Vous êtes sur la page 1sur 16

Nama : Tri Kurniati

NIM : 04011181320065

1. Bagaimana mekanisme trauma pada kasus? Tri, lola


Mekanisme trauma yang mungkin terjadi dalam tabrakan motor atau sepeda meliputi
benturan frontal, lateral, terlempar, dan laying the bike down. Di samping itu
pengendara mungkin mengalami trauma karena jatuh dari sepeda/motor, atau
terperangkap oleh komponen-komponen mekanik (American College of Surgeons
Comittee on Trauma, 2008).
Berikut adalah uraian mengenai mekanisme trauma pada pengguna kendaraan roda
dua:
1. Benturan Frontal-Ejeksi (Terlempar)
Pada saat gerakan ke depan kepala, dada, atau perut pengendara mungkin
membentur setang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas melewati setang
kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan setang kemudi, dan dapat terjadi
fraktur femur bilateral. Derajat trauma yang dialami selama tabrakan sekunder
bergantung kepada tempat benturan, energi kinetik dari pengendara/motornya, dan
interval waktu (lamanya) energi ini bekerja (American College of Surgeons
Comittee on Trauma, 2008).
2. Benturan Lateral/ Ejeksi
Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup tungkai
bawah. Crush injury pada tungkai bawah sering dijumpai. Kalau pengendara
sepeda/motor ditabrak oleh kendaraan bergerak, maka pengendara akan rawan
untuk mengalami tipe trauma yang sama dengan pemakai mobil yang mengalami
tabrakan samping. Tidak seperti penumpang dalam mobil, pengendara
sepeda/motor tidak memiliki struktur kompartemen bagi penumpang yang dapat
mengurangi pemindahan energi kinetik benturan. Pengendara menerima energi
benturan secara penuh. Sebagaimana halnya dalam benturan frontal, tabrakan
trauma yang dialami selama benturan dengan tanah atau obyek-obyek statis
lainnya (American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008).
3. Laying The Bike Down
Untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan obyek yang akan ditabraknya,
pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya ke samping membiarkan
kendaraannya bergeser, dan ia sedikit bergeser di belakangnya. Strategi ini
dimaksudkan untuk memperlambat pengendara dan memisahkan pengendara dari

sepeda/ motor. Di samping jenis-jenis trauma yang telah diuraikan sebelumnya,


bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi trauma jaringan lunak yang parah
(American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008).
Mechanism of injury yang terjadi ialah pasien yang mengendarai motornya
dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Tabrakan dari arah depan terjadi
bila bagian depan dari kendaraan menabrak benda yang tidak bergerak, seperti
tembok, ataupun tiang listrik. Apabila roda depan menabrak suatu objek dan
berhenti mendadak maka kendaraan akan berputar kedepan, dengan momentum
mengarah kesumbu depan. Sebagai akibat dari energi gerak, pengendara atau
penumpang kendaraan bermotor akan terus terdorong kedepan dan dapat
terlempar keatas.

Pada kasus, Tn. X terpelanting dan membentur trotoar. Pada saat tubuh
terpelanting kedepan dada, perut, dan tungkai pengendara mungkin membentur
stang kemudi. Kemudian tubuh yang terpelanting membentur trotoar dapat
menimbulkan trauma karena ada perubahan kecepatan yang tiba-tiba (deselerasi).
Bertanya trauma berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Beton, aspal atau permukaan yang keras menambah
beratnya deselerasi dan akan menimbulkan trauma yang lebih berat. Pola dan
lokasi luka akan tergantung dari posisi saat kecelakaan.
Saat itu pasien tidak menggunakan helm, sehingga perlu dicurigai adanya trauma
pada kepala. Helm didesain untuk mengurangi kekuatan yang mengenai kepala
dengan cara mengubah energi kinetik benturan melalui kerja deformasi dari
bantalannya dan diikuti dengan mendistribusikan kekuatan yang menimpa
tersebut seluas-luasnya.
2. Apa saja jenis-jenis syok? (pada kasus termasuk yang mana) tri, nina

Menurut Weil dan Shubin, ada empat (4) kategori syok, tujuan dari pembagian
ini adalah untuk mempermudah diagnosa hemodinamiknya sehingga terapi yang
tepat dapat dilakukan sebelum diagnosa klinis dapat ditegakkan.
Klasifikasi syok tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Syok hipovolemik kehilangan cairan/plasma (karena luka bakar, gagal
ginjal, diare, muntah), kehilangan darah (sebelum atau sesudah operasi).
b. Syok kardiogenik syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme
miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan,
maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular.
c. Syok distributif terjadinya gangguan distribusi aliran darah (pada
seseorang yang sehat mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum
memburuk setelah dilakukan tindakan instrumentasi atau prosedur invasif).
d. Syok obstruktif terjadinya gangguan anatomis dari aliran darah berupa
hambatan aliran darah.
e. Syok lainnya syok yang terjadi karena faktor lainnya, seperti : Reaksi
anafilaksis, hipoglikemia, kelebihan dosis obat, emboli paru, tamponade
jantung, dll
Pada kasus Tn. X termasuk syok hipovolemik jenis syok hemoragik.
3. Bagaimana klasifikasi syok? (pada kasus termasuk yang mana) tri, lola
Klas I

Klas II

Klas III

Klas IV

Kehilangan
dlm %

< 15%

15 30%

30 40%

> 40%

Kehilangan
dlm cc

< 750 cc

750 1500 cc

1500 2000 cc

> 2000 cc

Frek. Nadi

< 100x/m

100x/m

120x/m

> 140x/m (tidak


teraba)

Sistolik

> 110 mmHg

> 100 mmHg

< 90 mmHg

< 90 mmHg

Cap refill

Normal

Delayed

Delayed

Delayed

Frek. Nafas

16x/m

16 20 x/m

21 26 x/m

Kesadaran
(mental
state)

Sadar (anxious) Gelisah (agitated)

> 26 x/m

Kesadaran menurun Lemah tak bergerak


(confused)
(lethargic)

Pada kasus Tn. X termasuk kelas IV


4. Patofisiologi tri, nina
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah dengan vasokontriksi progresif
pada kulit, otot, dan sirkulasi viseral ( dalam rongga perut ) untuk menjamin aliran
darah ke ginjal, jantung dan otak. Vasokontriksi bertujuan untuk menaikan pre load.
Karena cedera, respon terhadap berkurangya volume darah yang akut adalah
peningkatan denyut jantung sebagai usaha untuk menjaga curah jantung.
Pelepasan kateklamin endogen meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Hal i n i
akan

meningkatkan

tekanan

darah

diastolik

d a n mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu peningkatan


perfusi organ.H o r m o n

hormon

lain

yang

bersifat

vasoaktif

j u g a d i l e p a s k a n k e d a l a m s i r k u l a s i s e w a k t u t e r j a d i n ya s yo k , termasuk
histamin, bbardikinin, beta endorfin, dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin
sitokin

lain.

Substansi

ini berdampak

besar

pada

mikrosirkulasi

dan

permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini,mekanisme


kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah ( venous return ) dengan cara kontraksi volume
darah

didalams i s t e m

vena,

m e m p e r b a i k i tekanan

ya n g

sistemik.

tidak
Cara

b a n ya k

paling

membantu

efektif

dalam

memulihkancurah jantung dan perfusi organ adalah dengan memperbaiki volumenya.


Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasiyang tidak adekuat tidak
mendapat substrat esensial yang diperlukan untuk metabolisme aerobik normal
dan produksie n e r g i .
d e n g a n berpindah

Pada
ke

keadaan

metabolisme

inim e n g a k i b a t k a n

pembentukan

k e m u d i a n berkembang

menjadi

terjadi berkepanjangan

dan

awal
anaerobik,

metabolik.

substrat

kompensasi

dimana

asam

asidosis

penyampaian

terjadi

metabolisme

laktat
Apabila

untuk pembentukan

dan
syok
ATP

( adenosine triphosphate ) tidak memadai,m a k a m e m b r a n s e l t i d a k d a p a t


l a g i m e m p e r t a h a n k a n integritasnya dan gradien elektrik normal hilang.

SYOK HEMORAGIK
Definisi
Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang biasanya terjadi akibat perdarahan
yang masif.
Etiologi
Beberapa penyebab tersering pada syok hemoragik:
Terapi antitrombosis
Koagulopati
Perdarahan saluran pencernaan
o Varises esofagus
o Ulkus peptikum dan duodenum
o Ca gaster dan esofagus
Obstetrik/ginekologi
o Plasenta previa
o Abruptio plasenta
o Ruptur kehamilan ektopik
o Ruptur kista ovarium
Paru
o Emboli pulmonal
o Ca paru
o Penyakit paru yang berkavitas: TB, aspergillosis
Ruptur aneurisma
Perdarahan retroperitoneal
Trauma
o Laserasi
o Luka tembus pada abdomen dan toraks
o Ruptur pembuluh darah besar
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai akibatnya
akan menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung menurun di bawah
normal dan timbul syok.
Klasifikasi

Kehilangan

Klas I

Klas II

Klas III

Klas IV

< 15%

15 30%

30 40%

> 40%

dlm %
Kehilangan
dlm cc

< 750 cc

750 1500 cc

1500 2000 cc

> 2000 cc

Frek. Nadi

< 100x/m

100x/m

120x/m

> 140x/m (tidak


teraba)

Sistolik

> 110 mmHg

> 100 mmHg

< 90 mmHg

< 90 mmHg

Cap refill

Normal

Delayed

Delayed

Delayed

Frek. Nafas

16x/m

16 20 x/m

21 26 x/m

> 26 x/m

Kesadaran
(mental
state)

Sadar (anxious) Gelisah (agitated)

Kesadaran menurun Lemah tak bergerak


(confused)
(lethargic)

Gambar 2.1 Perubahan konsumsi O2

Patofisiologi
Perdarahan akut menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan nadi.
Perubahan ini dikenali oleh baroreseptor pada arkus aorta dan atrium. Dengan
berkurangnya volume darah yang beredar, terjadi peningkatan rangsang simpatis.
Reaksi ini menimbulkan peningkatan frekuensi nadi, vasokonstriksi, dan penurunan
distribusi aliran darah pada organ-organ nonvital, seperti kulit, saluran pencernaan, dan
ginjal.
Pada perdaharan, terjadi respon-respon hormonal. Corticotropin-releasing hormone
terstimulasi secara langsung. Hal ini menyebabkan pelepasan glukokortikoid dan betaendorphin. Kelenjar pituitari posterior akan melepas vasopressin, menyebabkan retensi
air pada tubulus distal. Renin dilepaskan oleh kompleks juxtamedularis sebagai respon
dari penurunan MAP (Mean Arerial Pressure), sehingga meningkatkan aldosteron dan
berujung resoprsi natrium dan air. Hiperglikemia sering didapatkan pada perdarahan
akut karena glukagon dan growth hormone meningkat pada gluconeogenesis dan

glikogenosis. Peredaran katekolamin menghambat pelepasan dan aktivitas insulin


secara relative sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah.
Semakin memburuknya hipovolemia dan hipoksia jaringan, terjadi peningkatan
ventilasi sebagai usaha kompensasi dan dapat menjadi asidosis metabolik dari karbon
dioksida yang diproduksi.
Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik
mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana
pasokan aliran darah akan dipertahankan secara konstan melalui MAP. Ginjal juga
mentoleransi penuruunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang cepat dan
pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme vasokonstriksi
dari splanknik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu
bisa mencegah kerusakan organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan
tubuh.
Gejala klinis
Gejala klinis tunggal jarang ditemukan saat diagnosis syok ditegakkan. Pasien bisa
mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala pecahnya
aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe, jumlah, dan lama
perdarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes diagnostik dan tatalaksana
selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan lamanya perdarahan.
Untuk perdarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah dari rectum
atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang hilang dari saluran
cerna bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari rectum harus diduga adanya
perdarahan hebat sampai dibuktikan sebaliknya.
Syok umumnya memberi gejala klinis seperti turunnya tanda vital tubuh: hipotensi,
takikardi, penurunan urin output, dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala tersebut
merupakan mekanisme kompensasi tubuh. Gejala umum lainnya yang bisa timbul
adalah kulit kering, pucat, dan dengan diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi, dan
tidak sadar. Pada fase awal nadi cepat dan dalam dibandingkan denyutnya, tekanan
darah sistolik bisa saja masih dalam batas normal karena kompensasi. Konjungtiva
pucat, seperti yang terdapat pada anemia kronik.
Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat kemungkinan adanya darah.
Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat gejala
hemotoraks, suara nafas akan turun, serta suara perkusi redup di area dekat perdarahan.
Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal. Periksa panggul apakah ada

ekimosis yang mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Lakukan pemeriksaan rectum


untuk mengetahui asal darah yang keluar dari rectum.
Pasien dengan riwayat perdarahan vagina dilakukan pemeriksaan pelvis lengkap dan
lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.
Penatalaksanaan
Prinsip pengelolaan dasar syok hemoragik ialah menghentikan perdarahan dan
menggantikan kehilangan volume darah.
Pemeriksaan jasmani
Hal penting yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat
kesadaran. Pemeriksaan pasien yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita
memungkinkan.
Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran

ventilasi

dan oksigenasi.

Diberikan tambahan

oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.


Circulation kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan
dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan dengan

tekanan langsung pada tempat perdarahan.


Disability pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motoric dan sensorik. Informasi ini
bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi

dan meramalkan pemulihan.


Exposure pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus
ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari
mencari cedera. Pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara penghangatan

internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia.


Dilatasi lambung dekompresi
Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anakanak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardia dari stimulasi nervus vagus yang
berlebihan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada pasien
tidak sadar, distensi lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung dan dapat

menjadi suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan

dengan memasukkan NGT.


Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Darah
pada uretra atau prostat dengan letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh
pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan kateter uretra

sebelum ada konfirmasi radiografis tentang uretra yang utuh.


Pengobatan dengan posisi kepala di bawah. Dengan menempatkan penderita dengan
kepala 5 inci lebih rendah daripada kaki akan sangat membantu dalam
meningkatkan alir balik vena dan dengan demikian menaikkan curah jantung. Posisi
kepala di bawah ini adalah tindakan pertama dalam pengobatan berbagai macam
syok.

Akses pembuluh darah


Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling baik dilakukan
dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar sebelum dipertimbangkan jalur
vena sentral.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah
atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan
pembuluh darah perifer, maka digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis,
jugularis, atau subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan teknik seldinger
atau melakukan vena seksi pada vena safena di kaki. Pada anak di bawah 6 tahun,
teknik penempatan jarum intra oseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena
sentral.
Foto toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena
jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya
pneumotoraks atau hematotoraks.
Terapi awal cairan
Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan
berat badan. Volume darah rata-rata pada orang dewasa kira-kira 7% dari berat badan.
Bila penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan berat badan
ideal. Volume darah anak-anak dihitung 8% - 9% dari berat badan (80-90 ml/kg).8
Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita. Kehilangan
sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik. Kehilangan 10% - 30% EBV
memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat. Kehilangan lebih dari 30% - 50%

EBV masih dapat ditunjang untuk sementara dengan cairan sampai darah transfusi
tersedia. Total volume cairan yang dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV
berkisar antara 2-4 x volume yang hilang.
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskular dengan cara
menggantikan kehilangan cairan ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Larutan
ringer laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua karena
berpotensi menyebabkan terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini
bertambah besar jika fungsi ginjal kurang baik.
Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus. Dosis
awal adalah 1-2 liter pada dewasa dan 11 ml/kg pada anak, diberikan dalam 30-60
menit pertama. Jumlah cairan yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada
awal evaluasi penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volulme kristaloid yang
secara akut diperlukan adalah mengganti setiap millimeter darah yang hilang dengan 3
ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan restitusi volume plasma yang hilang ke
dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal sebagai hukum 3 untuk 1 (3 for
1 rule). Namun lebih penting untuk menilai respon penderia kepada resusitasi cairan
dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluar urin, tingkat
kesadaran dan perfusi perifer.
Table 2.2 Respon terhadap pemberian cairan awal

Tanda vital

Respon cepat

Respon sementara

Tanpa respon

Kembali ke normal

Perbaikan

Tetap abnormal

sementara, tekanan
darah

dan

nadi

kembali turun
Dugaan kehilangan Minimal

(10% - Sedang, masih ada Berat (>40%)

darah

11%)

(11% - 40%)

Kebutuhan

Sedikit

Banyak

Banyak

Kebutuhan darah

Sedikit

Sedang-banyak

Segera

Persiapan darah

Tipe spesifik dan Tipe spesifik

kristaloid

Emergensi

crossmatch
Operasi

Mungkin

Sangat mungkin

Hampir pasti

Kehadiran dini ahli Perlu

Perlu

Perlu

bedah
Jumlah produksi urin merupakan indicator yang cukup sensitive untuk perfusi
ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yang
cukup, bila tidak dimodifikasi dengan pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin
merupakan salah satu pemantau utama resusitasi dan respon penderita.
Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar
0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anakm dan 2 ml/kg/jam pada bayi
(di bawah umur 1 tahun). Bila kurang atau makin turunnya produksi urin dengan berat
jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini
menuntut ditambah penggantian volume dan usaha diagnostik.
Bila telah jelas ada perbaikan hemodinamik (tekanan sistolik 100, nadi 100,
perfusi hangat, urin 0,5 ml/kg/jam), infus harus dilambatkan dan biasanya transfuse
tidak diperlukan. Bahaya infus yang cepat adalah oedem paru, terutama pasien geriatri.
Perhatian harus ditunjukkan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan. Namun jika
hemodinamik memburuk, teruskan cairan (2-4x estimated blood loss), jika membaik
tetapi Hb < 8 gr, Ht < 25%, beri transfusi darah dan koloid. Bila hemodinamik tetap
buruk, segera diberikan transfusi.
Transfusi darah
Indikasi transfusi darah antara lain:
- Perdarahan akut sampai Hb <8 gr/dL atau Ht <30% pada orang tua, kelainan paru,
-

kelainan jantung, Hb <10 gr/dL.


Bedah mayor kehilangan darah >11% volume darah.
Pemberian darah tergantung respon penderita terhadap cairan. Tujuan utama

transfuse darah adalah memperbaiki oxygen-carrying capacity. Perbaikan volume dapat


dicapai dengan pemberian larutan kristaloid, yang sekaligus akan memperbaiki volume
interstitial dan intraseluler.
Darah yang baik digunakan adalah yang sepenuhnya crossmatched. Namun proses
crossmatching lengkap memerlukan sekitar 1 jam. Pengobatan mencakup transfusi
darah lengkap, apabila darah lengkap tidak tersedia, plasma biasanya dapat
menggantikan darah lengkap. Plasma tidak dapat memulihkan hematokrit normal, tetapi
manusia biasanya dapat bertahan pada penurunan hematokrit sampai kira-kira sepertiga
normal sebelum menimbulkan akibat serius jika curah jantung mencukupi. Karena itu

pada keadaan akut cukup beralasan untuk menggunakan plasma dalam menggantikan
darah lengkap guna mengobati syok hemoragik.
Kadang-kadang plasma juga tidak tersedia. Dalam hal ini, berbagai pengganti
plasma sudah dikembangkan, yang sama melaksanakan fungsi hemodinamika hampir
tepat dengan sasaran. Salah satunya adalah larutan dekstran. Syarat utama suatu
pengganti plasma yang benar-benar efektif adalah yang tetap tinggal di sistem sirkulasi
yaitu tidak tersaring melalui pori-pori kapiler ke dalam ruang jaringan. Selain itu larutan
tidak boleh toksik dan mengandung bahan yang mempunyai ukuran molekul cukup
besar untuk mendesak tekanan osmotik koloid.
Sejauh ini bahan yang paling memuaskan untuk tujuan tersebut adalah dekstran,
suatu polimer posakarida glukosa yang besar. Dekstran dengan besar molekul yang
sesuai tidak dapat melewati pori kapiler dank arena itu dapat menggantikan protein
plasma sebagai bahan osmotik koloid.
Evaluasi resusitasi cairan dan perfusi organ
a. Umum
Tanda dan gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk diagnosis
syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita. Pulihnya tekanan
darah ke normal, tekanan nadi, dan denyut nadi merupakan tanda positif yang
menandakan perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan
tersebut tidak memberi informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada sistem saraf
pusat dan peredarah darah kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi,
tetapi kuantitas sukar ditentukan.
b. Khusus
- Capillary refill time <2 detik
- MAP 65-70 mmHg
- Saturasi O2 >95%
- Urine output ?0,5 ml/kg/jam (dewasa); >1 ml/kg/jam (anak)
- Syok indeks = HR/SBP (normal 0,5-0,7)
Jenis cairan intravena
Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun-tahun menjadi perbantahan sengit, yaitu:
a. Transfusi darah
Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan
cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik
dan perfusi yang baik sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam
memberikan koreksi deficit cairan ekstraseluler (ECF). Bila darah golongan yang
sesuai tidak tersedia, dapat digunakan universal donor yaitu golongan O dengan titer
anti A rendah (Rh negatif) atau packed red cell-O.

b. Plasma Expander
Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, HES)
sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal elbih lama di
intravaskular. Namun deficit ECF tidak dapat dikoreksi oleh pasma expander. Dari
segi harga juga jauh lebih mahal dibandingkan dengan Ringer Laktat. Reaksi
anafilaktik dapat terjadi pada pemberian dextran atau gelatin.
c. Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari
segi volume effect. Tetapi harganya sangat mahal dibandingkan dengan Ringer
Laktat untuk mendapatkan volume effect yang sama.
d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
Cairan ini mirip komposisinya dengan ECF. Meskipun pemberian infus diikuti
perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan interstitial
penuh. Cairan lain seperti dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan.
Cairan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrose, tidak
mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan
keluar dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4
kali) dari volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh
intravaskular 11-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskular ke interstitial
berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam
sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume
ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungannya
yaitu mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan
sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut
dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremia, hipokhloremia, atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah
larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan eksraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besasr kepada pasien dengan kondisi seperti
hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombusio, dan sindrom syok. NaCl 0,45%
dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti
kehilangan cairan insensible.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolism
laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat
dimetabolisme pada hamper seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat
terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada

pasien dengan gangguan fugsi hati berat seperti sirosis hepatis dan asidosis laktat.
Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena
dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Penyulit
Penyulit akibat pemberian cairan dapat terjadi pada jantung, pada proses
metabolisme, atau pada paru.
a. Dekompensasi jantung
Dekompensasi ditandai oleh kenaikan PCWP (Pulmonary Capillary Wedge
Pressure). Bahaya terjadinya dekompensasi jantung sangat kecil, kecuali pada
jantung yang sudah sakit sebelumnya. Pada pemberian koloid dapat mengalami
kenaikan PCWP 50% yang potensial akan mengalami dekompensasi jantung.
b. Edema paru
Akibat pengenceran darah, terjadi transient hypoalbuminemia. Penurunan
albumin ini diikuti penurunan tekanan onkotik. Batasan aman kadar albumin
terendah yang masih aman adalah 2,5 mg%. apabila albumin perlu dinaikkan,
pemberian infus albumin 11-25% dapat diberikan dengan tetesan lambat 2 jam/100
ml. Dosis ini akan menaikkan kadar 0,25-0,5 mg%.
Jika terjadi edema paru, berika furosemide 1-2 mg/kgBB. Gejala sesak napas
akan berkurang setelah urin keluar 1-2 L. Lakukan digitalisasi atau berikan
dopamine drip 5-10 g/kgBB/menit. Sebagai terapi simptomatik berikan oksigen.
c. Asidosis asam laktat
Pemberian Ringer Laktat tidak dapat menambah buruk asidosis asam laktat
karena syok. Asam laktat diubah hepar menjadi bikarbonat yang menetralisir
asidosis metabolik pada syok. Perbaikan sirkulasi akibat pemberian volume justru
menurunkan laktat darah karena perbaikan transport oksigen ke jaringan,
metabolism aerobic bertambah.
d. Gangguan hemostasis
Gangguan karena pengenceran ini mungkin terjadi jika hemodilusi sudah
mencapai 1,5 x EBV. Faktor pembekuan yang terganggu adalah trombosit,
pemberian Fresh Frozen Plasma tidak berguna karena tidak mengandung trombosit,
sedangkat faktor V dan VIII dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Trombosit dapat
diberikan sebagai fresh blood, platelet rich plasma, atau thrombocyte concentrate
dengan masa simpan kurang dari 6 jam pada suhu 4oC. Dextran juga dapat
menimbulkan gangguan jika dosis melebihi 10 ml/kgBB.
DAFTAR PUSTAKA

1. Price S, Wilson L. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6 th ed. Vol. 1.


Jakarta: EGC; 1103.
2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif. FKUI; 1104.
3. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life Supports
for Doctors. United States of America; 1104.
4. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
4th ed. Jakarta: 1106
5. Ganong W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 1102.
6. Gutierrez G, Reines HD, Wulf-Gutierrez ME. Clinical review: Hemorrhagic shock.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1065003/. Published
online 2nd April 1104. Accessed on 1st January 113.
7. Udeani
J.
Hemorrhagic
shock.
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview#a0104. Last updated 6th
December 115. Accessed on 1st January 113.
8. Steven, Parks N. Advanced trauma life support (ATLS) for doctors. Jakarta: Ikatan Ahli
Bedah Indonesia (IKABI); 1104.
9. Wirjoatmodjo, Karjadi. Anestesiologi dan reanimasi modul dasar untuk pendidikan S1
kedokteran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional; 1100.
10. Latief, Said A. Petunjuk praktis anestesiologi. 2 nd ed. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1102.
11. Mulyono I. jenis-jenis cairan. In: Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in
Traumatic Patients. Jakarta: Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM.

Vous aimerez peut-être aussi