Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
NIM : 04011181320065
Pada kasus, Tn. X terpelanting dan membentur trotoar. Pada saat tubuh
terpelanting kedepan dada, perut, dan tungkai pengendara mungkin membentur
stang kemudi. Kemudian tubuh yang terpelanting membentur trotoar dapat
menimbulkan trauma karena ada perubahan kecepatan yang tiba-tiba (deselerasi).
Bertanya trauma berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Beton, aspal atau permukaan yang keras menambah
beratnya deselerasi dan akan menimbulkan trauma yang lebih berat. Pola dan
lokasi luka akan tergantung dari posisi saat kecelakaan.
Saat itu pasien tidak menggunakan helm, sehingga perlu dicurigai adanya trauma
pada kepala. Helm didesain untuk mengurangi kekuatan yang mengenai kepala
dengan cara mengubah energi kinetik benturan melalui kerja deformasi dari
bantalannya dan diikuti dengan mendistribusikan kekuatan yang menimpa
tersebut seluas-luasnya.
2. Apa saja jenis-jenis syok? (pada kasus termasuk yang mana) tri, nina
Menurut Weil dan Shubin, ada empat (4) kategori syok, tujuan dari pembagian
ini adalah untuk mempermudah diagnosa hemodinamiknya sehingga terapi yang
tepat dapat dilakukan sebelum diagnosa klinis dapat ditegakkan.
Klasifikasi syok tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Syok hipovolemik kehilangan cairan/plasma (karena luka bakar, gagal
ginjal, diare, muntah), kehilangan darah (sebelum atau sesudah operasi).
b. Syok kardiogenik syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme
miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan,
maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular.
c. Syok distributif terjadinya gangguan distribusi aliran darah (pada
seseorang yang sehat mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum
memburuk setelah dilakukan tindakan instrumentasi atau prosedur invasif).
d. Syok obstruktif terjadinya gangguan anatomis dari aliran darah berupa
hambatan aliran darah.
e. Syok lainnya syok yang terjadi karena faktor lainnya, seperti : Reaksi
anafilaksis, hipoglikemia, kelebihan dosis obat, emboli paru, tamponade
jantung, dll
Pada kasus Tn. X termasuk syok hipovolemik jenis syok hemoragik.
3. Bagaimana klasifikasi syok? (pada kasus termasuk yang mana) tri, lola
Klas I
Klas II
Klas III
Klas IV
Kehilangan
dlm %
< 15%
15 30%
30 40%
> 40%
Kehilangan
dlm cc
< 750 cc
750 1500 cc
1500 2000 cc
> 2000 cc
Frek. Nadi
< 100x/m
100x/m
120x/m
Sistolik
< 90 mmHg
< 90 mmHg
Cap refill
Normal
Delayed
Delayed
Delayed
Frek. Nafas
16x/m
16 20 x/m
21 26 x/m
Kesadaran
(mental
state)
> 26 x/m
meningkatkan
tekanan
darah
diastolik
hormon
lain
yang
bersifat
vasoaktif
j u g a d i l e p a s k a n k e d a l a m s i r k u l a s i s e w a k t u t e r j a d i n ya s yo k , termasuk
histamin, bbardikinin, beta endorfin, dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin
sitokin
lain.
Substansi
ini berdampak
besar
pada
mikrosirkulasi
dan
didalams i s t e m
vena,
m e m p e r b a i k i tekanan
ya n g
sistemik.
tidak
Cara
b a n ya k
paling
membantu
efektif
dalam
Pada
ke
keadaan
metabolisme
inim e n g a k i b a t k a n
pembentukan
k e m u d i a n berkembang
menjadi
terjadi berkepanjangan
dan
awal
anaerobik,
metabolik.
substrat
kompensasi
dimana
asam
asidosis
penyampaian
terjadi
metabolisme
laktat
Apabila
untuk pembentukan
dan
syok
ATP
SYOK HEMORAGIK
Definisi
Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang biasanya terjadi akibat perdarahan
yang masif.
Etiologi
Beberapa penyebab tersering pada syok hemoragik:
Terapi antitrombosis
Koagulopati
Perdarahan saluran pencernaan
o Varises esofagus
o Ulkus peptikum dan duodenum
o Ca gaster dan esofagus
Obstetrik/ginekologi
o Plasenta previa
o Abruptio plasenta
o Ruptur kehamilan ektopik
o Ruptur kista ovarium
Paru
o Emboli pulmonal
o Ca paru
o Penyakit paru yang berkavitas: TB, aspergillosis
Ruptur aneurisma
Perdarahan retroperitoneal
Trauma
o Laserasi
o Luka tembus pada abdomen dan toraks
o Ruptur pembuluh darah besar
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai akibatnya
akan menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung menurun di bawah
normal dan timbul syok.
Klasifikasi
Kehilangan
Klas I
Klas II
Klas III
Klas IV
< 15%
15 30%
30 40%
> 40%
dlm %
Kehilangan
dlm cc
< 750 cc
750 1500 cc
1500 2000 cc
> 2000 cc
Frek. Nadi
< 100x/m
100x/m
120x/m
Sistolik
< 90 mmHg
< 90 mmHg
Cap refill
Normal
Delayed
Delayed
Delayed
Frek. Nafas
16x/m
16 20 x/m
21 26 x/m
> 26 x/m
Kesadaran
(mental
state)
Patofisiologi
Perdarahan akut menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan nadi.
Perubahan ini dikenali oleh baroreseptor pada arkus aorta dan atrium. Dengan
berkurangnya volume darah yang beredar, terjadi peningkatan rangsang simpatis.
Reaksi ini menimbulkan peningkatan frekuensi nadi, vasokonstriksi, dan penurunan
distribusi aliran darah pada organ-organ nonvital, seperti kulit, saluran pencernaan, dan
ginjal.
Pada perdaharan, terjadi respon-respon hormonal. Corticotropin-releasing hormone
terstimulasi secara langsung. Hal ini menyebabkan pelepasan glukokortikoid dan betaendorphin. Kelenjar pituitari posterior akan melepas vasopressin, menyebabkan retensi
air pada tubulus distal. Renin dilepaskan oleh kompleks juxtamedularis sebagai respon
dari penurunan MAP (Mean Arerial Pressure), sehingga meningkatkan aldosteron dan
berujung resoprsi natrium dan air. Hiperglikemia sering didapatkan pada perdarahan
akut karena glukagon dan growth hormone meningkat pada gluconeogenesis dan
ventilasi
dan oksigenasi.
Diberikan tambahan
oksigen untuk
menjadi suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan
EBV masih dapat ditunjang untuk sementara dengan cairan sampai darah transfusi
tersedia. Total volume cairan yang dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV
berkisar antara 2-4 x volume yang hilang.
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskular dengan cara
menggantikan kehilangan cairan ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Larutan
ringer laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua karena
berpotensi menyebabkan terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini
bertambah besar jika fungsi ginjal kurang baik.
Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus. Dosis
awal adalah 1-2 liter pada dewasa dan 11 ml/kg pada anak, diberikan dalam 30-60
menit pertama. Jumlah cairan yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada
awal evaluasi penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volulme kristaloid yang
secara akut diperlukan adalah mengganti setiap millimeter darah yang hilang dengan 3
ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan restitusi volume plasma yang hilang ke
dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal sebagai hukum 3 untuk 1 (3 for
1 rule). Namun lebih penting untuk menilai respon penderia kepada resusitasi cairan
dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluar urin, tingkat
kesadaran dan perfusi perifer.
Table 2.2 Respon terhadap pemberian cairan awal
Tanda vital
Respon cepat
Respon sementara
Tanpa respon
Kembali ke normal
Perbaikan
Tetap abnormal
sementara, tekanan
darah
dan
nadi
kembali turun
Dugaan kehilangan Minimal
darah
11%)
(11% - 40%)
Kebutuhan
Sedikit
Banyak
Banyak
Kebutuhan darah
Sedikit
Sedang-banyak
Segera
Persiapan darah
kristaloid
Emergensi
crossmatch
Operasi
Mungkin
Sangat mungkin
Hampir pasti
Perlu
Perlu
bedah
Jumlah produksi urin merupakan indicator yang cukup sensitive untuk perfusi
ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yang
cukup, bila tidak dimodifikasi dengan pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin
merupakan salah satu pemantau utama resusitasi dan respon penderita.
Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar
0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anakm dan 2 ml/kg/jam pada bayi
(di bawah umur 1 tahun). Bila kurang atau makin turunnya produksi urin dengan berat
jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini
menuntut ditambah penggantian volume dan usaha diagnostik.
Bila telah jelas ada perbaikan hemodinamik (tekanan sistolik 100, nadi 100,
perfusi hangat, urin 0,5 ml/kg/jam), infus harus dilambatkan dan biasanya transfuse
tidak diperlukan. Bahaya infus yang cepat adalah oedem paru, terutama pasien geriatri.
Perhatian harus ditunjukkan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan. Namun jika
hemodinamik memburuk, teruskan cairan (2-4x estimated blood loss), jika membaik
tetapi Hb < 8 gr, Ht < 25%, beri transfusi darah dan koloid. Bila hemodinamik tetap
buruk, segera diberikan transfusi.
Transfusi darah
Indikasi transfusi darah antara lain:
- Perdarahan akut sampai Hb <8 gr/dL atau Ht <30% pada orang tua, kelainan paru,
-
pada keadaan akut cukup beralasan untuk menggunakan plasma dalam menggantikan
darah lengkap guna mengobati syok hemoragik.
Kadang-kadang plasma juga tidak tersedia. Dalam hal ini, berbagai pengganti
plasma sudah dikembangkan, yang sama melaksanakan fungsi hemodinamika hampir
tepat dengan sasaran. Salah satunya adalah larutan dekstran. Syarat utama suatu
pengganti plasma yang benar-benar efektif adalah yang tetap tinggal di sistem sirkulasi
yaitu tidak tersaring melalui pori-pori kapiler ke dalam ruang jaringan. Selain itu larutan
tidak boleh toksik dan mengandung bahan yang mempunyai ukuran molekul cukup
besar untuk mendesak tekanan osmotik koloid.
Sejauh ini bahan yang paling memuaskan untuk tujuan tersebut adalah dekstran,
suatu polimer posakarida glukosa yang besar. Dekstran dengan besar molekul yang
sesuai tidak dapat melewati pori kapiler dank arena itu dapat menggantikan protein
plasma sebagai bahan osmotik koloid.
Evaluasi resusitasi cairan dan perfusi organ
a. Umum
Tanda dan gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk diagnosis
syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita. Pulihnya tekanan
darah ke normal, tekanan nadi, dan denyut nadi merupakan tanda positif yang
menandakan perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan
tersebut tidak memberi informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada sistem saraf
pusat dan peredarah darah kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi,
tetapi kuantitas sukar ditentukan.
b. Khusus
- Capillary refill time <2 detik
- MAP 65-70 mmHg
- Saturasi O2 >95%
- Urine output ?0,5 ml/kg/jam (dewasa); >1 ml/kg/jam (anak)
- Syok indeks = HR/SBP (normal 0,5-0,7)
Jenis cairan intravena
Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun-tahun menjadi perbantahan sengit, yaitu:
a. Transfusi darah
Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan
cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik
dan perfusi yang baik sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam
memberikan koreksi deficit cairan ekstraseluler (ECF). Bila darah golongan yang
sesuai tidak tersedia, dapat digunakan universal donor yaitu golongan O dengan titer
anti A rendah (Rh negatif) atau packed red cell-O.
b. Plasma Expander
Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, HES)
sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal elbih lama di
intravaskular. Namun deficit ECF tidak dapat dikoreksi oleh pasma expander. Dari
segi harga juga jauh lebih mahal dibandingkan dengan Ringer Laktat. Reaksi
anafilaktik dapat terjadi pada pemberian dextran atau gelatin.
c. Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari
segi volume effect. Tetapi harganya sangat mahal dibandingkan dengan Ringer
Laktat untuk mendapatkan volume effect yang sama.
d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
Cairan ini mirip komposisinya dengan ECF. Meskipun pemberian infus diikuti
perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan interstitial
penuh. Cairan lain seperti dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan.
Cairan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrose, tidak
mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan
keluar dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4
kali) dari volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh
intravaskular 11-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskular ke interstitial
berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam
sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume
ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungannya
yaitu mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan
sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut
dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremia, hipokhloremia, atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah
larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan eksraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besasr kepada pasien dengan kondisi seperti
hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombusio, dan sindrom syok. NaCl 0,45%
dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti
kehilangan cairan insensible.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolism
laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat
dimetabolisme pada hamper seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat
terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada
pasien dengan gangguan fugsi hati berat seperti sirosis hepatis dan asidosis laktat.
Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena
dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Penyulit
Penyulit akibat pemberian cairan dapat terjadi pada jantung, pada proses
metabolisme, atau pada paru.
a. Dekompensasi jantung
Dekompensasi ditandai oleh kenaikan PCWP (Pulmonary Capillary Wedge
Pressure). Bahaya terjadinya dekompensasi jantung sangat kecil, kecuali pada
jantung yang sudah sakit sebelumnya. Pada pemberian koloid dapat mengalami
kenaikan PCWP 50% yang potensial akan mengalami dekompensasi jantung.
b. Edema paru
Akibat pengenceran darah, terjadi transient hypoalbuminemia. Penurunan
albumin ini diikuti penurunan tekanan onkotik. Batasan aman kadar albumin
terendah yang masih aman adalah 2,5 mg%. apabila albumin perlu dinaikkan,
pemberian infus albumin 11-25% dapat diberikan dengan tetesan lambat 2 jam/100
ml. Dosis ini akan menaikkan kadar 0,25-0,5 mg%.
Jika terjadi edema paru, berika furosemide 1-2 mg/kgBB. Gejala sesak napas
akan berkurang setelah urin keluar 1-2 L. Lakukan digitalisasi atau berikan
dopamine drip 5-10 g/kgBB/menit. Sebagai terapi simptomatik berikan oksigen.
c. Asidosis asam laktat
Pemberian Ringer Laktat tidak dapat menambah buruk asidosis asam laktat
karena syok. Asam laktat diubah hepar menjadi bikarbonat yang menetralisir
asidosis metabolik pada syok. Perbaikan sirkulasi akibat pemberian volume justru
menurunkan laktat darah karena perbaikan transport oksigen ke jaringan,
metabolism aerobic bertambah.
d. Gangguan hemostasis
Gangguan karena pengenceran ini mungkin terjadi jika hemodilusi sudah
mencapai 1,5 x EBV. Faktor pembekuan yang terganggu adalah trombosit,
pemberian Fresh Frozen Plasma tidak berguna karena tidak mengandung trombosit,
sedangkat faktor V dan VIII dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Trombosit dapat
diberikan sebagai fresh blood, platelet rich plasma, atau thrombocyte concentrate
dengan masa simpan kurang dari 6 jam pada suhu 4oC. Dextran juga dapat
menimbulkan gangguan jika dosis melebihi 10 ml/kgBB.
DAFTAR PUSTAKA