Vous êtes sur la page 1sur 27

BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok
yang dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging proses.
Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa, nyawa,
sukma, roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus psikologi
Kartini Kartono, (1987:278) mengemukakan: mental adalah yang berkenaan dengan
jiwa, batin ruhaniah. Dalam pengertian aslinya menyinggung masalah: pikiran, akal atau
ingatan. Sedangkan sekarang ini digunakan untuk menunjukkan penyesuaian organisme
terhadap lingkungan dan secara khusus menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsifungsi simbolis yang disadari oleh individu.
Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647)
adalahBerkenaan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau
tenaga, Bukan bersifat badan atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik yang
diperhatikan melainkan juga pembangunan batin dan watak.
Mental secara istilah dapat diartikan dengan semangat jiwa yang tegar, yang aktif,
yang mempengaruhi perilaku hidup dan kehidupan manusia (Mawardi Labay ElSulthani, 2001:2).
Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang berada
dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat
manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya.

B. ASPEK ASPEK MENTAL


Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin kembali pada
kebenaran yang sejati, karena pada diri manusia mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang
bisa mempengaruhi segala sikap dan tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan
maka aspek-aspek manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam
diri manusia adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.
Keinginan : Perihal yang diinginkan
Tindakan : Perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang dilaksanakan

untuk mengatasi sesuatu.


Tujuan
: Arah yang dituju, maksud atau tuntutan.
Usaha
: Kegiatan untuk mengarahkan tenaga, pikiran atau badan untuk

mencapai suata maksud.


Perasaan : Hasil/ perbuatan merasa dengan panca indera. Rasa/keadaan

batin dalam menghadapi sesuatu.


2. Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah kehendak, sikap, dan tindakan.
Kehendak
: Kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
Sikap
: Posisi mental (perasaan terhadap bahasa sendiri/bahasa orang

lain).
Tindakan

: Perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang dilaksanakan

untuk mengatasi sesuatu.


3. Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang ada
dalam diri manusia adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter
manusia.
Sifat
Karakter

: Rupa/keadaan yang nampak pada suatu benda/lahiriah


: Sifat-sifat kejiwaan, akhlak /budi pekerti yang membedakan

seseorang dari yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai kepribadian.


4. Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang ada dalam diri

manusia adalah kesadaran diri, amarah, dan keinginan.


Kesadaran diri: Kesadaran seseorang/keadaan dirinya sendiri.
Amarah
: Sangat tidak senang.
Keinginan
: Perihal yang diinginkan.

5. Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri

manusia adalah yang merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.


Merasa
: Mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra

(seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).


6. Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang
ada dalam diri manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan

angan.
Berpikir

: Menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan

memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang.


Berkehendak : Kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
Merasa
: Mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra

(seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).


Berangan-angan : Mempunyai angan-angan (pikiran/ingatan).

C. ASPEK - ASPEK YANG MEMPENGARUHI

PERUBAHAN FUNGSI

MENTAL PADA LANSIA


Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,
psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak labil, mudah
tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan,
dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan mengalami
gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis (kegilaan) atau
kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah
penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya
(fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi kemunduran.

Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan


menjadi semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih
menonjol daripada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada umumnya,
lansia mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati,
mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan
diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah
merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan harapan tersebut,
dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan
hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang
kakek/nenek, perubahan dalam hubungan dengan anak karena sudah harus
memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang dianggap sebagai teman untuk
dimintai pendapat dan pertolongan, perubahan peran dari seorang pekerja menjadi
pensiunan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat
sebagai seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung dari
tunjangan pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan kemampuan ini
akan memunculkan gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu perasaan takut
menjadi tua.
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan
sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga
diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya dan sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi
masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang menerima, ada yang takut kehilangan, ada
yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah pasrah
terhadap pensiun.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri
manusia adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik manusia itu

sendiri. Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya
yang merupaka motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu aspek-aspek mental
tersebut bisa manusia kendalikan melalui proses pendidikan.
D. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN MENTAL
1. Perubahan fisik,
a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan
interseluler menurun
b. Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa
darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga
tekanan darah meningkat
c. Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan
dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga
menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek
d. Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga

terjadi

gangguan

pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.


e. Penglihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap
menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, katarak
f. Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun.
Memori menurun karena proses encoding menurun
g. Intelegensi: secara umum tidak berubah
2. Kesehatan umum
Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada orang
lain. Terjadi banyak perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian kepala
dengan rambut yang menipis dan berubah menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang
membungkuk dan tampak mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan menjadi
kendur dan terasa berat, sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu, fungsi
pancaindera terjadi perubahan seperti ada penurunan dalam kemampuan melihat objek,
kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi, penurunan
sensitivitas papil-papil pengecap (terutama terhadap rasa manis dan asin), penciuman

menjadi kurang tajam, dan kulit yang semakin kering dan mengeras menyebabkan indra
peraba di kulit semakin peka.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling
nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang
tegaknya tubuh, lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan kecepatan
dalam bergerak dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu yang
dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.
3. Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak
jarang merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada yang
memperhatikannya. Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka muncul
perasaan pada lansia kapan ia akan meninggal.

E. Masalah Di Bidang Psikogeratri


1. Kecemasan
a. Pengertian
Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik, fobia,
gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress
akut, gangguan stress pasca traumatic.
b. Gejala kecemasan
Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang
akan terjadi
Sulit tidur sepanjang malam
Rasa tegang dan cepat marah
Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir
terhadap penyakit yang berat, misalnya kanker dan penyakit jantung
yang sebenarnya tidak dideritanya
Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
Merasa panik terhadap masalah yang ringan
c. Tindakan untuk mengatasi kecemasan
Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih
sayang

Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk


menentukan penyebab mendasar (dengan memandang lansia secara

holistic).
Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman

dengan penuh empati


Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-alasan

yang dapat diterima olehnya


Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat
ditentukan atau bila telah dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala
menetap.

2. Depresi
a. Pengertian
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan
komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal,
putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau
agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto). Depresi adalah kondisi umum
yang terjadi pada lansia dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada
saat mengkaji kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia.
Memang, depresi sering disalahartikan sebagai demensia. Kemampuan
mental klien dengan depresi tetap utuh, sedangkan pada klien demensia,
terjadi peningkatan kerusakan kognitif.
b. Tipe depresi
Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan deprsesi endogen.
Depresi endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal dalam
hidupnya.

Individu

dengan

depresi

endogen

betul-betul

dapat

mengalami gangguan mental bahkan mengalami delusi, dan sering kali


mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah pengalaman yang biasa pada
lansia, terutama laki-laki. Oleh karena itu, semua ancaman ini harus

ditangani dengan serius.


Klien dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup
pada stuasi depresi, seperti setelah berduka karena kehilangan atau
selama tinggal di rumah sakit. Kadang-kadang dapat dilakukan sesuatu

terhadap penyebab depresi yang dialami lansia yang ketakutan untuk


kembali ke rumah setelah tinggal dirumah sakit. Hal yang dapat
dilakukan adalah dengan memastikan bahwa mereka mendapat cukup
dukungan di rumah.

c. Penyebab depresi pada lansia:


Penyakit fisik
Penuaan
Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup
banyak lansia yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak

menyenangkan atau cukup berat.


Serotonin dan norepinephrine
Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang.
Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia yang membantu komunikasi

antar sel-sel otak.


d. Faktor pencetus depresi pada lansia:
Faktor biologis, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak,

faktor risiko vaskular, kelemahan fisik.


Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa
kehidupan seperti berduka, kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi
dan perubahan situasi, stres kronis dan penggunaan obat-obatan tertentu.

e. Gejala depresi pada lansia:


Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan
yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak rnemberikan kesenangan.
Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat
sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika.

kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah

makan.
Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala).
Berat badan berubah drastis
Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor
penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain

pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.


Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan
jernih dan untuk mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang
mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya
pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang

sering terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".


Keluarnya keringat yang berlebihan.
Sesak napas.
Kejang usus atau kolik.
Muntah.
Diare.
Berdebar-debar.
Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang

yang

mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari


kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya.
Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi mungkin akan

gampang letih dan lemah.


Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk

mengatakan atau merasa, "saya selalu merasah lelah" atau "saya capai".
Secara biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter,

penyakit sistemik dan penyakit degeneratif.


Secara psikologik gejalanya:

Kehilangan harga diri/ martabat.


Kehilangan secara fisik prang dan benda yang disayangi.
Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan
alkohol/ narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya, makan berlebihan,
terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti
misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa

juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri

secara tidak langsung.


Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang
mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak
mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, "saya menyia-nyiakan
hidup saya" atau saya tidak bisa rncncapai banyak kemajuan",

seringkali terjadi.
Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri.
Gejala sosial ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat

tinggal.
3. Insomnia
a. Pengertian
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah.
Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan sering
terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada malam
hari.
b. Penyebab insomnia pada lansia
Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka

masih semangat sepanjang malam


Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
Gangguan cemas dan depresi
Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam

hari.
Infeksi saluran kemih.

4. Paranoid
a. Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya.

10

b. Gejala Paranoid
Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau

orang-orang di sekelilingnya
Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-

orang di sekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang miliknya


Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi

dan rasa marah yang ditahan


Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah
memberikan rasa aman dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan
alas an yang jelas dalam setiap kegiatan. Konsultasikan dengan dokter

bila gejala bertambah berat.


5. Demensia
a. Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi,
disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi
(irreversible) (Maramis, 1995). Demensia adalah gangguan progresif kronik
yang dicirikan dengan kerusakan berat pada proses kognitif dan disfungsi
kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004). Menurut Roger Watson, demensia
adalah suatu kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemampuan kognitif secara
global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.

b. Jenis demensia:
1. Demensia jenis Alzheimer
Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil atau
neuritik) di jaringan otak atau adanya kekusutan neurofibriler (akumulasi simpul
filamen saran pada neuron. Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel
saraf, hilangnya sambungan antar neuron dan akhimya atrofi serebral.
Penyebab :

Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi


demensia jenis alzheimer. Penyakit alzheimer familial memiliki awitan

11

sangat dini (usia 30-40 th) dan bertanggung jawab atas 20% dari semua
kasus demensia jenis ini. Penyakit ini berkaitan denga gengen
abnormal dikromosom 1, 14 dan 21. Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E
4) dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak pada penderita demensia

jenis alzheimer dibanding populasi umum.


Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium
pada otak akibat pajanan alat-alat dan produk alumunium dapat
menyebabkan demensia jenis alzheimer. Bukti untuk teori ini masih

sedikit.
Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin
(neurotransmiter kolinergik mayor) berkaitan dengan gejala-gejala
gangguan kognitif (demensia). (peningkatan kadar asetin kolin
merupakan dasar untuk terapi obat yang disetujui FDA untuk demensia).

Tahap Perilaku Afek Perubahan Kognitif Ringan

Sulit menyelesaikan tugas


Penurunan aktivitas yang mengarah pada tujuan
Kurang memperhatikan penampilan pribadi dan
aktivitas sehari-hari
Menarik diri dari aktivitas social yang biasa
Sering mencari benda-benda
karena lupa meletakannya;
dapat menuduh orang lain telah mencurinya
Cemas
Depresi
Frustasi
Curiga
Ketakutan
Kehilangan ingatan tentang

12

peristiwa yang baru saja terjadi (lupa akan janji


temu dan percakapan)
Disorientasi waktu
Berkurangnya kemampuan konsentrasi
Sulit mengambil keputusan
Kemampuan penilaian buruk

Tahap perilaku afek Sedang

Perilakunya tidak pantas secara sosial


Kurang perawatan diri (misal mandi, toileting, berpakaian, berdandan)
Berkeluyuran atau mondar-mandir
Senang menimbun barang-barang
Hiperoralitas
Mengalami
gangguan siklus tidur-bangun
Mood labil Datar
Apatis
Agitasi
Katas tropi Paranoia
Kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru atau lama (amnesia)

Konfabulasi
Disprientasi waktu, tempat dan orang
Sedikit agnosia, apraksia dan afasia

Tahap perilaku afek Berat

Penurunan kemampuan ambulasi dan aktivitas motorik lainnya


Penurunan kemampuan menelan

13

Sama sekali tidak bisa mengurus diri (misalnya membutuhkan

perawatan yang konstan)


Tidak mengenali lagi keberadaan pemberi asuhan Datar, apatis Reaksi
Katastropik occasional dapat berlanjut. Semua perubahan kognitif
berlanjut sejalan dengan meningkatnya amnesia, agnosia, aprasia dan
afasia.

2. Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada


tahun pertama terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui mengalami
faktor resiko penyakit vaskuler (misalnya hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).
3. Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti
penyakit parkinson, penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldtjakob. Demensia yang disebabkan kondisi-kondisi tersebut dicatat sesuai
penyakitnya yang spesifik.
c. Gejala demensia:
1. Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara memburuk
dan klien sulit "menemukan" kata-kata.
2. Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik sekalipun fungsi
sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
3. Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda urnurn
walaupun fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
4. Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh
individu yang terkena.
5. Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.
6. Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi kuat inenyakiti diri
sendiri atau orang lain.
7. Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi mengulangi kata-kata
orang lain.
8. Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah benda-benda yang
cukup kecil untuk dimasukkan ke mulut.
9. Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori tentang hal-hal yang
baru terjadi, dan akhirnya gangguan ingatan masa lalu.

14

10. Disorientasi waktu, tempat dan orang.


11. Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau mempelajari materi baru.
12. Sulit mengambil keputusan.
13. Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai kewaspadaan
lingkungan tentang keamanan dan keselamatan.
d. Etiologi demensia
Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
a. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi
akut yang menyebabkan delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat
kemungkinan bahwa kondisi ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat
dianggap sebagai demensia.
b. Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis
dapat menyebabkan stroke.
c. Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
d. Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
e. Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit
Creutzfeldt-jakob).
f. lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf
pusat (SSP), menyebabkan ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS
g. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan
cidera akibat trauma kepala.
F. PENDEKATAN PERAWATAN Lanjut Usia
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu
ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial.
Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan
kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan
eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-mata,
akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang menyertainya.
Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh.

15

1. Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera
sehingga diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri disamping
klien, menghilangkan sumber bahaya dilingkungan, memberikan perhatian
dan sentuhan, bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya,
memberikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.
2. Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai
supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung
rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya
memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu
yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut
usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple, yaitu
sabar, simpatik dan service. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan
psikologi terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahanperubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk
peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan,
peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan
untuk tiduran diwaktu siang, dan pergeseran libido. Perawat harus sabar
mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan
. Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan
tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan lahan dan
bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan
pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban,
bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

3. Pendekatan spiritual

16

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin


dalam hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam
keadaan sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan
spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian. Seorang dokter
mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa
semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian
akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul
lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi
kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,
tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga,
perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi
ditinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
4. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan
salah satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan
untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Penyakit memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi
dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya,
biaya

hidup,

keluarga

yang

dirumah

sehingga

menimbulkan

kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak


jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini
dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban
bersama.

17

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat
Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2. Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi
Mini Mental Status Exam (MMSE) (Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)
I.

II.

ORIENTASI
Tanyakan hari ini tanggal berapa?
Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?

REGISTRASI
Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya (memori).
Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA, BENDERA,
POHON. Dengan jarak per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk
mengulanginya. Jawaban pertama menentukan skornya, tetapi mintalah pasien
untuk mencoba terus (misalnya hingga 6 kali) bila gagal tes ini kurang
bermakna.

III.

PERHATIAN DAN PERHITUNGAN


Minta pasien untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisi 7. Berhenti

setelah 5 jawaban. Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.


Bila dia tidak mampu menghintung, mintakan padanya untuk mengeja suatu kata
dari arah belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R), beri skor satu untuk
setiap huruf yang ditempatkan benar. Catatlah jawaban pasien

IV.

V.

DAYA INGAT
Minta pasien unutk mengingat kembali ketiga kata yang ditanyakan kepadanya
diatas tadi.
BAHASA

18

Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : apa ini?


Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang

benar
Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi : bukan, itu bukan!,

tetapi itu dan! Beri skor 1 point bila pengulangan benar.


Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana : ambil
kertas ini dengan tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.
Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar.

3. DATA DEMOGRAFI
a. Ras dan suku apa ?
b. Jenis kelamin laki perempuan
c. Pernah sekolah sampai ?
d. Strata 2
e. strata 1
f. Program diploma
g. SMA/ Sederajat
h. SMA (tidak tamat)
i. SMP ke bawah

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas
2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi
neuron irreversible.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi
dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist).
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan
pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit.
C. Intervensi Keperawatan

19

1. Gangguan pola tidur b.d ansietas.


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola

a.
b.
c.

tidur yang teratur.


Kriteria Hasil:
Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi

penyebab tidur tidak adekuat.


d. Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap
pikiran yang melayang-layang (melamun).
e. Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.

a.

Intervensi
Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative

terhadap tidur pada malam hari.


Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan oleh
tidur siang yang singkat.
b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid termasuik
perubahan mood, insomnia.
c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien
(member susu hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari
terbukti mengganggu tidur.
d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang selama tidur,
meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovaskuler terhadap suara
meningkat selama tidur.
e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.

20

Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu pemulihan
sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga irama sikardian
terganggu.
f. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
g. Putarkan music yang lembut atau suara yang jernih.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan
sekitar yang akan menggaggu tidur.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi menigkatkan kemampuan
untuk ttidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif an
efek samping hipertensi ortostatik.
2.

Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi

neuron irreversible.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir


rasional.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi
kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri
b. Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang
negative
c. Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan factor
penyebab
d. Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan,
ancaman, dan kebingungan.
Intervensi:
a. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang
terapeutik
Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan
pengembanagan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik psikologis.
b. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian,
kemampuan berfikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi rencana
intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar berulang dapat meningkatkan risiko yang
negative atau tingkat frustasi.

21

c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.


Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan
neuron
d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perceptual.
e. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien
mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.
Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi pada realita
meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan (kebahagiaan
personal).
f. Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan penghormatan,
penghargaan, dan kebahagiaan.
g. Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label
gambar atau hal yang diinginkan klien. Jangan menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan. Membantah klien
tidak akan mengubah kepercayaan dan menimbulkan kemarahan.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.
Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak mengalami
cedera.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu meningkatkan tingkat aktivitas.
b. Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma atau
cedera
c. Klien tidak mengalami trauma atau cedera
d. Keluarga mampu mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahaptahap untuk memperbaikinya.

a.

Intervensi:
Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi

visual. Bantu keluarga mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat
akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma karena kurang
mampu mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh

22

b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.


Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi
trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.
c. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat pagar
tempat tidur.
Rasional: mempertahankan

keamanan

dengan

menghindari

konfrontasi

yang

meningkatkan risiko terjadinya trauma.


d. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia. Hipotalamus
dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan.
e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik,
gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan
kadar tolsisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk
mengurangi gangguan.
i. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal
bersama klien selama periode agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada
klien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).
4.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,

transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologis ).

Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi


penurunan lebih lanjut pada persepsi sensori klien.
Kriteria hasil :
a. Klien mengalami penurunan halusinasi.
b. Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau
mengatur perilaku.
c. Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.
Intervensi:
a.
Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris
menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak dapat
mengenali rasa lapar atau haus.
b. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan

23

Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan kesalahan


intepretasi stimulasi.
c. Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi realita
dengan kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi
karena salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi kehilangan kemampuan mengenali
keadaan sekitar.
d. Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi
e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke
satu pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain.
5.

Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan

dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan

kunjungan klien mampu

melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.


Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau komunitas
yang dapat memberikan bantuan.
Intervensi:
a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.
Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat
diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli.
b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar mungkin
dilupakan.
c. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri sesuai
kemampuan.
Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian.
d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena penurunan
motorik dan perubahan kognitif.
e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.

24

6.

Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan

pengaruh penyimpngan jangka panjang dari proses penyakit.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping keluarga
efektif.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri untuk mengatasi
keadaan.
b. Keluarga

mampu

menerima

kondisi

orang

yang

dicintai

dan

mendemonstrasikan tingkah laku koping positif dalam mengatasi keadaan.


c. Klien mampu menggunakan system pendukung yang ada secara efektif.

Intervensi:
a. Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya tentang mekanisme koping
yang digunakan.
b. Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang strategi koping
memerlukan informasi akibat konflik.

b. Libatkan keluarga dalam pendidikan dan perencanaan perawatan dirumah.


Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah.
c. Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan yang terjadai pada klien.
Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang tidak menentu
d. Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.
Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru.
e. Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.
Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas, terbebas dari
kesepian.
f. Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan lansia, pelayanan
dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit demensia.
Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan, mengurangi
kejenuhan dan resiko terjadinya isolasi social dan mencegah kemarahan
keluarga.

25

DAFTAR PUSTAKA

Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika.
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usi Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Nugroho, Wahjudi. 1995. Perawatan Lanjut Usia.Jakarta: EGC.
Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth Edition.
United State of America : Mosby.
Carpenito, L. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi ke-6,
EGC, Jakarta, 2000.
Nugroho, Wahjudi. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. Pengkajian Gerontologi, Edisi ke-2, EGC, Jakarta,
1997.
Watson, Roger. Perawatan Lansia, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.

26

27

Vous aimerez peut-être aussi