan hambatan dan kesulitan dikarenakan semua rencana
tindakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang telah disesuaikan. Dan
perencanaan ini dibuat berdasarkan keadaan dan kondisi pasien.
4. Implementasi
Setelah menyusun beberapa rencana keperawatan kemudian penulis melanjutkan
kepada tindakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang disesuaikan dengan
perencanaan yang berarti. Karena rencana tindakan yang dibuat dapat dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan. Hal ini dapat terlaksana dengan baik dikarenakan adanya
kerjasama yang baik antara perawat, orang terdekat klien, dan tim medis lainnya. Di
samping itu juga didukung oleh sarana dan prasarana yang ada di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai - Medan.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Dalam tahap ini
penulis mendapatkan hasil dari pengamatan masalah pasien dan mendapat respon dari
orang - orang disekitar pasien. Pasien terhadap tindakan keperawatan yang di berikan.
Meskipun tidak semua masalah dapat teratasi namun asuhan keperawatan yang
diberikan telah banyak membantu dalam mengatasi masalah pasien.
5.2. Saran
1. Kepada pasien dianjurkan untuk tetap mempertahankan kebersihan dirinya. Dan
kepada penanggung jawab panti jompo khususnya di wisma sakura disarankan
untuk terus memperhatikan kondisi klien baik itu pola makannya, pola
istirahatnya, dan sebagainya.
2. Kepada perawat yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita
Wilayah Binjai - Medan. Disarankan untuk lebih teliti dan lebih memperhatikan
kondisi pasien. Serta selalu memantau kondisi pasien. Terutama dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan diharapkan adanya kecermatan dan ketelitian
terhadap tindakan yang akan dilakukan.
3. Kepada UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai - Medan
diharapkan agar lebih meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan
keperawatan dan memenuhi segala perawatan yang dibutuhkan oleh pasien.
4. Kepada institusi, di harapkan laporan kasus ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah referensi buku - buku terbaru tentang askep katarak.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Doengoes A Marylin, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC ; Jakarta
Ilyas, 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. FKUI, Jakarta
Istiqomah, 2003. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. EGC : Jakarta
Muttaqin, 2009.Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses, dan Aplikasi.
Salemba Medika ; Jakarta
http://www.suaramedia.com/kesehatan/penyakit-katarak-menyerang-anamuda.html
Tambahkan komentar
Add comment
2.
Apr
12
ASKEP MENINGITIS
ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS
Friday, 12 April 2013 08:38 Fathur
I. KONSEP DASAR
A.
PENGERTIAN
Meningitis adalah suatu inflamasi di arachnoid dan piamater pada otak dan spinal
cord, yang disebabkan oleh infeksi pada cairan serebrospinal (Lewis, 2005).
Meningitis adalah suatu inflamasi di piameter , arakhnoid dan subararakhnoid infeksi
biasanya menyebabkan meningitis dan chemical meningitis juga dapat menjadi
meningitis bisa akut atau kronik yang disebabkan karena bakteri,virus, jamur atau parasit.
(Lemone. 2004).
Meningitis adalah inflamasi meningen yang juga dapat menyerang arakhonoid dan
subarakhonoid, infeksi menyebar sampai subarakhonoid melalui cairan serebrospinal
sekitar otak dan spinal cord (Joyce M black,2005).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah suatu
inflamasi meningen yang juga dapat menyebar ke arakhonoid dan subarakhonoid pada
otak dan spinal cord, yang disebabkan oleh bakteri , virus jamur atau protozoa.
B. ETIOLOGI
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme tetapi kebanyakan klien
dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak,
infeksi sistemik, lainnya. Etiologi dapat dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi :
A.
Jamur: cryptococcus
C. PATOFISIOLOGI
Otak dilapisi oleh duramater, arakhonoid dan piamater. Cairan Serebrospinal (CSF)
diproduksi oleh fleksus koroid yang berada didasar ventrikel lateral dan diatas ventrikel
ke III dan IV. Setiap hari diproduksi 500-800 ml CSF. Setelah CSF bersirkulasi di otak
dan medulla spinalis, CSF akan direabssorpsi melalui villi arakhonoid, dalam lapisan
arakhonoid meninges. Organisme (bakteri,virus ,jamur dan protozoa) masuk
SSP
melalui pembuluh darah dan blood brain barrier ,jalan masuk yang langsung terjadi
sebagai akibat dari trauma ,prosedur pembedahan atau abses cerebri /ruptur .otorhea atau
rhinorrhea mungkin disebabkan karena fraktur basis tengkorak bisa mengarah terjadinya
meningitis organisme. Meningitis menyerang mekanisme pertahanan tubuh spesifik dan
non spesifik untuk masuk dan bereplikasi dalam CSF.pertahanan ini meliputi barrier kulit,
barrier darah otak, respon inflamasi nonspesifik dan respon imun. Infeksi cairan
serebrospinal dan meningeal menyebabkan respon inflamasi pada piamater , arakhnoid
dan CSF. Pembuluh darah yg mengalami inflamasi di dalam area sekitar otak
mengeluarkan cairan sebagai respon permeabilitas sel. Cairan serebrospinal mengalami
kekeruhan, terbentuk eksudat. Eksudat yang purulen menginfiltrasi saraf kranial dan
membloks fleksus koroid dan villi arakhnoid. Eksudat menyebabkan inflamasi dan edema
lebih lanjut sel meningeal. Pembesaran pembuluh darah, eksudat, gangguan aliran CSF
dan edema sel meningeal menyebabkan peningkatan TIK. Dengan peningkatan TIK,
maka perfusi serebral menurun dan kehilangan autoregulasi serebal [LeMone, 2004 ].
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada meningitis adalah peningkat TIK yang
menyebabkan penurunan kesadaran .Komplikasi lain pada meningitis yaitu disfungsi
neurology,disfungsi saraf kranial (N.C III,IV VII atau VIII ),hemiparesis ,dysphasia dan
hemiparesia. Mungkin juga dapat terjadi syok, gangguan koagulasi, komplikasi septic
(bacterial endokarditis) dan demam yang terus menerus. Hidrosefalus dapat terjadi jika
eksudat menyebabkan adhesi yang dapat mencegah aliran CSF normal dari ventrikel.
DIC (Dimensi Intravascular Coagulation) adalah komplikasi yang serius pada meningitis
yang dapat menyebabkan kematian (Lewis, 2005)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan daiagnostik yang paling utama untuk mendiagnosa meningitis yaitu analisa
CSF tetapi lumbal pungsi tidak dilakukan bila ada peningkatan TIK, karena bisa
menyebabkan herniasi jaringan otak di medula dan cardiopulmonary arrest. Pada
meningitis bakteri tekanan meningkat, cairan keruh atau berkabut, jumlah sel darah putih
dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif beberapa jenis bakteri.
Sedangkan pada meningitis virus tekanan bervariasi, CSF biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus
biasanya hanya dengan prosedur khusus. CIE (Counter Immono Electrophoresis) bisa
dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan sumber infeksi karena bakteri kultur
darah dan urin, tenggorok dan hidung. Glukosa serum meningkat, LDH serum meningkat
(pada meningitis bakteri), sel darah putih sedikit meningkat dengan peningkatan neutropil
(infeksi bakteri), elektrolit darah abnormal, LED meningkat. CT Scan/MRI dapat
membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran atau letak ventrikel, hematoma daerah
serebral, hemoragik atau tumor. EEG mungkin terlihat gelombang lambat secara vokal
atau umum (encephalitis) atau voltasenya meningkat (abses). Rontgen dada, kepala dan
sinus
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Keefektifan pengobatan tergantung pada pemberian dini antibiotik yang mampu
menembus barier blood brain ke dalam lapisan subarakhnoid. Antibiotik penicillin
(ampisillin, piperasillin) atau salah satu chepalosporin (ceftriaxone sodium, cefotaxim
sodium) dapat digunakan. Vacomyan hydrocloride tunggal atau kombinasi dengan
rifampisin juga dapat digunakan jika bakteri telah teridentifikasi. Antibiotik dosis tinggi
diberikan secara intravena.
Dexametason dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada meningitis akut dan
meningitis pneumococcus. Dexametasone dapat diberikan bersamaan dengan antibiotik
untuk mensupresi inflamasi dan mengefektifkan pengobatan pada orang dewasa serta
tidak meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal.
Dehidrasi dan syok dapat diatasi dengan penambahan volume cairan. Seizure yang terjadi
pada tahap awal penyakit dapat dikontrol dengan phenitoin/dilantin (Lewis, 2005).
1)
Riwayat kesehatan sekarang: yang harus dikaji meliputi adanya keluhan sakit kepala,
demam, nausea, vomiting dan nuckal rigidity. Kaji adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
Penurunan LOC, seizure, perubahan tanda-tanda vital dan pola pernafasan, dan
papiledema. Perawat menanyakan pada klien untuk menjelaskan gejala yang dialami,
kapan, apakah semakin buruk.
2)
Riwayat kesehatan masa lalu : Perawat berkata pada klien untuk mengingat peristiwa
khusus yang pernah dialami, seperti riwayat alergi, ISPA, trauma kepala atau fraktur
tengkorak, riwayat pemakaian obat-obatan.
b. Pengkajian fisik: Dilakukan dengan pemeriksaan metode head to toe atau
pemerikasaan organ dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
1) Tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, denyut nadi,
pernafasan dan temperatur tubuh.
2)
Sistem pernafasan: mengkaji apakah ada keluhan seperti sesak nafas, irama nafas
4)
Sistem gastrointestinal: adanya muntah, menurun atau tidak adanya bising usus.
5)
6)
bervariasi, protein di csf cenderung meningkat, glukosa serum meningkat, sel darah putih
sedikit meningkat dengan peningkatan neutropil (infeksi bakteri), CT scan dan MRI
hasilnya akan normal pada meningitis yang tidak kompleks, sputum dan secret
nasopharingeal diambil untuk kultur sebelum dimulai terapi antibiotik untuk
mengidentifikasi organisme penyebab meningitis (Lewis, 2005)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan untuk klien dengan meningitis mencakup: Perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK atau edema serebral, Resiko
terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan penekanan respon inflamasi (akibat
obat), status cairan tubuh, Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi/inflamasi,
toksin dalam sirkulasi, inefektif manajemen terapeutik berhubungan dengan berbagai
kondisi yang dialami yang ditandai oleh masalah sensorik dan motorik, keterbatasan
aktifitas, Hipertermia berhubungan dengan infeksi dan gangguan regulasi temperatur
pada hipotalamus karena peningkatan TIK ditandai peningkatan suhu.
C. PERENCANAAN
Perencanaan dibuat untuk menetapkan tujuan, criteria hasil dan perawatan pada klien
dengan meningitis. Adapun dalam menetapkan tujuan harus spesifik, nyata dan dapat
dilakukan dan mempunyai criteria waktu dan menetapkan criteria hasil, serta
merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Adapun prinsip dari
perencanaan bertujuan: mengembalikan fungsi saraf secara optimal, mengatasi infeksi,
mengurangi rasa nyeri dan ketidak nyamanan.
D.
IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang dipakai sebagai alat ukur
keberhasilan dari rencana keperawatan didalam memenuhi kebutuhan klien.
Pada perawatan klien dengan meningitis hasil yang diharapkan adalah: perfusi jaringan
serebral adekuat, meningkatnya tingkat kesadaran, tubuh dipertahankan normal (36
37,2C), nyeri berkurang/hilang, melaksanakan program terapi, terhindari dari
komplikasi meningitis tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Tambahkan komentar
Memuat
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.