Vous êtes sur la page 1sur 178

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA

PADI VARIETAS UNGGUL


(STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN
WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

Oleh
PRIMA GANDHI
A14104052

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL


(STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN
WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

Oleh :
PRIMA GANDHI
A14104052

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
PRIMA GANDHI, 2008. Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Ungul
(Studi Kasus Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat). Di bawah bimbingan HENY K. S. DARYANTO.
Sistem ketahanan pangan merupakan persoalan tentang penyediaan bahan
pangan pokok dalam dimensi kuantitas, kualitas, ruang dan waktu bagi seluruh
masyarakat. Dalam bahasa ekonomi masalah ketahanan pangan menyangkut
persoalan ekonomi produksi, distribusi dan konsumsi. Beras merupakan bahan
pangan pokok bagi 95 persen penduduk Indonesia. Indonesia berhasil
berswasembada beras pada tahun 1984. Dua dasawarsa terakhir ketersediaan beras
nasional hanya mampu memenuhi 90 persen kebutuhan nasional. Ketersediaan
beras dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketersediaan beras adalah luas areal panen (usahatani), produksi beras atau gabah,
dan jumlah penduduk. Peningkatan produksi padi di Indonesia belum mampu
mencukupi permintaan kebutuhan masyarakat dalam negeri yang jumlahya
semakin bertambah setiap tahunnya. Agar stok beras nasional tercukupi
pemerintah melalui Bulog melakukan impor.
Besarnya volume impor beras menimbulkan berbagai pro-kontra di
kalangan masyarakat. Volume impor beras menimbulkan masalah bagi petani padi
di Indonesia, karena ketidakmampuan bersaing dalam permasalah harga.
Konsumen lebih memilih beras impor karena harganya lebih murah dengan
kualitas yang tidak berbeda. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan petani
padi. Pemerintah setiap tahunnya berusaha untuk menurunkan nilai impor beras.
Untuk menurunkan nilai impor beras Indonesia, pemerintah melalui Departemen
Pertanian mengeluarkan beberapa kebijakan pertanian. Kebijakan pertanian yang
dikeluarkan Deptan meliputi kebijakan pertanian untuk komoditas padi, baik dari
segi on farm maupun off farm-nya. Kebijakan dari segi on-farm diantaranya
adalah mengeluarkan beberapa padi varietas unggul, pemberian subsidi untuk
pupuk padi dll. Sedangkan dari segi on farm-nya pemerintah mengeluarkan
beberapa kebijakan yang terkait dengan permodalan, tataniaga beras dan
penyuluhan di bidang pertanian.
Padi pandanwangi merupakan contoh padi varietas unggul yang sudah
ditetapkan oleh negara melalui departemen pertanian. Padi varietas unggul
pandan wangi juga dijadikan komoditas unggulan utama hasil pertanian
pemerintah Kabupaten Cianjur. Status padi varietas unggul ini harus bisa
dibuktikan keunggulan secara ilmiah. Tujuannya agar masyarakat, pemerintah dan
khusuanya petani (pemilik dan penggarap) mengetahui keunggulan padi pandan
wangi dibanding padi jenis lainnya. Analisis usahatani dan tataniaga pertanian
merupakan salah satu alat untuk mengetahui keunggulan suatu usahatani dan
tataniaga komoditas pertanian.
Analisis usahatani, terdiri atas analisis penerimaan, biaya dan pendapatan
usahatani padi pandanwangi. Analisis tataniaga meliputi analisis fungsi, efisiensi,
lembaga, saluran dan marjin tataniaga. Melalui kedua analisis tersebut, dapat
digambarkan dimana letak keunggulan padi pandanwangi. Lembar kuisioner

analisis usahatani diiisi oleh petani pemilik dan penggarap. Hal tersebut
berdasarkan pemilihan petani yang membudidayakan padi pandan wangi yang
bersifat purpossive (sengaja). Wawancara terhadap petugas dari dinas pertanian,
petugas ppl dan pengurus kelompok tani juga dilakukan, hal tersebut dikarenakan
penelitian ini menggunakan metode participatory action riset.
Hasil analisis usahatani menunjukkan pendapatan yang dihasilkan oleh
petani pemilik jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal
itu dapat dilihat dari besarnya rasio R per C atas biaya tunai maupun atas biaya
total petani pemilik (2,42 dan 1,19) dari petani penggarap (1,07 dan 1,08).
Berdasarkan analisis pendapatan, penerimaan dan rasio R per C atas biaya tunai
dan atas biaya total, usahatani yang dilakukan oleh kedua jenis strata yaitu petani
pemilik penggarap dan penggarap masih menguntungkan karena R per C rasionya lebih besar dari satu.
Pendapatan petani (pemilik dan penggarap) masih dapat ditingkatkan lagi
karena dalam berusahatani petani masih belum dapat memksimalkan teknik
budidaya yang lebih efisien. Hasil analisis tataniaga yang dilakukan adalah (1)
Saluran tataniaga yang terbentuk dilokasi penelitian memasarkan beras
pandanwangi murni dan beras pandanwangi campuran. Jumlah saluran yang
memasarkan beras pandanwangi campuran (10 saluran) lebih banyak dibanding
dengan yang murni (6 saluran). Analisis marjin tataniaga, biaya dan keuntungan
tidak dilakukan pada saluran-saluran yang menjual beras pandanwangi campuran
tidak dilakukan. Alasannya adalah beras pandanwangi campuran yang
diperjualbelikan tidak dapat diasumsikan merupakan beras campuran yang
memiliki perbandingan dalam jumlah yang sama, diantara lembaga-lembaga
terkait dalam proses pengolahan dan pengemasannya. (2) Lembaga-lembaga yang
terlibat dalam penyaluran beras dan tingkat petani hingga konsumen akhir adalah
pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan luar daerah, pasar swalayan dan
pedagang pengecer daerah dan luar daerah. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan),
fungsi pengadaan secara fisik (penyimpanan, pengolahan, pengangkutan) serta
fungsi pelancar (sortasi dan grading). (3) sebaran nilai marjin saluran tataniaga
beras pandanwangi murni jenis super dan kepala, yaitu dari 46,48 persen hingga
58,04 persen. Saluran E2 memiliki persentase nilai marjin beras jenis super yang
terkecil. Dengan demikian, maka saluran E2 adalah saluran yang lebih efisien bagi
konsumen beras jenis super. Saluran A merupakan saluran beras jenis super yang
paling efisien bagi penjual. Hal ini dikarenakan saluran A mempunyai biaya
terkecil dan total keuntungan terbesar untuk beras jenis super dengan nilai
persentase sebesar 13,12 dan 43,41.Untuk beras pandanwangi jenis kepala,
saluran E1 merupakan saluran yang efisien bagi konsumen beras pandanwangi
jenis kepala dengan nilai marjin tataniaga sebesar 48,93 persen. Nilai keuntungan
saluran D1 sebesar 17,67 persen membuat dari harga konsumen membuat saluran
ini efisien bagi penjual.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki segi usahatani
maupun tataniaga pandan wangi. Pertama, petani padi pandan wangi harus
membuka diri untuk menerima dan mencari masukan dari pihak luar (instansi
terkait dan pemerintah) terutama tentang teknik budidaya yang efisien dan efektif,
tujuannya agar dapat menghemat biaya tunai yang dikeluarkan. Kedua,
pemerintah harus menggalakkan dan mengembangkan kembali pembentukan

kelompok tani dengan jalinan mitra usaha antar petani (dalam hal ini kelompok
tani) dengan salah satu pedagang besar. Setelah itu, pemerintah daerah harus
memberikan rangsangan berupa penghargaan dan hadiah kepada petani/kelompok
tani/gabungan kelompok tani yang berprestasi dalam berusahatani padi pandan
wangi baik dari aspek budidaya dan tataniaganya, sehingga banyak petani yang
ingin berusahatani pandan wangi. Ketiga, Pihak pemerintah harus mendorong
para petani yang sudah tergabung dalam suatu kelompok tani dan Gapoktan
(Gabungan Kelompok Tani) untuk melakukan fungsi-fungsi tataniaga, sehingga
dapat meningkatkan nilai jual produknya.

Judul : Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus
Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang Kabupaten
Cianjur)
Nama : Prima Gandhi

NRP : A14104052

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi

Dr.Ir. Heny. K. Daryanto, M.Ec


NIP 131 578 790

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL


ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL
(STUDI

KASUS

BERAS

WARUNGKONDANG

PANDAN

KABUPATEN

WANGI

CIANJUR)

DI

KECAMATAN

ADALAH

KARYA

SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA


PERGURUAN

TINGGI

MANAPUN,

SUMBER

INFORMASI

YANG

BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN


TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN
DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM BENTUK DAFTAR
PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor,September2008

Prima Gandhi
A14104052

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 April 1986. Penulis adalah
anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Edison Muchtar dan Ibu
Yenita.
Penulis mengawali jenjang pendidikan di Taman Kanak-kanak Al-Irsyad,
Bekasi pada tahun 1989, kemudian pada tahun 1990 penulis langsung
melanjutkan ke SD Tunas Jaka Sampurna, Bekasi. Tahun 1996 penulis
melanjutkan ke SMPN 214 Jakarta. Pada Tahun 2004, penulis lulus dari SMAN 3
Jakarta dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB). Penulis memilih Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian.
Semasa kuliah penulis cukup aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan.
Penulis aktif telibat dalam kepanitiaan maupun organisasi kemahasiswaan intra
kampus dan ekstra kampus. Pada tingkat satu penulis aktif sebagai staff komisi
advokasi DPM TPB IPB (2004-2005). Kemudian penulis pernah aktif di
organisasi peminat ilmu sosial ekonomi pertanian (MISETA) IPB di departemen
PSDM (2005-2006). Penulispun aktif pada organisasi ekstra kampus yaitu
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Penulis mendapat amanah sebagai Ketua
Umum HMI Komisariat Faperta

IPB periode 2007-2008. Penulis juga aktif

menulis artikel kepemudaan di beberapa media nasional.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada program studi Manajemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Propinsi Jawa Barat memegang peranan penting dalam produksi beras
Indonesia. Salah satu daerah sentra produksi beras di Jawa Barat adalah
Kabupaten Cianjur. Jenis beras yang dihasilkan petani di Kabupaten Cianjur
adalah beras varietas unggul nasional IR 64 dan varietas unggul lokal spesifik
pandanwangi. Saat ini beras pandan wangi murni sudah sulit ditemui di pasaran.
Penyebabnya adalah karena sedikit petani yang menanam jenis padi pandanwangi
dan adanya beras pandanwangi campuran. Penggiatan kembali usahatani dan
perbaikan sistem tataniaga pandanwangi harus segera dilakukan masyarakat dan
pemerintah. Tujuannya untuk menjaga kelestarian jenis plasma nuftah asli
Indonesia yang hanya terdapat di Kabupaten Cianjur ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan sehingga diperlukan saran untuk perbaikan agar menjadi lebih baik.
Semoga skripsi ini dapat memberikan mamfaat dan kontribusi pemikiran bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, September 2008

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH


Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan
berkat dan rahmat-NYA, skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis haturkan
terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu banyak dalam
penulisan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sarjana ini.
1. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec.
Terimakasih atas kesabaran Ibu, dalam membimbing bagaimana cara
menulis serta dalam memberikan banyak ide, kritik dan saran yang
membangun.
2. Dosen Penguji Utama, Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. Terimakasih atas
kesediaan waktu Ibu untuk menguji serta memberikan ide, kritik dan saran
yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini.
3. Dosen Penguji Komisi Pendidikan, Rahmat Yanuar, S.P, M.si.
Terimakasih atas kesediaan waktu Bapak untuk menguji serta memberikan
ide, kritik dan saran yang sangat membangun.
4. Petugas

PPL

dan

Ketua

Kelompok

Tani

Pandan

Wangi

di

Warungkondang: Bapak Machpudin, Bapak Entus, Bapak H.Mansyur, Ibu.


H. Mansyur dan Bapak H Pepen.
5. Pedagang Beras Pandan Wangi di Cianjur Yaitu, Bapak Iwan, Bapak
Handoyo, Bapak Rais, Bapak Yitno dan Ibu Roro.
6. Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec.
Terimakasih atas bimbingannya selama 5 semester.
7. Ayah dan Ibu Tercinta. Terimakasih untuk semua, limpahan kasih sayang,
motivasi dan doanya.
8. Adik-adikku Ilham Septiawan dan Arya Tama. Terimakasih atas atas
support dan doanya.
9. Semua Uni, Uda, Tante dan Om, terimakasih atas support dan bantuan
lainnya.
10. Teman-teman sekelas Manajemen Agribisnis angkatan 41. Terima kasih
tas

10

11. Teman-teman sepermainanku: Aulia N (AGB), Herikson (AGB), Guntur


(AGR), Satria (TIN), Beng-Beng (TIN), Wahyu (AGR), Didit (HPT) dan
teman-teman lainnya.
12. Teman-teman seperjuangan selama KKP di Desa Bumi Jawa Tegal:
Semoga sukses untuk kita semua di masa mendatang.
13. Teman satu bimbingan skripsi : Ariani Dian, Mitha, Reni, Laura dan
Viona.
14. Kanda/Yunda, Teman-teman dan Adinda di HMI Komisariat Fakultas
Pertanian IPB ( Kanda Yeka, Kanda Adi, Bang Aliansyah, Bang Ian, Bang
Laso, Bang Dika, Fandy, Dina, Siri, Nuy, Mirza, Galih, Andri, Indri, dan
semua keluarga besar HMI Komisariat Fakultas Pertanian IPB)
15. Bang Karim, Bang Dila, Bang Sofyan, Bang Sultan dan Abang-abang
lainnya,

Syahril

Ilhami

terima

kasih

atas

semangat

dan

ilmu

pengetahunanya selama ini.


16. Rekan C1-001, SOSEK 41, PONDOK IONA, DPM TPB 2004-2005 dan
MISETA. Terimakasih atas persahabatan yang tak ternilai selama di IPB.
17. Mbak Dewi, Mbak Dian, Teh Ida, Pak Yusuf. Terimakasih banyak atas
kerjasamanya membantu penulis selama perkuliahan, seminar dan sidang.

11

I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sistem ketahanan pangan merupakan persoalan tentang penyediaan bahan

pangan pokok dalam dimensi kuantitas, kualitas, ruang dan waktu bagi seluruh
masyarakat. Dalam bahasa ekonomi masalah ketahanan pangan menyangkut
persoalan ekonomi produksi, distribusi dan konsumsi.
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk
Indonesia. Dengan jumlah 205 juta jiwa penduduk Indonesia memerlukan pangsa
energi dan protein sebanyak 55 persen (Saragih,2002). Makanan alternatif lainnya
belum mampu menggantikan beras. Oleh karena itu beras bisa dikatakan sebagai
makanan pokok bangsa Indonesia dengan permintaan di pasaran mencapai 139 kg
per kapita per tahun (BPS, 2006).
Indonesia berhasil berswasembada beras pada tahun 1984. Saat itu
ketersediaan beras nasional mencapai lebih dari 25,90 juta ton. Akan tetapi,
setelah dua dasawarsa ketersediaan beras nasional hanya mampu memenuhi 90
persen kebutuhan nasional. Agar stok beras nasional tetap terjamin pemerintah
melalui Bulog melakukan impor (Malian, 2001).
Ketersediaan beras dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ketersediaan beras adalah luas areal panen (usahatani), produksi
beras atau gabah, dan jumlah penduduk. Berikut ini disampaikan risalah
perkembangan keragaan produksi padi di Indonesia dan perkembangan jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 1971 sampai 2008.

12

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk dan Produksi Padi Indonesia 19712008

Tahun

Jumlah
Penduduk
(orang)

LuasLahan
Panen(Ha)

Laju
Laju
Laju
LajuPertumbuhan Peningkatan
ProduksiPadi Produktifitas Pertumbuhan Pertumbuhan
ProduksiPadiPer Produktifitas
PendudukPer LuasPanen
(Ton/GKP)
(Ku/Ha)
PadiPertahun
Tahun(%)
Tahun(%) PerTahun(%)
(%)

1971

119.208.229 8.324.322

20.483.687

24,61

1980

147.490.298 9.005.065

29.651.905

32,93

2,64

0,91

4,97

3,76

1990

179.378.946

10.502.357

45.178.751

43,02

2,16

1,66

5,24

3,06

1995

194.754.808

11.438.764

49.744.140

43,49

1,71

1,78

2,02

0,22

2000

205.132.458

11.793.475

51.898.852

44,01

1,07

0,62

0,87

0,24

2005

218.868.791

11.839.060

54.151.097

45,74

1,34

0,08

0,87

0,79

2006

222.051.300

11.786.430

54.454.937

46,02

1,45

0,04

0,56

1,01

2007

224.904.900

12.124.827

57.051.679

47,05

1,29

2,87

4,77

1,84

2008

227.779.100

12.299.391

58.268.796

47,38

1,28

1,44

2,13

0,68

Sumber
: Bappenas, UNDP dan Deptan (Diolah)
Keterangan :
1. Jumlah penduduk diatas tahun 2000, merupakan data proyeksi
2. Produksi padi tahun 2008, merupakan angka ramalan Deptan
3. Produktivitas = Produksi Padi per Luas Lahan Panen
Tabel 1 diatas menerangkan bahwa; Pertama, penduduk Indonesia terus
mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan yang relatif berbeda untuk
setiap periodenya. Selama kurun 1971-1990 laju pertumbuhan penduduk sebesar
2,40 persen per tahun. Laju pertumbuhan pada periode 1990-2008 menurun
menjadi 2 persen per tahun. Selama periode 2005-2008 laju pertumbuhan
penduduk sekitar 1,34 persen. Kedua, Pemerintah sudah berupaya dalam
meningkatkan produksi beras nasional melalui upaya peningkatan areal panen dan
berbagai upaya peningkatan produktivitas padi. Laju peningkatan pertambahan
areal panen pada periode 1971-2008 sebesar 1,29 persen per tahun. Laju
peningkatan produksi periode 1971-2008 sebesar 4,98 persen per tahun. Pada era
tahun 1980-an laju peningkatan produksi relatif besar dan sempat mengalami
stagnasi pada periode 1990-an. Melalui berbagai upaya peningkatan produksi, di

13

tahun 2007 produksi padi mengalami peningkatan yang cukup besar. Ketiga
mencermati angka-angka laju pertumbuhan masing-masing indikator terlihat
bahwa dari tahun 1995, laju peningkatan luas areal panen dan laju peningkatan
produksi selalu dibawah laju peningkatan penduduk, terkecuali pada tahun 2007
dan 2008. Hal ini menandakan adanya upaya dalam memecahkan stagnasi
pertumbuhan produksi padi di Indonesia.
Produksi padi di Indonesia cenderung stabil. Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2001 menunjukkan angka produksi padi hanya mencapai 50,46 juta Ton
gabah kering giling (GKG) atau menurun sekitar 1,44 juta ton GKG (2,77 persen).
Apabila angka tersebut dibandingkan dengan produksi tahun 2000 yang mencapai
51,90 juta ton GKG, maka produksi tahun 2002 meningkat sebesar 0,75 persen
atau sebesar 50,84 juta ton GKG dibandingkan tahun 2001. Dalam kurun waktu
1984-2002 oleh Badan Pusat Statistik luas panen, produksi dan produktivitas padi
di Indonesia ditunjukkan oleh Tabel 2. Penyebab menurunnya produksi adalah (i)
tidak ditemukannya teknologi yang tepat untuk mengolah lahan di luar Pulau
Jawa; (ii) tidak adanya diversifikasi teknologi pangan; serta (iii) meningkatnya
populasi penduduk di Indonesia (pada Tabel 1).
Tingkat produksi dan produktivitas padi nasional mengalami peningkatan
dari tahun 1971 sampai 2008. Akan tetapi laju pertumbuhan produksi padi dan
laju peningkatan produktivitas padi setiap tahunnya berfluktuasi (Tabel 1). Hal itu
disebabkan oleh berkurangnya luas areal panen.
Peningkatan produksi padi di Indonesia belum mampu mencukupi
permintaan

kebutuhan

masyarakat dalam negeri.

Akibatnya pemerintah

mengimpor beras dari luar negeri. Nilai volume impor beras Indonesia dalam

14

kurun waktu 1997-2002 cenderung fluktuatif kecuali tahun 1998 saat puncak
krisis ekonomi. Pada tahun 2004-2006 nilai volume impor beraspun berfluktuatif
tetapi terjadi penurunan yang signifikan nilai impor tahun 2004-2006 dibanding
tahun 1997-2002.
Peningkatan impor beras pada kurun waktu 1997-2002 juga disebabkan
oleh penurunan produksi beras akibat berkurangnya luas panen yang disebabkan
adanya konversi lahan, yang menurunkan luas panen sehingga produktivitas
menurun dari tahun sebelumnya. Selain itu faktor alam seperti El Nino,
kekeringan, perubahan iklim serta cuaca dalam kurun waktu 2003 dan 2004 juga
ikut mempengaruhi produksi dan produktivitas. Perkembangan impor beras
Indonesia sejak tahun 1997-2006 di sajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Impor Beras di Indonesia Tahun 1997-2006
Tahun
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006

Jumlah(Ton)
406.000
5.765.000
4.183.000
1.153.000
1.423.000
1.113.000
659.000
459.000
304.000
210.000

Sumber : Andi Irawan, 2007


Besarnya volume impor beras menimbulkan berbagai pro-kontra di
kalangan masyarakat. Volume impor beras menimbulkan masalah bagi petani padi
di Indonesia, karena ketidakmampuan bersaing dalam permasalah harga. Harga
beras impor cenderung lebih murah dibandingkan dengan harga beras lokal yang
memiliki mutu dan kualitas yang hampir sama. Harga beras impor di Pasar Induk
Cipinang (PIC) Jakarta berkisar Rp. 2.900 sampai Rp. 3.200 per kg. Harga

15

tersebut lebih rendah dibandingkan beras lokal dari petani dengan kualitas standar
termurah yang harga jualnya paling murah berkisar antara Rp. 3.500 dan Rp.
3.600 per kg. Dampaknya petani lokal merugi karena harga mereka tidak
ekonomis dibandingkan dengan beras impor (Andi Irawan,2007).
Konsumen lebih memilih beras impor karena harganya lebih murah
dengan kualitas yang tidak berbeda. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan
petani padi. Selain itu penyebab penurunan pendapatan petani adalah tingginya
ongkos produksi yang dikeluarkan petani berupa biaya pengolahan lahan (tanah),
penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan), biaya input pertanian (seperti
pupuk,benih dan lain-lain), biaya transportasi dan biaya-biaya yang lainnya
mengalami kenaikan. Kondisi ini telah menyebabkan terjadinya penurunan
pendapatan usahatani petani padi.

1.2

Perumusan Masalah
Dalam rangka pemenuhan pangan penduduk Indonesia yang jumlahnya

terus meningkat, produksi beras dari Pulau Jawa masih diandalkan oleh
pemerintah. Pulau Jawa memegang peranan penting dalam produksi beras, dengan
produksi sekitar 56 persen, selebihnya 22 persen di Pulau Sumatera, 10 persen di
Pulau Sulawesi dan 5 persen di Pulau Kalimantan. Di perkirakan beberapa tahun
kedepan Pulau Jawa tetap akan menjadi produsen utama beras di Indonesia.
Pemerintah tetap mengandalkan Pulau Jawa sebagai produsen beras utama
di Indonesia. Propinsi Jawa Barat yang terletak di Pulau Jawa terus meningkatkan
produksi beras, minimal untuk memenuhi kebutuhan beras bagi penduduknya
sendiri. Peningkatan produksi beras di Jawa Barat dimulai dengan usaha
peningkatan luas panen (ekstensifikasi) yang menghasilkan

kenaikan sebesar

16

3,99 persen. Hal ini harus diikuti oleh peningkatan mutu yang baik sebab saat ini
peningkatan mutu (intensifikasi) padi belum mendapat perhatian serius karena
penurunan produksi padi di Jawa barat rata-rata 0,37 persen per tahunnya (Dinas
Perkebunan dan Hortikultura, 2006).
Ketersedian pangan di Jawa Barat masih ditopang oleh produksi sendiri,
cadangan masyarakat dan impor. Ada beberapa daerah lumbung padi (daerah
penghasil padi utama di propinsi Jawa Barat dan Kabupaten Cianjur termasuk
salah satu diantaranya.
Kabupaten

Cianjur

merupakan

daerah

agraris

yang

flatform

pembangunannya bertumpu pada sektor pertanian. Hal ini dibuktikan dengan


keberhasilan Kabupaten Cianjur menjadi salah satu daerah di Jawa Barat yang
berswasembada padi. Dengan jumlah produksi padi per tahun sekitar 625.000 ton,
kabupaten ini masih memperoleh surplus padi (surplus bersih) sekitar 40 persen
per tahunnya setelah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih (Dinas
Pertanian Kab. Cianjur, 2006)
Produksi pertanian padi terdapat di seluruh wilayah Kabupaten Cianjur,
akan tetapi dalam menghasilkan produk hasilnya masih berfluktuasi setiap
tahunnya (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa sebelum krisis ekonomi
di tahun 1997, produksi padi sawah sudah mulai mengalami penurunan (19951996). Hal ini disebabkan oleh jumlah lahan yang ditanami dan luas lahan yang
dipanen, keduanya sama-sama mengalami penurunan. Keberhasilan panen raya,
pengendalian hama, irigasi dan pemupukan yang lebih baik (intensifikasi
pertanian yang optimal) menjadi faktor yang mempengaruhi peningkatan
produksi. Produksi padi di Kabupaten Cianjur mengalami penurunan yang drastis

17

saat terjadinya puncak krisis ekonomi. Hal ini mengakibatkan inflasi yang tinggi,
sehingga berdampak terhadap kenaikan semua barang dan jasa.
Tabel 3. Perbandingan Keadaan Tanaman Padi Sawah Tahun 1995-2001 di
Daerah Kabupaten Tingkat II Cianjur
Tahun LuasTanam(Ha) LuasPanen(Ha) ProduksiBruto(Ton)
1995
114,923
104,630
664,601
1996
107,338
104,430
646,568
1997
102,550
86,846
630,175
1998
128,358
111,021
659,499
1999
116,326
113,948
678,104
2000
110,091
109,430
661,757
2001
109,710
107,430
659,906

Produktivitas(Kw/Ha)
63,52
61,91
72,56
59,40
59,51
60,11
60,15

Sumber: Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten


Cianjur Tahun 1997-2002
Kenaikan harga faktor-faktor input pertanian seperti benih padi, pupuk dan
alat-alat produksi (Saprodi) pertanian, menyebabkan sebagian besar petani di
Kabupaten Cianjur tidak bisa mengolah lahannya. Hal ini disebabkan oleh dua
kemungkinan yaitu : terbatasnya modal petani dalam mengolah usahataninya dan
penerimaan (income) petani lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang harus
dikeluarkannya (outcome).
Penurunan luas lahan di Kabupaten Cianjur ternyata berbanding lurus
dengan penurunan luas panen yang mempengaruhi penurunan jumlah produksi
padi. Penyebabnya tidak berbeda jauh dengan kondisi umum pertanian di
Indonesia, yaitu maraknya konversi lahan menjadi perumahan ataupun dijadikan
daerah industri. Dampaknya adalah lahan yang ditanami padi di daerah Cianjur
menjadi berkurang. Hal ini merupakan bukti nyata dari neoliberalisme di
Indonesia yang terbukti menumpas kehidupan petani.
Tabel 3

juga menunjukkan bahwa produksi padi sawah mengalami

peningkatan yang cukup baik hingga tahun 1999 (dari 630,175 ton tahun 1997

18

menjadi 678,104 ton pada tahun 1999). Peningkatan produksi pasca krisis terjadi
karena sebagian besar petani menanami kembali lahannya (kecuali tahun 1999
luas lahan yang di tanam menurun dibanding tahun sebelumnya). Namun
peningkatan jumlah produksi tersebut tidak diikuti dengan peningkatan
produktivitas. Angka produktivitas hingga tahun 1999 menurun dibandingkan
tahun 1997 (dari 61,45 Kw per Ha menjadi 59,51 Kw per Ha). Hal itu
menunjukan keberhasilan panen tidak merata di semua wilayah Cianjur.
Peningkatan jumlah produksi pasca krisis ekonomi tidak berlangsung lama, yakni
hanya tahun 1998 dan 1999. Tampak pada Tabel 3 bahwa pada tahun 2000 hingga
2001 produksi padi sawah menurun kembali. Penyebabnya adalah karena luas
lahan tanam dan luas panen mengalami penurunan.
Sebagian besar petani di Kabupaten Cianjur menanami padi varietas
unggul nasional IR 64 dan varietas unggul lokal spesifik (Tabel 4) yaitu
pandanwangi. Tabel 4 menunjukan varietas-varietas yang ditanam oleh petani
padi di Kabupaten Cianjur. Secara khusus Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur
menetapkan padi varietas pandanwangi menjadi komoditas unggulan utama hasil
pertanian di samping tanaman Palawija, sayuran, buah-buahan dan tanaman hias.
Pemerintah Kabupaten Cianjur yang diwakili oleh Dinas Pertanian beserta
jajarannya, menggalakan kembali pembentukan kelompok petani khusus untuk
padi pandanwangi. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan produksi padi
pandanwangi sebagai komoditas unggulan daerah Cianjur dan mempermudah
komunikasi berupa transfer informasi teknologi pertanian antara petani dengan
pemerintah (petugas penyuluhan pertanian, petugas
Pertanian dan

dinas dari Departemen

peneliti dari instansi pendidikan pertanian). Pembentukan

19

kelompok tani ini diharapkan dapat memecahkan pelbagai permasalahan yang


terjadi ditingkat petani seperti masalah dalam hal pembudidayaan (usahatani) dan
tataniaganya (pemasarannya).
Tabel 4. Realisasi Penyebaran Varietas Padi
Masa Tanam
: Bulan September 2001 S per D Bulan Februari 2002
Kabupaten per Kota : Cianjur
No Varietas
I UnggulNasional
1.IR64
2.Cisadane
3.Wayseputih
4.WayApoBuru
5.Cibodas
6.CilamayaMuncul
7.Widas
8.Ciherang
9.Aromatik
10.Towuti
II VarietasLokal
1.PandanWangi
2.Tembleg
3.Cere
4.Hawara
5.Cingkrik
6.Boneng
III Lainlain
1.BTN

PadiSawah(Ha)

PadiLadang(Ha)

Jumlah(Ha)

29.828
4.165
952
8.881
586
246
4.793
1.449
50
250

521

29.828
4.165
952
8.881
586
246
4.793
1.449
50
771

14.939

6.559
2.359
2.845
167
389

14.939
6.559
2.359
2.845
167
389

1.075

4.445

5.52

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur (2003)


Daerah-daerah penghasil padi pandanwangi sebagian besar merupakan
daerah yang kaya akan air, sehingga jarang ditemui adanya permasalahan yang
berkaitan dengan air dalam pembudidayaaannya. Padi jenis pandanwangi
memiliki perbedaan dibandingkan dengan jenis padi lainnya. Perbedaaan tersebut
adalah pada proses pembudidayaan hingga proses penangganan pasca panennya
(penggolahan dari bentuk gabah menjadi beras). Umur tanaman yang lebih lama
serta harganya yang mahal (dibandingkan jenis beras lainnya) mendorong
terjadinya praktek pencampuran beras pandanwangi dengan beras lain yang

20

memiliki bentuk dan tekstur serupa, sehingga beras yang beredar di pasaran
sebagian besar merupakan beras pandanwangi campuran.
Pola tataniaga beras pandan wangi dari tingkat petani hingga konsumen
akhir melalui berbagai lembaga tataniaga yang terlibat dalam suatu saluran
tataniaga. Banyaknya mata rantai saluran tataniaga dari tingkat petani hingga
konsumen akhir menyebabkan besarnya perbedaan harga produk yang diterima
oleh petani dan harga produk yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Dalam hal
ini petani sebagai produsen, cenderung untuk menjual gabah kepada lembaga
tataniaga selanjutnya dari pada mengolahnya secara langsung. Semakin banyak
lembaga yang terlibat dalam tataniaga beras, maka semakin besar nilai marjin
tataniaga yang akan terjadi (Primas, 2008).
Berdasarkan

permasalahan yang telah diuraikan di atas, perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :


1.

Bagaimana

penerimaan,

biaya

dan

pendapatan

usahatani

padi

pandanwangi yang diterima petani penggarap dan pemilik penggarap di


lokasi penelitian.
2.

Bagaimana efisiensi dan marjin tataniaga padi pandanwangi di lokasi


penelitian.

3.

Bagaimana struktur pasar dan fungsi tataniaga padi pandanwangi di lokasi


penelitian.

21

1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk :


1.

Menganalisis

penerimaan,

biaya

dan

pendapatan

usahatani

padi

pandanwangi yang diterima petani penggarap dan pemilik penggarap.


2.

Melihat efisiensi, dan marjin tataniaga komoditas padi pandanwangi di


lokasi penelitian.

3.

Mengetahui struktur pasar dan fungsi tataniaga komoditas padi


pandanwangi seperti lembaga dan saluran tataniaga, farmer share, rasio
keuntungan dan biaya tataniaga di lokasi penelitian.

1.4

Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini

diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi dalam hal
usahatani dan tataniaga beras varietas unggul khususnya komoditi beras
(pandanwangi), terutama bagi instansi terkait seperti Pemerintah Daerah Tingkat
II Cianjur beserta Dinas Pertaniannya dalam rangka mengambil langkah-langkah
yang tepat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi beras
pandanwangi sebagai varietas unggul daerah serta memperbaiki sistem tataniaga
yang selama ini dilakukan. Bagi penulis penelitian ini merupakan sarana untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku kuliah, serta sebagai
syarat dalam menyelesaikan studi di bangku kuliah. Selain itu, penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan masukan bagi penelitian berikutnya yang berkaitan
dengan usahatani dan tataniaga beras.

22

1.5

Ruang Lingkup penelitian


Penelitian ini dibatasi oleh:

1. Produk yang diteliti adalah Beras Pandan Wangi, yang difokuskan pada beras
pandan wangi jenis super dan kepala
2. Objek Penelitian adalah petani dan pedagang beras (lembaga tataniaga)
pandanwangi di kabupaten Cianjur yang berjumlah 30 responden dan 24
pedagang yang berdagang di Kabupaten Cianjur, Kota Cianjur, Kota Bogor
dll.

23

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Gambaran Umum Komoditas Beras


Beras yang berasal dari Padi (Oryza Sativa Sp) merupakan bahan makanan

pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Rata-rata konsumsi beras masyarakat


Indonesia adalah 290 gr per kapita per hari (Susenas, 2002). Beras memiliki rasa
yang enak, sesuai dengan selera masyarakat Indonesia umumnya serta memiliki
kandungan gizi (kalori dan protein) yang jauh lebih tinggi dibanding komoditas
yang lainnya (seperti jagung, ketela, kentang dan sagu).
Beras termasuk komoditas pertanian strategis, karena ketahanan dan
kedaulatan pangan Indonesia saat ini bertumpu pada produksi beras dengan
jumlah yang sesuai konsumsi nasional, harga terjangkau dan bergizi tinggi. Untuk
itu pemenuhan kebutuhan pokok ini tergantung pada produksi beras dalam negeri.
Apabila terjadi kekurangan stok beras nasional akibat kurangnya produksi dalam
negeri, pemecahan yang selalu dilakukan pemerintah adalah dengan cara
mengimpor beras dari luar negeri.

2.2

Gambaran Beras pandanwangi


Pandanwangi adalah beras khas Cianjur yang berasal dari padi bulu

varietas unggul lokal Javanica. Aroma yang dimiliki oleh padi dan beras ini
adalah aroma daun pandan, maka sejak tahun 1973 padi ini dikenal dengan
sebutan pandanwangi. Deskripsi padi pandanwangi antara lain; Varietas unggul
lokal ini ditanam di dataran sedang dengan ketinggian sekitar 700 m di atas
permukaan laut, umur tanaman 150-160 hari, tinggi tanaman 150 170 cm,
bentuk gabah (endosperm) bulat atau gemuk berperut, berbulu, tahan rontok, berat

24

1.000 butir gabah adalah 30 gr, beraroma daun pandan, kadar amilose 26 persen
dan potensi hasil 6-7 Ton per Ha malai kering pungut.
Jenis padi varietas lokal asli Cianjur ini secara terbatas di tanam pada
areal pesawahan di Kecamatan Warung Kondang, Cugenang, Cianjur dan
sekitarnya dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Termasuk varietas
Javanika (varietas unggul) atau padi bulu dengan ciri-ciri tinggi tanaman rata-rata
diatas 1 meter, tidak tahan rebah, umur panjang (panen 2 kali setahun) dan kurang
respon terhadap pemupukan. Ciri-ciri lainnya adalah tidak tahan terhadap virus
kerdil, rumput dan tungro, rasanya beras enak, wangi dan tidak basi sehingga
harga beras jenis ini cukup mahal. Keunikannya apabila padi ini ditanam di luar
daerah setra produksinya di Cianjur, maka rasanya berbeda dan aroma pandannya
tidak muncul (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur,2002). Daerah-daerah sentra
produksi padi pandanwangi di Kabupaten Cianjur tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Daerah Sentra Produksi padi pandanwangi di Kabupaten Cianjur Tahun
2002
Kecamatan

Jumlah
Jumlah
JumlahKelompok
LuasSawah
Anggota
Petani
Tani
(Ha)
(Orang)
P.Wangi

Total
Produksi
(Ton)

Dikonsumsi
(Ton)

Dijual(Ton)

Wr.Kondang

28

2,597

2,985

760

6,298

348

5,950

Cibeber

20

818

3,200

351

2,080

216

1,864

Cugenang

14

912

2,174

357

1,874

468

1,406

Cilaku

31

412

2,574

210

1,472

143

1,329

Cianjur

14

494

1,206

183

1,088

187

901

Campaka

40

2,800

15

88

12

76

Jumlah

78

4,870

14,939

1,876

12,901

1,374

11,527

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur 2002


Menurut laporan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2001), beras
pandanwangi mengandung berbagai macam zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh,

25

diantaranya protein, lemak, gula pereduksi, zat besi (Fe), zat tembaga (Cu) dan
kalori. Persentase kadar gula pereduksi lebih besar dibandingkan dengan kadar
protein dan lemak (Tabel 6).
Teknik usahatani padi pandanwangi hampir sama dengan menanam padi
varietas lokal lainnya. Langkah pertama adalah persiapan pengolahan tanah
dimulai dengan pembabatan jerami, pembuatan saluran air sepanjang pematang
dan perbaikan pematang yang dikerjakan dengan menggunakan cangkul dan arit.
Kemudian langkah pengolahan tanah dapat dilakukan dengan mengunakan tenaga
manusia, hewan ataupun mesin. Alat yang biasa digunakan adalah bajak, garu,
papan perata tanah, singkal dan rotari. Langkah berikutnya adalah membuat
persemaian dan pemupukan persemaian. Persemaian dibuat pada bagian sawah
yang airnya terjamin terhindar dari banjir pada waktu hujan serta terhindar dari
gangguan ternak peliharaan. Luas lahan persemaian perhektar antara 450-500
meter persegi. Proses ini dikerjakan dengan tenaga manusia dan mengunakan
cangkul. Setelah itu proses selanjutnya adalah pembenihan dan perlakuan benih.
Benih yang baik adalah benih hasil pemurnian pertumbuhan di lapangan (sawah).
Benih yang diperlukan dalam satu hektar sawah adalah 30-40 kg.Waktu yang
diperlukan dalam penyemaian sehingga menjadi malai antara 160-180 hari.
Setelah berbentuk malai barulah dilakukan persiapan tanam. Proses persiapan
tanam meliputi : (1) Meratakan dan menggaris, (2) Mencabut bibit dan menanam.
Dalam proses tersebut alat yang digunakan adalah alat caplakan, tali, golok dan
koran, sebagai alat pengangkut bibit digunakan tangkai merang padi. Tenaga yang
digunakan adalah tenaga kerja manusia. Proses selanjutnya adalah pemupukan.
Dosis dan jenis pupuk kimia per hektar yang dianjurkan adalah 150-200 kg Urea,

26

SP 36 100-150 kg, KCl 50-75 kg. Apabila mengunakan pupuk organik maka
bahan organik yang digunakan adalah feces atau urine hewan baik unggas
maupun hewan ternak domba, kambing atau sapi, sampah organik dapur berupa
sisa-sisa sayuran, abu hawu dan sampah dapur organik lainnya, sisa tanaman padi
(jerami), pohon pisang serta rumput-rumputan. Dosis pupuk organik yang
diberikan cukup 4-6 ton per hektarnya. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan
adalah pengendalian hama dan penyakit padi pandanwangi. Hama yang dominan
menyerang tanaman padi adalah tikus, keong mas, walang sangit, hama putih dan
Ulat Grayak. Sedangkan penyakit yang banyak menyerang adalah Balst, Tungro.
Untuk menanggulanginya biasanya digunakan pestisida sesuai dengan hama atau
penyakit yang diderita. Kemudian penyiangan dan sanitasi serta pengaturan air di
sawah (irigasi) adalah hal yang harus dilakukan sebelum panen. Panen padi
pandanwangi di panen sekitar 145-155 hari setelah tanam atau 160-190 hari
semai. Alat yang digunakan adalah ani-ani. Setelah padi dipanen

dilakukan

proses penjemuran secara bertahap 3-4 hari.


Dari segi tataniaganya beras pandanwangi banyak dijual di toko-toko dan
kios-kios beras di sekitar Kota Cianjur yang dijajakan dalam berbagai ukuran
kemasan mulai dari 5 kg sampai dengan 50 kg dengan berbagai grade dan
kualitas, diantaranya beras super, beras kepala ( I dan II). Harga beras di pasaran
pun tergantung dari kualitasnya.

27

Tabel 6. Kandungan Zat Gizi Beras pandanwangi per 100 gram


No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Parameter
KadarProtein
KadarLemak
KadarGulaPereduksi
Fe
Cu
Kalori

Satuan
%
%
%
Ppm
Ppm
kg/g

Hasil
8,97
0,32
63,39
4,65
6,42
14,81

Sumber : Institut Pertanian Bogor (IPB) (2001)


Selain pandanwangi, petani di Kabupaten Cianjur juga menanam padi
varietas IR 64, Cisadane, Way seputih, Way Apo Buru, Cibodas, Cilamaya
Muncul, Widas, Ciherang, Aromatik, Towuti, Tambleg, Cere, Hawara, Cingkrik,
Boneng dan BTN. Jenis padi non lokal yang banyak ditanam oleh petani adalah
IR 64. Pemerintah mengenalkan jenis padi non lokal pertama kali melalui
Program Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW). Berbeda dengan padi
pandanwangi, penanaman padi IR 64 menyebar diseluruh daerah Kabupaten
Cianjur. Hal itu terlihat dari realisasi penyebaran padi ini pada masa tanam
periode September 2001 sampai dengan Februari 2002 yang mencapai 29,828 Ha.
Perkiraan hasil potensial padi varietas ini mencapai 5-7 Ton per Ha dalam satu
kali panen.

2.3

Tinjauan Penelitian Terdahulu


Penelitian Satria (1995), yang bertujuan menelaah masalah perberasan

pasca swasembada di Indonesia, perkembangan konsep dan pemikiran tentang


kebijakan

perberasan,

dampak

berbagai

kebijakan

perberasan

terhadap

kesejahteraan petani serta masalah perberasan di Indonesia dalam menghadapi


pasar global. Berdasarkan penelitian tersebut, dalam tataniaga beras terdapat
berbagai lembaga tataniaga, seperti; pedagang, penggiling, KUD dan Dolog.

28

Shaffreddie (1998) mengkaji perkembangan produksi di Indonesia dan


mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya; mengkaji perkembangan
konsumsi beras di Indonesia untuk keperluar konsumsi rumah tangga, non rumah
tangga dan kegiatan ekspor-impor, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhinya; mengkaji pola tataniaga beras di Indonesia dan lembaga
tataniaga yang terlibat di dalamnya; serta mengkaji peranan BULOG dalam
pengadaan, penyaluran, dan penyediaan cadangan beras nasional.
Wijaya (2002) dengan tujuan penelitiannya untuk mengetahui keragaan
usahatani padi input rendah di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang,
membandingkan pendapatan dan kelayakan usahatani padi input rendah terhadap
usahatani padi input tinggi atau konvensional; dan mengetahui level efisien
penggunaan faktor produksi pada usahatani padi input rendah.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pendapatan kotor dan pendapatan
bersih usahatani petani input rendah pemilik lebih besar dibandingkan dengan
petani input rendah penggarap. Begitu pula pendapatan kotor dan pendapatan
bersih petani konvensional pemilik lebih tinggi dibanding petani konvensional
penggarap.
Wijaya menyatakan bahwa usahatani padi input rendah berada pada daerah
produksi yang rasional, namun penggunan faktor produksinya belum mencapai
level efisien. Hal ini dilihat dari rasio VMPx per Px masing-masing faktor
produksi yang lebih besar atau lebih kecil dari satu.
Andrida (1993) mengunakan Index of Market Connection (IMC) sebagai
alat analisis untuk melihat tingkat keterpaduan pasar antara pasar-pasar lokal di
DKI Jakarta dengan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Berdasarkan penelitian

29

tersebut diperoleh bahwa keterpaduan pasar dalam jangka pendek antara PIBC
dengan pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta untuk jenis IR dan Cisadane maupun
gabungan keduanya terlihat sangat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa
pembentukan harga di pasar-pasar lokal hampir seluruhnya ditentukan oleh
kondisi pasar itu sendiri, sehingga informasi harga yang ditentukan di pasar
referensinya kurang berpengaruh.
Penelitian Komara pada tahun 2000, yang bertujuan untuk mengetahui
saluran tataniaga yang terdapat dalam tataniaga komoditas beras di Kabupaten
Karawang, serta lembaga-lembaga apa saja yang terlibat di dalamnya,
menganalisis marjin tataniaga diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat
dalam tataniaga beras serta fungsi-fungsi yang dilakukan oleh Bulog atau Sub
Dolog dan Non Bulog dilihat dari marjin tataniaga serta indeks keterpaduan
pasarnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa saluran tataniaga beras memiliki
banyak alternatif, diantaranya ditelusuri sebanyak dua belas saluran tataniaga.
Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga itu adalah pedagang
pengumpul, huller, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pedagang
pengecer, KUD serta Dolog. Dengan fungsi tataniaga yang dilakukan adalah
fungsi pertukaran (pembeli dan penjualan), dan fungsi fisik (penyimpanan,
pengolahan, pengangkutan) serta fungsi fasilitas (standarisasi dan grading).
Menurut Komara, semakin banyak penambahan fungsi tataniaga dan
lembaga tataniaga yang terlibat akan menghasilkan biaya tataniaga yang semakin
tinggi dan mempengaruhi marjin tataniaga yang terbentuk. Dari analisis marjin
tataniaga dan penyebarannya, saluran tataniaga melalui Bulog lebih efisien
dibandingkan dengan saluran tataniaga melalui KUD. Keterpaduan pasar baik

30

antara Pasar Induk Cipinang (PIC) dengan Bulog maupun dengan KUD
Binamukti dalam jangka pendek masih rendah. Hal ini menunjukan pembentukan
harga pada satu pihak tidak membawa pengaruh bagi pihak lain.
Penelitian Syahroni (2001), bertujuan antara lain untuk menganalisis ; (1)
mekanisme pasar oleh PIC (Pasar Induk Cipinang), (2) pangsa pasar beras PIC
dan tingkat persediaan beras stabil yang perlu dipertahankan PIC dan, (3)
keterpaduan pasar beras melalui Index of Market Connection (IMC) di DKI
Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, saluran tataniaga beras dari daerah
hingga konsumen mempunyai enam alternatif pola. Pangsa PIC dalam distribusi
beras untuk wilayah DKI pada tahun 1997 sebesar 57,21 persen dan pada tahun
1998 sebesar 55,56 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pasokan langsung dari
daerah semakin lama semakin meningkat, tetapi juga ada indikasi masuknya
pasokan beras dari daerah Lampung, karena fasilitas transportasi dari Lampung
sama baiknya dengan Cirebon.
Menurut Syahroni, jumlah beras yang harus disediakan di PIC adalah
sebesar 1,784 ton per hari supaya stok beras terjamin. Dengan demikian perlu ada
penambahan sekitar 208 Ton per hari dari kondisi tersebut. Dari data harga tahun
1999 yang dianalisisnya menunjukkan tidak adanya keterpaduan pasar antara
pasar induk dengan pasar eceran, karena besaran koefisien IMC-nya semua lebih
besar dari satu.

31

Tabel 7. Tabel Penelitian Tataniaga Terdahulu


No

Nama

TahunPenelitian

NanangF

1998

Hermanto

1998

BambangH

1999

Rinaldi

2002

NanangS

2005

Hasniah

2005

TitaTehyati

2005

Nursakinah

2006

DwiHaryanto

2006

10

DiahMaharani

2007

Judulpenelitian

Alatanalisis

HasilPenelitian

(1)Analisisefisiensi
AnalisisEfisiensi
Sistemtataniagamanggatidakefisien
salurantataniaga,(2) karenakecilnyanilaimarjinpemasarandan
TataniagaMangga
Marjintataniaga
Cangkir,Arumanis
tidakadanyaketerpaduanpasar
danGedongdi
Indramayu
(1)Analisisefisisensi
orientasipemasarandaerahpenghasil
AnalisisDeskripsi
salurantataniaga,
cabaiadalahPasarIndukKramatjati
SistemTataniaga
(2)Marjintataniaga
KomoditasCabai
MerahdiTegal,
Brebesdan
Pemalang
(1)Analisisketerpaduan Persainganditingkatpedagangpengecer
AnalisisSistem
sangatketatdankompetitifhalini
TataniagaGulaPasir pasarsecaravertikal,(2)
Marjintataniaga
ditunjukandengannilaimarjinpengecer
PascaMonopoli
yangkecil
Bulog
HubunganPersepsi
(1)UjiSpearmen,(2)
Persepsicaloternyatatidaktepatyaitu
CaloBerasTerhadap
MarjinTataniaga
sebagaipenghubungdannegositor
Peranandan
Fungsinyadalam
SistemTataniaga
berasdiPasarInduk
Cipinang
AnalisisTataniaga
BerasdiPasar
Tradisionaldan
ModerndiDKI
Jakarta
AnalisisEfisiensi
SistemTataniaga
KomoditasPepaya
Sayurdi
MegamendungGula
PasirPasca
MonopoliBulog
AnalisisEfisiensi
TataniagaIkanHias
AirTawardi
Rancamaya,Bogor
AnalisisEfisiensi
TataniagaIkanHias
AirTawardi
Rancamaya,Bogor

(1)Analisisstrukturpasar, Petaniberdadalamposisiyangpaling
lemahkarenasebagaipricetaker dalam
(2)Marjinpemasaran
salurantataniaga

(1)AnalisisR/Cratio,(2)
Marjintataniaga,(3)
Farmer'sshare

Salurantataniagayangpalingefisien
adalahPetani,Pedagangpengecer,
Konsumenkarenamemilikimarjin
tataniagayangterkecil

(1)AnalisisR/Cratio,(2)
Marjintataniaga,(3)
Farmer'sshare

SaluranTataniagasudahefisienkarena
strukturnyaadalahpasarpersaingan
sempurnadnaefisiensisecaraekonomis
sudahterjadi
(1)AnalisisR/Cratio,(2) Saluranyangpalingsedikitrantainyayaitu
Marjintataniaga,(3)
Petani,PedagangBesar,Eksportir
Farmer'sshare
merupakansaluranyangpalingefisien,
karenememilikimarjintataniagaterkecil

AnalisisEfisiensi
(1)Analisissalurandan
FungsiTataniaga,(2)
TataniagaIkanHias
MarjinPemasaran
AirTawardi
Rancamaya,Bogor
AnalisisEfisiensi
(1)AnalisisPendapatan
TataniagaIkanHias Usahatani,(2)Analisis
AirTawardi
Strukturpasar,(3)Marjin
Rancamaya,Bogor
tataniaga,(4)Farmer's
share

Sistemtataniagapupukureabelumefisien
agarefisienperludibangungudangpupuk
ureadiliniIII(kabupaten)
Ada5salurantataniagajamurtiramputih
diBandung,tidakadasaluranyangefisien
kareanmarjinpemasaranlembagalebih
besardaripadapetani

Sumber : Skripsi Tahun 1998, 1999, 2002, 2005, 2006, dan 2007

32

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1

Usahatani
Usahatani adalah seluruh organisasi alam, tenaga kerja, modal dan

manajemen yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian (Soeharjo dan


Patong, 1973). Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja
diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang
terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Pada umumnya
ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil,
pengetahuan petani terbatas, kurang dinamik sehinggga berakibat pada rendahnya
pendapatan usahatani (Soekarwi et al, 1986). Terbatasnya modal seringkali
menyebabkan petani tidak mampu membeli teknologi. Dengan keterbatasan itu
usahatani cukup dilaksanakan oleh teknologi petani sendiri.
Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya berbeda-beda
(Soeharjo dan Patong, 1973). Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan
keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian
disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (Subsistence farm). Sedangkan
bila motivasi yang mendorongnya untuk mencari keuntungan , maka usahatani
yang demikian disebut usahatani komersial (Commercial Farm).
Soekartawi (1995), menyatakan bahwa ciri petani komersial adalah; (1)
cepatnya adopsi terhadap inovasi, (2) cepat mobilitas pencarian informasi, (3)
berani menanggung resiko dalam berusaha, (4) memiliki sumberdaya yang cukup.
Sedangkan ciri petani subsisten adalah kebalikannya. Akan tetapi dengan

33

teknologi serta kemajuan pembangunan yang hampir merata ke berbagai pelosok


daerah, petani tidak lagi mengusahakan usahataninya secara subsisten melainkan
semi subsisten (setengah subsisten dan setengah komersial). Perubahan tersebut
diantaranya disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin maju dalam
hal produksi sehingga mempermudah pekerjaan petani, kebutuhan petani yang
semakin banyak, teknologi informasi yang memberikan berbagai informasi
produk, teknologi dan kebutuhan serta adanya perubahan pandangan masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usahatani terdiri dari
faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain teknologi, penggunaan
input, dan cara (teknik) bercocok tanam. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari
cuaca, iklim, hama dan penyakit.
Hemanto (1989), menyatakan dalam usahatani selalu ada empat unsur
pokok yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi, yaitu :
1.

Tanah
Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah, dan

sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri,
membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan ataupun
wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur, polikultur,
ataupun tumpangsari.
2.

Tenaga Kerja
Jenis tenaga kerja adalah tenaga kerja manusia, dibedakan menjadi tenaga

kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan,
ketrampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan
kondisi lahan. Tenaga ini dapat berasal dari dalam dan luar keluarga (biasanya

34

dengan cara upahan). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga
kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu :
1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0,7 HKP; dan 1 anak = 0,5 HKP.
3.

Modal
Unsur lainnya yang mendukung kelancaran suatu kegiatan usahatani

adalah modal. Modal dalam suatu usahatani digunakan untuk membeli sarana
produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal
diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pinjaman uang dari
famili atau tetangga dan lain-lain), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak
sewa.
4.

Pengelolaan atau Manajemen


Pengelolaan usahatani dalah kemampuan petani untuk menentukan,

mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai


dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian
sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil,
maka pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik meliputi : (a) perilaku
cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi
yang dikuasai; (d) daya dukung faktor cara yang dikuasai; dan (e) cara budidaya
dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Pengenalan dan
pemahaman prinsip ekonomis antara lain : (a) penentuan perkembangan harga; (b)
kombinasi cabang usaha; (c) tataniaga hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e)
pengolongan modal dan pendapatan serta (f) ukuran-ukuran keberhasilan yang
lazim dipergunkan lainnya. Panduan penerapan kedua prinsip itu tercermin dari
keputusan yang diambil, agar resiko tidak menjadi tanggungan si pengelola.

35

Ketersediaan menerima resiko sangat tergantung kepada ; (a) tersedianya modal;


(b) status petani; (c) umur; (d) lingkungan usaha; (e) perubahan sosial serta (f)
pendidikan dan pengalaman petani.

3.1.2 Analisis Pendapatan Usahatani


Usahatani yang dilakukan petani akhimya akan memperhitungkan biayabiaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya
yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh merupakan pendapatan
bersih dari kegiatan usahatani.
Soeharjo dan Patong (1973), menyebut bahwa analisis pendapatan
mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari
analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu
kegiatan usaha, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu
kegiatan usaha. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi
petani untuk dapat mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau
tidak.
Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu
keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu.
Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan, yakni hasil kali antara
jumlah output yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. Sedangkan
pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam
satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan sutau produk dalam suatu
periode produksi.
Penerimaan usahatani dapat berbentuk dalam tiga hal, yaitu; (1)hasil
penjualan tunai (seperti tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual), (2)

36

produk yang dikonsumsi keluarga petani, dan (3) kenaikkan nilai inventaris
(selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun). Sedangkan pengeluaran
usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Bentuk
pengeluaran usahatani berupa pengeluaran yang diperhitungkan (inputed cost).
Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya
pembelian sarana produksi dan biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan
pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenamya
pendapatan kerja petani seandainya bunga modal dan nilai kerja keluarga
diperhitungkan.
Bentuk-bentuk analisis pendapatan usahatani antara lain :
1.

Analisis Pendapatan Tunai ,Pendapatan Total dan Analisis Biaya per


Satuan Produksi Usahatani yaitu analisis yang digunakan untuk melihat
keuntungan relatif dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan
perhitungan finansial. Dalam analisis ini dilakukan dua pendekatan, yaitu
perhitungan pendapatan atas dasar biaya tunai dan perhitungan atas dasar
biaya total (biaya tunai dan biaya total diperhitungkan). Analisis biaya per
satuan produksi digunakan untuk menentukan perkiraan harga jual atau
keuntungan relatif yang diperoleh dari penjualan komoditi hasil usahatani.
Dalam analisis ini digunakan untuk menentukan perkiraan harga jual atau
keuntungan relatif yang diperoleh dari penjualan komoditi hasil usahatani.
Dalam analisis ini digunakan dua unsur yang menjadi perhitungan utama,
yaitu produksi kotor dan biaya total. Produksi kotor merupakan total
produksi yang dihasilkan cabang usahatani, sedangkan biaya atau

37

pengeluaran total adalah pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan


produksi tersebut.
2.

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya ( R per C ratio). Salah satu


ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan (Revenue-Cost ratio atau R per C ratio). Rasio penerimaan
atas biaya menunjukan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh
dari setiap produk dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi
usahatani. Dengan analisis ini dapat diketahui apakah suatu usahatani
menguntungkan atau tidak. Jika nilai rasio R per C-nya lebih besar atau
sama dengan satu, maka usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya
jika nilai rasio R per C-nya kurang dari satu berarti belum
menguntungkan. Secara teoritis dengan rasio R per C = 1 artinya tidak
untung dan tidak rugi. Namun karena adanya biaya usahatani yang
kadang-kadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat diubah menurut
keyakinan si peneliti. Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat pada tingkat
produksi berapa suatu usahatani mencapai titik impas. Atau Break Even
Point (BEP). Bila produksi mencapai sekitar OYI, maka usahatani itu rugi,
karena R<TC; sebaliknya bila produksi berada di OY, maka usahatani itu
untung karena R> TC.

38

Rp

R
TC
VC
-------------------------------------FC

Y1

Gambar 1. Titik Impas (Break Even Point) Usahatani


3.1.3 Tataniaga Pertanian
Menurut Limbong dan Sitorus (1985) tataniaga pertanian adalah semua
kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik
dari barang-barang hasil pertanian dan barang-bamg kebutuhan usaha pertanian
dari tangan produsen ke tangan konsumen. Selain itu termasuk didalamnya
kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang
ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan
yang lebih tinggi kepada konsumennya.
Menurut Sudiyono (2002), tataniaga pertanian adalah proses aliran
komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna
tempat dan bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dengan
melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi tataniaga. Tataniaga pertanian tidak
hanya meliputi aliran komoditi pertanian uang terjadi setelah proses produksi pada
usahatani, tetapi juga meliputi penyediaan input produksi untuk melakukan proses
produksi.

39

Tataniaga adalah kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau


penambahan kegunaan daripada barang dan jasa. Oleh karena itu tataniaga
termasuk tindakan atau usaha yang produktif. Kegunaan yang diciptakan oleh
kegiatan tataniaga adalah kegunaan tempat, waktu dan kegunaan pemilikan.
Kegunaan waktu adalah suatu barang atau jasa akan mempunyai nilai yang lebih
besar apabila sudah terjadi perubahan waktu contohnya Jambu Getas pada waktu
bukan musimnya lebih besar nilainya (harga) dibandingkan pada musimnya.
Kegunaan tempat adalah sutau barang atau jasa akan lebih besar nilainya karena
perubahan tempat, contohnya Ikan Tongkol akan lebih besar nilainya apbila
dibawa ke daerah dataran tinggi dari pada di daerah pantai. Kegunaaan pemilik
berarti bahwa barang-barang mempunyai kegunaan yang lebih besar karena
beralihnya hak milik atas barang.
Berdasarakan uraian di atas, tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan
atau kegiatan yang berhubungan dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen
sampai konsumen. Dari definisi yang diberikan dapat disimpulkan bahwa tujuan
akhir dari tataniaga adalah menempatkan barang atau jasa ke konsumen akhir.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan kegiatan-kegiatan tataniaga yang
dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan
(konsentrasi), proses pengimbangan (equalisasi), proses penyebaran (dispersi).

3.1.3.1 Fungsi Tataniaga


Tataniaga merupakan suatu proses daripada pertukaran yang mencakup
serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan barang atau jasa dari
sektor produksi ke sektor konsumsi. Kegiatan-kegiatan ini yang disebut sebagai

40

fungsi tataniaga. Fungsi tataniaga bekerja melalui lembaga tataniaga atau struktur
tataniaga. Pada umumnya fungsi tataniaga di kelompokkan sebagai berikut:
1.

Fungsi pertukaran :
-

Penjualan : Mengalihkan barang ke pembeli dengan harga


yang memuaskan.

Pembelian : Mengalihkan barang dari penjual dan pembeli


dengan harga yang memuaskan.

2.

Fungsi pengadaan secara fisik


-

Pengangkutan : Pemindahan barang dari tempat produksi dan


atau tempat penjualan ke tempat-tempat dimana barang
tersebut akan terpakai (kegunaan tempat).

Penyimpanan : Penahanan barang selama jangka waktu antara


dihasilkan atau diterima sampai dijual (kegunaan waktu).

3.

Fungsi pelancar
-

Pembiayaan : Mencari dan mengurus modal uang yang


berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam arus barang dari
sektor produksi sampai sektor konsumsi.

Penanggungan resiko : Usaha untuk mengelak atau mengurangi


kemungkinan rugi karena barang yang rusak, hilang, turunnya
harga dan tingginya biaya.

Standardisasi dan Grading : Penentuan atau penetapan dasar


penggolongan (kelas atau derajat) untuk barang dan memilih
barang untuk dimasukkan ke dalam kelas atau derajat yang
telah ditetapkan dengan jalan standardisasi.

41

Informasi

Pasar

Mengetahui

tindakan-tindakan

yang

berhubungan dengan fakta-fakta yang terjadi, penyampaian


fakta, menafsirkan fakta dan mengambil kesimpulan akan fakta
yang terjadi.
Hammond dan Dahl (1997), mengatakan bahwa untuk menganalisis sistem
tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu sebagai berikut :
1.

Pendekatan fungsi (Functional Approach), terdiri dari fungsi pertukaran


(pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan
pengangkutan) dan fungsi fasilitas (standarisasi dan grading, penanggung
resiko, pembiayaan dan informasi pasar).

2.

Pendekatan kelembagaan (Institutional Approach), terdiri dari pedagang,


pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi yang
memberikan fasilitas tataniaga.

3.

Pendekatan perilaku (Behavioral Approach), merupakan kelengkapan dari


kedua fungsi di atas yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam
proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga. Terdiri
dari pendekatan input-output, power, communications dan adaptive
behavior system.
Menurut Said dan Harizt (2001), fungsi tataniaga didefinisikan sebagai

serangkaian kegiatan fungsional yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga,


baik aktivitas proses fisik maupun aktifitas jasa, yang ditujukan untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai dengan kebutuhan dan
keinginannya melalui penciptaan atau penambahan kegunaan bentuk, waktu,
tempat dan kepemilikan terhadap suatu produk.

42

3.1.3.2 Lembaga dan Saluran Tataniaga


Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatankegiatanatau fungsi tataniaga yang membuat barang-barang berpindah dari tangan
produsen ke konsumen. Yang termasuk lembaga tataniaga adalah produsen,
pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa.
Produsen adalah semua orang (badan) yang tugas utamanya menghasilkan
barang-barang. Pedagang perantara (midleman pre intermediary) adalah
perorangan, perserikatan, atau perseroan yang berusaha dalam bidang tataniaga
yang tugasnya membel dan mengumpulkan barang-barang yang berasal dari
produsen dan menyalurkannya kepada konsumen. Lembaga pemberi jasa
(facilitating agencies) adalah orang atau badan yang memberikan jasa atau
fasilitas untuk memperlancar fungsi tataniaga yang dilakukan produsen atau
pedagang perantara. Contoh dari lembaga ini antara lain adalah bank, usaha
pengangkutan, biro iklan dan sebagainya.
Penyaluran barang-barang dari pihak produsen ke pihak konsumen melalui
satu hingga beberapa pedagang perantara yang berbeda. Pedagang perantara ini
dikenal sebagai saluran tataniaga (marketing channel). Jadi saluran tataniaga
terdiri dari pedagang perantara yang membeli dan menjual barang dengan tidak
menghiraukan apakah mereka memiliki barang dagangannya atau hanya bertindak
sebagai agen dari pemilik barang.
Terdapat lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyampaian barang atau
jasa dari produsen ke tangan konsumen. Adanya perbedaan jarak antara produsen
yang menghasilkan barang atau jasa dengan konsumen mengakibatkan

43

keberadaan

lembaga-lembaga

tataniaga

sangat

diperlukan

untuk

dapat

menggerakkan barang dan jasa tersebut dari titik produsen ke titik konsumen.
Limbong dan Sitorus (1987), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor
penting yang harus dipertimbangkan seorang produsen bila hendak memilih pola
penyaluran diantaranya :
1.

Pertimbangan pasar meliputi siapa yang menjadi konsumen produknya


(rumah tangga, industri, atau rumah dan industri), beberapa besar pembeli
potensial, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa besar
jumlah pesanan, dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli.

2.

Pertimbangan barang meliputi : berapa besar nilai per unit barang tersebut;
berapa besar dan berat barang; apakah mudah sobek atau tidak; bagaimana
sifat teknis dari barang tersebut; apakah berupa barang standar atau
pesanan, dan bagaimana luasnya produk lain perusahaan bersangkutan.

3.

Pertimbangan dari segi perusahaan meliputi sumber permodalan,


kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan
pelayanan yang diberikan oleh penjual.

4.

Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi : pelayanan yang dapat


diberikan lembaga perantara; kegunaan perantara; sikap perantara terhadap
kebijaksanaan produsen serta volume penjualan dan pertimbangan ongkos
(biaya).
Limbong dan Sitorus (1987), mendefinisikan saluran tataniaga sebagai

saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produksinya kepada


konsumen dari titik produsen.

44

3.1.3.3 Biaya dan Marjin Tataniaga


Marjin tataniaga menggambarkan perbedaan harga di tingkat konsumen
dengan harga di tingkat produsen (Hammond dan Dahl,1977). Sedangkan
menurut Limbong dan Sitorus (1987), mengatakan bahwa marjin tataniaga dapat
didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga
yang diterima oleh produsen. Tetapi marjin tataniaga dapat juga dinyatakan
sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat
produsen hingga ke tingkat konsumen akhir. Marjin tataniaga umumnya dianalisis
pada komoditas dan jumlah yang sama serta pada struktur pasar bersaing
sempurna. Marjin tataniaga berbeda-beda antara satu komoditas hasil pertanian
dengan komoditas lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan jasa-jasa yang
diberikan pada berbagai komoditas mulai dari petani sampai ke tingkat pengecer
maupun konsumen akhir. Sedangkan nilai marjin tataniaga (value of marketing)
merupakan perkalian antara marjin tataniaga dengan volume yang terjual. Biaya
tataniaga adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pengaliran komoditi
dari produsen sampai konsumen yang nilainya tergantung dari fasilitas dan fungsifungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga-lembaga yang terlibat
(Kustiari, 2003).
Adapun perbedaan perlakuan yang diberikan antara satu komoditas dengan
komoditas yang lainnya akan menyebabkan perbedaan marjin tataniaga antara
komoditas tersebut. Rendahnya marjin tataniaga suatu komoditas belum tentu
dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi dalam tataniaga komoditas tersebut.
Salah satu cara yang bermanfaat adalah membandingkan bagian yang diterima
petani (farmers share) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Untuk

45

dapat menghitung marjin tataniaga dan keuntungan, pada penelitian ini perlu di
ketahui harga yang diterima oleh petani, harga beli, biaya-biaya tataniaga dan
harga jualnya.

3.1.3.4 Efisiensi Tataniaga


Salah satu cara untuk mempelajari apakah suatu sistem tataniaga telah
bekerja efisien dalam suatu struktur pasar tertentu adalah dengan melakukan
analisis terhadap biaya dan marjin tataniaga serta analisis terhadap penyebaran
harga dari tingkat produsen hingga ke tingkat eceran (konsumen), untuk melihat
besarnya sumbangan pedagang perantara sebagai penyumbang antara produsen
dan konsumen.
Tataniaga disebut efisien dan apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak
yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga tataniaga maupun konsumen
memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan
Sitorus, 1987).
Menurut Azzaino (1981), salah satu cara untuk mempelajari apakah suatu
sistem tataniaga telah bekerja efisisen dalam suatu struktur pasar tertentu adalah
dengan melakukan analisis terhadap penyebaran harga dari tingkat produsen
sampai tingkat eceran (konsumen). Untuk komoditas yang sama pada saluran
yang berbeda, saluran tataniaga yang mempunyai nilai marjin yang lebih kecil
dianggap lebih efisien (Sarma,1985).

3.1.3.5 Struktur Pasar


Struktur pasar yaitu suatu dimensi yang secara deskriptif menjelaskan
gambaran fisik meliputi apa yang dimaksud dengan industri , pasar, ukuran

46

perusahaan di dalam suatu pasar, ukuran dari distribusi dan konsentrasi


perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk, kondisi keluar masuk pasar dan
hubungan antara penjual dan pembeli, pembeli-pembeli serta penjual-penjual.
Hubungan antara penjual dengan penjual dan pembeli dengan pembeli
disebut sebagai kompetisi. Hubungan kompetisi ini menggambarkan bagaimana
lembaga tataniaga berinteraksi dan mengambil tindakkan sebagai reaksi atas
tindakkan yang dilakukan oleh lembaga tataniaga lainnya dalam satu tingkatan
sistem tataniaga yang sama. Hubungan antara penjual dan pembeli disebut dengan
hubungan negosiasi, hubungan ini terbentuk dari tindakkan dan interaksi antar
penjual dan pembeli.
Hubungan kompetisi dan negosiasi mungkin dapat ditunjukan oleh
karakter individu (bagaimana lembaga a berinteraksi dengan lembaga b) dalam
pasar atau agregasi dari semua pelaku pasar (bagaimana semua lembaga
berinteraksi). Agregasi hubungan antara pembeli dan atau penjual disebut dengan
perilaku pasar atau market conduct (Hammond and Dahl, 1977).
Hammond dan Dahl (1977) menyatakan ada empat karakteristik yang
dapat digunakan untuk membedakan struktur pasar, yaitu : (1) jumlah dan ukuran
perusahaan per produsen, (2) pandangan pembeli terhadap sifat produk, (3)
kondisi keluar masuk pasar dan (4) tingkat pengetahuan seperti biaya, harga dan
kondisi pasar diantara partisipan.
Secara garis besar struktur pasar dapat digolongkan ke dalam dua
kelompok utama yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak
sempurna. Ciri utama pasar bersaing sempurna yaitu didalam pasar terdapat
banyak penjual dan pembeli, pelaku pasar hanya menguasai sebagian kecil dari

47

barang yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi pembentukan harga


(pricetaker), barang yang dipasarkan bersifat homogen serta penjual dan pembeli
dapat dengan mudah keluar atau masuk kedalam pasar karena tidak adanya
hambatan.
Hal yang membedakan pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak
sempurna adalah ada tidaknya ciri atau kriteria di atas. Dalam pasar bersaing tidak
sempurna salah satu atau beberapa kriteria diatas tidak terpenuhi. Struktur pasar
bersaing tidak sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi pembeli dan sisi
penjual. Dilihat dari sisi pembeli pasar bersaing tidak sempurna terdiri atas pasar
monopsoni, oligopsoni dan monopolistik. Dari sisi penjual terdiri atas pasar
monopolistik, monopoli, oligopoli dan duopoli (Limbong dan Sitorus, 1987).

3.2

Kerangka Pemikiran Operasional


Penelitian ini kerangka operasionalnya dapat digambarkan pada Gambar 1.

Penelitian ini menganalisis usahatani dan sistem tataniaga padi (beras)


pandanwangi. Analisis yang dilakukan berupa analisis pendapatan usahatani,
saluran tataniaga, analisis marjin tataniaga, analisis keuntungan dan biaya.
Dengan mengetahui saluran tataniaga penelitian ini juga diharapkan dapat
mengetahui karakteristik pelaku tataniaga.
Dalam menganalisis pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu
analisis usahatani untuk petani pemilik penggarap dan petani penggarap yang
masing-masing dihitung selama satu musim tahun dengan luas lahan 1 Ha.
Analisis nilai R per C ratio masing-masing dihitung berdasarkan R per C atas
biaya tunai dan R per C atas biaya total. Analisis saluran tataniaga dilakukan
dengan menelusuri pola tataniaga yang dilalui dari produsen hingga konsumen.

48

Dalam menganalisis marjin tataniaga dihitung besarnya harga beli, besarnya


keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat
dalam suatu saluran tataniaga.

KomoditasUnggulBeraspandanwangi

Usahatani

Analisis
Pendapatan

AnalisisR
perCratio

Tataniaga

Analisis
Fungsi
Tataniaga

Analisis
Struktur
Pasar

Analisis
Efisiensi
danmarjin
Tataniaga

ApakahMenguntungkanbagiPetani?

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Tataniaga dan


Usahatani Padi Varietas Unggul (pandanwangi)

49

IV METODE PENELITIAN

4.1

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Warung Kondang Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Mei hingga Juni
tahun 2008. Alasan yang melatarbelakangi Kecamatan Warung Kondang
dijadikan sebagai lokasi penelitian diantaranya; Warung Kondang merupakan
sentra produksi beras pandanwangi terbesar di Cianjur; produksinya cukup bagus
dibandingkan dengan daerah sentra produksi lainnya (berproduksi setiap musim).

4.2

Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan para petani
dan lembaga tataniaga yang ada (pedagang pengumpul, pedagang besar daerah
atau luar daerah dan pedagang pengecer daerah dan luar daerah) dan pihak-pihak
yang berkepentingan lainnya. Wawancara dilakukan dengan mempersiapkan
terlebih dahulu daftar pertanyaan (kuisioner) yang akan diajukan. Teknisnya
peneliti mengajukan pertanyaan dengan panduan daftar pertanyaan yang telah
dibuat sebelumnya.
Data yang bersifat sekunder diperoleh melalui laporan-laporan tahunan
tertulis lembaga atau institusi yang terkait dalam penelitian ini, seperti
Perpustakaan Fakultas Pertanian IPB, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya
Informasi IPB, Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Badan

50

Pusat Statistik Kabupaten Cianjur, Badan Pusat Statistik Pusat Jakarta serta
laporan-laporan lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

4.3

Metode Penarikan Contoh


Pemilihan lokasi penelitian dan responden dilakukan secara sengaja

(purposive sampling) dan participatory action riset dengan bantuan petugas dari
Dinas Pertanian Kabupaten Daerah Tingkat II Cianjur, Petugas Penyuluhan
Lapang (PPL) setempat dan Ketua Kelompok Tani desa lokasi penelitian. Namum
dalam pengolahannya dibedakan berdasarkan kepemilikan lahan dengan alasan
perbedaan tersebut mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dan harga jual padi
pandanwangi yang selanjutnya menentukan besarnya farmers share. Responden
diambil dari kecamatan yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Kecamatan Warung
Kondang. Jumlah petani responden yang diambil adalah 30 orang dengan alasan
telah memenuhi syarat uji statistik, dimana 15 petani adalah petani pemilik dan
penggarap, sedangkan 15 orang petani lainnya adalah petani penggarap. Sampel
petani pemilik penggarap maupun penggarap yang dipilih merupakan petani yang
menanam pada kedua musim tanam (MT I dan MT II).
Untuk analisis tataniaga, pengambilan contoh responden pedagang
dilakukan dengan sengaja yaitu dengan mengikuti alur tataniaga Beras
pandanwangi dari petani sampai konsumen di lokasi penelitian. Jumlah responden
yang diambil adalah 24 orang yang terdiri dari (1) Pedagang pengumpul yang
dijadikan responden diambil sebanyak 5 orang dari Kecamatan Warung Kondang,
(2) Pedagang besar daerah sebanyak lima orang, (3) Pedagang besar luar daerah
yang dijadikan responden berjumlah lima orang, (4) Pedagang pengecer yang

51

dijadikan responden di daerah Cianjur

berjumlah lima orang, sedangkan (5)

pedagang pengecer luar daerah yakni sebanyak empat orang.

4.4

Metode Pengolahan Data


Penelitian ini mengunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif.

Analisis kualitatif dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap keadaan


sistem tataniaga yang meliputi analisis fungsi tataniaga, lembaga dan saluran
tataniaga, dan struktur pasar. Analisis kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis
pendapatan usahatani, marjin tataniaga, farmers share, rasio keuntungan dan
biaya serta analisis efisiensi tataniaga. Data yang telah diperoleh dari lapangan
kemudian dianalisis. Sebelum data dianalisis langkah awal yang dilakukan yakni
mengolahnya terlebih dahulu. Caranya yakni dengan melakukan pengeditan dan
pentabulasian data mentah. Data tersebut kemudian dikelompokan sesuai
indikator-indikator yang akan dijadikan ukuran penelitian. Data kuantitatif yang
terkumpul diolah dengan menggunakan alat hitung kalkulator dan bantuan
komputer.

4.5

Analisis Data
Setelah data diolah selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan

analisis pendapatan usahatani dan tataniaga pertanian.

4.5.1

Analisis Pendapatan Usahatani


Usahatani adalah kegiatan yang ditujukan untuk menghasilkan output

(penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja dan modal sebagai korbanannya.
Penerimaan total adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu.

52

Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua input yang dikeluarkan dalam
proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total
pengeluaran

(Soekarwi et al, 1986). Rumus penerimaan, total biaya dan

pendapatan adalah sebagai berikut :


TR = Py X Qy
TC = TFC + TVC
= TR TC
Dimana :

TR

= total penerimaan usahatani

TC

= total biaya usahatani

= pendapatan tau keuntungan usahatani

Py

= harga output

Qy

= jumlah output

TFC

= total biaya tetap

TVC = total biaya variabel


Pengeluaran total dapat dibedakan menjadi dua yaitu, biaya tetap dan tidak
tetap (biaya variabel). Biaya variabel adalah biaya yang tidak digunakan untuk
proses produksi tetentu dan jumlahnya berubah sebanding dengan besarnya
produksi seperti biaya pengeluaran tenaga kerja. Biaya tetap adalah biaya yang
tidak tergantung pada besarnya produksi seperti biaya penyusutan alat-alat
pertanian, pajak dan lain-lain.
Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi
selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya
modal dipakai, dengan rumus sebagai berikut :

53

Biaya penyusutan =

Keterangan

Nb Ns
n

:
Nb

= nilai pembelian (Rp.)

Ns

= tafsiran nilai sisa (Rp.)

= jangka usia ekonomis (tahun)

Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain apabila
rasio output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. Retum and
Cost Ratio (R per C ratio) merupakan perbandingan antara nilai output terhadap
nilai inputnya atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran
usahatani.
Dalam penelitian ini untyuk mengetahui keuntungan dari usahatani padi
dipergunakan R per C ratio dengan rumus yang digunakan oleh Soeharjo dan
Patong (1973), yaitu :
R per C ratio = Jumlah penerimaan (Rp.)
Jumlah Biaya (Rp.)

4.5.2

Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga


Saluran tataniaga beras pandanwangi di Kabupaten Cianjur dapat

dianalisis dengan mengamati lembaga tataniaga yang membentuk saluran


tataniaga tersebut. Lembaga-lembaga tataniaga ini beRp.eran sebagai perantara
dalam penyampaian barang dari produsen ke konsumen akhir dan arus barang
yang melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara membentuk saluran
tataniaga. Perbedaan saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu jenis barang akan
berpengaruh pada pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing

54

lembaga tataniaga yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu, suatu saluran


tataniaga yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada
masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga.

4.5.3 Analisis Karakter Pelaku dan Struktur Pasar


Struktur pasar dapat dibedakan atas pasar persaingan sempurna dan tidak
sempurna. Pernahaman mengenai struktur pasar dapat didekati dengan
mengetahui jumlah pelaku tataniaga yang terlibat, sifat produk, sumber informasi
dan hambatan untuk memasuki pasar. Pernahaman mengenai tingkah laku pasar
dapat didekati dengan mengetahui cara penentuan harga serta parktek-praktek
fungsi tataniaga lainnya.Karakter dari pelaku tataniaga Beras pandanwangi dapat
dianalisa dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan
dan pembayaran harga, serta kerjasama diantara lembaga tataniaga.

4.5.4

Analisis Marjin Tataniaga


Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi jalur

tataniaga Beras pandanwangi. Marjin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan


harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkatan lembaga yang
terlibat dalam distribusi Beras pandanwangi. Besarnya marjin tataniaga pada
dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang
diperoleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam jalur distribusi tersebut,
secara matematik marjin tataniaga dirumuskan sebagai berikut (Limbong dan
Sitorus, 1987):

55

Mi = Psi Pbi ................................................................................ (1)


Mi = Ci + Li ................................................................................ (2)
Dari perasamaan (1) dan (2) diperoleh
Li = Psi (Pbi Ci) .......................................................................... (3)
Dimana:
Mi

= Marjin tataniaga pada lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg).

Psi

= Harga jual lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg)

Pbi

= Harga beli lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg)

Ci

= Biaya tataniaga pada lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg)

Li

= Keuntungan lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg)

Penyebaran marjin tataniaga Beras pandanwangi dapat juga dilihat


berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing
lembaga tataniaga. Perhitungannya dilakukan dengan mengunakan rumus:
Rasio keuntungan biaya (persen) = Li per Ci x 100 persen

4.5.5

Analisis Efisiensi Saluran Tataniaga


Petani dan pedagang menganggap bahwa suatu sistem tataniaga dikatakan

efisien apabila dalam menjual barangnya mendatangkan keuntungan yang tinggi.


Konsumen menganggap bahwa suatu sistem tataniaga efisien apabila konsumen
dapat dengan mudah mendapatkan barang yang diinginkan serta murah harganya
sesuai dengan harapannya.
Kepuasan konsumen terhadap barang yang diterimanya merupakan
keluaran (output) tataniaga, sedangkan masukan (input) tataniaga merupakan
semua pengorbanan baik berupa tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang
digunakan oleh lembaga tataniaga dalam proses tataniaga. Suatu sistem tataniaga

56

dianggap dalam keadaan efisien apabial nisbah input-output mencapai nilai


minimum. Akan tetapi penggunaan konsep efisiensi nisbah input-output sangat
sulit. Kesulitan ini timbul karena tingkat kepuasan konsumen yang tergantung
pada selera masing-masing individu sulit untuk diukur. Oleh karena itu
pengukuran efisiensi saluran tataniaga dilakukan dengan dua cara, yaitu efisiensi
teknis dan ekonomis (Soertiarso et al, 1995). Efisiensi teknis ditujukan pada
usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi biaya (input) dengan anggapan
bahwa kepuasan (output) pada saat itu tidak berubah. Efisiensi ekonomis dapat
dicapai apabila dengan biaya yang rendah dalam proses pengaliran barang dari
produsen sampai ke konsumen akhir diperoleh keuntungan maksimum bagi
lembaga tataniaga.
Penentuan indeks efisiensi teknis (T) dan ekonomis (E) dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus (Soetiarso et al, 1995):
a. Indeks Efisiensi Teknis (T)
Ti = Vi / Wi / di
b. Indeks Efisiensi Ekonomis (E)
Ei =

ij
Vij

Dimana :
T

= Variabel biaya tataniaga per berat akhir penjualan barang


per total jarak yang ditempuh oleh komoditas (Rp. per
kg per km).

= Jumlah keuntungan lembaga per variabel biaya tataniaga.

= Variabel biaya tataniaga (Rp. per kg).

= Berat akhir yang dijual (Rp. per kg).

57

= Jumlah keuntungan pada tiap lembaga tataniaga (Rp. per


kg)

4.5.6

= Total jarak yang ditempuh oleh komoditas tersebut (km).

= Jenis saluran tataniaga.

= Jenis pedagang

Analisis Farmers Share


Farmers share merupakan indikator yang dapat digunakan untuk

menentukan efisiensi tataniaga suatu komoditas selain marjin tataniaga. Farmers


share adalah salah satu indikator yang sering dinyatakan dalam persentase dengan
membandingkan harga yang diterima lembaga tataniaga dengan harga yang
dibayarkan oleh konsumen akhir. Farmers share mempunyai hubungan negatif
dengan marjin tataniaga sehingga semakin tinggi marjin tataniaga, maka bagian
yang akan diperoleh petani semakin rendah. Secara matematis farmers share
dapat dirumuskan sebagai berikut:
FS

= Hj / He x 100 persen

dimana :
Hj

= Harga jual di tingkat petani (Rp per kg).

He

= Harga eceran di tingkat konsumen per pengecer (Rp per kg).

58

4.6

Batasan dan Definisi Operasional


Petani

pandanwangi

adalah

petani

yang

mengusahakan

padi

pandanwangi.
Beras pandanwangi adalah beras murni pandanwangi yang dihasilkan
dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tanpa campuran beras jenis lain.
Saluran Tataniaga adalah saluran yang digunakan oleh lembaga tataniaga
untuk menyalurkan gabah dan Beras pandanwangi dari produsen sampai
konsumen
Lembaga Tataniaga adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsifungsi tataniaga mulai titik produsen yaitu petani serta lembaga perantara yang
lain.
Harga jual petani (Rp.) adalah harga gabah kering pungut (MKP) yang
diterima petani di lokasi penelitian.
Harga beli pedagang (Rp.) adalah harga gabah yang diterima pedagang
pengumpul maupun pedagang besar daerah dan harga beras yang diterima
pedagang baik npedagang besar daerah per luar daerah maupun pedagang
pengecer dalam per luar daerah.
Harga Beras Konsumen (Rp.) adalah harga transaksi antara pedagang
pengecer dan pembeli yang diukur dalam satuan Rp. per kg
Rasio R per C adalah perbandingan antara penerimaan yang diterima
lembaga tataniaga dengan biaya yang dikeluarkannya

59

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1

Karakteristik Wilayah
Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar dengan jumlah penduduk

sebanyak 2.098.644 jiwa (BPS, 2007). Mata pencaharian utama penduduk di


daerah ini adalah bertani dan berdagang. Sebanyak 62,99 persen dan 14,60 persen
penduduk Kabupaten Cianjur bekerja di bidang pertanian dan perdagangan.
Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan keuntungan berupa
pendapatan daerah yang tersebesar. Keuntungan berupa pendapatan daerah yaitu
sebesar 42,8 persen. Bidang perdagang berada dalam posisi ke dua yaitu
menyumbang pendapatan sebesar 24,62 persen dari jumlah total seluruh PDRB
Kabupaten Cianjur (BPS, 2007).
Secara administratif Pemerintah Kabupaten Cianjur terbagi dalam 30
Kecamatan, dengan batas-batas administratif sebagai berikut :
1.

Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten


Purwakarta.

2.

Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi.

3.

Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

4.

Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan


Kabupaten Garut.

60

Secara geografis , Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah


pembangunan yaitu :
1. Wilayah Utara
Meliputi 15 Kecamatan

: Cianjur, Cilaku, Warungkondang, Gekbrong,

Cibeber,

Sukaluyu,

Karangtengah,

Ciranjang,

Bojongpicung,

Mande,

Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi, Cipanas dan Pacet.


2. Wilayah Tengah
Meliputi 9 Kecamatan

: Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka Mulya,

Tanggeung, Pagelaran, Leles, Cijati dan Kadupandak.


3. Wilayah Selatan
Meliputi 6 Kecamatan

: Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun ,

Naringgul dan Cikadu.


Sebagai daerah beriklim tropis, di wilayah Cianjur Utara dapat tumbuh
dengan subur tanaman seperti sayuran, padi, teh dan tanaman hias. Wilayah
Cianjur Tengah merupakan daerah yang baik untuk tanaman padi, kelapa dan
buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tanaman Palawija,
perkebunan teh, padi, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan
dapat dibudidayakan dengan subur. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara
lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi. Sebagai
daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor pertanian, Kabupaten
Cianjur merupakan salah satu daerah swasembada padi. Produksi padi pertahun
sekitar 625.000 ton, dari jumlah itu setelah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal
dan benih, Kabupaten Cianjur masih memperoleh surplus padi sekitar 40 persen
dari total produksi padi. Produksi padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur,

61

kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Wilayah ini setiap harinya memasok
puluhan ton sayur mayur ke Jabotabek .
Letak

strategis

sebagai

lintasan

Jakarta-Bogor-Sukabumi-Bandung

membawa keberuntungan tersendiri bagi Kabupaten Cianjur. Tersedianya sarana


prasarana transportasi dan perhubungan yang cukup memadai memberikan
kemudahan dalam mendistribusikan dan mengembangkan akses pasar produk
unggulan Kabupaten Cianjur.
Sebagai daerah yang berbasis pertanian, Kabupaten Cianjur memiliki
sejumlah komoditas pertanian yang menjadi komoditas unggulannya. Komoditas
unggulan tersebut dibagi menjadi dua kategori yaitu komoditas unggulan utama
dan komoditas unggulan prospektif.
Beras pandanwangi merupakan salah satu komoditas unggulan utama di
samping komoditas unggulan lain diantaranya kacang tanah, pisang, teh, cengkeh,
kelapa, sayuran dan tanaman hias serta bunga Krisan. Sedangkan komoditas
unggulan prospektif diantaranya tomat dan jambu bol.
Padi varietas pandanwangi yang merupakan kebanggaan warga Cianjur
sebab hanya dapat tumbuh pada daerah-daerah tertentu, seperti di daerah Warung
Kondang, Cugenang, Cilaku, Cibeber dan Campaka. Secara umum dari 58.000 Ha
lahan pertanian di Kabupaten Cianjur, luas lahan yang ditanami oleh padi
pandanwangi jumlahnya mencapai 2.000 Ha sampai dengan 2.500 Ha, dengan
kapasitas produksinya mencapai 1.012 ton per bulan.
Daerah yang dijadikan tempat penelitian, yaitu Kecamatan Warung
Kondang. Kecamatan Warung Kondang merupakan daerah sentra penghasil padi
pandanwangi. Kecamatan ini merupakan daerah yang ditunjuk pemerintah daerah

62

sebagai tempat pembenihan padi pandanwangi. Secara administratif Kecamatan


Warung Kondang berbatasan dengan :
1.

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cugenang dan Cianjur.

2.

Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.

3.

Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Gekbrong.

4.

Sebela timur berbatasan dengan Kecamatan Cibeber dan Cilaku.


Masyaratkat Kecamatan Warung Kondang sebagian besar mempunyai

pekerjaan utama sebagai petani (petani pemilik penggarap dan penggarap). Selain
bertani pekerjaan masyrakat kecamatan ini adalah pedagang, buruh pabrik dan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Berdasarkan letak geografisnya daerah ini berada di bawah kaki Gunung
Gede. Kondisi ini menyebabkan daerah ini mempunyai air yang melimpah.
Kondisi air yang melimpah ini membuat petani menanam sawahnya dengan
sistem mina padi, yaitu menanam padi bersama ikan. Ikan yang mereka
budidayakan pada umumnya adalah ikan mas. Dengan sistem mina padi seperti ini
dirasakan sangat membantu penghasilan petani. Mereka hanya membeli ikan
dibudidayakan baik bibit ikan maupun ikan yang masih kecil tanpa harus
memberikan pakan terhadap ikan. Keuntungan cukup tinggi, sebab tanpa harus
memberikan pakan mereka mampu memanen ikan dalam jumlah yang banyak.
Daerah ini sendiri pada tahun 1990-an areal tanam dan panen antara 700-1000 ha
permusim, saat ini hanya ditanam dan dipanen antara150-200 ha per musim.

63

5.2

Karakteristik Petani Padi Pandan Wangi


Karakteristik petani merupakan aspek penting dalam menilai keberhasilan

usahatani. Seseorang yang mempunyai kemampuan pendidikan yang baik, dan


berpengalaman lebih banyak serta mempunyai kemampuan teknis yang memadai
akan berada pada posisi yang terbaik (Setianingsih et al, 2000). Dalam penelitian
ini karakteristik petani padi menyangkut status usaha, status kepemilikan lahan,
usia, tingkat pendidikan, pengalaman dalam usahatani padi pandanwangi, jumlah
tanggungan keluarga dan luas pengusahaan lahan dianggap sebagai faktor penting.
Oleh karena itu penelitian ini menjelaskan kaitan faktor tersebut dengan usahatani
padi pandanwangi. Karakteristik petani responden secara umum terdapat pada
Tabel 8

64

Tabel 8. Karakteristik Petani Padi Pandan Wangi


No

Uraian

PemilikPenggarap(%)
(n=14)

Penggarap(%)(n=13)

1 StatusUsaha
a.Matapencaharianutama

85,72

84,62

b.Matapencahariansampingan

14,28

15,38

50,71

47,61

64,28

61,54

b.SLTP

23,08

c.SLTA

28,58

7,69

7,14

7,69

23,08

b.515tahun

14,28

c.1525tahun

28,58

30,77

d.>25tahun

57,14

46,15

a.12

7,14

15,38

b.34

35,71

38,47

c.56

57,15

46,15

2 Usiapetani(tahun)
3 Pendidikanpetani
a.SD

d.PerguruanTinggi
4 Pengalamanbertani
a.05tahun

5 Jumlahanggotakeluarga

Ket
: n = jumlah responden
Sumber : Data primer, diolah
* Persentase terhadap harga konsumen

5.2.1

Status Usaha
Pada umumnya responden

menjadikan pekerjaan usahatani padi

pandanwangi sebagai mata pencaharian utama. Tampak pada Tabel 8, persentase


petani pemilik penggarap maupun petani penggarap yang menjadikan usahatani
sebagai mata pencaharian pokok lebih besar dibandingkan dengan responden lain
yang sekedar mejadikannya sebagai mata pencaharian sampingan.

65

5.2.2

Usia
Kisaran usia yang produktif untuk menjalankan usaha pertanian berada

pada kisaran usia 15-50 tahun (Soeharjo dan Patong, 1973, dalam Setianingsih et
al, 1993). Pada Tabel 8 tampak usia rata-rata petani pemilik penggarap yaitu
50,71 tahun, sedangkan petani penggarap 47,61 tahun. Maka, petani penggarap
dapat dikatakan lebih produktif karena rataan usia respondennya berada pada
kisaran usia produktif dalam berusahatani. Jika dilihat dari rata-rata usia petani
pemilik penggarap dan penggarap, juga dapat diketahui bahwa rata-rata responden
telah lama berkecimpung dalam usahatani tersebut.

5.2.3

Pendidikan

Tingkat pendidikan petani responden sangat berpengaruh terhadap hasil


produksi (terutama dalam hal teknologi dan ilmu pengetahuan). Pendidikan baik
yang dimiliki responden akan menghasilkan proses produksi yang baik pula.
Sebagian besar responden di daerah penelitian telah mengikuti pendidikan formal.
Mulai dari pendidikan dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Selain dari
mengikuti pendidikan formal mereka juga pernah mengikuti pendidikan
nonformal seperti pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus yang berhubungan
dengan pertanian. Pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus ini, sebagian besar
diadakan oleh Dinas Pertanian bersama PPL setempat. Mayoritas tingkat
pendidikan responden adalah tamatan Sekolah Dasar (petani pemilik penggarap
maupun petani penggarap). Tabel 8 menunjukkan data rataan tingkat pendidikan
responden petani pemilik penggarap dan penggarap. Dari Tabel tersebut dapat
diketahui bahwa 64,28 persen petani pemilik penggarap merupakan tamatan SD;

66

28.58 persen tamatan SLTA dan 7,14 persen tamatan Perguruan Tinggi (PT).
Sementara petani penggarap terdiri dari 61,54 persen tamatan SD; 23,08 persen
tamatan SLTP; 7,69 persen tamatan SLTA dan 7,69 persen tamatan PT.

5.2.4

Pengalaman Usaha
Tingkat pendidikan ataupun pengetahuan yang baik tidaklah cukup untuk

mendukung keberhasilan seorang petani. Selain dari pendidikan yang baik


dibutuhkan

juga

pengalaman

dalam

berusahatani.

Pengalaman

petani

berusahatani sangat berpengaruh terhadap jumlah total produk yang dihasilkan.


Mayoritas dari responden sudah cukup lama berprofesi sebagai petani padi
pandanwangi. Mereka memulai bertani sewaktu mereka masih kecil (bersama
orangtua). Alasan responden berusahatani padi pandanwangi karena merupakan
usaha turun-temurun dari orang tua mereka yang cocok diusahakan di daerah
mereka tinggal. Selain itu, harga beras pandanwangi yang memiliki posisi tawar
(bargaining position) yang sangat tinggi membuat petani ingin mengusahakannya
agar mendapat keuntungan yang cukup besar. Alasan lain petani mengapa
berusahatani padi pandanwangi adalah ingin melestarikan padi jenis ini dari
kepunahan.
Pengalaman dalam berusahatani padi pandanwangi membuat mereka lebih
cermat dalam memberikan perlakuan kepada lahan dan padi pandanwanginya.
Contohnya jika musim hujan tiba mereka mengetahui pupuk jenis apa yang harus
dikurangi ataupun ditambah dan jika musim kemarau tiba mereka mengetahui
jenis hama dan penyakit padi pandanwangi apa yang harus diberantas.
Kebanyakan mereka mengetahui semua dengan teknik Trial dan Error (teknik
coba-coba). Dari pengalamannya itu mereka lebih memahami praktek di lapangan

67

dibandingkan dengan petugas PPL. Petugas PPL dilokasi penelitian memang lebih
paham tentang budidaya padi pandanwangi secara konsep teori, namun dalam
prakteknya kurang memahaminya dibanding petani..
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa petani pemilik penggarap yang memiliki
pengalaman usahatani selama 5-15 tahun sebanyak 2 orang (14,28 persen); antara
15-25 tahun sebanyak 4 orang (28,58 persen) dan sisanya sebanyak 8 orang
(57,14 persen) memiliki pengalaman diatas 25 tahun. Petani penggarap yang
memiliki pengalaman dibawah 15 tahun sebanyak 3 orang (23,08 persen); 4 orang
(30,77 persen) berpengalaman 15-25 tahun dan sisanya 6 orang (46,15 persen)
berpengalaman di atas 25 tahun. Dari segi pengalaman di lapangan, temyata
semua responden petani pemilik penggarap memiliki pengalaman bertani padi
pandan wangi diatas 5 tahun. Berarti jika dilihat dari pengalaman, dapat dikatakan
petani pemilik penggarap lebih berpengalaman dibandingkan dengan petani
penggarap.

5.2.5

Kepemilikan Lahan
Penguasaan lahan antara petani pemilik penggarap dengan penggarap tidak

sama. Petani pemilik penggarap di lokasi penelitian cenderung memiliki lahan


yang lebih luas dibandingkan dengan penggarap, tetapi dalam pengolahannya
sebagian dari mereka ada yang membayar petani penggarap untuk mengelolanya.
Luas lahan yang dikuasai oleh petani pemilik penggarap sebesar 11,45 Ha, dua
kali lipat lebih dari lahan yang dikuasai oleh petani penggarap yaitu sebesar 4.,3
Ha. Dari jumlah itu sebanyak 7,63 Ha lahan petani pemilik penggarap ditanami
padi Pandan Wangi per musim tanam. Sedangkan sebanyak 1,43Ha lahan petani
penggarap ditanami padi Pandan Wangi per musim tanam.

68

5.2.6

Jumlah Tanggungan Keluarga


Besarnya pendapatan usahatani seseorang tidak dapat dijadikan sebagai

indikasi kesejahteraaan hidup keluarga petani. Jika besarnya jumlah pendapatan


usahatani sebanding dengan banyaknya jumlah anggota keluarga petani yang
harus ditanggung, maka besarnya jumlah pendapatan yang diterima petani tidak
akan berpenggaruh nyata terhadap kesejahteraan hidup keluarga petani. Tampak
pada Tabel 8 jumlah tanggungan keluarga petani responden terbanyak (baik petani
penggarap maupun pemilik penggarap) berjumlah 5-6 orang. Petani pemilik
penggarap yang memiliki tanggungan keluarga 1-2 sebanyak 1 orang (7,14
persen); 5 orang (35,71 persen) petani memiliki tanggungan keluarga berjumlah
3-4 orang dan tanggungan yang menanggung jumlah keluarga 5-6 orang sebesar
57,15 orang (8 orang). Sementara petani penggarap yang memiliki tangungan 1-2
orang berjumlah 2 orang (15,38 persen); sebanyak 5 orang (38,47 persen) yang
memiliki tanggungan keluarga 3-4 orang dan 6 orang (46,15 persen) yang
memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 5-6 orang.

5.2.7

Sumber Modal
Sumber permodalan usahatani merupakan hal yang dapat dijadikan

tambahan karakteristik responden. Alasannya karena modal merupakan faktor


pentingyang bisa menjaga keberlangsungan usahatani padi pandanwangi. Jika
tidak memiliki modal yang cukup maka akan dipastikan usahatani tidak akan
berjalan dengan lancar. Sumber modal petani baik petani pemilik penggarap
maupun penggarap sebagian besar berasal dari modal sendiri (pribadi). Adapun
sumber modal yang berasal dari pihak luar yaitu berasal dari pinjaman sesama

69

petani yang tergabung dalam kelompok tani, pinjaman tengkulak ataupun


pinjaman lainnya. Dilokasi penelitian tidak ditemukannya peran Kredit Usahatani
(KUT) atau Program Usaha Agribisnis Pedesaaan (PUAP). Menurut keterangan
para petani KUT di daerah mereka mengalami kemacetan dalam hal dana. Hal itu
disebabkan dana yang dipinjam oleh petani sebagian besar tidak kembali ,
sehingga membuat KUT tidak dapat difungsikan lagi. Sedangkan mengenai PUAP
sebagian besar petani belum mengetahui akan program pemerintah tersebut.
Mereka berkeinginan sekali untuk merasakan peran KUT dan PUAP sehingga
dapat membantu mereka dalam hal pengadaan modal bagi usahataninya.

70

VI ANALISIS USAHATANI PADI PANDANWANGI

6.1

Waktu Budidaya padi pandanwangi


Secara umum dilokasi penelitian petani pemilik penggarap dan penggarap

menanam padi pandanwangi dalam 2 musim tanam setiap tahunnya, yaitu MT 1


dan MT 2. Musim tanam 1 dimulai bulan Mei atau Juni dan kegiatan panennya
dilakukan sekitar bulan Desember atau Januari, sedangkan MT II dimulai bulan
Januari atau Februari dan kegiatan panennya dilakukan pada bulan Juni atau Juli.
Pola tanam di Kecamatan Warung Kondang sama dengan pola tanam di
kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Cianjur yang membudidayakan padi
pandanwangi.

6.2

Teknik Budidaya pandanwangi


Teknik budidaya padi pandanwangi tidak jauh berbeda dengan jenis padi

lainnya. Terdapat sedikit perbedaan seperti pada teknik awal proses pengolahan
lahan dan pemanenan. Adapun teknik budidaya padi pandanwangi sebagai
berikut:
1.

Penebaran Benih
Langkah awal dari teknik menanam padi pandanwangi adalah penebaran

benih. Langkah yang harus dilakukan saat penebaran benih adalah petani
mempersiapkan lahan yang akan dijadikan tempat persemaian benih haruslah
lahan yang airnya terjamin sepanjang hari serta terhindar dari banjir ketika hujan
dan terhindar dari gangguan ternak peliharan. Mencangkul tanah merupakan
proses pengolahan lahn yang harus dilakukan ketika sudah mendapat lahan yang

71

cocok dijadikan persemaian. Setelah diolah, proses selanjutnya adalah membuat


petakan dan saluran air. Lebar petakan antara 1,25 sampai 2 meter sedangkan
lebar saluran air antara 30-40 cm. Petakan persemaian dibuat mengarah
memotong petak sawah. Lalu petak lahan yang akan dipakai untuk penyemaian
dicangkul sekali lagi agar tanahnya gembur. Setelah selesai, lahan tersebut
didiamkan antara 3-5 hari. Jenis pupuk yang dipakai saat persemaian biasanya
adalah pupuk organik cair atau padat. Luas lahan persemaian padi pandanwangi
perhektar antara 450-500 meter persegi. Luas lahan persemaian yang optimal akan
membuat benih tumbuh sehat, kekar dan kuat. Persemaian dikerjakan dengan
menggunakan tangan manusia dan cangkul.
Benih padi pandanwangi yang baik adalah hasil permurnian pertumbuhan
dilapangan yang seragam dari sawah yang sama. Benih hasil pemurnian di kemas
dalam bentuk gabah. Sebelum ditanam benih memerlukan beberapa perlakuan
diantaranya :
1.

Benih dijemur selam 1 hari antara pukul 8.00 s per d 11.00 WIB.

2.

Benih di rendam dalam larutan air garam 4 persen untuk memisahkan


antara benih berisi penuh dengan yang hampa atau kurang berisi. Benih
yang disemai merupakan benih yang berisi penuh.

3.

Merendam benih yang telah dibuang gabahnya dengan air bersih


menggunakan karung selama 24 jam.

4.

Benih yang telah direndam, setelah diangkat, diperam selama 48 jam (1-2
hari).

72

5.

Setelah diperam selama 48 jam benih akan berkecambah. Panjang


kecambahnya antara 0,5-1 mm (cumileuh). Benih yang berkecambah siap
ditebarkan.
Perlakuan benih sebelum disemai biasanya dilakukan oleh petani di rumah.

Alat-alat dan kondisi yang perlu dipersiapkan adalah alat menjemur (penjemuran),
ember, garam, air, karung, bak air, tempat yang teduh dan lembab untuk
memeram.
Padi pandanwangi tidak memiliki waktu dormansi, artinya benih atau
gabah yang baru di panen setelah dikeringkan langsung dapat di semai. Namun
benih yang tidak mengalami masa dormansi pertumbuhannya tidak akan sebaik
benih yang telah mengalami masa dormansi.
Cara menabur benih padi pandanwangi di lahan persemaian adalah (1)
Pilih benih yang telah berkecambah. Setelah itu segera ambil benih tersebut
dengan kerapatan 0,5 genggam tangan (3-5 cm) untuk 0,5 meter persegi (1 petak),
benih sebanyak 1 kg memerlukan persemaian sebesar 15 meter persegi atau 1
hektar sawah memerlukan 450 meter persegi dengan keperluar benih sebesar 3040 kg. Kedua, waktu menebar benih ke lahan persemaian, harus dipastikan tidak
ada air tergenang di dalam area persemaian. Ketiga, benih disebar merata. Dan
yang keempat, melakukan pengaturan air dipersemaian sedemikian rupa dengan
acuan lebih rendah 0,01-0,05 mm dari ketinggian benih yang tumbuh.
Penggunaan pupuk organik sangat dianjurkan saat proses persemaian
berlangsung karena selain dapat manyuburkan tanaman, pupuk organik juga dapat
memudahkan pencabutan bibit saat hendak ditanam. Sebaiknya tidak menutup
benih menggunakan sekam padi, karena dapat menyebabkan tercampurnya benih

73

padi pandanwangi dengan benih padi yang lain. Melakukan penutupan benih
bertujuan untuk mengantisipasi tercecernya benih padi akibat tertimpa air hujan.
Proses penebaran benih biasanya dilakukan pada saat menjelang panen.
Penebaran benih tidak dilakukan lahan untuk menanam padi. Alasan petani
responden menyegerakan penyemaian benih adalah agar bisa memulai proses
pengolahan tanah di sawah setelah panen bisa dilakukan. Jika lahan sudah selesai
diolah, mereka bisa menghemat waktu dan tinggal menunggu bibit yang sedang
disemai tumbuh.
Pada saat penebaran benih dilakukan, sebagian dari petani responden ada
yang mulai menanam bibit ikan ditempat persemaian dan ada yang melakukannya
bersamaan dengan penanaman bibit padi.
2.

Persiapan dan Pengolahan Lahan


Setelah padi musim sebelumnya dipanen, batang jerami padi tersebut di

tebas dengan menggunakan arit, biasanya dipotong sehingga tinggal menjadi


sepertiga bagian dari awal. Batang jerami padi pandanwangi agak sukar busuk
jika dibandingkan tanaman tanaman padi Varietas Unggul Tahan Wereng
(VUTW) atau Varietas Unggul Baru (VUB). Pemotongan jerami menjadi
sepertiga bagian bertujuan agar jerami mudah busuk dan pada waktu pengolahan
tanah tidak jerami tersangkut pada alat pengolah tanah. Petani padi pandanwangi
tidak membakar jerami di lahan mereka. Alasannya agar kandungan bahan
organik yang berasal dari jerami di dalam lumpur lahan/sawah tidak hilang,
sehingga kesuburan tanah di lahan mereka bertambah.
Setelah jerami di tebas, dilakukan perbaikan pematang (mopokan) dan
membuat saluran air di sepanjang pematang. Hal ini bertujuan agar air dapat

74

tergenang pada waktu pengolahan lahan (nyisian). Dalam mengolah lahan


dibutuhkan air tergenang karena dapat mempermudah pengolahan lahan.
Pembabatan jerami, pembuatan saluran air sepanjang pematang dan
perbaikan pematang dikerjakan dengan tenaga laki-laki dengan menggunakan
cangkul dan arit. Pengolahan tanah langsung dilakukan setelah panen selesai.
Sebagian besar petani di lokasi penelitian setelah panen tidak membiarkan
lahannya diberakan. Dari pada memberakan lahan, mereka memilih untuk
langsung mengolah lahannya dengan menanami padi ataupun palawija. Perilaku
ini lebih banyak dilakukan oleh petani penggarap yang harus bekerja lebih keras
dalam mengoptimalkan produktivitas lahannya. Tujuannya untuk mengejar
setoran (biaya bagi hasil atas penggunaan lahan) kepada pemilik lahan.
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menstabilkan kondisi tanah dari segi
kandungan unsur-unsur hara, memperbaiki sifat fisik tanah, memperbaiki
drainase (aliran) air tanah sehingga tanah menjadi gembur dan siap untuk
ditanami kembali. Pada umumnya setelah panen terdapat sisa-sisa jerami di lahan
persawahan.
Untuk padi pandanwangi, petani melakukan pengolahan tanah yang agak
sedikit berbeda dengan padi lainnya. Pengolahan tanah diawali dengan melakukan
penyiangan terhadap jerami padi pandanwangi bekas panen (istilahnya babad
jerami). Setelah proses penyiangan selesai, langkah selanjutnya yakni dikenal
dengan istilah mopok galeung (maksudnya menutup pematang sawah dengan
tanah sawah agar aliran air di lahan tersebut tidak mengalami kebocoran).
Kemudian setelah itu dibajak dengan mesin traktor ataupun dengan menggunakan

75

tenaga sapi atau kerbau. Sebagian besar petani responden menggunakan traktor
dalam membajak lahannya.
Ketika lahan dibajak dengan traktor, secara bersamaan petani pun
mempekerjakan orang untuk membersihkan pematang, membuat aliran air dan
merata-ratakan permukaan tanah yang telah dibajak. Setelah lahan menjadi
gembur dan rata, maka lahan siap untuk ditanami.
3.

Penanaman bibit (Tandur)


Petani menyebut penanaman bibit dengan istilahtandur. Bibit yang telah

disemai kemudian diangkat dan diikat terlebih dahulu. Dua hari sebelum
penanaman bibit, petani sudah harus meratakan dasar sawah dan membuat saluran
air baik memanjang pematang ataupun memotong petak sawah. Saluran air juga
harus dibuat pada pinggir pematang yang tinggi (pada sawah terasering).
Kemudian proses selanjutnya adalah membuat garis pada petakan dengan
mengunakan penggaris. Jarak tanam berkisar antara 27x27 cm atau 30x30 cm,
jika menggunakan alat legowo, jarak tanam padi pandanwangi adalah
menggunakan legowo 5.
Saat perataan tanah sebelum menggaris sebaiknya dilakukan pemupukan
dasar, karena pada saat itu lumpur sawah masih lembek sehingga penggunaan
pupuk akan lebih efektif dan efisien. Biasanya pekerjaan ini dilakukan oleh tenaga
kerja laki-laki dengan alat-alat yang digunakan adalah alat caplakan (penggaris),
alat untuk meratakan tanah yang terbuat dari papan (pangangler) dan tali untuk
membantu mencaplak.
Proses pengangkatan bibit dari tempat persemaian disebut dengan istilah
babut. Teknis dalam mencabut bibit dari tanah di lahan persemaian adalah

76

pertama, menggemburkan tanah persemaian agar memudahkan proses pencabutan


bibit sehingga bibit tidak mengalami kerusakan. Bibit yang telah dicabut diikat
dengan mengunakan merang padi. Pemilihan merang padi sebagai pengikat
karena tekstur batang merang padi yang lembut dan kuat. Dengan tekstur tersebut
bibit padi dapat dipastikan tidak akan rusak. Banyaknya benih padi setiap
ikatannya kira-kira sejumlah gengaman orang dewasa (20-30 benih). Pencucian
akar yang berlebihan sebaiknya dihindari agar akar benih padi tidak rusak. Ketika
mengangkut bibit sampai ke petakan sawah sebaiknya jangan melempar bibit ke
petakan sawah karena akan membuat bibit menjadi rusak.
Ketika sudah sampai di sawah, bibit harus segera ditanam. Penanaman
bibit disawah tidak boleh terlalu dalam (sampai ke dasar sawah). Akar dan batang
benih tidak boleh terlipat. Penanaman yang terlalu dalam akan menyebabkan
tanaman lambat tumbuh dan mudah terserang penyakit. Biasanya ibu-ibu yang
melakukan proses babut hinga tandur. Selain tenaga kerja wanita dibutuhkan juga
tenaga kerja pria untuk mengangkut bibit dari tempat persemaian.
4.

Penyulaman (Ngageudag) dan Pemupukan Tahap Satu


Penyulaman dilakukan dengan melihat terlebih dahulu kondisi tanaman

apakah tumbuh dengan baik ataukah tidak. Jika sebagian tanaman ada yang
terbawa aliran air atau roboh, maka harus dilakukan penyulaman. Di lokasi
penelitian, biasanya proses penyulaman menggunakan tenaga kerja ibu-ibu. Selain
menyulam tanaman, mereka juga harus menyiangi tanaman yang tumbuh liar
disekitar sawah. Tanaman liar (gulma) tersebut berbentuk rumput dan alangalang yang dapat menghambat pertumbuhan bibit padi. Proses penyulaman dan
penyiangan tahap awal dikenal dengan istilah ngarambel awal atau

77

ngageudag. Selain melakukan penyulaman, dilakukan pula pemupukan tahap 1.


Pupuk yang diberikan adalah 150-200 kg Urea, 150-200 SP-36 dan KCl 50-75 kg
setiap hektarnya per satu musim tanam. Petani juga bisa menggunakan pupuk
NPK Phonska untuk mengantikan pupuk KCl yang sangat sulit ditemukan
dilokasi penelitian. Dosis pupuk NPK Phonska yang dianjurkan adalah 300 kg per
Ha. Cara dan waktu pemupukan pada tahap 1 adalah
1.

Pemberian pupuk dasar sebelum tanam yaitu saat menyelesaikan proses


meratakan tanah sampai dengan bibit padi berumur 15 hari. Dosis pupuk
yang diberikan adalah Urea sepertiga dari 50-65 kg (67 persen), sepertiga
SP 36 dari 100-150 kg (67 persen), sepertiga dari KCl 25-37 kg (50
persen). Jika menggunakan Phonska digunakan 150 kg (50 persen). Proses
pemberian pupuk dengan cara di tebar.

2.

Pupuk susulan ke 1 diberikan saat umur tanaman 25-30 hari ketika


melakukan penyiangan pertama. Takaran pupuk Urea yang diberikan
adalah sebesar dua per tiga dari 50-65 kg (33 persen), SP 36 dua per tiga
dari 25-37,5 kg (40persen) dan dua per tiga dari KCl antara 25-37 kg.
Pupuk ini diberikan pada saat menyiangi, tujuannya agar pupuk dapat
terbenam ke dasar sawah. Jika menggunakan Phonska digunakan sebesar
150 kg (50persen). Pemberian pupuk dilakukan dengan cara disebar.
Pengaturan air harus diperhatikan dan dipertahankan agar air yang sudah
bercampur dengan pupuk tidak keluar dari petakan (terbuang).

78

5.

Penyiangan dan Pemupukan Tahap Dua.


Padi yang telah ditanam memerlukan pemeliharaan dan pemberian unsur

hara (pupuk). Pemberian pupuk sangat penting untuk membuat pertumbuhan


tanaman padi sesuai dengan yang diharapkan. Tanaman padi akan mati ataupun
tumbuh dengan tidak optimal jika tidak ada pemeliharaan dan pemberian pupuk
dari petani.
Setelah beberapa minggu sejak proses penanaman, rumput-rumputan dan
alang-alang liar tumbuh disawah. Jika tanaman liar itu dibiarkan hidup, maka
akan mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Untuk itu petani menyiangi
rumput-rumputan dan alang-alang yang tumbuh liar. Selain menyiangi tanaman
yang tidak diinginkan (gulma), petani pada saat yang sama juga melakukan
pemupukan tahap 2. Pupuk yang diberikan yakni berupa sisa pupuk Urea dan SP
36 (sisa pemupukan tahap 1) juga ditambah KCl atau NPK Phonska.
6.

Membersihkan Pematang Sawah (Penyiangan Pematang Sawah)


Pada tahap ini aktifitas yang dilakukan petani yakni membersihkan

pematang sawah dari rumput-rumput dan tanaman-tanaman penggangu lainnya


dengan menggunakan kored.
7.

Pemberantasan Hama dan Penyakit 1.


Setiap tanaman yang ditanam tidak lepas dari hama dan penyakit yang

akan selalu menggangu pertumbuhannya. Begitu juga dengan padi pandanwangi.


Hama yang menyerang tanaman padi pandanwangi adalah : tikus, Keong Mas,
Walang Sangit, Hama Putih (Nymphula depuntalis), hama putih palsu
(Cnaphaloscsis medinalis), Ulat Grayak (Laphym exemta dan Laucania spp).

79

Penyakit yang sering menyerang padi adalah penyakit balst atau busuk daun (Rice
balst),leher (Neck Rot) dan gelang buku (Node balst), dan penyakit virus tungro.
Petani padi pandanwangi melakukan penyemprotan insektisida untuk
memberantas hama dan penyakit tersebut. Insektisida yang dipakai oleh petani
berupa larutan cair yang dilarutkan bersama air. Jenisnya tergantung dari hama
atau penyakit yang menyerang padi pandanwangi miliknya. Biasanya jenis
pestisida yang digunakan berupa Decis, Arrivo, dsb. Dalam menyemprot pestisida
ke tanaman padi, petani biasanya menggunakan alat seperti sprayer dan
handsbower.
8.

Pemberantasan Hama dan Penyakit 2


Langkah yang dilakukan sama dengan pemberantasan hama dan penyakit

satu.
9.

Panen
Umur tanaman padi pandanwangi mencapai 150-160 hari. Setelah padi

mencapai umur panen, pemanenan harus segera dilakukan. Cara memanen padi
pandanwangi tidak sama dengan jenis padi pada umumnya. Salah satu keunikan
padi pandanwangi adalah cara memanennya. Pemanenan padi pandanwangi
mengunakan alat bernama etem. Alasan penggunaan alat ini adalah karena padi
pandanwangi memiliki postur batang tinggi dan butir padi yang terikat kuat pada
malainya. Kuatnya butiran padi terikat pada malainya itu menyebabkan gabah
pandanwangi sulit untuk dirontokkan dengan mesin perontok atau pun dengan alat
tradisional lainnya (digeubug). Sampai saat ini petani masih menggunakan etem

80

untuk menuainya dan belum ada alat lain yang mampu menggantikannya
sekalipun ilmu dan teknologi pertanian terus berkembang.

6.3

Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani


Dalam menganalisis pendapatan usahatani responden, dibedakan menjadi

dua, yaitu pertama, pendapatan usahatani pemilik penggarap dan yang kedua,
pendapatan usahatani penggarap. Sumber penerimaan kedua jenis strata petani
dapat berbentuk tunai maupun tidak tunai.
Sumber penerimaan petani sebagian berasal dari produksi gabah dan ikan.
Penerimaan petani yang berbentuk tunai berupa hasil penjualan gabah dan ikan,
sedangkan penerimaan tidak tunai berupa gabah dan ikan yang digunakan untuk
konsumsi keluarga serta jumlah penyimpanan gabah yang akan dijadikan benih
untuk usahatani selanjutnya. Jumlah gabah maupun ikan yang dikonsumsi jauh
lebih kecil dibandingkan dengan yang dijual. Petani pemilik penggarap dan
penggarap lebih memilih untuk menjual gabah dalam jumlah volume yang besar.
Harga gabah pandanwangi yang mahal dan sangat menjanjikan merupakan alasan
mereka untuk melakukan hal tersebut. Tujuannya agar mereka bisa memperoleh
penerimaan yang lebih besar dari hasil penjualannya.
Petani membutuhkan sejumlah biaya input produksi dalam mengolah
lahannya. Terdapat perbedaan antara petani pemilik dan penggarap berkaitan
dengan besarnya jumlah input yang dipakai. Tingkat pengetahuan dan kebiasaan
yang dilakukan oleh petani juga merupakan salah satu penyebab perbedaan
tersebut. Input yang dibutuhkan oleh responden petani di daerah penelitian antara
lain; lahan, benih padi, bibit ikan, pupuk (Urea, SP 36 dan NPK), insektisida dan
tenaga kerja (dari luar keluarga maupun dari dalam keluarga). Biaya input

81

produksi yang harus dikeluarkan oleh petani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya
tunai dan tidak tunai. Pendapatan yang diterima petani pemilik penggarap maupun
penggarap terdiri dari dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai atau biaya total.

6.3.1 Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani Petani Pemilik


Penggarap.
Sumber penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani pemilik penggarap
secara rinci dapat dilihat dari Tabel 9.
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa penerimaan yang diterima petani
pemilik penggarap berasal dari produksi gabah dan ikan. Gabah yang dihasilkan
sebanyak 3.588,31 kg GKP per musim tanamnya. Angka produksi gabah yang
dihasilkan oleh pemilik dipengaruhi oleh faktor lamanya pengalaman dalam
usahatani dan tingkat pendidikan (Tabel 8).
Petani pemilik penggarap menjual gabah sebanyak 3.065,28 kg atau
sebesar 85,41 persen dari total gabah yang dihasilkan. Sisanya sebanyak 216,35
kg (6,04 persen) dipakai untuk konsumsi keluarga dan sebanyak 306,88 kg (8,55
persen) dipakai sebagai tambahan stok benih untuk penanaman musim berikutnya.
Mayoritas petani pemilik penggarap (85,7 persen) menjual gabah tanpa
melakukan pengolahan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh ; keinginan untuk
cepat memperoleh uang, rumit dan lamanya proses pengolahan gabah
pandanwangi menjadi beras pandanwangi serta besarnya modal yang diperlukan.
Penerimaan yang diterima petani pemilik penggarap dari hasil penjualan gabah
sebesar Rp. 9.195.840,10.

82

Tabel 9. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Rata-Rata Per Musim Usahatani Petani
Pemilik Penggarap padi pandanwangi pada Lahan 1 Ha
RataRataperMusim
No
Komponen
JumlahFisik
Tanam(Rp)
1
Penerimaan
PenerimaanTunai
Penjualangabah(kg)
3.065,28 9.195.840,10
Penjualanikan(kg)
72,42 579.332,93
9.775.173,03
TotalPenerimaanTunai
PenerimaanTidakTunai
Konsumsigabahkeluarga(kg)
216,35 649.035,00
KonsumsiIkankeluarga(kg)
7,78 69.992,68
Penyimpanan(kg)
306,88 920.625,00
1.639.652,68
TotalPenerimaanTidakTunai
11.414.825,71
TotalPenerimaanUsahatani
2
Biaya
BiayaTunai
Pembelianbenihpadi(kg)
43,33 303.300,00
41,32 198.350,21
pembelianbibitikan(kg)
pembelianpupuk:
~Urea(kg)
135,80 203.696,12
~SP36(kg)
118,20 212.760,63
~NPK(kg)
41,48 103.708,25
520.165,00
TotalpembelianPupuk
75.000,00
PembelianInsektisida
538.275,00
BiayaPanen(perkg)
BiayaTenagaKerjaLuarKeluarga(HOK)
143,19 2.147.796,40
60.000,00
IuranPajak
157.025,00
Zakat
38.860,00
Biayalainlain
4.038.771,61
TotalBiayaTunai
BiayaTidakTunai
BiayaTenagaKerjaDalamKeluarga(HOK)
11,31 169.684,12
95.100,25
Penyusutanalat
Biayaimbanganpenggunaanlahan
5.315.091,70
5.579.876,07
TotalBiayaTidaktunai
9.618.647,68
TotalBiayaProduksi
3
Pendapatan
5.736.401,43
Pendapatanatasbiayatunai
1.796.178,04
Pandapatanatasbiayatotal
2,42
R/Catasbiayatunai
1,1867
R/Catasbiayatotal
Sumber: Data primer, diolah

83

Total biaya per musim yang dikeluarkan oleh petani pemilik penggarap
besarnya mencapai Rp. 9.618.647,68, yang terdiri dari 41,99 persen biaya tunai
dan 58,01 persen biaya tidak tunai. Persentase biaya tidak tunai lebih besar
dibanding dengan biaya tunai. Komponen penyusun biaya tidak tunai terbesar
adalah biaya imbangan penggunaan lahan.
Dalam penggunaan insektisida, data yang diperoleh dari petani tidak sama
dalam hal satuan fisik yang digunakan. Oleh karena itu untuk penggunaan
insektisida hanya dapat diketahui dari rataan besarnya biaya yang dikeluarkan
oleh setiap responden untuk biaya membeli insektisida.
Kegiatan usahatani di daerah penelitian memerlukan tenaga kerja yang
berasal dari tenaga kerja manusia (pria dan wanita), tenaga kerja dan tenaga kerja
mesin. Tenaga kerja manusia berasal dari dalam dan luar keluarga. Petani
menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga disebabkan oleh keterbatasan yang
dimilki oleh tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja dari luar sering disebut
sebagai tenaga buruh tani. Penggunaaan tenaga kerja ternak seperti penggunaan
kerbau atau sapi untuk membajak tidak di temui di daerah penelitian. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar petani telah menggunakan tenaga mesin traktor
untuk membajak (lahan) sawahnya. Selein itu penggunaan mesin traktor lebih
efektif, efisien dan praktis. Sebagian besar petani mempekerjakan tenaga dari luar
untuk membajak lahannya dengan menggunakan mesin traktor. Pembayaran
upahnya di lakukan dengan sistem borongan dengan atau tanpa memberi makan.
Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) diperlukan dalam proses
pemangkasan, pembajakan, penyiangan, penanaman bibit, pengangkutan bibit dari
tempat penyemaian, pemupukan , pemberantasan hama penyakit serta panen padi

84

dan ikan. Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja pria,
Tenaga kerja wanita hanya dibutuhkan pada saat pengambilan bibit dari tempat
penyemaian, penanaman bibit dan penyiangan rumput dan gulma.
Penggunaaan tenaga kerja baik yang berasal dari dalam maupun dari luar
keluarga dikonversikan ke dalam satuan hari orang kerja (HOK). Tenaga kerja
pria dijadikan sebagai standar pokok bagi penentuan satu satuan HOK yang
memiliki rata-rata jam kerja 6 jam per hari. Petani mulai bekerja dari pukul enam
pagi sampai pukul 12 siang. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga rata-rata
responden petani pemilik penggarap 143,19 HOK per per musimnya. Penggunaan
tenaga kerja dari dalam keluarga rata-rata responden petani pemilik penggarap
per musimnya adalah 11,3 HOK. Penggunaan tenaga kerja dari dalam keluarga
lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja luar keluarga.
Pendapatan atas biaya tunai per musim petani pemilik penggarap besarnya adalah
Rp. 5.736.401,43 sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp. 1.796.178,04.

6.3.2

Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani Petani Penggarap


Secara umum variabel penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani petani

penggarap hampir sama dengan petani pemilik. Besarnya ketiga komponen


tersebut secara rinci tertera dalam Tabel 10.
Penerimaan petani penggarap per musim dari hasil penjualan gabahnya
mencapai 97,58 persen dari total nilai gabah yang dihasilkan atau sebesar Rp.
8.470.559,60. Sisanya sebesar 2,42 persen disimpan petani penggarap untuk
tambahan benih pada musim tanam berikutnya.
Persentase gabah yang dijual dari jumlah
penggarap

yang dihasilkan

petani

lebih besar dibandingkan dengan petani pemilik penggarap. Hal ini

85

disebabkan

oleh

keinginan

petani

penggarap

beserta

keluarga

untuk

mengkonsumsi beras pandanwangi lebih rendah dibandingkan keluarga pemilik


penggarap. Selain itu kewajiban untuk menyerahkan biaya bagi hasil atas
penggunaan lahan kepada pemilik lahan dalam jumlah yang cukup besar juga
membuat petani penggarap harus mencari keuntungan maksimal dari hasil
produksinya.
Pada Tabel 10 terlihat komponen biaya dan besarnya biaya yang
dikeluarkan oleh responden petani penggarap. Komponen penyusun biaya, baik
biaya tunai maupun tidak tunai hampir memiliki kesamaan dengan komponen
biaya yang dikeluarkan oleh responden petani pemilik penggarap. Total biaya
yang harus dikeluarkan oleh petani penggarap besarnya adalah Rp. 8.810.215,54 ,
yang terdiri dari Rp. 8.593.864,76 biaya tunai dan Rp. 216.350,78 biaya tidak
tunai. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh penggarap jauh lebih besar dibandingkan
dengan pemilik. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya bagi hasil yang
dikeluarkan penggarap sebesar Rp. 5.315.091 per musimnya.
Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga pada petani petani penggarap
tidak mencukupi kebutuhan mereka akan tenaga kerja. Oleh sebab itu mereka pun
mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga yang mencapai 114,94 HOK per
musimnya lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan tenga kerja dalam
keluarga yaitu 11,31 HOK per musimnya. Jika kita membandingkan penggunaan
tenaga kerja luar keluarga antara responden petani pemilik penggarap dan
penggarap, maka akan tampak jelas bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga
petani pemilik penggarap lebih besar daripada petani penggarap. Hal ini
disebabkan oleh petani penggarap lebih banyak mengikutsertakan dirinya bekerja

86

di lahan dibanding dengan pemilik. Secara rinci penggunaan input produksi oleh
petani penggarap dapat dilihat dalam Tabel 10.
Pendapatan yang diperoleh petani penggarap dipengaruhi oleh besarnya
biaya yang dikeluarkan, baik dalam bentuk biaya tunai maupun total biaya
keseluruhan yang didalamnya terdapat biaya-biaya yang diperhitungkan.
Pendapatan atas biaya tunai responden petani penggarap besarnya rata-rata Rp.
606.961,99 per musimnya.
Pendapatan responden petani penggarap terlihat jauh lebih kecil (Tabel
10). Penyebabnya adalah besarnya nilai pengeluaran secara tunai, khususnya
biaya bagi hasil atas penggunaan lahan yang jumlahnya Rp. 5.315.091,70.

87

Tabel 10. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Petani Penggarap Pada
Lahan 1 Ha Rata-Rata Per Musim Tanamnya
No
1

Komponen
Penerimaan
PenerimaanTunai
Penjualangabah(kg)
Penjualanikan(kg)
TotalPenerimaanTunai
PenerimaanTidakTunai
Konsumsigabahkeluarga(kg)
KonsumsiIkankeluarga(kg)
Penyimpanan(kg)
TotalPenerimaanTidakTunai
TotalPenerimaanUsahatani
Biaya
BiayaTunai
Pembelianbenihpadi(kg)
pembelianbibitikan(kg)
pembelianpupuk:
~Urea(kg)
~SP36(kg)
~NPK(kg)
TotalpembelianPupuk
PembelianInsektisida
Bagihasilataspenggunaanlahan

BiayaPanen
BiayaTenagaKerjaLuarKeluarga(HOK)

Biayalainlain
TotalBiayaTunai
BiayaTidakTunai
BiayaTenagaKerjaDalamKeluarga(HOK)

Penyusutanalat
TotalBiayaTidaktunai
TotalBiayaProduksi
3
Pendapatan
Pendapatanatasbiayatunai
Pandapatanatasbiayatotal
R/Catasbiayatunai
R/Catasbiayatotal
Sumber: Data primer, diolah

JumlahFisik

RataRataperMusim
Tanam(Rp)

2823,52 8.470.559,60
81,14 730.267,15
9.200.826,75

15,46 139.095,44
70,00 210.000,00
349.095,44
9.549.922,19

42,65 298.535,96
49,46 237.413,08
133,34 200.014,87
122,93 221.271,05
41,48 103.708,25
524.994,17
41.000,00
5.315.091,70
436.389,29
114,94 1.724.163,91
16.276,66
8.593.864,76
11,31 169.684,12
46.666,66
216.350,78
8.810.215,54
606.961,99
739.706,65
1,07
1,08

Sistem pembagian hasil yang ditetapkan oleh pemilik lahan yang


menggunakan pembagian sistem 2 : 1 atau 3 : 2 menyebabkan besarnya biaya bagi
hasil yang harus dibayarkan oleh petani penggarap. Sistem 2 : 1 atau 3 : 2

88

maksudnya adalah si pemilik lahan memperoleh 2 per 3 atau 3 per 5 bagian


sedangkan si penggarap hanya memperoleh 1 per 3 atau 2 per 5 bagian dari hasil
panen yang diperoleh. Kemudian untuk biaya produksi semuanya menjadi
tanggungan penggarap, terkecuali zakat dan iuran pajak kepada pemerintah yang
menjadi tanggungan pemilik. Dengan sistem seperti ini responden petani
penggarap hanya mendapat bagian (hasil) lebih kecil dibandingkan petani pemilik.
Banyak petani penggarap di lokasi penelitian yang mengeluh dan merasa
keberatan dengan sistem ini. Hal ini membuktikan bahwa sistem pembagian hasil
ini

terkesan sangat tidak adil. Namun petani penggarap tidak dapat berbuat

banyak dengan sistem yang berlaku dan sudah mengakar didaerahnya. Menurut
piahk PPL setempat, pihak pemerintah dalam hal ini Bupati dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat II Kabupaten Cianjur akan membuat
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang isinya mengatur hubungan anatara
pemilik tanah dan para penggarap tanah mengenai pembagian hasil diantara
mereka. Sistem ini juga menunjukan bahwa teori kapitalis berlaku pada daerah
penelitian
Pada umumnya petani penggarap di lokasi penelitian menggarap lebih dari
satu lahan garapan. Dalam mencukupi kebutuhan sehari-harinya, petani penggarap
tidak hanya mengandalkan hasil dari mengolah lahan garapan milik orang lain.
Biasanya mereka juga mengolah lahan milik sendiri dengan jenis padi lain atau
tanaman Holtikultura seperti (jagung, kol, kubis dll). Untuk jenis padi, padi yang
mereka tanam adalah padi jenis IR 64. Alasan memilih menanam padi IR 64
adalah karena umurnya relatif pendek dibandingkan dengan padi pandanwangi.
Sehingga dalam satu tahun mereka bisa memanennya hingga tiga kali. Tidak

89

hanya menanaminya dengan padi, petani penggarap sering menerapkan pola


pergiliran tanaman dengan Palawija (seperti kacang-kacangan, jagung, mentimun
dan sebagainya). Hasil panen dari lahan itu pun kebanyakan mereka jual. Untuk
memenuhi kebutuhan beras keluarga kebanyakan mereka membeli beras yang
harganya lebih murah dari harga beras pandanwangi atau IR 64. Kenyataan ini
sangatlah menyedihkan. Kebanyakan dari petani penggarap tidak pernah
mengkonsumsi beras yang mereka produksi sendiri, bahkan banyak petani
penggarap yang menggunakan Raskin (beras miskin) pemberian negara untuk
konsumsi sehari-hari.
Selain mengolah lahan mereka sendiri, sebagian besar dari petani
responden ada yang mengolah kebun, ladang atau kolam ikan. Seringkali mereka
pun melakukan sistem penanaman tumpang sari pada lahan pemilik yang mereka
garap, yaitu dengan menanam kacang-kacangan, jagung, pisang ataupun tanaman
konsumsi sehari-hari di pematang sawah dengan jumlah yang tidak banyak. Hasil
panen tanaman tumpang sari serta hasil panen dari lahan sendiri (sawah, kebun,
ladang maupun kolam) cukup membantu pendapatan keluarga petani penggarap.
Secara umum di lokasi penelitian, terlihat jelas perbedaan sikap antara petani
pemilik penggarap dengan petani penggarap. Petani penggarap terlihat sangat
gigih dan tekun serta tidak pernah lelah dalam menjalankan usahatani. Tujuannya
adalah untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya yang tidak pernah
tercukupi.
Rasio R per C atas biaya tunai per musim responden petani pemilik
penggarap sebesar 2,42 Hal ini menunjukkan bahwa Rp. 1,00 biaya yang
dikeluarkan oleh petani akan membuat petani mendapatkan penerimaan sebesar

90

Rp. 2,42, sedangkan nilai Rasio R per C petani penggarap adalah 1,07. Rasio R
per C atas biaya tunai pada kedua strata petani tersebut menunjukan bahwa
usahatani padi pandanwangi ini menguntungkan dan dapat dikembangkan agar
lebih menguntungkan lagi. Analisis rasio R per C terhadap biaya total
menunjukan bahwa nilai R per C rasio kedua strata petani tersebut diatas satu, ini
menunjukan bahwa kedua strata petani tersebut melakukan usahatani yang
menguntungkan. Secara nominal rasio R per C atas biaya total pemilik penggarap
sebesar 1,19 lebih besar dibanding dengan nilai penggarap 1,08. Dari perhitungan
pendapatan dan rasio R per C, dapat diketahui bahwa usahatani yang dilakukan
oleh petani pemilik penggrap dan penggarap keduanya menguntungkan, namun
secara nominal usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap lebih
menguntungkan dari pada penggarap. Secara rinci perbandingan produksi gabah,
ikan mas, biaya input usahatani dan R per C Ratio petani pemilik penggarap dan
penggarap dapat dilihat pada Tabel 11. Keterangan lebih rinci mengenai
penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani pada musim tanam I dan II (MT I
dan MT II) dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Tabel 11. Perbandingan Produksi Gabah, Ikan mas, Biaya Input Usahatani dan R per C
Ratio Antara Petani Pemilik Penggarap dan Penggarap Pada Lahan 1 Ha Per
Musimnya
Keterangan
PemilikPenggarap
Penggarap
Produksigabah(kg)
3588,51
2893,52
Produksiikan(kg)
80,2
96,6
Penerimaanusahatani(Rp)
11.414.825,71
9.549.922,19
Penerimaantunai(Rp)
9.775.173,03
9.200.826,75
Totalbiaya(Rp)
9.618.647,68
8.810.215,54
Totalbiayatunai(Rp)
4.038.771,61
8.593.864,76
R/Catasbiayatotal
1,19
1,08
R/Catasbiayatunai
2,42
1,07
Sumber: Data primer, diolah

91

Tabel 12. Perbandingan Analisis Usahatani Petani Pemilik Penggarap dan Petani
Penggarap Per Musim Tanamnya
PetaniPemilik
PetaniPenggarap
No Komponen
penggarap
1
Penerimaan
PenerimaanTunai
9.195.840,10
8.470.559,60
Penjualangabah(kg)
579.332,93
730.267,15
Penjualanikan(kg)
9.775.173,03
9.200.826,75
TotalPenerimaanTunai
PenerimaanTidakTunai
649.035,00
Rp
Konsumsigabahkeluarga(kg)
69.992,68
139.095,44
KonsumsiIkankeluarga(kg)
920.625,00
210.000,00
Penyimpanan(kg)
1.639.652,68
349.095,44
TotalPenerimaanTidakTunai
11.414.825,71
9.549.922,19
TotalPenerimaanUsahatani
2
Biaya
BiayaTunai
303.300,00
298.535,96
Pembelianbenihpadi(kg)
198.350,21
237.413,08
pembelianbibitikan(kg)
pembelianpupuk:
203.696,12
200.014,87
~Urea(kg)
212.760,63
221.271,05
~SP36(kg)
103.708,25
103.708,25
~NPK(kg)
520.165,00
524.994,17
TotalpembelianPupuk
75.000,00
41.000,00
PembelianInsektisida
BagiHasilAtasPenggunaanLahan
0,00
5.315.091,70
538.275,00
436.389,29
BiayaPanen(perkg)
BiayaTenagaKerjaLuarKeluarga(HOK)
2.147.796,40
1.724.163,91
60.000,00
Rp
IuranPajak
157.025,00
Rp
Zakat
38.860,00
16.276,66
Biayalainlain
4.038.771,61
8.593.864,76
TotalBiayaTunai
BiayaTidakTunai
BiayaTenagaKerjaDalamKeluarga(HOK)
169.684,12
169.684,12
95.100,25
46.666,66
Penyusutanalat
Biayaimbanganpenggunaanlahan
5.315.091,70
Rp
5.579.876,07
216.350,78
TotalBiayaTidaktunai
9.618.647,68
8.810.215,54
TotalBiayaProduksi
3
Pendapatan
5.736.401,43
606.961,99
Pendapatanatasbiayatunai
1.796.178,04
739.706,65
Pandapatanatasbiayatotal
2,42
1,07
R/Catasbiayatunai
1,19
1,08
R/Catasbiayatotal
Sumber: Data primer, diolah

92

VII SALURAN, LEMBAGA DAN FUNGSI TATANIAGA BERAS


PANDANWANGI DI KABUPATEN CIANJUR

7.1.

Saluran dan Lembaga Tataniaga


Definisi saluran tataniaga adalah rangkaian lembaga tataniaga yang dilalui

produk berupa barang atau jasa dengan arah penyaluran produk dari produsen ke
konsumen. Setiap saluran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang
berbeda pula kepada masing masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam
kegiatan tataniaga tersebut. Semakin pendek saluran tataniaga akan memberikan
keuntungan yang lebih besar terhadap produsen dibandingkan dengan saluran
tataniaga yang panjang. Hal ini dijelaskan dengan menggunakan analisis marjin
tataniaga. Lembaga-lembaga tataniaga yang terdapat dalam saluran tataniaga
beras pandanwangi didaerah penelitian adalah sebagai berikut:
1.

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa (Tengkulak)


Pedagang pengumpul tingkat desa adalah orang yang membeli gabah dari

petani secara langsung. Mereka membeli gabah dari petani dalam bentuk padi siap
panen yang masih ditanam di sawah dan pembeliannya dilakukan dengan sistem
borongan (istilahnya kemplang). Sebagian besar pedagang pengumpul tingkat
desa tidak mengolah gabah secara langsung menjadi beras. Pedagang pengumpul
yang dijadikan responden, umumnya tidak memiliki Huller (Alat merubah gabah
menjadi beras), sehingga jika ingin melakukan proses pengolahan gabah menjadi
beras harus menyewa Huller yang dimiliki oleh pedagang besar desa setempat.

93

2.

Pedagang Besar Daerah (PBD)


Pedagang besar daerah adalah orang yang membeli gabah atau beras dari

pihak pedagang pengumpul ataupun dari petani. Prosedur pembeliannya adalah


pedagang pengumpul atau petani mendatangi pedagang besar ataupun pihak
pedagang besar yang mendatangi petani. Biasanya pedagang besar telah memiliki
langganan pedagang pengumpul yang menjual gabah atau beras kepada mereka.
Sebagian mereka membeli gabah dari pedagang pengumpul sudah dalam bentuk
beras dan sebagian lainnya membeli masih dalam keadaan Gabah Kering Panen
(GKP). Sedangkan pembelian yang berasal dari petani secara keseluruhannya
GKP. Rata-rata pedagang besar yang dijadikan responden memiliki fasilitas
Huller dengan sarana dan prasana yang lengkap juga ditunjang dengan kualitas
mesin pabrik yang baik.
Beras yang telah dibeli dari pedagang pengumpul diolah kembali oleh
pedagang besar menjadi beras yang memiliki kualitas dan nilai jual yang lebih
tinggi dari pada sebelumnya. Pengolahannya menyangkut proses pemutihan beras.
Proses penggolongan beras (grading) ke dalam beberapa kualitas yang diinginkan
dan proses pengemasan ulang. Sementara lnput yang masih dalam bentuk gabah
mereka olah hingga menjadi beras yang siap untuk dijual. Proses pengolahannya
mulai dari penjemuran, penggilingan, grading, sortasi dan pengemasan. Hasil
grading yang dilakukan oleh pedagang besar menghasilkan kualitas Kepala, Super
dan Jitay. Setelah proses pengemasan selesai, maka langkah selanjutnya
memasarkan kepada pedagang pengecer daerah, luar daerah dan pedagang besar
daerah. Tidak hanya memasarkan kepada lembaga tataniaga lain, mereka juga

94

memasarkan beras secara langsung kepada konsumen. Dalam hal ini konsumen
langsung mendatangi Huller yang dimiliki oleh pedagang besar.
3.

Pedagang Besar Luar Daerah (PBLD)


Pedagang besar luar daerah (biasa disebut sebagai pedagang grosir) yang

dituju oleh para pedagang besar daerah diantaranya pedagang grosir di Pasar
Induk Cipinang (PIC), Bogor, Bandung, dan Sukabumi. Biasanya mereka dikirim
langsung oleh pedagang besar daerah secara kontinu setiap minggu. Pembayaran
yang dilakukan bisa dalam bentuk tunai. Mereka menjual beras kepada konsumen
dengan cara mengirimnya langsung kepada konsumen ataupun melayani di
tempat. Sebagian besar konsumen pandanwangi di PlC adalah restoran, rumah
makan dan catering. Dan pedagang besar luar daerah (khususnya di PIC) beras
disalurkan kepada pedagang besar luar pulau seperti ke Lampung.
4.

Pasar Swalayan
Pasar swalayan merupakan lembaga yang langsung berhadapan dengan

konsumen. Pasar swalayan meliputi dua jenis yaitu Supermarket dan


Hypermarket. Supermarket yang dituju oleh pedagang besar adalah Hero.
Sedangkan Hypermarket yang dituju oleh pedagang besar adalah Carefour. Baik
Hero ataupun Carefour tidak melakukan pengemasan ulang karena mereka
langsung menjual beras yang telah dibeli dari pedagang besar daerah dalam
kemasan ukuran 5kg, 10kg, dan 20kg. Jenis kualitas beras yang dipasarkan adalah
super.

95

5.

Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer merupakan pedagang yang langsung berhadapan

dengan konsumen. Pedagang pengecer terbagi menjadi dua jenis yaitu pedagang
pengecer daerah dan pedagang pengecer luar daerah. Pedagang pengecer daerah
yang dituju oleh para pedagang besar daerah diantarannya toko-toko manisan
yang terdapat di sepanjang jalan Bypass Cianjur dan pedagang beras yang
terdapat di beberapa pasar yang ada di Kabupaten Cianjur. Sedangkan pedagang
pengecer luar daerah ada yang mengecerkannya di pasar atau di toko-toko. Baik
pedagang pengecer daerah ataupun luar daerah tidak melakukan proses
pengemasan ulang karena mereka langsung menjual beras yang telah dibeli dari
pedagang besar daerah dalam kemasan ukuran 5kg, 10 kg, 20 kg, 25 kg dan 50 kg.
Jenis kualitas beras yang dipasarkan juga berbeda seperti Kepala, Super dan Jitay.
Pola tataniaga beras dari tingkat petani hingga konsumen pada lokasi
penelitian digambarkan pada Gambar 3.
81,4 persen (22 Orang)
Pedagang
Pengumpul
(Tengkulak)

PedagangBesar
LuarDaerah
PasarSwalayan

Petani
PadiPW
PedagangBesar
Daerah

Pedagang
Pengecer

Konsumen

(5 Orang) 18,6 persen


Gambar 3.

Saluran Tataniaga Beras pandanwangi dari Kabupaten


Cianjur Sampai ke Konsumen
Keterangan : Petani tidak melakukan fungsi pengolahan gabah

96

7.2

Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga


Dalam proses penyampaian barang dari tangan produsen hingga ke tangan

konsumen

diperlukan

berbagai

kegiatan

atau

tindakan-tindakan

untuk

memperlancar proses penyampaian barang dan jasa yang bersangkutan. Kegiatan


tersebut disebut sebagai fungsi tataniaga. Apabila fungsi-fungsi tataniaga berperan
sebagaimana mestinya, maka tataniaga dapat meningkatkan nilai ekonomi dan
nilai jual produk yang bersangkutan.
Fungsi - fungsi tataniaga dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang
terlibat didalamnya. Tidak semua jenis fungsi tataniaga dilakukan oleh semua
lembaga tataniaga. Ada kalanya suatu fungsi tataniaga tertentu dilakukan oleh
satu lembaga atau beberapa lembaga, tetapi tidak dilakukan oleh lembaga lainnya.
Selain itu ada fungsi tataniaga tertentu yang dilakukan oleh semua lembaga yang
terlibat. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga
beras pandanwangi dapat dilihat pada Tabel 13.

97

Tabel 13.
No

Fungsi-Fungsi Tataniaga yang Dilaksanakan Oleh Lembaga


Lembaga Tataniaga Beras pandanwangi di Kabupaten Cianjur

LembagaPemasaran

1 Petani

2 PedagangPengumpul

FungsiTataniaga
Pertukaran
Pelancar
Pertukaran

Perlakuan
Penjualan
Permodalan
PenjualandanPembelian

PengadaanSecara
Fisik

Pengolahan,Pengemasan,
PengangkutandanPenyimpanan

Pertukaran

InformasiHargadanPasar,
Sortasi,Permodalandan
Penanggunganresiko
PembeliandanPenjualan

PengadaanSecara
Fisik

Pengolahan,Pengemasan,
PengangkutandanPenyimpanan

Pelancar

InformasiHargadanPasar,
SortasidanGrading,Permodalan
danPenanggunganresiko

Pelancar

3 PedagangBesarDaerah

4 PedagangBesarLuardaerah

Pertukaran
PengadaanSecara
Fisik
Pelancar

5 PedagangPengecer

Pertukaran
PengadaanSecara
Fisik
Pelancar

6 PasarSwalayan

Pertukaran
PengadaanSecara
Fisik

PembeliandanPenjualan
PengangkutandanPenyimpanan
InformasihargadanPasar,
Permodalandanpenanggungan
Resiko
PembeliandanPenjualan
PengangkutandanPenyimpanan
InformasihargadanPasar,
Permodalandanpenanggungan
Resiko
PembeliandanPenjualan
Pengangkutan,pengemasandan
Penyimpanan

Sumber: Data primer, diolah

7.2.1 Fungsi Pertukaran


Dalam setiap kegiatan tataniaga produk atau komoditas apapun tidak akan
terlepas dari proses transaksi penjualan-pembelian. Begitu pula untuk tataniaga

98

beras pandanwangi. Proses jual-beli yang merupakan bagian dari fungsi


pertukaran tataniaga.
Pada tingkat petani fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu fungsi
penjualan. Mereka menjual gabah kepada pedagang pengumpul ataupun kepada
pedagang besar daerah. Sistem pembayaran dari jual-beli yang terjadi bisa dalam
bentuk tunai maupun kredit.
Pedagang pengumpul tingkat desa juga melakukan fungsi pertukaran yaitu
penjualan dan pembelian. Mereka malakukan fungsi pembelian saat membeli
gabah dari petani. Sistem pembelian gabah yang berlaku di sana sebagian besar
berupa sistem ijon dimana padi dibeli oleh pedagang sebelum dipanen. Sistem
ini tidak selamanya menguntungkan petani ataupun pedagang pengumpul. Dalam
prakteknya, pedagang hanya menaksir luas dan kondisi tanaman padi yang akan
dibeli dengan sebuah sistem yang disebut dengan istilah kemplang (membeli
dalam areal satu hamparan). Mereka memilik alasan untuk melakukan sistem jual
beli seperti itu. Alasannya bagi petani adalah sistem itu memudahkan keinginan
mereka yang cepat memperoleh hasil tunai (uang). Selain itu, dengan sistem ini
petani berharap dapat mengurangi resiko apabila ternyata hasil yang dipanen
jumlahnya jauh lebih sedikit dari yang diperkirakan. Keuntungan petani dan
pedagang sangat ditentukan sistem taksir-menaksir (spekulasi) terhadap jumlah
produksi. Jika pedagang lebih pandai dalam menaksir, maka ia akan memperoleh
keuntungan yang besar. Namun, jika taksirannya meleset, maka mereka
mengalami kerugian. Begitu pula bagi petani, jika taksiran pedagang sama dengan
taksiran hasil yang ia perkirakan, maka petani akan mengalami keuntungan.
Walaupun faktor untung-rugi senantiasa menghampiri mereka (pedagang

99

pengumpul dan petani), tetapi sistem jual-beli seperti ini sampai sekarang masih
berlaku.
Fungsi penjualan terjadi saat pedagang pengumpul menjual gabah atau
beras kepada pedagang besar. Sebagian dari mereka merubah gabah menjadi beras
dengan menggunakan fasilitas Huller yang dimiliki oleh pedagang besar tingkat
desa setempat. Selain itu sebagian mereka menjual masih dalam bentuk gabah
kepada pedagang besar. Tidak hanya kepada pedagang besar, beras yang
dihasilkannya dijual juga kepada pedagang pengecer baik di pasar ataupun di
toko-toko.
Pada tingkat pedagang besar daerah, fungsi-fungsi pertukaran yang
dilakukan adalah fungsi pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian dilakukan
pada saat membeli gabah atau beras dari pedagang pengumpul. Pedagang
pengumpul yang telah menjadi langganan seorang pedagang besar secara kontinu
akan mengirimkan gabah atau berasnya, sehingga pedagang besar tidak
mengeluarkan biaya transportasi untuk membeli gabah atau beras dari pedagang
pengumpul. Namun selain dari pedagang pengumpul yang menjadi langganannya,
sebagian mereka ada juga yang langsung membeli dari petani. Untuk pembelian
yang berasal dan petani, pedagang besar mengeluarkan ongkos untuk mengangkut
gabah dari petani.
Fungsi penjualan juga terjadi saat pedagang besar menjual kepada
lembaga tataniaga berikutnya, seperti pedagang pengecer daerah atau luar daerah
dan pedagang besar luar daerah. Atau saat mereka beRp.eran sebagai pedagang
pengecer yang menjual beras kepada konsumen yang langsung datang ke tempat
mereka.

100

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang besar luar daerah tidak
berbeda dengan lembaga-lembaga tataniaga sebelumnya yakni fungsi pembelian
dan penjualan. Fungsi pembelian terjadi saat mereka membeli beras di tempat
yang dikirim oleh pedagang besar daerah. Sementara untuk fungsi penjualan,
terjadi saat mereka menjual beras kepada konsumen (baik rumah tangga, restoran
atau rumah makan dan catering).
Fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan juga dilakukan oleh
pasar swalayan. Pasar swalayan mengadakan pembelian dengan cara memesan
langsung kepada pedagang besar daerah. Sitem pembelian yang dilakukan oleh
pasar swalayan adalah pembayaran sesuai beras yang laku (retur). Fungsi penjulan
mereka lakukan saat mereka melakukan penjualan kepada konsumen. Sistem yang
pembayaran yang merela lakukan saat penjualan adalah tunai (cash).
Adapun fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan dilakukan pula
oleh pedagang pengecer daerah atau luar daerah. Pedagang pengecer mengadakan
pembelian terhadap beras dengan cara dikirim langsung oleh pedagang
pengumpul maupun pedagang besar daerah. Sistem pembelian yang dilakukan
oleh pedagang pengecer ada yang mengunakan sistem pembayaran tunai dan
kredit. Fungsi penjualan terjadi pada saat mereka melakukan penjualan kepada
konsumen. Sistem pembayaran dari penjualan yang terjadi antara pedagang
pengecer dan konsumen sebagai pembeli adalah tunai (cash).

7.2.2

Fungsi Pengadaan Secara Fisik


Fungsi yang dilakukan terdiri dari pengolahan hasil (procesing),

pengemasan (packaging), pengangkutan (transportasi) dan penyimpanan.

101

1.

Pengolahan Hasil (Processing)


Setelah padi dipanen dari sawah langkah selanjutnya adalah mengolahnya

menjadi beras. Pengolahan gabah menjadi beras tidak dilakukan oleh petani
sebagai prousennya, tetapi langkah ini dilakukan oleh pedagang pengumpul dan
pedagang besar daerah. Alasan petani tidak mengolah gabah ke bentuk beras
karena diproses pengolahannya sulit dan mahal. padi pandanwangi mempunyai
perlakuan panen yang berbeda dengan padi varietas lain. padi pandanwangi
dipanen dengan keadaan buliran padi masih terikat kuat pada malainya. Padi ini
setelah dipanen kemudian dijemur dalam geugeusan. Hal itu menyebabkan
petani memilih menjual gabahnya. Apalagi mereka pun tidak memiliki fasilitas
Huller untuk mengolahnya menjadi beras.
Pedagang

pengumpul

mengolah

gabah

menjadi

beras

dengan

menggunakan fasilitas Huller yang dimiliki oleh pedagang besar tingkat desa
setempat, sedangkan pedagang besar memiliki sendiri fasilitas Huller. Proses
pengolahan terdiri dari penjemuran, perontokkan dan penggilingan. Penjemuran
dilakukan hingga kadar air berkurang dan malai kering panen (MKP) menjadi
gabah yang siap digiling.
Setelah bentuk gabah menjadi malai kering giling (MKG), maka langkah
selanjutnya yakni memasukkan beras ke dalam mesin penggilingan. Di dalam
mesin penggilingan terdapat beberapa proses yang dilalui. Proses-proses itu
adalah perontokkan buliran padi dari malainya, pemisahan buliran padi dari
sekamnya dan proses pemutihan. Setelah proses penggilingan selesai maka
keluarlah beras yang

diinginkan. Besarnya rendemen Beras pandanwangi

102

mencapai di bawah atau sama dengan 50 persen dari keadaan awal (MKP) atau
menyusut hingga mencapai 0 persen lebih
Jenis beras yang keluar dari mesin tergantung yang diinginkan. Misalnya
jika kita menginginkan jenis Kepala berarti harus memisahkan antara kepala dan
patahannya. Pemisahan antara kepala dan patahan bisa dilakukan secara manual
atau menggunakan mesin secara langsung. Biasanya di tingkat pedagang
pengumpul proses pemisahan antara kepala dan patahan bergantung kepada
kualitas mesin penggilingan yang dimiliki oleh pedagang besar tempat
memproses gabahnya. Rata-rata pedagang besar tingkat desa tidak memiliki
fasilitas mesin penggilingan yang langsung dapat memisahkan antara kepala dan
patahan. Oleh karena itu mereka umumnya memisahkannya secara manual.
Jenis kualitas beras yang dihasilkan oleh pedagang pengumpul tergantung
dari yang mereka inginkan. Sebagian besar dari pedagang hanya mengolah sampai
bentuk SLYP atau Super. Hal itu dikarenakan fasilitas Huller yang tersedia pada
pedagang besar tempat pedagang pengumpul mengolah beras adalah mesin
penggilingan yang masih sederhana. Dengan mesin penggilingan yang sederhana
pedagang pengumpul belum dapat menggrade beras secara otomatis. Apabila
melihat segi kualitas beras yang dihasilkan, beras yang dihasilkan tidak sebaik
beras yang dihasilkan oleh pedagang besar yang memiliki kelengkapan sarana dan
prasana serta mesin pabrik yang teknologinya lebih canggih. Tetapi tidak semua
pedagang pengumpul mengolah beras dengan mesin, ada beberapa pedagang
pengumpul yang menghasilkan beras jenis kepala dengan proses secara manual.
Proses pengolahan gabah yang terjadi diantara pedagang pengumpul dan
pedagang besar tidak jauh berbeda. Yang membedakan hanya pada waktu

103

memprosesnya di dalam mesin penggilingan. Hal yang perlu dicatat di sini bahwa
beras yang dihasilkan baik yang berasal dari pedagang pengumpul maupun dari
pedagang besar sebagian besar bukan merupakan beras pandanwangi murni,
melainkan beras pandanwangi yang telah mengalami pencampuran dengan beras
yang lain. Masalah beras pandanwangi oplosan (campuran) sudah merupakan
rahasia umum. Diperoleh keterangan dari salah seorang pedagang besar bahwa
hanya sekitar 10 persen dari pedagang pengumpul maupun pedagang besar daerah
yang memproduksi beras pandanwangi murni. Mereka melakukan hal seperti itu
karena permintaan beras pandanwangi murni yang tetap setiap hari sedangkan
musim panen tenjadi hanya dua kali setiap tahunnya. Ketika permintaan (demand
tetap, sedangkan penawaran (supply)-nya terbatas mendorong mereka melakukan
pencampuran dengan jenis beras yang lain. Beras yang dipakai untuk
mencampurnya bukanlah beras sembarangan, akan tetapi dengan jenis beras yang
bentuknya hampir sama dengan pandanwangi. Biasanya mereka mencampurnya
dengan jenis Cisadane dan jenis padi bulu aromatik lainnya. Proses pencampuran
dilakukan pada saat penggilingan gabah ataupun setelah menjadi beras sebelum
dilakukan pengemasan. Dari lokasi penelitian hanya ada 2 dari 5 pedagang besar
beras pandanwangi yang tidak melakukan proses pencampuran.
Dampak dari kegiatan ini adalah kualitas beras pandanwangi asli tidak
terjaga. Sebab banyak pedagang besar yang membuat label beras dengan
mencantumkan nama asli pandanwangi cianjur atapi produknya tidak sesuai
dengan labelnya.

104

2.

Pengemasan (Packaging)
Nilai jual suatu produk atau suatu komoditas pertanian ditentukan juga

dalam proses pengemasannya. Pengemasan dapat mempengaruhi terhadap daya


tahan suatu produk. Pengemasan yang baik dapat menjaga suatu produk dan
kerusakan yang dapat menurunkan kualitas dan pada akhimya menurunkan nilai
jual dari produk tersebut. Apabila suatu produk dikemas dalam bentuk yang
menarik, maka konsumen akan tertarik untuk membelinya. Berbeda halnya jika
produk dikemas dalam bentuk yang kurang baik dan tidak menarik, maka
konsumen cenderung tidak tertarik untuk membelinya. Begitu pula dengan beras
pandanwangi, sangat memperhatikan pengemasannya. Tujuan utama dari
mengemas beras pandanwangi adalah untuk menjaga kualitas beras sehingga
dapat meningkatkan nilai jual dan tidak menyebabkan kerugian yang besar.
Alasan pengemasan ini juga diperkuat oleh perilaku pangsa pasar beras
pandanwangi merupakan golongan menengah ke atas. Perilaku konsumen yang
melakukan pembelian beras pandan wangi adalah membeli beras dengan praktis
dan higienis (bukan dalam bentuk takaran per eceran seperti beras lain). Di
pasaran, beras pandanwangi dijual dalam bentuk kemasan plastik dan karung.
Lembaga tataniaga yang melakukan fungsi pengemasan diantaranya
adalah pedagang pengumpul yang mengolah gabah hingga menjadi beras serta
pedagang besar daerah. Ukuran kemasan beras pandanwangi di pasaran
diantaranya 5 kg; 10 kg; 20 kg; 25 kg; dan 50 kg. Semua ukuran diperuntukkan
untuk ketiga jenis kualitas beras (Kepala, Super dan Jitay) terkecuali Jitay hanya
dikemas dalam ukuran 50 kg. Bahan yang digunakan untuk mengemas beras ini
berupa kantong plastik, karung plastik dan karung goni. Di awal tahun 90-an

105

bahan yang digunakan untuk mengemas adalah karung goni yang menjadi trade
mark atau ciri khas yang membedakan antara beras pandanwangi dengan beras
yang lain. Karung goni digunakan untuk kemasan beras pandanwangi ukuran 20
kg, 25 kg dan 50 kg.
Selanjutnya dengan alasan efisensi, lembaga tataniaga yang melakukan
pengemasan beras banyak menggunakan kemasan lain, seperti karung plastik dan
kantong plastik. Kantong plastik digunakan untuk kemasan ukuran 5 kg, 10 kg
dan 20 kg. Karung plastik digunakan untuk kemasan ukuran 20 kg, 25 kg dan 50
kg.
Pedagang besar daerah juga melakukan pengemasan beras yang siap untuk
dikonsumsi. Selain itu pasar swalayan juga melakukan pengemasan agar beras
berlabel pasar swalayan yang menjualnya. Kemasan yang digunakan adalah
Kantong plastik digunakan untuk kemasan ukuran 5 kg, 10 kg dan 20 kg. Karung
plastik digunakan untuk kemasan ukuran 20 kg, 25 kg dan 50 kg.
3.

Pengangkutan (Transportasi)
Dalam kegiatan tataniaga, pendistribusian suatu barang (transportasi)

merupakan salah satu faktor yang penting. Sebab dengan kegiatan inilah
diciptakan nilai kegunaan tempat. Apabila fungsi ini dapat dilaksanakan tepat
waktu maka dapat mempunyai nilai waktu atas produk. Sampainya produk dari
produsen hingga konsumen dikarenakan adanya transportasi. Jika transportasi ini
tersendat ataupun terganggu, maka konsumen akan mengalami kesulitan dalam
memperoleh barang yang dibutuhkan, ataupun jika mereka mendapatkannya,
harus membeli dengan biaya yang lebih mahal. Jika transportasi lancar, maka
konsumen dengan mudah mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah.

106

Lembaga-lembaga tataniaga beras pandanwangi yang melakukan fungsi


pengangkutan adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang
besar luar daerah, pasar swalayan dan pedagar pengecer dalam per luar daerah.
Pada tingkat petani tidak melakukan fungsi pengangkutan, karena petani
menjual gabahnya secara langsung di area per lahan pesawahan miliknya kepada
pedagang pengumpul per besar. Pedagang pengumpul ataupun pedagang besar
yang melakukan sistem jual-beli padi dengan sistem ijon selalu mendatangi sawah
petani ketika panen. Merekalah yang memanen padi milik petani dan
mengangkutnya untuk dijual kembali kepada lembaga tataniaga selanjutnya.
Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dan
pedagang besar daerah tidak hanya mengangkut gabah yang dibeli dari petani
semata. Contoh pengangkutan lain adalah ketika pedagang pengumpul menjual
gabah atau beras kepada pedagang besar dengan cara membawanya dengan
kendaraan bak terbuka. Pedagang pengumpul juga mengirimkan beras kepada
pedagang pengecer di pasar atau pun di toko-toko. Dalam hal ini biaya
pengiriman beras menjadi tanggungan pedagang pengumpul.
Sementara yang dilakukan oleh pedagang besar tidak jauh berbeda dengan
yang dilakukan oleh pedagang pengumpul, yakni mereka menjual beras kepada
pedagang pengecer baik daerah per luar daerah dengan cara mengirimkannya
dengan langsung. Selain kepada pengecer, mereka menjualnya kepada pedagang
besar luar daerah. Biasanya pedagang besar daerah menggunakan alat transportasi
berupa truk kecil per mobil box. Dari penelitian ini juga diketahui semua biaya
pengiriman beras pandanwangi ditanggung oleh si pengirim (pedagang besar
daerah).

107

Adapun fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang besar luar


daerah berupa pengangkutan beras kepada konsumen dan biaya bongkar muat.
Pedagang besar luar daerah di Bogor memberikan pelayanan khusus kepada
konsumen yang terdiri dari restoran per rumah makan dan catering ataupun
konsumen lain yang memesan dalam partai yang besar dengan mengirimkan
pesanan sampai ke tempat kosumen dan harga yang lebih murah dari pasaran.
Mereka tidak merugi mengeluarkan ongkos pengiriman barang sebesar Rp. 37.5
per kg, karena volume pemesanan beras besarnya mencapai 2 ton per 1 kali kirim.
Untuk pedagang besar yang terdapat di Pasar Bogor tidak mengeluarkan biaya
pengiriman barang karena konsumen mengadakan pembelian langsung di tempat.
Mereka mengeluarkan biaya bongkar-muat, yakni biaya untuk menurunkan
karung yang berisi beras dan mengangkutnya dari mobil pedagang besar daerah
ke gudang tempat penyimpanan.
Pasar swalayan melakukan proses pengangkutan saat mengangkut beras
dari pedagang besar daerah. Biaya yang dikeluarkannya adalah upah angkut buruh
dan transportasi.
Pedagang pengecer melakukan fungsi pengangkutan, yakni pada saat ia
mengangkut beras konsumen ke tempat yang konsumen inginkan. Biaya yang
dikeluarkannya berupa upah angkut buruh.
4.

Penyimpanan
Komoditas beras merupakan barang yang tidak cepat mengalami

kebusukan dan tahan lama. Namun bukan berarti tidak memerlukan suatu proses
penyimpanan yang baik. Jika proses penyimpanan dan tempat penyimpanan
kurang baik, maka akan mengakibatkan kemasan menjadi rusak, beras menjadi

108

bau apek, masuknya kutu ke dalam beras, bahkan mengakibatkan beras menjadi
busuk. Hal itu akan berdampak pada menurunnya kualitas beras dan menurunkan
nilai jualnya sehingga merugikan suatu lembaga tataniaga. Oleh karena itu proses
penyimpanan beras yang baik dan praktis mutlak diperlukan.
Kegiatan penyimpanan dalam tataniaga Beras pandanwangi dilakukan
antara lain oleh pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang besar
luar daerah dan pedagang pengecer daerah per luar daerah. Sementara petani dan
sebagian pedagang pengumpul tidak melakukan fungsi penyimpanan sebagaimana
lembaga tataniaga yang lain. Petani tidak melakukan fungsi penyimpanan
dikarenakan ia langsung menjual padinya kepada pedagang pengumpul atau
pedagang besar daerah.
Pedagang pengumpul yang tidak melakukan fungsi penyimpanan, mereka
membeli gabah petani kemudian langsung menjual kembali kepada pedagang
besar daerah tanpa menyimpannya terlebih dahulu. Pedagang pengumpul yang
melakukan fungsi penyimpanan adalah pedagang pengumpul yang mengolah
gabah menjadi beras yang siap untuk dijual. Penyimpanan dilakukan dengan
menyimpan gabah yang telah dibeli dari petani untuk dilakukan proses
penjemuran dan proses pengolahan dengan memanfaatkan fasilitas Huller yang
dimiliki oleh pedagang besar setempat.
Pedagang besar melakukan fungsi penyimpanan dengan cara menyimpan
gabah yang telah dibeli dari petani maupun pedagang pengumpul. Biasanya
pedagang besar memiliki cadangan gabah dalam jumlah volume yang besar yang
disimpan di gudang. Mereka tidak mengolah secara keseluruhan gabah yang
dimilikinya. Mereka hanya mengolah gabah sebatas yang diperlukan. Hal ini

109

bertujuan untuk menjamin keberlangsungan produksi beras. Dengan mengolah


gabah seperlunya mereka dapat memproduksi Beras pandanwangi baik dalam
keadaan supply gabah sedang berlebih maupun saat supply berkurang.
Penyimpanan gabah yang baik sangat mempengaruhi kualitas dari pada gabah.
Jika tempatnya terlalu lembab maka akan menyebabkan gabah menjadi busuk dan
menurunkan kualitas beras yang dihasilkan.
Pasar Swalayan melakukan fungsi penyimpanan untuk menyimpan beras
yang belum lakuk dijual. Tempat penyimpanan pada pasar swalayan biasanya
sudah sangat modern. Penyimpanan beras yang dilakukan oleh pasar swalayan
sangat hiegienis, sehingga kualitas beras yang disimpan tidak mudah rusak.
Untuk pedagang pengecer fungsi penyimpanan yang dilakukan yakni
dengan melakukan penyimpanan terhadap beras yang tidak habis terjual.
Penyimpanan dilakukan dengan menyimpan beras yang terdapat dalam kemasan
karung diatas papan. Jika karung beras disimpan secara langsung di lantai tanpa
alas, maka hal itu akan mengakibatkan beras tersebut menjadi lembab, cepat
busuk dan dapat dimasuki oleh kutu-kutu.

7.2.3

Fungsi Pelancar (Fasilitas)


Fungsi pelancar meliputi permodalnya, informasi (pasar dan harga),

grading, sortasi dan penanggungan resiko.


1.

Pembiayaan
Modal mutlak diperlukan oleh semua lembaga tataniaga yang terlibat

dalam proses tataniaga pandanwangi. Petani memerlukannya untuk mengolah


lahan dan menanam padi di sawah hingga panen tiba. Sebagian besar dari mereka

110

menggunakan modal pribadi dan meminjam kepada sesama petani ataupun pihak
lain. Di daerah penelitian tidak ditemukan seorang petani pun yang meminjam
dari lembaga keuangan baik pemerintah maupun nonpemerintah.
Pada tingkat pedagang baik pengumpul, pedagang besar daerah per luar
daerah dan pedagang pengecer daerah per luar daerah dalam hal permodalan
usahanya sebagian besar menggunakan modal pribadi.
2.

Informasi Pasar dan Harga


Dalam setiap proses tataniaga setiap lembaga yang terlibat di dalamnya

memerlukan informasi pasar dan harga. Informasi pasar diperlukan oleh mereka
untuk mengetahui tentang kondisi pasar, lokasi, jenis mutu, waktu dan harga
pasar.
Petani pandanwangi di daerah penelitian tidak melakukan fungsi fasilitas
yang berupa fungsi informasi pasar dan harga. Hal itu dikarenakan bagaimanapun
kondisi pasar, apakah kondisi harga yang terjadi sedang membaik ataukah
memburuk, tidak memiliki pengaruh apapun terhadap petani. Mereka tidak akan
mengurungkan niatnya untuk menjual hasil panen sekalipun keadaan harga di
pasaran sedang mengalami penurunan. Hal itu dikarenakan usahatani padi
merupakan mata pencaharian pokok dan saat panen tiba merupakan waktu bagi
mereka untuk menuai hasilnya. Jika dilihat dari waktu panen pandanwangi, maka
hanya terjadi dua kali setiap tahunnya. Apabila kondisi harga di pasaran
meningkat, maka petani akan mengeruk keuntungan. Sebaliknya jika harga yang
terjadi anjlok atau mengalami penurunan, maka mereka akan mengalami
kerugian.Untung ataupun rugi keduanya merupakan resiko yang harus diterima
oleh petani. Harga yang terjadi diantara petani dan pedagang adalah hasil dari

111

tawar-menawar diantara dua belah pihak. Namun seringkali petani berlaku


sebagai pihak yang menerima harga (price taker) yang ditetapkan oleh pedagang
pengumpul maupun pedagang besar daerah.
Adapun di tingkat pedagang pengumpul informasi pasar dan harga sangat
diperlukan. Informasi pasar diperlukan untuk mengetahui secara pasti mengenai
kapan musim panen terjadi dan didaerah mana saja. Sehingga dari informasi
tersebut jauh hari sebelumnya pedagang pengumpul akan mempersiapkan segala
sesuatunya untuk mendatangi petani di daerah yang sedang panen. Informasi
tentang keberlangsungan panen di suatu daerah tertentu berasal dari mulut ke
mulut setiap pedagang pengumpul ataupun dari pihak lain, sedangkan informasi
harga diterimanya dari pedagang besar daerah. Pedagang besar daerah merupakan
pihak yang dominan dalam menentukan harga bagi pihak petani.
Pada umumnya pedagang pengecer daerah atau luar daerah tidak
memerlukan

informasi

pasar

maupun

harga

dalam

menjajakan

Beras

pandanwangi. Hal itu dikarenakan harga yang terjadi di tingkat pedagang


pengecer cenderung tetap per stabil setiap tahunnya. Mereka menjualnya dalam
jumlah terbatas disebabkan oleh konsumen beras jenis ini hanyalah golongan
menengah ke atas.
3.

Grading dan Sortasi


Grading adalah suatu proses penggolongan beras ke dalam kelompok-

kelompok khusus yang mempunyai kriteria mutu dan ukuran yang sama. Tujuan
pengkelasan tersebut adalah untuk membentuk diferensiasi harga bagi konsumen
agar memperoleh nilai jual yang lebih tinggi serta menguntungkan. Suatu proses
menggolongkan beras ke dalam beberapa jenis kualitas yang didasarkan atas

112

standar mutu tertentu sebagian besar dilakukan oleh pedagang besar. Pada tingkat
pedagang

pengumpul

tidak

dilakukan

penggradingan

secara

khusus.

Pengkategorian Beras pandanwangi dilakukan berdasarkan jenis serta bentuk.


Hasil dari grading dan sortasi yang dilakukan oleh pedagang besar daerah berupa
beras Kepala, Super dan Jitay. Jenis Kepala adalah beras yang mengandung unsur
kepala yang bentuknya bulat tanpa ada sedikitpun patahan didalamnya, sedangkan
Super adalah jenis beras yang terdiri dari unsur kepala dan patahan. Sebaliknya
Jitay adalah beras yang secara keseluruhan berisi patahan.
Sortasi merupakan proses pemisahan beras dari bagian yang tidak dapat
dipasarkan. Sortasi dapat dilakukan dengan menggunakan tangan secara manual
ataupun dengan menggunakan mesin. Tujuan melakukan sortasi terhadap Beras
pandanwangi adalah untuk memisahkan beras yang tidak memenuhi kriteria
tataniaga yang diinginkan dan memisahkan beras dari bebagai barang ataupun
produk ikutan lainnya

pada saat proses penggilingan. Sortasi biasanya

memisahkan beras dari pasir, sekam, kerikil ataupun yang lainnya. Proses sortasi
itu sendiri hanya dilakukan oleh pedagang pengumpul (yang mengolah gabah
hingga menjadi beras) dan pedagang besar daerah. Sedangkan lembaga-lembaga
tataniaga berikutnya tidak lagi melakukan fungsi sortasi.
4.

Penanggungan Resiko
Kemungkinan terjadinya resiko dapat terjadi dalam berbagai proses

termasuk proses tataniaga Beras pandanwangi. Lembaga tataniaga yang terlibat


dalam proses tataniaga Beras pandanwangi dapat mengalami resiko. Lembagalembaga tersebut adalah petani, pedagang pengumpul, pedagang besar daerah atau
luar daerah dan pengecer daerah atau luar daerah.

113

Pada tingkat petani resiko tidak menjadi tanggungan mereka. Hal ini
disebakan oleh proses penjualan yang petani lakukan kepada pedagang
pengumpul ataupun pedagang besar adalah sistem ijon. Resiko kerugian yang
ditanggung pihak pedagang pengumpul atau pedagang besar akibat membeli padi
dengan sistem ijon bukanlah menjadi tanggung jawab petani. Keuntungan dan
kerugian menjadi resiko bagi pedagang pengumpul dan pedagang besar daerah.
Pedagang pengumpul biasanya menanggung resiko saat mengirimkan gabah per
beras kepada pedagang besar ataupun saat mengirimkan beras kepada pedagang
pengecer. Jika volume timbang sebelum barang tiba di tempat pedagang besar
tidak sama dengan volume timbang pada saat tiba di tempat pedagang besar, maka
resiko berupa biaya penyusutan menjadi tanggung-jawab pedagang pengumpul.
Begitu pula dalam mengirimkan beras kepada pedagang pengecer, jika kemasan
karung beras ada yang mengalami kerusakan, maka mereka juga yang harus
bertanggung jawab menggantinya dengan yang baru. Namun pada kenyataannya
beras pandanwangi jarang mengalami kerusakan pada saat proses pengirimannya
terutama output yang sudah menjadi beras. Hal ini dikarenakan proses ini sudah
dipersiapkan dengan baik. Akan tetapi bila proses yang dilakukan adalah
pengiriman dalam bentuk gabah, penyusutan yang terjadi kira-kira 10 persen dari
total pengiriman.
Pada tingkat pedagang besar daerah mereka biasanya membayar resiko
pada saat penyimpanan gabah di gudang dari kemungkinan kerusakan atau
gangguan lainnya. Selain itu mereka juga harus menanggung resiko pada saat
mengirimkan barang kepada pedagang pengecer daerah per luar daerah dan

114

kepada pedagang besar luar daerah. Resiko itu berupa biaya penyusutan per
kerusakan kemasan beras pada waktu pengiriman.
Sementara pedagang pengecer daerah per luar daerah harus menanggung
resiko pada saat beras yang belum habis terjual mengalami kerusakan yang
diakibatkan oleh kelalaian dalam proses penyimpanan ataupun dari gangguan halhal yang tidak diinginkan (seperti dimakan tikus, kutu beras dan sebagainya).

115

VIII ANALISIS MARJIN SALURAN TATANIAGA DAN STRUKTUR PASAR


BERAS PANDANWANGI

Tujuan penggunaan analisis marjin saluran tataniaga beras pandanwangi


adalah untuk melihat perbedaan harga yang terjadi antara saluran-saluran
tataniaga beras pandanwangi. Definisi dari marjin tataniaga adalah selisih
perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir terhadap harga yang
dikeluarkan oleh produsen. Perbedaan rantai tataniaga pada setiap saluran
tataniaga akan menyebabkan perbedaan harga jual yang diterima konsumen akhir.
Hal itu disebabkan oleh fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
yang terlibat dalam proses penyampaian barang dari produsen hingga konsumen
(saluran tataniaga). Tujuan lembaga-lembaga tataniaga melakukan fungsi-fungsi
tataniaga adalah memperoleh keuntungan. Semakin banyak lembaga yang terlibat
dalam suatu sistem tataniaga, maka akan semakin banyak biaya tataniaga yang
harus dikeluarkan dan semakin besar juga perbedaan harga yang harus dibayar
oleh konsumen.

8.1

Biaya, Keuntungan, Marjin dan Saluran Tataniaga


Pembahasan saluran tataniaga beras pandanwangi ditelusuri dari lembaga

tataniaga terakhir hingga petani sebagai produsen. Dari beberapa pola saluran
yang terbentuk, beras pandanwangi yang dijual meliputi dua jenis yaitu
pandanwangi murni dan campuran serta dua kualitas yaitu Kepala dan Super. Hal
ini menyebabkan dalam menghitung biaya dan marjin tataniaga dibedakan
berdasarkan kualitas dan jenis beras.

116

Saluran tataniaga yang terbentuk dilokasi penelitian memasarkan beras


pandanwangi murni dan beras pandanwangi campuran. Jumlah saluran yang
memasarkan beras pandanwangi campuran lebih banyak dibanding dengan yang
murni. Analisis marjin tataniaga, biaya dan keuntungan hanya dilakukan pada
saluran-saluran tataniaga yang menjual beras pandanwangi Murni (Saluran A
sampai F). Analisis marjin tataniaga, biaya dan keuntungan tidak dilakukan pada
saluran-saluran yang menjual beras pandanwangi campuran tidak dilakukan.
Alasannya adalah beras pandanwangi campuran yang diperjualbelikan tidak dapat
diasumsikan merupakan beras campuran yang memiliki perbandingan dalam
jumlah yang sama, diantara lembaga-lembaga terkait dalam proses pengolahan
dan pengemasannya. Akan tetapi, sebagai tambahan informasi, pola-pola saluran
tataniaga beras pandanwangi campuran yang terbentuk tetap digambarkan sebagai
bahan perbandingan (Saluran 1 sampai 10). Jadi dalam hal ini, biaya marjin
tataniaga yang dikeluarkan terdiri dari biaya marjin tataniaga beras pandanwangi
murni kualitas kepala dan super.
Pada saluran 1 sampai 4 dan A sampai C pengolahan gabah menjadi beras
dilakukan oleh pedagang pengumpul. Pada saluran 5 sampai 8 dan saluran D
gabah yang berasal dari pedagang pengumpul diolah menjadi beras oleh pedagang
besar daerah per luar daerah. Sementara itu dari saluran 9 dan 10 serta E dan F
gabah dari petani langsung dijual kepada pedagang besar daerah sebagai lembaga
yang mengolah gabah menjadi beras.
Perbedaan harga jual diantara lembaga tataniaga disebabkan oleh adanya
fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga yang terlibat untuk
meningkatkan nilai ekonomi dan nilai jual beras. Perbedaan harga di tingkat

117

petani akan mempengaruhi besarnya marjin atau keuntungan yang akan diperoleh
oleh setiap lembaga yang terkait.
Harga gabah dari masing-masing responden memiliki perbedaan. Hal itu
disebabkan petani responden diambil dari desa yang berbeda di Kecamatan
Warung Kondang. Selain itu harga gabah juga dipengaruhi oleh waktu penanaman
dan panen. Kualitas gabah masing-masing daerah yang berbeda juag
mempengaruhi harga gabah. Harga jual gabah yang berbeda di tingkat petani
kemudian dijadikan data rataan bagi responden petani yang menjual gabah kepada
pedagang pengumpul dan pedagang besar daerah.
Harga jual di tingkat pedagang pengumpul berbeda sebagaimana harga
jual di tingkat petani. Penyebabnya antara lain, perbedaan waktu panen daerahdaerah penghasil padi pandanwangi dan besarnya ongkos yang harus dikeluarkan
untuk membeli dan menjual gabah serta biaya untuk pengolahan gabah. Pedagang
pengumpul membeli gabah dari daerahnya sendiri maupun luar daerah (luar desa
maupun luar kecamatan).

8.1.1

Saluran Tataniaga Beras pandanwangi Campuran

8.1.1.1 Saluran Tataniaga 1


Lembaga-lembaga yang terlibat pada saluran 1 adalah petani, pedagang
pengumpul dan pedagang pengecer. Petani menjual gabah kepada pedagang
pengumpul. Kemudian pedagang pengumpul mengolah secara Iangsung gabah
padi menjadi beras yang siap dijual. Lembaga tataniaga selanjutnya yang dituju
oleh pedagang pengumpul adalah pedagang pengecer di pasar ataupun pedagang
pengecer di toko-toko. Pada umumnya pedagang pengumpul yang memproduksi
beras tidak melakukan proses grading. Beras yang mereka hasilkan dikenal

118

dengan istilah beras SLYP (beras pandanwangi campuran). Kualitas dari beras
SLYP pada dasarnya sama dengan kualitas Super. Pola tataniaga pada saluran 1
dapat dilihat pada Gambar 4.
Petani

P.Pengumpul

P.Pengecer

Konsumen

Gambar 4. Saluran Tataniaga 1


Biaya tataniaga dikeluarkan oleh pedagang pengumpul dan pedagang
pengecer. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengumpul diantaranya
biaya transportasi yang terdiri dan ongkos beli gabah dari petani dan ongkos jual
kepada pedagang besar , upah penjemuran gabah, ongkos penggilingan gabah,
pengemasan dan biaya penyusutan gabah (menyusut 30 persen). Biaya penyusutan
gabah berasal dari rendemen gabah yang dibeli dari petani yang berbentuk MKP.

8.1.1.2 Saluran Tataniaga 2


Pada saluran 2 lembaga-lembaga yang terlibat adalah petani, pedagang
pengumpul dan pedagang besar daerah. Sama halnya dengan saluran 1,
pengolahan beras dilakukan oleh pedagang pengumpul. Jika pada saluran 1
lembaga tataniaga berikutnya pedagang pengecer maka dalam saluran 2 adalah
pedagang besar daerah (Gambar 5).

Petani

P.Pengumpul

P.BesarD

Konsumen

Gambar 5. Saluran Tataniaga 2


Keterangan : Pengolahan gabah menjadi beras dilakukan oleh pedagang
pengumpul.

119

Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul pada saluran ini


baik jenis maupun besarnya sama dengan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang
pengumpul pada saluran 1. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar
diantaranya biaya pengemasan ulang dan penyusutan. Penyusutan terjadi dengan
adanya beras yang tercecer pada saat pengemasan ulang dilakukan. Biasanya
beras yang berasal dari pedagang pengumpul dikemas dalam karung plastik,
seIanjutnya oleh pedagang beras dikemas ulang dalam kemasan karung plastik
ataupun dalam karung goni dengan memakai merk dagang perusahaannya. Dalam
hal ini, beras yang dibeli dari pedagang pengumpul jenis kualitasnya adalah super.
Beras yang telah dibeli dari pedagang pengumpul tidak langsung dijual oleh
pedagang besar, namun terlebih dahulu,

mereka melakukan fungsi tataniaga

berupa pengemasan ulang untuk menambah nilai jualnya.

8.1.1.3 Saluran Tataniaga 3


Lembaga tataniaga yang terdapat dalam saluran 3 diantaranya petani,
pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan pedagang pengecer daerah.
Pada saluran 3 biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga hampir sama
dengan saluran 2. Berbeda halnya dengan saluran 2, setelah dari pedagang besar
daerah, lembaga tataniaga selanjutnya yakni pedagang pengecer (Gambar 6).
Petani

P.Pengumpul

PB.Daerah

P.Pengecer

konsumen

Gambar 6. Saluran Tataniaga 3


Keterangan : Pengolahan gabah menjadi beras dilakukan oleh pedagang pengumpul.

120

Jenis biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul sama


dengan saluran 2. Pada pedagang besar jenis biaya yang dikeluarkan hampir sama
dengan saluran 2. Hanya saja pada saluran 3 ditambah dengan biaya transportasi
sebagai ongkos angkut barang kepada pedagang pengecer. Setelah pedagang besar
lembaga tataniaga selanjutnya adalah pedagang pengecer. Pedagang pengecer
hanya mengeluarkan biaya bongkar muat barang.

8.1.1.4 Saluran Tataniaga 4A dan 4B


Pada saluran ini lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya petani,
pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan pedagang besar luar daerah.
Pedagang besar luar daerah yang dituju adalah pedagang besa luar daerah yang
berada di Pasar Induk Cipinang (PIC) Jakarta dan Pasar Bogor. Sama halnya
dengan saluran-saluran sebelumnya, dalam saluran ini pedagang pengumpul
adalah lembaga tataniaga yang melakukan pengolahan terhadap gabah. Sebagai
bahan perbandingan, saluran 4 dibedakan menjadi 2, yaitu saluran 4A yang
menuju PIC dan 4B yang menuju Pasar Bogor (Gambar 7). Jenis kualitas beras
yang dipasarkan adalah beras Super.

Petani

P.Pengumpull

PBLD(PIC)

Konsumen

PBLD(PB)l

Konsumen

PB.Daerah

Gambar 7. Saluran Tataniaga 4A dan 4B


Keterangan:

Pengolahan gabah menjadi beras dilakukan oleh pedagang pengumpul.


4A = saluran yang menuju PlC
4B = saluran yang menuju Pasar Bogor

121

Jenis biaya yang dikeluarkan pada tingkat pedagang pengumpul sama


dengan saluran-saluran sebelumnya. Pada tingkat pedagang besar daerah, jenis
biaya yang dikeluarkan juga sama tetapi biaya transportasi yang berbeda, karena
adanya perbedaan jarak yang ditempuh. Adapun biaya yang dikeluarkan oleb
pedagang pengecer pada saluran 4A adalah biaya bongkar muat dan ongkos antar
barang ke tempat konsumen. Sementara pedagang pengecer pada saluran 4B
hanya mengeluarkan biaya bongkar muat.

8.1.1.5 Saluran Tataniaga 5A dan 5B


Pada saluran 5, yang mengeluarkan biaya tataniaga adalah pedagang
pengumpul dan pedagang besar daerah. Berbeda dengan saluran-saluran
sebelumnya, dalam saluran 5 ini, out put dari pedagang pengumpul belum dalam
bentuk beras melainkan masih dalam bentuk gabah. Oleh sebab itu lembaga
tataniaga berikutnya yakni pedagang besar harus mengolah gabah tersebut
menjadi beras dan menggradenya sesuai yang diinginkan (seperti jenis Kepala dan
Super), sehingga saluran ini terbagi dua menjadi 5A untuk jenis Kepala dan 5B
untuk jenis Super (Gambar 8).
Konsumen(Kepala)
Petani

P.Pengumpul

PB.Luardaerah
Konsumen(Super)

Gambar 8. Saluran Tataniaga 5A dan 5B


Keterangan :

Pengolahan gabah menjadi beras dilakukan oleh pedagang besar.


5A = jenis kualitas beras yang dijual kepada kosumen adalah Kepala.
5B = jenis kualitas beras yang dijual kepada konsumen adalah Super.

122

Jenis biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul adalah biaya


transportasi (ongkos beli dari petani dan ongkos jual kepada kepada pedagang
besar) dan biaya bongkar muat barang. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang
besar

diantaranya

biaya

untuk

upah

penjemuran

gabah,

penggilingan,

pengemasan, grading. sortir, upah timbang dan biaya penyusutan. Biaya


penyusutan dalam saluran ini berasal dari rendemen dari gabah yang dibeli dari
pedagang pengumpul. Rendemen gabah yang dibeli dari pedagang pengumpul
pada tingkat pedagang besar, besarnya berbeda-beda sesuai dengan jenis dan
kualitas beras.
8.1.1.6 Saluran Tataniaga 6A dan 6B
Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran 6 diantaranya
petani, pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan pedagang pengecer.
Saluran 6 terbagi menjadi 2 jenis, yaitu untuk 6A jenis Kepala dan 6B untuk jenis
Super. Dalam saluran ini lembaga tataniaga akhir bukan lagi merupakan pedagang
besar daerah melainkan pedagang pengecer (Gambar 9).
Konsumen(Kepala)
Petani

P.Pengumpul

PB.Daerah

P.Pengecer
Konsumen(Super)

Gambar 9. Saluran tataniaga 6A dan 6B


Keterangan:

Pengolahan gabah dilakukan oleh pedagang besar daerah.


6A = jenis kualitas beras yang dijual adalah Kepala
6B = jenis kualitas beras yang dijual adalah Super

123

Jenis biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul sama dengan


saluran 5 dan saluran setelahnya, yakni saluran 7 dan 8 mungkin perbedaannya
sedikit terdapat pada tambahan biaya transportasi kepada pengecer.

8.1.1.7 Saluran tataniaga 7A dan 7B


Pada saluran ini melibatkan petani, pedagang pengumpul, pedagang besar
daerah dan pedagang besar luar daerah. Pedagang besar luar daerah yang dituju
oleh pedagang besar dari Cianjur diantaranya pedagang besar di PIC Jakarta dan
Pasar Bogor. Perbedaan lembaga tataniaga yang dituju menyebabkan biaya
transportasi juga berbeda. Dari perbedaan pedagang besar yang dituju, maka biaya
tataniaga beras pada saluran 7 dibedakan menjadi 2, yakni saluran 7A yang
menuju PlC dan 7B yang menuju Pasar Bogor (Gambar 10).

Petani

P.Pengumpul

PBLD(PIC)

Konsumen

PBLD(PB)

Konsumen

PB.Daerah

Gambar 10. Saluran tataniaga 7A dan 7B


Keterangan:

Pengolahan gabah menjadi beras dilakukan oleh pedagang besar.


Jenis kualitas beras yang dijual adalah Kepala
7A = saluran yang menuju PBLD di PlC Jakarta
7B = saluran yang menuju PBLD di Pasar Bogor

Jenis biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang besar daerah jenis sama
dengan yang terdapat pada saluran 6 kecuali biaya transportasi. Jenis kualitas
beras yang dikirim oleh pedagang besar daerah adalah Kepala. Biaya yang
dikeluarkan oleh pedagang besar luar daerah pada saluran 7A berupa biaya
bongkar muat dan biaya transportasi. Ongkos transpor kepada konsumen biayanya

124

ada yang dibagi dua dengan konsumen dan ada pula yang ditanggung sepenuhnya
oleh oleh pedagang. Sebagian besar konsumen Beras pandanwangi Campuran di
pasar ini merupakan rumah makan per restoran dan catering serta konsumen
rumah tangga kelas menengah keatas.
Pada saluran 7B jenis biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar hanya
berupa biaya bongkar muat yakni upah yang diberikan pedagang besar kepada
tenaga kerja per buruh yang mengangkut beras dari mobil pedagang besar (kuli
angkut). Mereka langsung menerima kiriman langsung dari pedagang besar yang
berasal dari Cianjur dan pihak konsumen sendiri yang melakukan pembelian di
tempat pedagang.

8.1.1.8 Saluran tataniaga 8A dan 8B


Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran 8 adalah petani,
pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan pedagang pengecer luar daerah.
Pedagang pengecer luar daerah yang dituju adalah pedagang pengecer yang
berada di daerah Bogor seperti di Pasar Bogor, Gunung Batu dan Dramaga. Jenis
kualitas beras yang dikirim oleh pedagang besar berupa Kepala dan Super.
Sehingga untuk saluran 8 dibedakan menjadi saluran 8A untuk jenis Kepala dan
8B untuk jenis Super (Gambar 11).
Konsumen(Kepala)

Petani

P.Pengumpul

PB.Daerah

PengecerLD(Bogor)
Konsumen(Super)

Gambar 11. Saluran Tataniaga 8A dan 8B

125

Keterangan :

Pengolahan gabah menjadi beras dilakukan oleh pedagang besar


8A = saluran yang menuju Peng LD dengan kualitas beras Kepala
8B = saluran yang menuju Pengecer LD dengan kualitas beras Super

Jenis biaya tataniaga pedagang besar yang dibutuhkan untuk saluran 8A


sama dengan saluran sebelumnya. Pada saluran 8B biaya yang dikeluarkan oleh
pedagang besar daerah jenisnya tidak jauh berbeda dengan saluran 8A. Yang
membedakannya hanya pada biaya penyusutan.

8.1.1.9 Saluran Tataniaga pada Saluran 9A dan 9B


Lembaga-lembaga yang terlibat dalam tataniaga pada saluran 9 antara lain
petani, pedagang besar daerah dan pedagang besar luar daerah (PIC dan Pasar
Bogor). Adanya perbedaan kota yang dituju dalam tataniaga beras pandanwangi
menyebabkan terjadinya perbedaan dalam biaya tataniaga dikeluarkan. Sebagai
bahan perbandingan, maka untuk saluran 9 ini dibagi menjadi 2, yakni saluran 9A
dan 9B. Saluran 9A diperuntukkan bagi saluran yang menuju pedagang besar di
PIC, sedangkan saluran 9B diperuntukkan bagi saluran yang menuju Pasar Bogor
(Gambar 12). Jenis kualitas beras yang dipasarkan adalah jenis Kepala.

Petani

PBLD(PIC)

Konsumen

PBLD(PasarBogor)

Konsumen

PB.Daerah

Gambar 12. Saluran Tataniaga pada Saluran 9A dan 9B


Keterangan:

9A = saluran yang menuju PB. Luar Daerah di PlC


9B = saluran yang menuju PB. Luar Daerah di Pasar Bogor

Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar hampir sama dengan saluran
8, hanya pada saluran 9 memerlukan biaya transportasi yang lebih besar. Hal itu

126

disebabkan lembaga tataniaga yang dituju berikutnya, yakni pedagang besar luar
daerah yang memerlukan ongkos pengiriman barang yang lebih tinggi dibanding
sebelumnya.

8.1.1.10 Saluran Tataniaga 10A dan 10B


Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran ini ada petani,
pedagang besar daerah dan pedagang pengecer luar daerah. Pedagang pengecer
luar daerah yang dimaksud adalah pedagang pengecer yang berada di Bogor
antara lain yang terdapat di Pasar Bogor, pengecer di daerah Gunung Batu dan
Dramaga. Jenis kualitas beras yang dipasarkan kepada pedagang pengecer luar
daerah adalah Kepala dan Super. Berdasarkan jenis kualitas beras maka saluran
ini dibedakan menjadi dua, yaitu saluran 10A untuk jenis Kepala dan 10B untuk
jenis Super (Gambar 13).
Konsumen(Kepala)
Petani

PB.Daerah

PengecerLD(Bogor)

Konsumen(Super)

Gambar 13. Saluran Tataniaga pada Saluran 10A dan 10B


Keterangan:

8.1.2

Pedagang pengecer yang dituju adalah yang berada di daerah Bogor


10A = jenis kualitas beras yang dijual adalah Kepala
10B = jenis kualitas beras yang dijual adalah Super

Biaya, Keuntungan dan MarjinTataniaga Beras pandanwangi Murni

8.1.2.1 Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga Beras Pada Saluran A


Lembaga-lembaga yang terlibat pada saluran A adalah petani, pedagang
pengumpul dan pedagang pengecer daerah. Petani menjual padi kering panen

127

bermalai kepada pedagang pengumpul. Kemudian pedagang pengumpul


mengolah secara langsung padi kering panen menjadi beras pandanwangi yang
siap dijual. Lembaga tataniaga selanjutnya yang dituju oleh pedagang pengumpul
adalah pedagang pengecer di pasar ataupun pedagang pengecer di toko-toko. Pada
umumnya pedagang pengumpul yang memproduksi beras, melakukan proses
grading. Beras pandanwangi yang dihasilkan adalah jenis super. Pola tataniaga
pada saluran A dapat dilihat pada Gambar 14.

Petani

P.Pengumpul

P.Pengecer.D

Konsumen

Gambar 14. Saluran Tataniaga A


Biaya tataniaga dikeluarkan oleh pedagang pengumpul dan pedagang
pengecer daerah. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengumpul
diantaranya biaya transportasi yang terdiri dari ongkos jual kepada pedagang
besar sebesar Rp. 48 per kg, upah penjemuran gabah Rp. 30 per kg, ongkos
penggilingan sebesar Rp. 250 per kg, biaya sortir Rp. 10 per kg, pengemasan Rp.
235 per kg dan biaya penyusutan gabah sebesar Rp. 242,5 per kg (menyusut
sekitar 50 persen). Biaya penyusutan gabah berasal dari rendemen gabah yang
dibeli dari petani yang berbentuk MKP (malai kering panen). Gabah pandanwangi
biasanya dalam bentuk gempelan (gabah yang masih dalam tangkainya),
sehingga rata-rata rendemen yang dihasilkannya lebih rendah dibanding dengan
jenis padi lainnya yakni dibawah 50 persen. Besarnya rendemen di kalangan
pedagang pengumpul mencapai 50 persen yang berarti besarnya penyusutan
mencapai 50 persen dari harga beli pedagang pengumpul. Biaya pengilingan

128

sebesar Rp. 250 per kg merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh
pedagang pengumpul.
Total biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul jumlahnya
sebesar Rp. 815,5 per kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer daerah
pada saluran A sebesar Rp. 40 per kg, yaitu Rp. 75 per kg untuk transportasi dan
Rp. 14,5 per kg untuk biaya bongkar muat. Dengan demikian total biaya tataniaga
pada saluran ini sebesar Rp. 905 per kg. Secara rinci biaya tataniaga saluran A
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga pada
Saluran A
JenisBiaya

Harga(Rp/Kg)

Persentase(%)*

Petani
Hargajual
Farmer'share

3.000,00

43,48
43,48

3.000,00

43,48

30,00
10,00
250,00
235,00
48,00
242,50
815,50
5.000,00
1.184,50
2.000,00
1,31

0,43
0,14
3,62
3,41
0,70
3,51
11,82
72,46
17,17
28,99
1,31

5.000,00

72,46

75,00
14,50
89,50
6.900,00
1.810,50
1.900,00
1,36

1,09
0,21
1,30
100,00
26,24
27,54
1,36

6.900,00

100,00

905,00

13,12

2.995,00

43,41

3.900,00

56,52

PedagangPengumpul
HargaBeli
Biayatataniaga:
Penjemuran
Sortir
Penggilingan
Pengemasan
Transportasi
Penyusutan50%
TotalBiaya
HargaJual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio

Pedagangpengecerdaerah
Hargabeli
Biayatataniaga:
Transportasi
Biayabongkarmuat
TotalBiaya
Hargajual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio

Konsumen
Hargabeli

TotalBiaya
TotalKeuntungan
TotalMarjin

Sumber: Data primer, diolah


* Persentase terhadap harga konsumen

129

8.1.2.2 Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga Pada Saluran B


Lembaga-lembaga tataniaga yang terdapat dalam saluran B diantaranya
petani, pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan pedagang pengecer
daerah. Pada saluran B biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul hampir
sama dengan saluran A. Berbeda halnya dengan saluran A, setelah dari pedagang
pengumpul lembaga tataniaga selanjutnya yang dituju pada saluran B adalah
pedagang besar daerah. Setelah dari pedagang besar daerah barulah Beras
pandanwangi disalurkan ke pedagang pengecer daerah (Gambar 15). Beras yang
dihasilkan jenisnya super.
Petanii

P.Pengumpull

PB.Daerah

P.Pengecer.D

Konsumen

Gambar 15. Saluran Tataniaga B


Keterangan : Pengolahan gabah menjadi beras dilakukan oleh pedagang pengumpul

Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul jenis dan


besarnya sama dengan saluran A yakni sebesar Rp. 815,5 per kg. Pada pedagang
besar daerah biaya total yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 160 per kg.
Setelah dari pedagang besar daerah, lembaga tataniaga selanjutnya adalah
pedagang pengecer daerah. Pedagang pengecer daerah mengeluarkan biaya
bongkar muat barang sebesar Rp. 48 per kg dan biaya transportasi sebesar Rp. 75
per kg, sehingga total biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam saluran B besarnya
Rp. 962,5 per kg. Perinciannya terdapat pada Tabel 15.

130

Tabel 15. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga pada
Saluran B
JenisBiaya

Harga(Rp/Kg)

Persentase(%)*

Petani
Hargajual
Farmer'share

3.000,00

43,17
43,17

3.000,00

43,17

30,00
10,00
250,00
235,00
48,00
242,50
815,50
5.000,00
1.184,50
2.000,00
1,31

0,43
0,14
3,60
3,38
0,69
3,49
11,73
71,94
17,04
28,78
1,31

5.000,00

71,94

40,00
40,00
80,00
160,00
5.400,00
240,00
400,00
1,05

0,58
0,58
1,15
2,30
77,70
3,45
5,76
1,05

5.400,00

77,70

75,00
48,00
123,00
6.950,00
1.427,00
1.550,00
1,26

1,08
0,69
1,77
100,00
20,53
22,30
1,26

Hargabeli

6.950,00

100,00

TotalBiaya
TotalKeuntungan
TotalMarjin

962,50
2.851,50

13,85
41,03

3.950,00

56,83

PedagangPengumpul
HargaBeli
Biayatataniaga:
Penjemuran
Sortir
Penggilingan
Pengemasan
Transportasi
Penyusutan50%
TotalBiaya
HargaJual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio

PedagangBesarDaerah
HargaBeli
Biayatataniaga:
Pengemasan
Transportasi
Penyusutan
TotalBiaya
Hargajual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio

Pedagangpengecerdaerah
Hargabeli
Biayatataniaga:
Transportasi
Biayabongkarmuat
TotalBiaya
Hargajual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio

Konsumen

Sumber: Data primer, diolah


* Persentase terhadap harga konsumen

8.1.2.3 Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga Pada Saluran C1 dan C2


Pada saluran ini lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya petani,
pedagang pengumpul, pedagang besar luar daerah dan pasar swalayan. Pedagang
besar luar daerah yang dituju adalah supermarket dan hypermarket yang berada di
Jakarta. Sama halnya dengan saluran-saluran sebelumnya, dalam saluran ini
pedagang pengumpul adalah lembaga tataniaga yang melakukan pengolahan
terhadap gabah. Sebagai bahan perbandingan, saluran C dibedakan menjadi 2,

131

yaitu saluran C1 yang menuju Supermarket (Hero) dan 4B yang menuju


Hypermarket (Carefour) dijelaskan oleh Gambar 16. Jenis kualitas beras yang
dipasarkan adalah beras super.

Petani

P.Pengumpul

Supermarket(Hero)

Konsumen

Hypermarket(Carefour)

Konsumen

PB.LuarDaerah

Gambar 16. Saluran Tataniaga C1 dan C2


Keterangan:

Pengolahan gabah menjadi beras dilakukan oleh pedagang pengumpul


C1 = saluran yang menuju Supermarket (Hero)
C2 = saluran yang menuju Hypermarket (Carefour)

Biaya yang dikeluarkan pada tingkat pedagang pengumpul nilainya sama


dengan saluran-saluran sebelumnya, yaitu sebesar Rp. 815,5 per kg. Pada tingkat
pedagang besar daerah, biaya yang dikeluarkan nilainya sama, kecuali ongkos
transportasi yang berbeda, karena adanya perbedaan jarak yang ditempuh. Biaya
yang dikeluarkan pedagang besar masing-masing sebesar Rp. 420 per kg untuk
saluran C1 dan Rp. 415,5 per kg untuk saluran C2.
Dengan demikian biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing saluran
sebesar Rp. 1.360,50 per kg untuk saluran C1 dan Rp. 1.336,50 per kg untuk
saluran C2. Rincian biaya tataniaga saluran C1 dan C2 dapat dilihat pada Tabel
16.

132

Tabel 16. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniagaa pada
Saluran C1 dan C2
JenisBiaya
Petani
Hargajual
Farmer'share
PedagangPengumpul
HargaBeli
Biayatataniaga:
Penjemuran
Sortir
Penggilingan
Pengemasan
Transportasi
Penyusutan50%
TotalBiaya
HargaJual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio
PedagangBesarDaerah
HargaBeli
Biayatataniaga:
Pengemasan
Transportasi
Penyusutan
TotalBiaya
Hargajual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio
PasarSwalayan
Hargabeli
Biayatataniaga:
Transportasi
Biayapengemasan
Biayabongkarmuat
TotalBiaya
Hargajual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio
Konsumen
Hargabeli
TotalBiaya
TotalKeuntungan
TotalMarjin

SaluranC1
Harga(Rp/kg)

SaluaranC2
Harga(Rp/kg)
(%)*

(%)*

3.000,00

41,67
41,67

3.000,00

42,25
42,25

3.000,00

41,67

3.000,00

42,25

30,00
10,00
250,00
235,00
48,00
242,50
815,50
5.000,00
1.184,50
2.000,00
1,31

0,42
0,14
3,47
3,26
0,67
3,37
11,33
69,44
16,45
27,78
1,31

30,00
10,00
250,00
235,00
48,00
242,50
815,50
5.000,00
1.184,50
2.000,00
1,31

0,42
0,14
3,52
3,31
0,68
3,42
11,49
70,42
16,68
28,17
1,31

5.000,00

69,44

5.000,00

70,42

260,00
80,00
80,00
420,00
6.400,00
980,00
1.400,00
1,18
SuperMarket
6.400,00

3,61
1,11
1,11
5,83
88,89
13,61
19,44
1,18

260,00
75,50
80,00
415,50
6.255,25
839,75
1.255,25
1,16
HyperMarket
6.255,00

3,66
1,06
1,13
5,85
88,10
11,83
17,68
1,16

88,89

88,10

65,00
200,00
60,00
325,00
7.200,00
475,00
800,00
1,07

0,90
2,78
0,83
4,51
100,00
6,60
11,11
1,07

55,50
175,00
50,00
105,50
7.100,00
739,50
845,00
1,12

0,78
2,46
0,70
1,49
100,00
10,42
11,90
1,12

7.200,00
1.560,50
2.639,50
4.200,00

100,00
21,67
36,66
58,33

7.100,00
1.336,50
2.763,75
4.100,25

100,00
18,82
38,93
57,75

Sumber: Data primer, diolah


* Persentase terhadap harga konsumen

133

8.1.2.4 Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga pada Saluran D1 dan D2


Pada saluran D, yang mengeluarkan biaya tataniaga adalah pedagang
pengumpul dan pedagang besar luar daerah. Berbeda dengan saluran-saluran
sebelumnya, dalam saluran 5 ini out put dari pedagang pengumpul belum dalam
bentuk beras melainkan masih dalam bentuk gabah. Oleh sebab itu lembaga
tataniaga berikutnya yakni pedagang besar harus mengolah gabah tersebut
menjadi beras dan menggradenya sesuai yang diinginkan (seperti jenis Kepala dan
Super), sehingga saluran ini terbagi dua menjadi D1 untuk jenis Kepala dan D2
untuk jenis Super (Gambar 17).

Konsumen(Kepala)
Petani

P.Pengumpul

PB.Luardaerah
Konsumen(Super)

Gambar 17. Saluran Tataniaga D1 dan D2


Keterangan :

Pengolahan gabah menjadi beras dilakukan oleh pedagang besar.


D1 = jenis kualitas beras yang dijual kepada kosumen adalah Kepala.
D2 = jenis kualitas beras yang dijual kepada konsumen adalah Super.

Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul adalah biaya


transportasi (ongkos beli dari petani) dan biaya bongkar muat barang. Besarnya
biaya transportasi yakni Rp. 48 per kg dan biaya bongkar muat besarnya Rp. 35
per kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar luar daerah diantaranya upah
penjemuran gabah, penggilingan, pengemasan, grading, sortir, upah timbang dan
biaya penyusutan dan transportasi. Upah penjemuran gabah masing-masing
sebesar Rp. 22,5 per kg. Biaya penggilingan besarnya Rp. 185 per kg,

134

pengemasan Rp. 325 per kg; grading Rp. 40 per kg; sortir Rp. 20 per kg; biaya
transportasi Rp. 85 per kg dan besarnya upah timbang sebesar Rp. 5 per kg.
Sementara untuk biaya penyusutan adalah rendemen dari gabah yang dibeli dari
pedagang pengumpul. Rendemen gabah yang dibeli dari pedagang pengumpul
pada tingkat pedagang besar, besarnya berbeda-beda menurut jenis kualitas beras.
Rata-rata rendemen gabah masing-masing untuk jenis Kepala besarnya 50 persen
dan untuk jenis Super besarnya 45 persen. Biaya penyusutan masing-masing
besarnya Rp. 2.201 per kg dan Rp. 1.981 per kg. Total biaya tataniaga pada
saluran 5A dan 5B adalah Rp. 2.866,75 per kg dan sebesar Rp. 2.751,63 per kg.
Perinciannya tampak pada Tabel 17.

135

Tabel 17. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga pada
Saluran D1 dan D2
JenisBiaya

SaluranD1
Harga(Rp/kg)

Petani
Hargajual
Farmer'share
PedagangPengumpul
HargaBeli
Biayatataniaga:
Biayabongkarmuat
Transportasi
TotalBiaya
HargaJual
Keuntungan
Marjin
R/CRatio
PedagangBesarLuarDaerah
HargaBeli
Biayatataniaga:
Penjemuran
Penggilingan
Pengemasan
Grading
Sortir
Upahtimbang
Penyusutan50%
penyusutan45%
Transportasi
TotalBiaya
Hargajual
Keuntungan
Marjin
R/CRatio
Konsumen
Hargabeli
TotalBiaya
TotalKeuntungan
TotalMarjin

SaluaranD2
Harga(Rp/kg)
(%)*

(%)*

3.000,00

40,82
40,82

3.000,00

43,80
43,80

3.000,00

40,82

3.000,00

43,80

35,00
48,00
83,00
3.800,00
717,00
800,00
1,23

0,48
0,65
1,13
51,70
9,76
10,88
1,23

35,00
48,00
83,00
3.800,00
717,00
800,00
1,23

0,51
0,70
1,21
55,47
10,47
11,68
1,23

3.800,00

51,70

3.800,00

55,47

22,50
185,00
325,00
40,00
20,00
10,00
2.201,25

0,31
2,52
4,42
0,54
0,27
0,14
29,95

22,50
185,00
325,00
40,00
20,00
10,00

0,33
2,70
4,74
0,58
0,29
0,15
28,92
38,96
100,00
5,57
44,53
1,06
100,00
40,17
16,03
56,20

85,00
2.803,75
7.350,00
746,25
3.550,00
1,11

38,15
100,00
10,15
48,30
1,11

1.981,13
85,00
2.668,63
6.850,00
381,38
3.050,00
1,06

7.350,00
2.886,75
1.463,25
4.350,00

100,00
39,28
19,91
59,18

6.850,00
2.751,63
1.098,38
3.850,00

Sumber: Data primer, diolah


* Persentase terhadap harga konsumen

8.1.2.5 Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga pada Saluran E1 dan E2


Pada saluran ini lembaga yang terkait hanya petani dan pedagang besar
daerah yang sekaligus berfungsi sebagai pedagang pengecer (Gambar 18). Dalam
hal ini pedagang besar daerah langsung membeli dari petani tidak melalui
pedagang pengumpul terlebih dahulu. Tujuan mereka diantaranya agar kualitas
beras dapat terkontrol dengan baik mulai dari penjemuran gabahnya, proses
pengolahan

(penggilingan)

hingga

pengemasannya.

Sebagian

mereka

136

menganggap bahwa kualitas beras sangat ditentukan pula dari proses penjemuran
dan penyimpanan gabah, sehingga mereka lebih memilih membeli langsung dari
petani dan melakukan proses pengolahan sendiri mulai dari awal. Selain itu
pedagang besar juga mengiginkan agar petani dapat menikmati hasil jerih
payahnya dengan harga padi yang lebih tinggi dibandingkan dengan menjual ke
pedagang pengumpul (tengkulak). Tidak mengherankan jika harga beli gabah di
tingkat PBD lebih tinggi dibandingkan di tingkat pedagang pengumpul. Mereka
pun menggrade Beras pandanwangi ke dalam 2 jenis sebagaimana pedagang besar
pada saluran-saluran sebelumnya. Biaya pada saluran ini terbagi menjadi dua,
yang pertama biaya tataniaga untuk jenis kepala (E1) dan yang kedua untuk jenis
super (E2 ). Perbedaan utama yang terdapat antara beras kualitas super dan kepala
pada saluran ini adalah besarnya biaya penyusutan (tergantung besarnya rendemen
gabah).

Petani

Konsumen(Kepala)

E1

Konsumen(Super)

E2

P.Besardaerah

Gambar 18. Saluran Tataniaga E1dan E2


Keterangan:

E1 dan E3 jenis kualitas beras yang dijual adalah Kepala


E2 dan E4 jenis kualitas beras yang dijual adalah Super

Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar diantaranya upah


penjemuran,ongkos penggilingan, grading, sortasi, pengemasan, biaya transportasi
sebagai ongkos beli dari petani, upah timbang, upah bongkar muat dan biaya
penyusutan. Yang berbeda hanyalah biaya penyusutannya, sedangkan biaya yang
lain besarnya sama. Upah penjemuran besarnya Rp. 30 per kg; ongkos

137

penggilingan sebesar Rp. 250 per kg; pengemasan sebesar Rp. 235 per kg; biaya
sortir sebesar Rp. 10 per kg; grading sebesar Rp. 20 per kg; biaya bongkar muat
Rp. 20 per kg dan transportasi sebesar Rp. 40 per kg. Biaya penyusutan saluran
E1 besarnya Rp. 1.932,63 per kg, sedangkan saluran E2 Rp. 1.779,86 per kg.
Total biaya tataniaga saluran E1 besarnya Rp. 2.542,63 per kg, sedangkan saluran
E2 Rp. 2.389,86 per kg. Perincian biaya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18.

Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga pada Saluran
E1 dan E2
JenisBiaya

Petani
Hargajual
Farmer'share
PedagangBesarDaerah
HargaBeli
Biayatataniaga:
Biayabongkarmuat
Transportasi
Penjemuran
Penggilingan
Pengemasan
Grading
Sortir
Upahtimbang
Penyusutan45%
Penyusutan50%
TotalBiaya
Hargajual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio
Konsumen
Hargabeli
TotalBiaya
TotalKeuntungan
TotalMarjin

SaluranE1
Harga(Rp/kg)

SaluaranE2
Harga(Rp/kg)
(%)*

(%)*

3.345,25

49,56
49,56

3.345,25

51,07
51,07

3.345,25

49,56

3.345,25

51,07

20,00
40,00
30,00
250,00
235,00
20,00
10,00
5,00

0,30
0,59
0,44
3,70
3,48
0,30
0,15
0,07

20,00
40,00
30,00
250,00
235,00
20,00
10,00
5,00
1.779,86

0,31
0,61
0,46
3,82
3,59
0,31
0,15
0,08
27,17

1.932,63
2.542,63
6.750,00
862,13
3.404,75
1,15

28,63
37,67
100,00
12,77
50,44
1,15

2.389,86
6.550,00
814,89
3.204,75
1,14

36,49
100,00
12,44
48,93
1,14

6.750,00
2.542,63
862,13
3.404,75

100,00
37,67
12,77
50,44

6.550,00
2.389,86
814,89
3.204,75

100,00
36,49
12,44
48,93

Sumber: Data primer, diolah


* Persentase terhadap harga konsumen

8.1.2.6. Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga pada Saluran F1 dan F2


Saluran ini melibatkan petani, pedagang besar daerah dan pedagang
pengecer luar daerah. Pedagang besar daerah memasarkan beras kepada pedagang
pengecer luar daerah meliputi dua jenis kualitas beras, sehingga saluran ini

138

dibedakan menjadi dua jenis yakni saluran F1 untuk jenis Kepala dan F2 untuk
jenis Super (Gambar 19).
Sebagaimana biaya pada saluran E (E1 dan E2), maka biaya tataniaga pada
saluran F1dan F2 juga tidak jauh berbeda. Dalam saluran F hanya menambahkan
biaya transportasi sebagai ongkos jual kepada pedagang pengecer luar daerah,
sehingga total biaya transportasi yang dikeluarkan pedagang besar daerah sebesar
Rp. 48 per kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar untuk saluran F1
sebesar Rp. 2.551 per kg dan saluran F2 sebesar Rp. 2.401 per kg.

Konsumen(Kepala)
Petani

PB.Daerahl

P.PengecerLD
Konsumen(Super)

Gambar 19. Saluran Tataniaga F1 dan F2


Keterangan :

F1 = jenis kualitas beras yang dijual kepada kosumen adalah Kepala.


F2 = jenis kualitas beras yang dijual kepada konsumen adalah Super.

Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer luar daerah besarnya


tidak sama dengan saluran-saluran sebelumnya karena pedagang pengecer juga
mengeluarkan biaya transportasi yakni sebesar Rp. 175 per kg. Total biaya
tataniaga yang terjadi untuk saluran F1 besarnya mencapai Rp. 2.550,6 per kg dan
saluran F2 besarnya Rp. 2.401,5 per kg. Secara rinci biaya tataniaga yang terjadi
pada saluran F1 dan F2 dapat dilihat pada Tabel 19.

139

Tabel 19. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga pada
Saluran F1 dan F2
JenisBiaya
Petani
Hargajual
Farmer'share
PedagangBesarDaerah
HargaBeli
Biayatataniaga:
Biayabongkarmuat
Transportasi
Penjemuran
Penggilingan
Pengemasan
Grading
Sortir
Upahtimbang
Penyusutan45%
Penyusutan50%
TotalBiaya
Hargajual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio
PedagangPengecerLD
HargaBeli
Biayapemasaran:
Transportasi
Biayabongkarmuat
TotalBiaya
Hargajual
Keuntungan
Marjin
R/Cratio
Konsumen
Hargabeli
TotalBiaya
TotalKeuntungan
TotalMarjin

SaluranF1
Harga(Rp/kg)

SaluaranF2
Harga(Rp/kg)
(%)*

(%)*

3.345,25

47,45
47,45

3.345,25

48,83
48,83

3.345,25

47,45

3.345,25

48,83

20,00
48,00
30,00
250,00
235,00
20,00
10,00
5,00

0,28
0,68
0,43
3,55
3,33
0,28
0,14
0,07

20,00
48,00
30,00
250,00
235,00
20,00
10,00
5,00
1.783,46

0,29
0,70
0,44
3,65
3,43
0,29
0,15
0,07
26,03

1.932,63
2.550,63
6.450,00
554,13
3.104,75
1,09

27,41
36,18
91,49
7,86
44,04
1,09

2.401,46
6.100,00
353,29
2.754,75
1,06

35,06
89,05
5,16
40,21
1,06

6.450,00

91,49

6.100,00

89,05

175,00
18,00
193,00
7.050,00
407,00
600,00
1,06

0,26
2,74
100,00
5,77
8,51
1,06

175,00
18,00
193,00
6.850,25
557,25
750,25
1,09

0,26
2,82
100,00
8,13
10,95
1,09

7.050,00
2.743,63
961,13
3.704,75

100,00
38,92
13,63
52,55

6.850,25
2.594,46
910,54
3.505,00

100,00
37,87
13,29
51,17

Bogor

Bogor

Sumber: Data primer, diolah


* Persentase terhadap harga konsumen

8.2

Efisiensi Saluran Tataniaga


Pengertian efisiensi tataniaga dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu,

dari sudut pandang konsumen(pembeli) dan sudut pandang penjual. Perbedaan ini
timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara konsumen dan produsen.
Penjual menganggap suatu sistem tataniaga efisien apabila dapat menghasilkan
keuntungan tinggi baginya. Sebaliknya konsumen menganggap sistem tataniaga

140

efisien apabila konsumen mudah mendapatkan barang yang diinginkan dengan


harga yang rendah.
Berarti untuk mengetahui apakah tataniaga suatu produk efisien ataukah
tidak, juga dapat dilihat dari dua unsur. Yang pertama, dilihat dan segi efisiensi
operasional dan harga. Efisien operasional dilihat dari segi penggunaan teknologi
dalam melakukan fungsi-fungsi tataniaga, sedangkan efisien harga dapat dilihat
dari marjin tataniaga yang Iebih rendah dan memberikan farmer s share (bagian
yang diterima petani) lebih besar serta memberikan rasio keuntungan biaya yang
tinggi.
Untuk mengetahui saluran yang efisien dalam operasionalnya, maka
pedagang besarlah yang telah efisien dalam penggunaan teknologi. Hal itu dapat
dilihat dari proses grading dan sortasi yang telah menggunakan mesin dibanding
dengan penggunaan tenaga manusia (manual).
Tabel 20. Nilai Persentase Famers Share, Total Biaya, Total Keuntungan dan
Total Marjin
Saluran
Farmer'sShare TotalBiaya(%)
Total
TotalMarjin(%)*
Pemasaran(Jenis
(%)*
*
Keuntungan(%)
beras)
*
A(super)
43,48
13,12
43,41
56,52
B(super)
43,17
13,85
41,03
56,83
C1(super)
41,67
18,90
39,44
58,33
C2(super)
42,25
18,82
38,93
57,75
D1(kepala)
41,96
40,37
17,67
58,04
D2(super)
43,80
40,17
16,03
56,20
E1(kepala)
49,56
37,67
12,77
50,44
E2(super)
51,07
36,49
12,44
48,93
F1(kepala)
47,45
38,92
13,63
52,55
F2(super)
48,83
37,87
13,29
51,17
RATARATA
45,32
29,62
24,86
54,68
RATARATA(super)
44,90
25,60
29,22
55,10
RATARATA(kepala)
46,32
38,99
14,69
53,68
Sumber: Data primer, diolah
* Persentase terhadap harga konsumen

141

Pada Tabel 20 secara nominal nilai farmers share untuk beras jenis super
terbesar dan terkecil terdapat pada saluran E2 dan C1, yang masing-masing
besarnya 53,52 persen dan 41,67 persen. Hal itu berarti petani pada saluran E2
mendapatkan bagian sebesar 53,52 persen dan untuk C1 petani hanya
mendapatkan 41,67 persen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen.
Sedangkan untuk beras jenis kepala kita dapat melihat nilai farmer share
terbesar dan terkecil terdapat pada saluran E1 dan D1 dengan nilai persentase
51,07 dan 46,48 persen dari harga yang dibayar oleh konsumen
Rata-rata keseluruhan farmers share petani lebih besar dibandingkan
dengan keuntungan yang diterima oleh pedagang (pedagang pengumpul dan
pedagang besar). Mereka bisa saja untuk mengoptimalkan lagi nilai farmers
share-nya, jika melakukan beberapa fungsi tataniaga. Namun, sebagian besar
petani, baik petani pemilik penggarap maupun penggarap langsung menjual padi
malai keringnya dari pada melakukan pengolahan. Apalagi saat ini sebagian besar
petani padi pandanwangi tidak lagi memiliki tempat penjemuran gabah seperti
halnya yang dimiliki oleh petani pada masa lampau. Hal ini disebabkan semakin
banyak dan padatnya penduduk di desa yang memerlukan tempat tinggal,
sehingga banyak prasarana pendukung usahatani di tempat penelitian berlangsung
berubah fungsi menjadi tempat tinggal. Kenyataan ini menunjukan bahwa land
reform sudah terjadi di desa tempat padi pandanwangi dibudidayakan.
Proses pengolahan gabah sendiri memerlukan modal dalam jumlah yang
sangat besar. Hal itu disebabkan pengolahan gabah pandanwangi tidak sama
dengan gabah padi secara umum. Dibandingkan dengan padi yang lain padi jenis
ini memiliki lebih banyak tahapan pengolahannya, mulai dari proses penjemuran

142

hingga pengemasan. Faktor modal juga merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan petani tidak dapat langsung mengolah gabahnya.
Dalam kasus tataniaga beras pandanwangi ini, khususnya yang berkaitan
dengan analisis nilai marjin, sebaran nilai marjin tataniaga secara umum dapat
dijadikan indikator untuk melihat apakah suatu saluran tataniaga efisien atau
tidak. Melihat kondisi tataniaga yang terjadi, maka dalam hal ini untuk
mengetahui saluran tataniaga yang efisien baik dari perspektif konsumen ataupun
penjual, salah satu caranya adalah dengan membandingkan

saluran yang

menghasilkan Beras pandanwangi murni. Pada Tabel 20 terlihat bahwa saluran E2


memiliki persentase nilai marjin beras jenis super yang terkecil. Jika dilihat dari
nilai persentase biaya yang dikeluarkan maka saluran A merupakan saluran beras
jenis super yang mengeluarkan nilai terkecil dengan nilai persentase sebesar
13,12. Dengan demikian dilihat dari nilai marjin tataniaga, maka saluran E2
adalah saluran yang lebih efisien bagi konsumen beras jenis super dibandingkan
dengan saluran A ataupun saluran yang lainnya. Sedangkan bagi penjual saluran
yang paling efisien adalah saluran A karena mempunyai biaya terkecil dan total
keuntungan terbesar untuk beras jenis super.
Untuk Beras pandanwangi jenis kepala saluran E1 memiliki nilai marjin
tataniaga sebesar 48,93 persen dari harga pengecer, secara nominal merupakan
nilai marjin terbesar diantara saluran yang lainnya. Berarti saluran ini lah yang
memiliki efisiensi tataniaga bagi konsumen beras kepala.

Nilai keuntungan

saluran D1 sebesar 17,67 persen dari harga konsumen merupakan nilai


keuntungan saluran terbesar dibandingkan dengan yang lain, sehingga membuat
saluran tataniaga ini menjadi efisien bagi penjual beras kepala.

143

Keuntungan terbesar baik pada saluran A maupun D1 diperoleh


pedagang pengumpul. Nilai keuntungan yang besar disebabkan oleh keinginan
memperoleh keuntungan yang besar dari lembaga terkait di dalam salurannya. Hal
ini berkaitan pula dengan tataniaga pandanwangi yang sifatnya tidak cepat terjual
seperti beras yang lain, karena pangsa pasarnya terbatas pada kalangan menengah
ke atas.
Pada saluran tataniaga D, E, F pedagang besar merupakan lembaga yang
melakukan fungsi pengolahan hingga pengemasan modern. Jika dilihat secara
nominal dari sebaran nilai marjin, maka dapat disimpulkan bahwa saluar C2
(beras jenis super) dan D1 (beras jenis kepala) adalah saluran yang paling tidak
efisien.
Sebaran nilai marjin saluran tataniaga beras pandanwangi murni jenis
super dan kepala, yaitu dari 46,48 pensen hingga 58,04 persen. Dalam
menganalisis biaya tataniaga terbesar maka digunakan angka nominal, sehingga
biaya terbesar terdapat pada saluran tataniaga (beras jenis kepala) D1 yang
besarnya mencapai Rp. 2.886,8 per kg. Hal itu disebabkan oleh jarak antar
lembaga yang terlibat (biaya transportasi) ditambah dengan banyaknya fungsi
tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga. Saluran tataniaga yang
terdapat didalamnya sebagai berikut petani pedagang pengumpul pedagang
besar luar daerah konsumen. Biaya terbesar dikeluarkan oleh pedagang besar
luar daerah sebesar Rp. 2.804 per kg. Pedagang besar luar daerah merupakan
lembaga yang melakukan fungsi pengolahan hingga pengemasan terhadap beras.

144

Nilai persentase keuntungan terbesar dimiliki oleh saluran tataniaga A


dengan nilai 43,48. secara nominal merupakan terbesar dibandingkan dengan
lembaga lainnya yang terlibat dalam saluran tersebut.
Penggunaan analisis R per C ratio yaitu untuk mengetahui rasio besar
keuntungan yang diperoleh terhadap setiap rupiah yang dikeluarkan. Pada kedua
belas saluran tataniaga yang diteliti, maka nilai rasio R per C terbesar dimiliki
oleh pedagang pengecer daerah pada saluran A, yakni sebesar 1,36 yang artinya
untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 1,36.

8.3

Struktur Pasar
Struktur pasar yaitu suatu dimensi yang secara deskriptif menjelaskan

gambaran fisik meliputi apa yang dimaksud dengan industri , pasar, ukuran
perusahaan di dalam suatu pasar , ukuran dari distribusi dan konsentrasi
perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk, kondisi keluar masuk pasar dan
hubungan antara penjual dan pembeli, pembeli-pembeli serta penjual-penjual.
Hubungan antara penjual dengan penjual dan pembeli dengan pembeli
disebut sebagai kompetisi. Hubungan kompetisi ini menggambarkan bagaimana
lembaga tataniaga berinteraksi dan mengambil tindakkan sebagai reaksi atas
tindakkan yang dilakukan oleh lembaga tataniaga lainnya dalam satu tingkatan
sistem tataniaga yang sama. Hubungan antara penjual dan pembeli disebut dengan
hubungan negosiasi, hubungan ini terbentuk dari tindakkan dan interaksi antar
penjual dan pembeli.
Hubungan kompetisi dan negosiasi mungkin dapat ditunjukan oleh
karakter individu (bagaimana lembaga a berinteraksi dengan lembaga b) dalam

145

pasar atau agregasi dari semua pelaku pasar (bagaimana semua lembaga
berinteraksi). Agregasi hubungan antara pembeli dan atau penjual disebut dengan
perilaku pasar atau market conduct (Hammond and Dahl, 1977).
Hammond dan Dahl (1977) menyatakan ada empat karakteristik yang
dapat digunakan untuk membedakan struktur pasar, yaitu : (1) jumlah dan ukuran
perusahaan atau produsen, (2) pandangan pembeli terhadap sifat produk, (3)
kondisi keluar masuk pasar dan (4) tingkat pengetahuan seperti biaya, harga dan
kondisi pasar diantara partisipan.
Secara garis besar struktur pasar dapat digolongkan ke dalam dua
kelompok utama yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak
sempurna. Ciri-ciri yang terjadi dalam pasar beras Pandan Wangi Murni adalah
didalam pasar terdapat banyak penjual dan pembeli , saluran-saluran tataniaga
pasar hanya menguasai sebagian kecil dari barang yang dipasarkan sehingga tidak
dapat mempengaruhi pembentukan harga (pricetaker) dibuktikan dengan
banyaknya lembaga tataniaga (34 lembaga) pada setiap tingkatannya pada saluran
tataniaga , produk yang dipasarkan bersifat homogen (beras pandan wangi murni
kepala dan super) serta pelaku pasar dapat dengan mudah keluar atau masuk
kedalam pasar karena tidak adanya hambatan (keterikatan).
Berdasarkan ciri-ciri lembaga-lembaga yang membentuk saluran tataniaga,
jumlah pembeli dan penjual maka pasar yang terjadi pada

tataniaga beras

pandanwangi murni didaerah penelitian adalah pasar bersaing sempurna.

146

IX KESIMPULAN DAN SARAN

9.1

Kesimpulan

1.

Pendapatan yang dihasilkan oleh petani pemilik penggarap jumlahnya


lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal itu dapat dilihat
dari besarnya rasio R per C atas biaya tunai maupun atas biaya total dari
responden petani pemilik penggarap. Berdasarkan analisis pendapatan,
penerimaan dan rasio R per C atas biaya tunai dan atas biaya total,
usahatani yang dilakukan oleh kedua jenis strata yaitu petani pemilik
penggarap dan penggarap masih menguntungkan.

2.

Dari analisis marjin tataniaga, sebaran nilai marjin saluran tataniaga beras
pandanwangi murni jenis super dan kepala, yaitu dari 46,48 persen hingga
58,04 persen. Saluran E2 memiliki persentase nilai marjin beras jenis super
yang terkecil. Dengan demikian, maka saluran E2 adalah saluran yang
lebih efisien bagi konsumen beras jenis super. Saluran A merupakan
saluran beras jenis super yang paling efisien bagi penjual. Hal ini
dikarenakan saluran A mempunyai biaya terkecil dan total keuntungan
terbesar untuk beras jenis super dengan nilai persentase sebesar 13,12 dan
43,41.Untuk beras pandanwangi jenis kepala, saluran E1 merupakan
saluran yang efisien bagi konsumen beras pandanwangi jenis kepala
dengan nilai marjin tataniaga sebesar 48,93 persen.

Nilai keuntungan

saluran D1 sebesar 17,67 persen membuat dari harga konsumen membuat


saluran ini efisien bagi penjual.

147

3.

Beras pandanwangi yang beredar di pasaran saat ini sebagian besar adalah
beras campuran. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya saluran tataniaga yang
memasarkan beras pandanwangi campuran dari pada yang murni. Dari segi
tataniaga, beras pandanwangi campuran dan murni untuk kualitas Kepala
dan Super yang ada di Kabupaten Cianjur memiliki banyak alternatif
saluran tataniaga diantaranya terdapat dua puluh tujuh saluran tataniaga.
Dari dua puluh tujuh saluran tataniaga tersebut terdiri dari sepuluh saluran
tataniaga beras pandanwangi murni dan tujuh belas saluran beras
pandanwangi

campuran.

Lembaga-lembaga

yang

terlibat

dalam

penyaluran beras dan tingkat petani hingga konsumen akhir adalah


pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan luar daerah, pasar
swalayan dan pedagang pengecer daerah dan luar daerah. Fungsi tataniaga
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran
(pembelian dan penjualan), fungsi pengadaan secara fisik (penyimpanan,
pengolahan, pengangkutan) serta fungsi pelancar (sortasi dan grading).
Lembaga yang melakukan fungsi pengolahan cenderung memperoleh
keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan lembaga tataniaga
lainnya. Dalam setiap lembaga yang terlibat dalam proses penyaluran
beras, dilakukan fungsi-fungsi tataniaga yang dapat menambah nilai
ekonomi dan nilai jualnya. Dari kedua belas saluran tataniaga yang
diteliti,nilai rasio R per C terbesar dimiliki oleh pedagang pengecer daerah
pada saluran A, yakni sebesar 1,36 yang artinya untuk setiap Rp. 1,00
biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 1,36.
Nilai R/C ratio terkecil dimilik oleh pedagang besar daerah di saluran B.

148

Dengan nilai 1,05. secara nominal nilai farmers share untuk beras jenis
super terbesar dan terkecil terdapat pada saluran E2 dan C1, yang masingmasing besarnya 53,52 persen dan 41,67 persen. Hal itu berarti petani
pada saluran E2 mendapatkan bagian sebesar 53,52 persen dan untuk C1
petani hanya mendapatkan 41,67 persen dari harga yang dibayarkan oleh
konsumen.

9.2

Saran

1.

Petani maupun pedagang merubah sistem ijon sebagai sistem jual-beli


diantara mereka dengan sistem yang dapat menguntungkan kedua belah
pihak. Sistem penjualan yang dilakukan oleh petani sebaiknya dilakukan
setelah padinya masak dan dipanen terlebih dahulu oleh petani, sehingga
dapat diketahui secara pasti berapa berat gabah yang dipanen. Sistem
minapadi sebaiknya digunakan dalam berusahatani padi pandan wangi.
Petani juga sebaiknya menanam tanaman konsumsi (buah pisang) di
pematng sawahnya.

2.

Pemerintah

harus

menggalakkan

dan

mengembangkan

kembali

pembentukan kelompok tani dengan jalinan mitra usaha antar petani


(dalam hal ini kelompok tani) dengan salah satu pedagang besar patut
lebih dikembangkan. Pihak pemerintah harus mendorong para petani yang
tergabung dalam suatu kelompok tani dan Gapoktan (Gabungan Kelompok
Tani)

untuk

melakukan

fungsi-fungsi

tataniaga,

sehingga

dapat

meningkatkan nilai jual produknya. Petani beserta kelompoknya dapat


secara bersama-sama menggalang modal untuk melakukan fungsi
pengolahan gabah hingga penjualannya, sehingga usaha yang mereka

149

lakukan berkembang menjadi usaha agribisnis utuh dari hulu sampai hilir.
Untuk mengawalinya diperlukan pinjaman modal baik dari pemerintah
maupun dari pihak-pihak terkait lainnya. Dalam hal ini diperlukan suatu
keberanian dari petani untuk memulai sesuatu yang baru dan penuh resiko.
3.

Proses pencampuran beras di pasaran oleh pedagang ataupun pada saat


penebaran benih yang dilakukan oleh petani dapat menurunkan kualitas
dan harga dari beras pandanwangi. Dalam hal ini peran pemerintah
setempat sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dari produk andalan
daerahnya. Rencana dan upaya yang akan dilakukan pemerintah untuk
melakukan sertifikasi beras khususnya pandanwangi harus segera
dilakukan untuk menjaga kelestarian jenis plasma nuftah asli Indonesia
yang hanya terdapat di Kabupaten Cianjur ini.

4.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menganalisis faktor-faktor yang


mempengaruhi petani di Cianjur berusahatani padi pandanwangi dan
faktor-faktor yang menyebabkan pedagang mencampur beras pandan
wangi dengan beras lainnya. Dalam merumuskan pertanyaan yang akan
diajukan ke responden, sebaiknya penggunaan diksi kalimat pertanyaan
yang dimengerti konsumen. Tujuannnya agar semua pertanyaan yang
diajukan valid.

150

Sedangkan untuk beras jenis kepala kita dapat melihat nilai farmer share
terbesar dan terkecil terdapat pada saluran E1 dan D1 dengan nilai persentase
51,07 dan 46,48 persen dari harga yang dibayar oleh konsumen. Berdasarkan
pengamatan dan fakta di lokasi penelitian terhadap ciri-ciri dan saluran tataniaga,
jumlah pembeli dan penjual maka pasar yang terjadi pada

tataniaga beras

pandanwangi murni didaerah penelitian sesuai dengan kriteria pasar bersaing


sempurna.
Jenis beras pandanwangi yang dipasarkan berupa jenis pandanwangi murni
dan campuran. Ada 3 kualitas beras pandanwangi yang dipasarkan yaitu Kepala,
Super dan Jitay. Tataniaga jenis Kepala dan Super hingga ke luar daerah, seperti
Jakarta, Bandung, Bogor, Sukabumi dan kota-kota lainnya, sedangkan jenis Jitay
tataniaganya hanya di daerah Cianjur sendiri.

saran
Pendapatan yang dihasilkan oleh petani pemilik penggarap jumlahnya
lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal itu dapat dilihat dari
besarnya rasio R per C atas biaya tunai maupun atas biaya total dari responden
petani pemilik penggarap. Berdasarkan analisis pendapatan, penerimaan dan rasio
R per C atas biaya tunai dan atas biaya total, usahatani yang dilakukan oleh kedua
jenis strata yaitu petani pemilik penggarap dan penggarap masih menguntungkan.
Dinas Pertanian yang memiliki tugas untuk memurnikan kembali benih
pandanwangi. Hal itu dilakukan berkaitan dengan adanya praktek pencampuran

151

benih pandanwangi yang dilakukan oleh sebagian petani sebelum disemai ataupun
pencampuran yang dilakukan oleh pedagang. Mengingat pentingnya pemurnian
benih tersebut. Dinas Pertanian memerintahkan kepada salah seorang petani
pandanwangi benama H.Mansyur yang telah berkompeten di bidangnya untuk
melakukan proses penangkaran benih di Desa Bunisari, Kecamatan Warung
Kondang Kabupaten Cianjur. Tujuannya untuk mempertahankan benih padi
pandanwangi yang murni dari kepunahan.
Dinas Pertanian secara sengaja bekerjasama dengan Balai Pengawasan
Sertifikasi Benih (BPSB) melakukan labelisasi benih. Hal itu bertujuan antara
lain, agar sumber benih padi pandanwangi sama; untuk menjaga keseragaman
benih yang tersebar di lapangan, sehingga pandanwangi yang dihasilkan dimana
pun asal tempat menanamnya, bentuknya seragam; dan untuk menjaga kualitas
dari varietas padi pandanwangi itu sendiri.
Beras pandanwangi yang beredar di pasaran saat ini sebagian besar adalah
beras campuran. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya saluran tataniaga yang
memasarkan beras pandanwangi campuran dari pada yang murni. Dari segi
tataniaga, beras pandanwangi campuran dan murni untuk kualitas Kepala dan
Super yang ada di Kabupaten Cianjur memiliki banyak alternatif saluran tataniaga
diantaranya terdapat dua puluh tujuh saluran tataniaga. Dari dua puluh tujuh
saluran tataniaga tersebut terdiri dari sepuluh saluran tataniaga Beras
pandanwangi murni dan tujuh belas saluran beras pandanwangi campuran
Lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran beras dan tingkat petani
hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah per
luar daerah, pasar swalayan dan pedagang pengecer daerah per luar daerah. Fungsi

152

tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran


(pembelian dan penjualan), fungsi pengadaan secara fisik (penyimpanan,
pengolahan, pengangkutan) serta fungsi pelancar (sortasi dan grading). Lembaga
yang melakukan fungsi pengolahan cenderung memperoleh keuntungan yang
lebih besar dibandingkan dengan lembaga tataniaga lainnya. Dalam hal ini
dicontohkan oleh pedagang pengumpul dan pedagang besar daerah.
Dalam setiap lembaga yang terlibat dalam proses penyaluran beras,
dilakukan fungsi-fungsi tataniaga yang dapat menambah nilai ekonomi dan nilai
jualnya. Semakin banyak lembaga yang terlibat, semakin banyak peran yang
dilakukan oleh setiap lembaga untuk melakukan fungsi tataniaga, sehingga
semakin besar pula biaya yang dikeluarkan. Dari analisis marjin tataniaga, saluran
E2 memiliki persentase nilai marjin beras jenis super yang terkecil. Dengan
demikian, maka saluran E2 adalah saluran yang lebih efisien bagi konsumen beras
jenis super dibandingkan dengan saluran A ataupun saluran yang lainnya. Dari
analisis nilai persentase biaya dan keuntungan maka saluran A merupakan saluran
beras jenis super yang paling efisien bagi penjual. Hal ini dikarenakan saluran A
mempunyai biaya terkecil dan total keuntungan terbesar untuk beras jenis super
dengan nilai persentase sebesar 13,12 dan 43,41.
Untuk beras pandanwangi jenis kepala saluran E1 memiliki nilai marjin
tataniaga sebesar 48,93 persen dari harga pengecer. Berarti saluran ini lah yang
memiliki efisiensi tataniaga bagi konsumen beras pandanwangi jenis kepala.
Nilai keuntungan saluran D1 sebesar 17,67 persen dari harga konsumen
merupakan nilai keuntungan saluran terbesar dibandingkan dengan yang lain,

153

sehingga membuat saluran tataniaga ini menjadi efisien bagi penjual beras jenis
kepala.
Keuntungan terbesar baik pada saluran A maupun D1 diperoleh
pedagang pengumpul. Nilai keuntungan yang besar disebabkan oleh keinginan
memperoleh keuntungan yang besar dari lembaga terkait di dalam salurannya. Hal
ini berkaitan pula dengan tataniaga pandanwangi yang sifatnya tidak cepat terjual
seperti beras yang lain, karena pangsa pasarnya terbatas pada kalangan menengah
ke atas.
Pada saluran tataniaga D, E, F pedagang besar merupakan lembaga yang
melakukan fungsi pengolahan hingga pengemasan modern. Jika dilihat secara
nominal dari sebaran nilai marjin, maka dapat disimpulkan bahwa saluran C2
(beras jenis super) dan D1 (beras jenis kepala) adalah saluran yang paling tidak
efisien.
Sebaran nilai marjin saluran tataniaga beras pandanwangi murni jenis
super dan kepala, yaitu dari 46,48 persen hingga 58,04 persen. Dalam
menganalisis biaya tataniaga terbesar maka digunakan angka nominal, sehingga
biaya terbesar terdapat pada saluran tataniaga (beras jenis kepala) D1 yang
besarnya mencapai Rp. 2.886,8 per kg. Hal itu disebabkan oleh jarak antar
lembaga yang terlibat (biaya transportasi) ditambah dengan banyaknya fungsi
tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga. Saluran tataniaga yang
terdapat didalamnya sebagai berikut petani pedagang pengumpul pedagang
besar luar daerah konsumen. Biaya terbesar dikeluarkan oleh pedagang besar
luar daerah sebesar Rp. 2.804 per kg. Pedagang besar luar daerah merupakan
lembaga yang melakukan fungsi pengolahan hingga pengemasan terhadap beras.

154

Nilai persentase keuntungan terbesar dimiliki oleh saluran tataniaga A


dengan nilai 43,48. secara nominal merupakan terbesar dibandingkan dengan
lembaga lainnya yang terlibat dalam saluran tersebut.
Penggunaan analisis R per C ratio yaitu untuk mengetahui rasio besar
keuntungan yang diperoleh terhadap setiap rupiah yang dikeluarkan. Pada kedua
belas saluran tataniaga yang diteliti, maka nilai rasio R per C terbesar dimiliki
oleh pedagang pengecer daerah pada saluran A, yakni sebesar 1,36 yang artinya
untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan
sebesar Rp. 1,36.
Berdasarkan pengamatan dan fakta di lokasi penelitian terhadap ciri-ciri
dan saluran tataniaga, jumlah pembeli dan penjual maka pasar yang terjadi pada
tataniaga beras pandanwangi murni didaerah penelitian sesuai dengan kriteria
pasar bersaing sempurna. Secara umum penjualan gabah yang dilakukan olen
petani dengan pedagang (pedagang pengumpul maupun pedagang besar) masih
memakai sistem ijon. Dengan sistem ijon. proses tawar-menawar antara petani
dan pedagang terjadi dengan sistem taksir-menaksir diantara keduannya. Sistem
taksir-menaksir yang dilakukan memiliki resiko, diantaranya menguntungkan satu
pihak per merugikan yang lain, menguntungkan keduanya ataupun merugikan
keduanya. Untuk itu sebaiknya petani maupun pedagang merubah sistem ijon
sebagai

sistem

jual-beli

diantara

mereka

dengan

sistem

yang

dapat

menguntungkan kedua belah pihak. Sistem penjualan yang dilakukan oleh petani
sebaiknya dilakukan setelah padinya masak dan dipanen terlebih dahulu oleh
petani, sehingga dapat diketahui secara pasti berapa berat gabah yang dipanen.
Dalam hal ini diperlukan adanya upaya dari pemerintah dan instansi pertanian

155

terkait untuk memberikan pengarahan serta penyuluhan kepada petani, sehingga


mereka dengan kesadaran sendiri mengubah kebiasaannya. Upaya yang tengah
dilakukan oleh pemerintah dengan menggalakan kembali pembentukan kelompok
tani serta adanya jalinan mitra usaha antara petani (dalam hal ini kelompok tani)
dengan salah satu pedagang besar patut lebih dikembangkan lagi. Mitra usaha
yang dilakukan yaitu dengan cara kelompok tani menjual gabahnya kepada
pedagang besar dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan pada pengumpul.
Syaratnya gabah tersebut harus pandanwangi murni. Hal itu dapat mencegah
petani untuk menjual gabahnya secara tunai serta adanya jaminan pihak luar yang
akan membeli hasil panennya.
Pihak pemerintah dapat pula mendorong para petani yang tergabung dalam
suatu kelompok tani dan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) untuk melakukan
fungsi-fungsi tataniaga, sehingga dapat meningkatkan nilai jualnya. Petani beserta
kelompoknya dapat secara bersama-sama menggalang modal untuk melakukan
fungsi pengolahan gabah hingga penjualannya, sehingga usaha yang mereka
lakukan berkembang menjadi usaha agribisnis utuh dari hulu sampai hilir. Untuk
mengawalinya diperlukan pinjaman modal baik dari pemerintah maupun dari
pihak-pihak terkait lainnya. Dalam hal ini diperlukan suatu keberanian dari petani
untuk memulai sesuatu yang baru dan penuh resiko.
Proses pencampuran beras di pasaran oleh pedagang ataupun pada saat
penebaran benih yang dilakukan oleh petani dapat menurunkan kualitas dari beras
pandanwangi. Dalam hal ini peran pemerintah setempat sangat diperlukan untuk
menjaga kualitas dari produk andalan daerahnya. Rencana dan upaya yang akan
dilakukan pemerintah untuk melakukan sertifikasi beras khususnya pandanwangi

156

harus segera dilakukan untuk menjaga kelestarian jenis plasma nuftah asli
Indonesia yang hanya terdapat di Kabupaten Cianjur ini.

157

LAMPIRAN

158

Lampiran 1. Tabel Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Petani Pemilik


Penggarap Padi Pandan Wangi dalam MT I dan MT II pada Lahan 1 Ha
No Komponen
1

Penerimaan
PenerimaanTunai
Penjualangabah(kg)
Penjualanikan(kg)
TotalPenerimaanTunai
PenerimaanTidakTunai
Konsumsigabahkeluarga(kg)
KonsumsiIkankeluarga(kg)
Penyimpanan(kg)
TotalPenerimaanTidakTunai
TotalPenerimaanUsahatani
Biaya
BiayaTunai
Pembelianbenihpadi(kg)
pembelianbibitikan(kg)
pembelianpupuk:
~Urea(kg)
~SP36(kg)
~NPK(kg)
TotalpembelianPupuk
PembelianPestisida
BiayaPanen(perkg)

RataRataper
Musim(Rp)

8.466.870,20 9.924.810,00 9.195.840,10


524.160,36 634.505,50 579.332,93
8.991.030,56 10.559.315,50 9.775.173,03
649.230,00
67.500,02
965.400,00
1.682.130,02
10.673.160,58

648.840,00
72.485,34
875.850,00
1.597.175,34
12.156.490,84

649.035,00
69.992,68
920.625,00
1.639.652,68
11.414.825,71

278.800,00 327.800,00 303.300,00


180.500,20 216.200,22 198.350,21
201.275,00
208.334,00
103.250,00
512.859,00
75.000,00
504.075,00
1.865.568,80
60.000,00
150.050,00
38.860,00
3.665.713,00

206.117,24
217.187,25
104.166,50
527.470,99
75.000,00
572.475,00
2.430.024,00
60.000,00
164.000,00
38.860,00
4.411.830,21

203.696,12
212.760,63
103.708,25
520.165,00
75.000,00
538.275,00
2.147.796,40
60.000,00
157.025,00
38.860,00
4.038.771,61

149.828,24
95.100,25
Biayaimbanganpenggunaanlahan 5.084.183,40
TotalBiayaTidaktunai
5.329.111,89
TotalBiayaProduksi
8.994.824,89
Pendapatan
Pendapatanatasbiayatunai
5.325.317,56
Pandapatanatasbiayatotal
1.678.335,69
R/Catasbiayatunai
2,45
R/Catasbiayatotal
1,1866

189.540,00
95.100,25
5.546.000,00
5.830.640,25
10.242.470,46

169.684,12
95.100,25
5.315.091,70
5.579.876,07
9.618.647,68

6.147.485,29
1.914.020,38
2,39
1,1869

5.736.401,43
1.796.178,04
2,42
1,1867

BiayaTenagaKerjaLuarKeluarga(HOK)

IuranPajak
Zakat
Biayalainlain
TotalBiayaTunai
BiayaTidakTunai
BiayaTenagaKerjaDalamKeluarga(HOK

Penyusutanalat

MusimTanamI MusimTanamII
(Rp)
(Rp)

Sumber: Data primer, diolah

159

Lampiran 2. Tabel Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Petani Penggarap


Padi pandan Wangi dalam MT I dan MT II pada Lahan 1 Ha
MusimTanamI MusimTanamII
RataRataper
No Komponen
(Rp)
(Rp)
Musim(Rp)
1
Penerimaan
PenerimaanTunai
Penjualangabah(kg)
7.484.309,20 9.456.810,00 8.470.559,60
Penjualanikan(kg)
656.663,18 803.871,12 730.267,15
TotalPenerimaanTunai
8.140.972,38 10.260.681,12 9.200.826,75
PenerimaanTidakTunai
Konsumsigabahkeluarga(kg)

KonsumsiIkankeluarga(kg)
201.951,80 76.239,08 139.095,44
Penyimpanan(kg)
210.000,00 210.000,00 210.000,00
TotalPenerimaanTidakTunai 411.951,80 286.239,08 349.095,44
TotalPenerimaanUsahatani 8.552.924,18 10.546.920,20 9.549.922,19
2
Biaya
BiayaTunai
Pembelianbenihpadi(kg)
274.258,58 322.813,33 298.535,96
pembelianbibitikan(kg)
219.563,07 255.263,09 237.413,08
pembelianpupuk:
~Urea(kg)
197.637,50 202.392,23 200.014,87
~SP36(kg)
216.667,35 225.874,75 221.271,05
~NPK(kg)
103.250,00 104.166,50 103.708,25
TotalpembelianPupuk
517.554,85 532.433,48 524.994,17
PembelianPestisida
41.000,00 41.000,00 41.000,00
Bagihasilataspenggunaanlaha 5.084.183,40 5.546.000,00 5.315.091,70
BiayaPanen(perkg)
322.835,18 549.943,40 436.389,29
BiayaTenagaKerjaLuarKeluarga(HOK) 1.491.485,81 1.956.842,00 1.724.163,91
Biayalainlain
16.276,66 16.276,66 16.276,66
TotalBiayaTunai
7.967.157,55 9.220.571,96 8.593.864,76
BiayaTidakTunai
BiayaTenagaKerjaDalamKeluarga(HOK 149.828,24 189.540,00 169.684,12
Penyusutanalat
46.666,66 46.666,66 46.666,66
TotalBiayaTidaktunai
196.494,90 236.206,66 216.350,78
TotalBiayaProduksi
8.163.652,45 9.456.778,62 8.810.215,54
3
Pendapatan
Pendapatanatasbiayatunai
173.814,83 1.040.109,16 606.961,99
Pandapatanatasbiayatotal
389.271,73 1.090.141,58 739.706,65
R/Catasbiayatunai
1,02
1,11
1,07
R/Catasbiayatotal
1,05
1,12
1,08

Sumber: Data primer, diolah

160

Lampiran 3. Gambar Lambang dan Peta Kabupaten Cianjur

Makna Lambang
/isai, melambangkan ketangguhan fisik dan mental.
Warna dasar kuning emas, melambangkan kehidupan yang abadi.
Gunung berwarna hijau, melambangkan kesuburan.
Hamparan warna biru, menunjukkan air yang melambangkan kesetiaan
dan ketaatan.
Dua tangkai padi bersilang berwarna, masing - masing berbutir 17
melambangkan ketentraman dan dinamika kehidupan masyarakat yang
dijiwai semangat Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Simpul pita berwarna kuning emas, melambangkan sifat /satuan dan
kesatuan.
Motto Sugih Mukti, melambangkan kesejahteraan

161

Lampiran 4. Data Pedagang Beras Pandan Wangi


No JenisLembaga NamaOrang/Lembaga FungsiTataniaga
Perlakuan
H.Mansyur
Pertukaran
PenjualandanPembelian
Pengolahan,Pengemasan,
Pengadaan
H.Pepen
Pengangkutandan
Pedagang
SecaraFisik
1
Penyimpanan
Pengumpul
H.Ishak
InformasiHargadanPasar,
Pelancar
AaAnwar
Sortasi,Permodalandan
Apud
Penanggunganresiko

Pedagang
BesarDaerah

PB.Pusiterup

Pertukaran

PBSukamulya

Pengadaan
SecaraFisik

PB.Pusaka
PB.Wangun

Pelancar

PB.BurungNuri

Pedagang
BesarLuar
Daerah

PB.Joglo

Pertukaran

PB.Sd.Asih

Pengadaan
SecaraFisik

PB.OKH
PB.BudiAsih
PB.Hikmah

TokoSugihMukti
TokoKrisnaJayaAbadi

Pedagang
Pengecer

Pasar
Swalayan

TokoCianjurAsri
TokoBudiBeras
TokoBerkahUtama
TokoBerasMulia
(Bogor)
TokoBerasAnugrah
(Bogor)

PembeliandanPenjualan
Pengolahan,Pengemasan,
Pengangkutandan
Penyimpanan
InformasiHargadanPasar,
SortasidanGrading,
Permodalandan
Penanggunganresiko
PembeliandanPenjualan
Pengangkutandan
Penyimpanan

Pelancar

InformasihargadanPasar,
Permodalandan
penanggunganResiko

Pertukaran

PembeliandanPenjualan

Pengadaan
SecaraFisik

Pengangkutandan
Penyimpanan

Pelancar

InformasihargadanPasar,
Permodalandan
penanggunganResiko

Hero

Pertukaran

PembeliandanPenjualan

Carefour

Pengadaan
SecaraFisik

Pengangkutan,pengemasan
danPenyimpanan

162

Lampiran 5. Kuisioner Petani Padi


Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul
(Studi Kasus Beras pandanwangi di Kecamatan Warungkondang
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
Prima Gandhi (A14104052)
Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Fakultas /tanian-Institut /tanian Bogor

Kuisioner Petani padi pandanwangi


Tanggal

No.Kuisioner

A. IDENTITAS PETANI
1. Nama

: .................................................................................

2. Pekerjaan Utama

: .................................................................................

3. Pekerjaan Sampingan

: .................................................................................

4. Daerah asal

: .................................................................................

5. Umur dan jenis kelamin

: ...............................................Laki-laki//empuan

6. Agama

: ..................................................................................

7. Alamat

: ......................................................Rt........Rw..........
Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

8. Pendidikan formal

: .............................tamat / tidak tamat kelas................

9. Pengalaman mengikuti kursus, latihan kerja, penyuluhan kelompok yang diberikan oleh Dinas
/tanian, Penyuluh lapangan, KUD atau Instansi lain, jumlah :...........
a.

.................................................................tahun.............................................

b.

.................................................................tahun.............................................

c.

.................................................................tahun.............................................

10. Keluarga (Mereka yang hidup serumah / menjadi tanggungan petani atau yang ikut mencari
nafkah) Jumlah
: (.........)............................. orang

163

No

Nama

Status
Hubungan

Jenis
Kelamin

Pendidikan
terakhir

Ikutmembantu
Kegiatan
Usahatani*

Ikutmencari
nafkahdiluar
Usahatani*

1
2
3
4
5
6
7
8

Ket : * (Ya/Tidak), Pilih salah satu


11. Pengalaman bertani padi pandanwangi

: ......................................................Tahun.

12. Alasan menjadi petani padi pandanwangi: ................................................................................


13. Pola bercocok tanam padi pandanwangi : a. Monokultur
b. Minapadi dengan ............................................
c. Tumpangsari dengan.......................................
d. Lainnya...........................................................
14. Asal Modal

: pribadi/pinjaman

15. Hasil panen selanjutnya (dijual langsung ditempat/disimpan)

B. LAHAN USAHATANI
1. Luas Lahan yang dimiliki (dikuasai) / dikerjakan :

No
1
2
3
4
5
6
7

JenisLahan

Digarap
Sendiri/Orang
lain

Status*

Luas(Ha)

TaksiranNilai
(Rp)

Sawah
Tegalan
Kebun
Kolam
Pekarangan
Kandang
JUMLAH

* Ket : disewakan, disakapkan, digadaikan, dsb.

2. Jenis Tanaman/ Hewan yang diusahakan :

164

No
1

Jenis
Tanaman/Hewan

LuasHa/jumlah
pohon/hewan

Status*

TaksiranNilai(Rp)

PadiPandanWangi

2
3
4
5
6
TotalLuasLahan
3. Pola pergiliran Tanaman dalam satu tahun
Pola Tanam

Bulan
4. Pola Tanam padi pandanwangi

Bulan
KodePersil
:

10

11

12

(...................................................)

(.......................................)

(...................................................)

(........................................)

Pola Luas:
tanam KodePersil
:
Luas:

C. BIAYA INVENTARISASI DAN ASET YANG DIGUNAKAN DALAM


USAHATANI PADI PANDANWANGI
1. Sarana produksi /tanian :

165

JenisAset Jumlahyang Jumlahyang


dan
dimiliki
disewa
Investasi

HargaBeli
(Rp/buah)

Harga
Umur
Nilai
Sewa
Teknis Sekarang
(Rp/buah/ (Tahun)
(Rp)
musim)

Bangunan
Alatalat
~Cangkul
~Kored
~Sabit/Arit
~Golok
~Linggis
~Sprayer
~Traktor
~caplakan
~Panganler
~Ember
~...............
~...............
Bibityang
disimpan
Sarana
Produksi
~Pupuk
~.............
~Pestisida
~............
Ternak
Produksi
Tanamandi
Lapangan
TenagaKerja
Lainlain
~............
~............

2. Penggunaan lahan dalam 1(satu) musim tanam usahatani (Musim tanam........)

166

No

Jenislahan

Area
(Ha)

Dalam
Dalambentuk
bentukcash
barang
(Rp)

Lahansewa
1 1.Sewatetapdibatarkankepadapemiliklahan
2.Bagihasil
Lahanyangdisewakankeoranglain
1.Sewatetapdibayarakanolehpenyewa
2
2.Bagihasil
3.Pembayaranpajak(PBB)
Lahanyangdiusahakansendiri
3
1.Pembayaranpajak(PBB)

D. PENGELUARAN USAHATANI PADI PANDANWANGI


1. Penggunaan Sarana Produksi (satu musim / masa tanam................)

Jenis Sarana
Produksi

Harga
(Rp/satuan)

Jumlah
(Satuan)

Jumlah Nilai
(Rp)

Asal
Sistem
Pembelian* Pembaya
ran **

Benih/bibit padi
Pupuk Kimia :
a. Urea
b. SP 36
c. KCl
d. NPK
e. .........
Pupuk Buatan :
a. Pupuk kandang
b. Pupuk kompos
c. Pupuk organik
Obat-obatan
a. Rodentisida
b. Pestisida
c. ...............
Jumlah

Cat :
Ket:

xxxxxxxxxxx

xxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxx xxxxxxxxx

Penggunaan sarana produksi ini hanya yang dibeli, harga satuan sarana produksi
diperhitungkan pada tingkat usahatani / petani.
* Asal pembelian : kios saprotan desa, kios saprotan kecamatan, pabrik saprotan, KUD,dll
** Sistem pembayaran : tunai, kredit, dll

167

2. Pengeluaran Umum Usahatani (masa tanam.....................................)


No
Jenis
JumlahNilai Keterangan
PadiPandanwangi
(Rp)
Satuan

JumlahNilai
(Rp)
1

Ipedalahan
(PBB)
Iuaran
Pengairan
Iuranwajib
lainnya
(Listrik)
Zakat
Produksi
Perbaikan
lahan
Upahburuh
umum
Pembayaran
bunga
pinjaman
SewaTraktor

SewaTernak

2
3

4
5
6
7

Keteranga
nsatuan

1Tahun

10
11

.....................

12

.....................

13

.....................

14

.....................
Total

168

E. PENDAPATAN USAHATANI
1. Produksi dan Penggunaannya ( masa tanam.............................)

Jenis
Produk

Jumlah
(satuan)

Dikonsumsi
Keluarga

Dipakailagi
dalamUsahatani

Dijual

YangHilang

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


Nilai
Nilai
Nilai
Nilai(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Padi
Pandan
Wangi
Tanaman
Lain
~
~
~
Hewan
Ternak
~
~
~
Total
Cat : Produk adalah yang dihasilkan oleh petani, /hitungan nilai produk didasarkan pada hargaharga yang berlaku di tingkat petani.

F. TATANIAGA PADI PANDANWANGI


1. Kegiatan tataniaga ( Dijual Ke)

No Bentuk
Produk*

Lembaga
Pemasaran

HargaJual
(Rp/Kg)

Jumlah
Sistem
Pasaryang
Penjualan(Kg) Pembayaran** dituju

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Ket :
* Padi, Gabah atau Beras
** Sistem pembayaran: tunai, kredit, dll.
2. Jika disimpan : a. Bentuk dan Jumlah komoditi yang disimpan..........................................kg
b. Lokasi penyimpanan................................................................
c. Lama penyimpanan..................................................................

169

d. Cara penyimpanan...................................................................
e. Besarnya biaya penyimpanan: Rp.........................................
3. Apakah Bapak / Ibu mengeluarkan biaya pengangkutan ? (Ya / Tidak)
Jika Ya, besarnya biaya pengangkutan Rp. :.........................................................
4. Apakah lembaga tataniaga yang menerima hasil panen dari petani menerapkan suatu
standarisasi ? (Ya / Tidak)
5. Sebelum dijual apakah padi pandanwangi mengalami penyortiran? (Ya / Tidak)
Jika iya, berapa besar biaya penyortiran Rp...................
6. Apakah Bapak / Ibu melakukan proses pengemasan.? (Ya / Tidak)
Jika iya, se/ti apa dan, berapa besar biaya pengemasan Rp.........................
7. Bagaimana dan Siapakah yang menetukan harga jual?....................................................................
........................................................................................................................................................
8.Darimanakah informasi mengenai harga di/oleh?........................................................................
......................................................................................................................................................
9. Apakah kesulitan yang dihadapi dalam sistem tataniaga komoditi padi pandanwangi di
kecamatan Warung Kondang?..............................................................................................
......................................................................................................................................................
10. Apakah jika harga dipasar sedang turun anda tetap melakukan kegiatan panen?
......................................................................................................................................................
11. Adakah pengaruh hari besar terhadap harga padi pandanwangi? (Ada / Tidak ada)
Jika ada apa pengaruhnya?...........................................................................................................
12. Sumber modal (modal sendiri / mendapat bantuan / mendapat pinjaman)
a. Besarnya modal : Rp................................................................................................................
b. Jika mendapat pinjaman dalam bentuk...................................dengan jangka waktu.............Th
c. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal? (Ya / tidak)
d. Jika ya, apakah petani harus menjual hasil panen ke lembaga terebut?...................................
................................................................................................................................................

------------------=Trima

Kasih=--------------------

170

Lampiran 6. Kuisioner Pedagang Beras Pandan Wangi


Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul
(Studi Kasus Beras pandanwangi di Kecamatan Warungkondang
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
Prima Gandhi (A14104052)
Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Fakultas /tanian-Institut /tanian Bogor

Kuisioner Responden Tataniaga Beras pandanwangi


Tanggal

No.Kuisioner

I. Identitas Pedagang
1. Nama

:.............................................................................

2. Alamat

: Rt / Rw........................... Desa.............................
Kecamatan.......................

3. Umur dan Jenis Kelamin

:..................tahun(Laki-laki / Wanita)

4. Pendidikan Formal

:.....................tamat / tidak tamat kelas.....................

5. Pendidikan Nonformal

a. ..........................................................................................tahun..........................
b. ..........................................................................................tahun..........................
c. ..........................................................................................tahun..........................
d. ..........................................................................................tahun.........................
6.Pekerjaan utama

:.............................................................................

7. Pekerjaan sampingan

:.............................................................................

8. Klasifikasi Pedagang

: (1) Pengumpul desa

(3) Pedagang besar

(2)Pengumpul kecamatan(4) Pengumpul kabupaten


9.Nama Lembaga

:................................................

10.Bentuk Lembaga

: (1) perorangan
(2) Koperasi

11.Tahun mulai bero/asi

(3) Firma / CV
(4) Lainnya................

:....................................................................................

12. Komoditas /tanian yang di/dagangkan (berdasarkan pembelian) :

171

No

Bentuk Persentase*
Komoditi*
*
1

Bulan***
5 6 7 8 9 10 11 12

1
2
3
4
5
6
*) Padi, Gabah atau Beras
*) Terhadap nilai usaha seluruh komoditi yang diperdagangkan setahun terakhir
**) Tuliskan (B) jika banyak, (C) jika cukup dan (S) sedikit
13.Jumlah pembantu / pegawai tetap :

No

Jenispekerjaan Jumlah(orang)

Status
pekerja*

Lamajenis
pekerjaan
(hari

Upah/hari
(Rp)

1
2
3
4
5
6
*) : (1) anggota keluarga (2) luar anggota keluarga, isikan 1 atau 2, atau 1 dan 2

II. Pembelian
1. Jenis dan bentuk barang yang dibeli (diurutkan berdasarkan volume)
1. .........................................................................................................
2. .........................................................................................................
3. .........................................................................................................
4. .........................................................................................................
2. Apakah Anda menerapkan suatu standarisasi?
3. Apakah Anda melakukan proses sortasi?(Ya / Tidak)
Jika Ya, Berapa biaya sortasi yang dikeluarkan Rp..............................
3. Apakah anda menanggung biaya resiko dari kegiatan penjualan?(Ya / Tidak)
Jika iya, berapa besar biayanya?.........................................

4. Dibeli dari / Sumber pembelian

172

No

Sumber
pembelian

Volumepembelian
(Kg)

Hargabeli
(Rp/Kg)

Sistem
Pembayaran

1
2
3
4
5
6
7
8
9
5. Tata cara pembelian (dalam seminggu terakhir)
No

Uraian

Kegiatanpembelian
1

SumberPembelian

Volume(Kwintal)

Harga(Rp/Kwintal)

Lokasi

Alasanmembelidarisumber

Carapembelian
a.Bebas
b.Kontrak

Carapembayaran
a.Tunai
b.Dibayardimuka
c.Dibayarsebagian

Carapenyerahanbarang
a.Ditempatpembeli
b.Ditempatpenjual

Carapenentuanharga
a.Ditentukanpetani
b.Ditentukanpedagang
c.Ditentukanpemerintah
d.Tawarmenawar

10

Caraperolehaninformasiharga

No. 1 : a. Petani
b.Kelompok tani

c. Pedagang desa

e. Pedagang kabupaten

d. Pedagang kecamatan

f. Lainnya...................

No. 4 : a. Dalam desa

c. Luar desa dalam kecamatan

b. Luar kecamatan dalam kabupaten


No. 5 : a. Harga lebih murah

d. Lainnya...............................

c. Lokasi mudah dijangkau e. Lainnya............

b. Barang lebih bagus d. Langganan


No 10 : a. Sesama pedagang
b. Media massa

c. Kelompok tani
d. Lainnya...............................

173

6. Kaitan Mutu dan Harga barang


1. Apakah ada /bedaan mutu barang yang dibeli? (Ya / Tidak)
2. Jika ya, apakah ada /bedaan harga berdasarkan mutu? (Ya / Tidak)
3. Jika ya, dalam hal apa? ......................................................................
7. Kegiatan Penyimpanan
a. Jumlah komoditi yang disimpan..........................................kg
b. Lokasi penyimpanan................................................................
c. Lama penyimpanan..................................................................
d. Cara penyimpanan...................................................................
e. Biaya penyimpanan.................................................................
8. Kegiatan Pengangkutan
a. Jumlah kendaraan yang digunakan

:..........................................................................buah

b. Kapasitas kendaraaan

:..............................................................................kg

c. Jarak pengangkutan

:..............................................................................Km

d. Dibutuhkan berapa kali pengangkutan?:...............................................................................


e.Apakah ada kegiatan dan biaya bongkar muat?(Ya / Tidak)
Jika ya, Besar biaya bongkar muatRp.........................................................
f. Biaya pengangkutan Rp...............................................................
9. Biaya total tenaga kerja
10. Kegiatan Pengemasan
a. Jenis kegiatan yang dilakukan?
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
b. Biaya pengemasan Rp........................................................
11. Apakah terjadi penyusutan produk?(Ya / Tidak)
Jika Ya, Berapa jumlah biaya penyusutan Rp............................................
9. Hambatan dan Masalah dalam proses pembelian (dalam seminggu terakhir)

174

No

Masalah

(1)=Ya
(2)=Tidak

Hargaterlalutinggi/rendah

Hargaberfluktuasitajam

Ketersediaanbarangtidakkontinyu

Ketersediaanbarangterlalusedikitdibandingkemampuanmembeli

Saranajalanjelek

Fasilitasangkutanlangka

Peraturanpemerintahtidakjelas

Peraturanpemerintahmembatasimasalah

Pungutanpungutanterlalubesar

10

Keterbatasantenagaterampil

11

Keterbatasantenagaburuh

12

Kualitasbarangdapatberubah

13

Kualitasbarangsangatberagam

14

Keterbatasanmodal

15

...............................................

III. Penjualan
1. Apakah Anda menentukan harga jual?
2. Dari manakah informasi tentang harga di/oleh?
3. Jenis dan bentuk barang yang dijual (urutan dari volume terbesar) :
(1). .................................................................
(2). .................................................................
(3). ................................................................
4. Tujuan penjualan / dijual ke

No

Tujuanpenjualan

Volume(kwintal)

Harga(Rp/Kw)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
3. Volume penjualan dan /kembangan harga sebulan terakhir( rata-rata / minggu)

175

No

Bulan

Mingguke... Produksi(Kg) Penjualan(Rp) Harga(Rp/Kg)

4. Tata cara penjualan (seminggu terakhir)


No
1

Uraian

Kegiatanpembelian
1

Tujuanpenjualan

Volume(Kwintal)

Harga(Rp/Kwintal)

Lokasi

Alasanpenjualan

Carapenjualan(%)
a.Bebas
b.Kontrak

Carapembayaran(%)
a.Tunai
b.Dibayardimuka
c.Dibayarsebagian

Carapenyerahanbarang
a.Ditempatpembeli
b.Ditempatpenjual

Carapenentuanharga
a.Ditentukanpetani
b.Ditentukanpedagang
c.Ditentukanpemerintah
d.Tawarmenawar

10

Caraperolehaninformasiharga

5. Bagaimana menentukan harga jual ?


...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
6. Dari manakah informasi mengenai harga di/oleh ?
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
7. Apakah Anda memberikan bantuan kredit kepada petani?

176

Jika ya, dalam bentuk.................................................dengan jangka waktu..................tahun.


8. Apakah Anda menetapkan suatu standarisasi produk yang dibeli ?
..............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
9. Apakah anda menanggung biaya resiko dari kegiatan penjualan ?
...............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
10.Sumber modal berdagang

: a. Modal sendiri
b. Mendapat bantuan
c.Lainnya.............................

7. Besarnya Modal : Rp............................................................................


8. Jika mendapat bantuan dalam bentuk.........................................dengan jangka waktu
pengembalian............................................Tahun

IV. Total biaya keseluruhan yang dikeluarkan


1. Biaya yang dikeluarkan :
a. Biaya Tenaga Kerja

b. Biaya Pengangkutan

c. Biaya Pengemasan

d. Biaya Penyimpanan

e. Biaya Penyusutan

f. Biaya Resiko

g. Biaya Sortasi

h. Retribusi

i. Lain-lain

-------------------oTrima

Kasiho-------------------

177

Lampiran 7. Gambar Padi dan Beras Pandanwangi

178

Vous aimerez peut-être aussi