Vous êtes sur la page 1sur 19

KAMIS, 20 JANUARI 2011

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SISTEM


KARDIOVASKULER (ACUTE MYOCARDIAL INFARCT/AMI)
A.
I.

KONSEP DASAR GANGGUAN SYSTEM KARDIOVASKULER (AMI)

Definisi/Pengertian
Myocardial infark adalah kematian jaringan otot myocard.
Myocardial infark merupakan sumbatan total pada arteri koronaria. Sumbatan ini
mungkin kecil dan focal atau besar dan difus. Pembuluh yang sering terkena adalah
koronaris kiri, percabangan anterior kiri dan arteri circumflex. Pembuluh arteri yang
tersumbat mungkin hanya satu, dua atau tiga tempat.
Myocardial infarct mengacu pada proses kerusakan atau kematian otot
myocardial yang disebabkan karena gangguan aliran darah pada system koronaria.

II.

Epidemiologi/ insiden kasus


Infark miokard acut di amerika serikat menurut Preskom Kalbe, dr.Boenyamin
Setiawan PhD, adalah sekitar 1,5 juta kasus per tahun. Jika hal ini diterapkan di
Indonesia, berarti ada sekitar 270.000 kasus/tahun (asumsi penduduk 270 juta). Di
jakarta sendiri dengan estimasi penduduk 10 juta, diperkirakan ada sekitar 10.000
kasus/tahun. Dari kasus tersebut menurut Ir. Rustiyan Oen, MBA, Managing Director
RS Mitra Keluarga Group, diperkirakan 30% harus menemui ajalnya.

III.

Etiologi/penyebab
1.

Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis, kekakuan, atau


penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau trombus.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh
darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol), spasme

(kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran), dan arteritis (peradangan


arteri).
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan dengan
beberapa hal antara lain : (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress
emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok.

b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh
tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi
diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup) maupun
insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis)
menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP)
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal
yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia,
hipoksemia, dan polisitemia.

2.

Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan ketidakseimbangan


antara myocardial O2 Supply dan kebutuhan jaringan terhadap O2.
Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak mampu
dikompensasi,
meningkatkan

diantaranya
COP.

Oleh

dengan
karena

meningkatnya

itu,

segala

denyut

aktivitas

yang

jantung

untuk

menyebabkan

meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas


berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu
terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan
asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.

IV. Patofisiologi
Penyebab sumbatan tidak diketahui. Diperkirakan adanya penyempitan arteri
koronaria yang disebabkan karena penebalan dari dinding pembuluh darah,
vasospasme, emboli atau trombus. Karena penyempitan dinding pembuluh darah
pada arteri koronaria menyebabkan suplay oksigen yang menuju ke jantung
berkurang, jantung yang kekurangan oksigen akan mengubah metabolisme yang
bersifat

aerob

menjadi

anaerob,

perubahan

ini

menyebabkan

penurunan

pembentukan fosfat yang berenergi tinggi dimana hasil akhir dari metabolisme
anaerob ini berupa asam laktat, apabila berlangsung lebih dari 20 menit akan terjadi
ischemia jantung yang meningkat, sehingga akan menyebabkan nyeri dada yang
hebat bahkan karena nyeri dada yang hebat tersebut terjadi shock kardiogenik.
Hemodinamik mengalami perubahan yang menyebabkan berkurangnya curah
jantung. Meningkatkan tekanan ventrikel kiri, retensi air dan garam sehingga dapat
menimbulkan kelebihan cairan dalam tubuh. Perubahan hemodinamik ini bila
berlangsung lama akan menyebabkan jaringan rusak bahkan kematian pada otot
jantung.

V.

Klasifikasi
Ada dua jenis infark miokardial yang saling berkaitan dengan morfologi, patogenisis,
dan penampakan klinis yang cukup berbeda. (Dasar Patologi Penyakit, 1999 : 319)
1.

Infark Transmural

Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif
yang superimposed.
2.

Infark Subendokardial

Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah
yang secara normal mengalami penurunan perfusi.

NSTEMI
Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Disebabkan oleh suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.

STEMI
Infark miokard akut dengan elevasi ST. Disebabkan oleh aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arteosklerosis yang
sudah ada sebelumnya.

VI. Gejala klinis


-

Nyeri dada menetap, nyeri dada bagian tengah dan epigastrium tidak hilang dengan
istirahat atau nitrat, nyeri menyebar secara luas ; dapat menyebabkan arrhythmias,
hypotension, shock, gagal jantung

Banyak keringat, kulit lengas lembab

Tekanan darah menurun

Dyspnea, kelemahan, dan membuat pingsan

Nausea dan vomiting

Cemas dan gelisah

Tachycardia atau bradycardia

Gejala yang jarang dikeluhkan kelelahan berat, abdominal distres atau epigastric
distres, nafas pendek.
Banyak pasien tidak memiliki tanda dan gejala di atas yang disebut dengan silent
myocardial infarctions. Meskipun terjadi kerusakan myocardium.

Gejala klinis menurut buku Ilmu Penyakit Dalam :


STEMI
Gejalanya yang ditimbulkan yaitu :
-

Plak arteriosklerosis mengalami fisur

Rupture atau ulserasi

Jika kondisi local atau sistemik akan memicu trombogenesis, sehingga terjadi
thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
NSTEMI
Gejala yang ditimbulkan yaitu :

Nyeri dada dengan lokasi khas atau kadang kala diepigastrium dengan ciri seprti
diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan.

VII.

Pemeriksaan fisik
a.

Tampilam umum (inspeksi) :

Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebih.

Pasien tampak sesak

Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.

o Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya stemi.
b.

Denyut Nadi dan Tekanan Darah (palpasi):

Sinus takikardi (100-120 x/menit)

Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark

c.

Pemeriksaan jantung (auskultasi):

Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi Jantung

Pertama Dan Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua.

Dapat ditemukan Mur Mur Mid Sistoloik atau Late Sistolik Apikal bersifat

sementara.

VIII.
-

Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
Interview untuk mengetahui riwayat penyakit

Gambaran ECG berubah ( di dalam 2-12 jam, tetapi ada juga sampai 72-96 jam )

Peningkatan kadar serum isoenzim darah : CPK (creatinine phospokinase), SGOT,


LDH, CK-MB

Radionuclide imaging mengetahui area yang terjadi penurunan perfusi sebagai


cold spot yang terlihat di area ischemia dan infark
Menurut Dongoes :
a.

EKG : menunjukkna peningkatan gelombang S T, iskemia berarti ; penurunan

atau
datarnya gelombang T, menunjukkan cedera, : dan atau adanya gelombang Q.
b.

Enzim jantung dan iso enzim : CPK MB (isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung ) meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12 24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam : LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan
memakan waktu lama untuk kembali normal. AST ( aspartat amonitransfarase )
meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam,
kembali normal dalam 3-4 hari.

c.

Elektrolit :

ketidak

seimbangan

dapat

mempengaruhi

konduksi

dan

dapat

mempengaruhi kontraktilitas.
d.

Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah
IM sehubungan dengan proses inflamasi.

e.

Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua-ketiga setelah IM, menjukan


iflamasi.
f.

Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut /

kronis
g.

GDA/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut
atau kronis.

h.

Kolesteron atau trigelisarida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis


sebagai penyebab IM.

i.

Foto dada : mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventrikuler.

j.

Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan


katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi kutub.

k.
-

Pemeriksaan pencitraan nuklir :


Thalium : mengevaluasi aliran darah miokardia dan status miokardia, contoh

lokasi / luasnya IM akut atau sebelumnya.


-

Technium : terkumpul dalam sel iskemi disekitar area nekrostik.

l.

Pencitraan darah jantung / MUGA : mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan


umum, gerakan dinding regional, fraksi ejeksi (aliran darah).

m.

Angiografi koroner : menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner dan


biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).

n.

Digital

substraction

angiography

(DSA) :

teknik

yang

digunakan

untuk

menggambarkan status penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit arteri


perifer.
o.

Nuclear magnetic esomance (NMR) : memungkinkan visualisasi aliran darah ,


serambi jantung atau katup ventrikel, lesi ventrikel, pembentukan plak, area nekrosis /
infark, dan bekuan darah.
p.

IX.

Tes stress olahraga : menentukan respons kardiovaskuler terhadap aktifitas.

Therapy/tindakan penanganan
Tujuan dari theraphy/tindakan penanganan pada infrak miokard adalah menghentikan
perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan
kesempatan

untuk

penyembuhan)

dan

mencegah

komplikasi

lebih

lanjut

dan memperkecil kerusakan jantung sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya


komplikasi.
a.

Memberikan oksigen karena persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan,


dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L/menit apabila
pasien tidak mengalami penyakit paru sedangkan diberikan 2 L/menit untuk pasien
dengan penyakit paru.

b.

Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi
dalam jam-jam pertama pasca serangan.

c.

Pasien dalam kondisi bedrest dapat menurunkan kerja jantung sehingga mencegah
kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan
kesempatan pada sel-selnya untuk memulihkan diri.

d.

Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberian obat-obatan dan nutrisi yang


diperlukan dengan komposisi Nacl 0,9 % atau Dextrosa 5%

e.

Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan


aspirin untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang alergi
terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel

Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan Infark miokard acut :


a.

Obat-obatan trombolitik : obat ini ditunjukkan untuk memperbaiki kembali aliran


darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut.
Obat-obat ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri
koroner. Ada tiga macam jenis obat tombolitik yaitu :

streptokinase adalah obat yang efektif secara sistemik pada mekanisme


pembekuan darah. Namun, obat ini juga dapat menyebabkan terjadi potensial
pendarahan sistemik dan alergi dan hanya efektif jika diinjeksikan langsung ke arteri
koroner.

aktivaktor plasminogen tipe jaringan ini berbeda dengan sterptokinase yaitu


mempunyai kerja spesifik dalam melarutkan bekuan darah sehingga resiko
pendarahan sistemik bisa dikurangi.

Anistreplase adalah obat trombolitik spesifik bekuan darah mempunyai efektifitas


yang sama dengan streptokinase dan t-PA (tisue plasminogen aktivator).

b.

Beta Blocker : obat ini dapat menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung
tambahan.

c.

Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) : Inhibitors obat ini menurunkan tekanan


darah dan mengurangi cedera pada otot jantung.

d.

Antikoagulan : heparin untuk memperpanjang waktu bekuan darah, sehingga dapat


menurunkan kemungkinan pembentukan trombus dan heparin adalah antigulan
pilihan untuk membantu memepertahankan integritas jantung.

e.

Antiplatelet : obat ini dapat menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang
tidak diinginkan.

f.

Analgetik : pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif
diobati dengan nitrat dan antigulan.

g.

Vasodilator. Untuk mengurangi nyeri jantung diberi nitrogliserin (NTG) intravena.


Nitrogliserin menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan
darah di perifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali ke jantung dan
mengurangi beban kerja jantung. Obat ini lebih baik diberikan dengan sublingual.
Obat ini juga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik. Dosis
ditentukan berdasar berat badan dan diukur berdasarkan miligram per kilogram berat
badan.

X.

Penatalaksanaan
Sasaran perawatan adalah untuk memperbaiki fungsi sirkulasi yang adekuat untuk
menyembuhkan myocardium, untuk membatasi ukuran infark, dan mencegah
kematian.

XI.

Komplikasi
1.

Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,
merembes ke luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama
paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI acut. Perkembangan
oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung sudah sangat tidak adekuat.

2.

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang


adekuat.

3.

Syok kardiogenik adalah terjadi ketika jantung tidak mampu mempertahankan


kadiak output yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal ini biasanya muncul setelah
adanya penyakit infark miokardial.

4.

Efusi prekardial adalah mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung


pericardium.

5.

Rupture miokard adalah sangat jarang terjadi tetapi, dapat terjadi bila terdapat
infark miokardium, proses infeksi, penyakit infeksi, penyakit pericardium atau
disfungsi miokardium lain yang membuat otot jantung menjadi lemah.

6.

Henti jantung adalah bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibatnya terjadi
penghentian sirkulasi yang efektif.

B.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian
. Aktifitas
Gejala :
Kelemahan
Kelelahan
Tidak dapat tidur
Pola hidup menetap
Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aaktifitas.

2.

Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus.
Tanda :
Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).

Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
Friksi ; dicurigai Perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur

Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel.
Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3.

Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan ,
kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.

4.

Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.

5.

Makanan atau cairan


Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat
badan

6.

Higiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan

7.

Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala :
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri
dalam dan viseral).
Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan,
ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
Kualitas :
Crushing , menyempit, berat, menetap, tertekan.
Intensitas :
Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia
9.

Pernafasan:
Gejala :
dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
dispnea nokturnal
batuk dengan atau tanpa produksi sputum
riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
peningkatan frekuensi pernafasan
nafas sesak / kuat
pucat, sianosis
bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

10. Interaksi sosial


Gejala :
Stress
Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :

Kesulitan istirahat dengan tenang

Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )

Menarik diri

C.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.

Perubahan cardiac output b/d faktor mekanis (preload, afterload, contractilitas)

2.

Nyeri b/d myocardial ischemia

3.

Ansietas b/d ketakutan kematian, lingkungan yang kompleks, dan ketidaktahuan


etiologi dan prognosa

4.

Intoleransi

aktivitas

b/d

ketidakseimbangan

antara

suplai

dan

kebutuhan

O2 myocardial
5.

resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung

6.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

7.

Resiko gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual &
muntah

D.

INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1 :

1.

Rawat px di cardiac care unit (CVCU)


R : memonitor secara adekuat

2.

Pasang elektrode ECG


R : memonitor irama jantung dan mengkomfirmasikan pengaruh klinis dari myocardial
infark

3.

Gunakan Hemodinamic monitoring

R : memonitor px yang kritis


4.

Kaji secara terus menerus perfusi jaringan

Mengukur dan merekam tanda-tanda vital

Kaji temperatur kulit dan warna

Auskultasi suara nafas

Kaji vena jugularis apakah ada pembendungan atau peningkatan tekanan vena
juguralis menandai gagal jantung untuk memompa secara efektif

Kaji perubahan status mental (apatis, kebingungan, gelisah)

Evaluasi output urine (30 ml/jam)- penurunan volume urine menggambarkan


penurunan perfusi darah ke ginjal

5.

Waspada atas indikasi komplikasi

Shock cardiogenik

Congesive heart failure

DX 2:
1.

Pantau/ catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal dan
respon hemodinamik (contoh; meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mencekram
dada, napas cepat, TD/ frekuensi jantung berubah)
R : Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor pencetus harus
ditunda sampai nyeri hilang. Pernapasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri
dan berhungan dengan cemas, sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin
akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD.

2.

Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi ; intensitas (010); lamanya; kualitas (dangkal/menyebar) dan penyebaran.
R : Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh pasien. Bantu
pasien untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang
lain.
3. Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri IM.
R : Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan
identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis.

4. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera.

: Penundaan

pelaporan

nyeri

menghambat

peredaan

nyeri/

memerlukan

peningkatan dosis obat. Selain itu, nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan
merangsang saraf simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjut dan mengganggu
diagnostic dan hilangnya nyeri.
5.

Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman (contoh
sprei yang kering/ tak terlipat, gosokkan punggung). Pendekatan pasien dengan
tenang dan dengan percaya.
R : Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta
keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.

DX 3 :
1.

Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping pasien dan keluarganya.


R : untuk mengetahui tingkat kecemasan klien

2.

Bebaskan pasien dari cemas dan nyeri


R : kecemasan dan ketakutan dapat meningkatkan heart rate, menaikan tekanan
darah, dan menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan epineprin yang dapat
menimbulkan arritmia

3.

Rencanakan pemberian obat anti anciety


R : cemas sangat berhubungan dengan peningkatan rangsangan simpatik

4.

Diskusikan dengan pasien tentang lingkungan ruang (cvcu) dan apa yang bisa
mengantisifasi dalam hari mendatang
R : untuk menghilangkan kecemasan dan membantu pasien untuk menemukan
sumber koping

5.

Jelaskan semua prosedur kepada pasien dan berikan kesempatan bertanya


R : mengurangi kecemasan saat dilakukan prosedur kerja

DX 4 :
1.

Pertimbangkan dan anjurkan pasien bed rest dengan menjaga mobilisasi


R : dengan bed rest, hearth rate, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung
rendah sehingga dapat mengurangi beban kerja jantung

2.

Bantu untuk memenuhi kebutuhan aktivitas shari-hari ADL dengan mandiri secara
bertahap
R : agar kebutuhan aktivitas tetap terpenuhi dan melatih kemampuan pasien

3.

Instruksikan pasien untuk menghindari usaha apapun yang tiba-tiba (harus


bertahap)
R : mencegah terjadinya peningkatan beban jantung

4.

Tawarkan pada pasien untuk melaksanakan aktivitas hiburan seperti membaca


bacaan ringan dan mendengarkan radio
R : merilekskan pikiran, menghindari distres

DX 5 :
1. kaji tekanan darah
R : Hipotensi terjadi sehubungan terjadinya disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokardia
dan rangsang vagal
2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi
R : Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kekuatan nadi
3. Adanya murmur atau gesekan
R : Menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung, contoh katup tak baik,
kerusakan septum / fibrasi otot papilar (komplikasi IM)
4. Auskultasi bunyi nafas
R : Krekels menunjukkan kongesti paru mungkin terjadi karena penurunan fungsi
miokardia
5. Pantau frekuensi jantung dan irama
R : Frekuensi dan irama jantung berespon terhadap obat dan aktifitas sesuai dengan
terjadinya komplikasi.

DX 6 :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/ orang terdekat dan kemampuan/ keinginan untuk
belajar.
R : Perlu untuk pembuatan rencana instruksi individu. Menguatkan harapan bahwa ini
akan menjadi pengalaman belajar. Mengidentifikasi secara verbal kesalahpahaman
dan memberikan penjelasan.
2. Waspada terhadap tanda penghindaran, contoh mengubah subjek dari informasi yang
ada atau prilaku ekstrem (menolak/euforia).
R : Mekanisme pertahanan alamiah seperti marah, menolak pentingnya situasi, dapat
menghambat belajar, mempengaruhi respon pasien dan kemampuan mengasimilasi
informasi. Perubahan untuk mengurangi pola/struktur formal mungkin menjadi lebih
efektif sampai pasien/orang terdekat siap untuk menerima/memahami situasi
tersebut.
3. Beri penjelasn tentang penyakit, prognosa, dan tindakan diagnostic
R

: memungkinkan terjadinya partisipasi aktif

DX 7 :
1. Kaji tingkat kebutuhan nutrisi klien
R : mengetahui kebutuhan nutrisi pasien
2. Konsultasikan pasien pada ahli gizi
R : menentukan diet pasien
3. Monitor intake makanan
R : jenis diet ditentukan berdasarkan kondisi sirkulasi
4. Berikan cairan selama 24 jam (sesuai intruksi dokter)
R : untuk mengurangi peningkatan cardiac out put yang diperlukan untuk pencernaan

5. Hindari banyak makan makanan berat yang meningkatkan kebutuhan aliran darah
dan meningkatkan beban kerja jantung
R : mencegah peningkatan kebutuhan aliran darah dan beban kerja jantung
6. Beri makan sedikit tapi sering
R : mengurangi efek mual

D. EVALUASI
DX 1 : perubahan cardiac output tidak terjadi
DX 2 : nyeri berkurang/ hilang
DX 3 : ansietas teratasi
DX 4 : pasien dapat melakukan aktivitas dengan normal
DX 5 : tidak terjadi penurunan curah jantung
DX 6 : pasien mengerti tentang penyakitnya
DX 7 : tidak terjadi gangguan keseimbangan nutrisi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC

Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC


Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakite Edisi 5. Jakarta : EGC
Situs internet.
Ruhyanudin,

Faqih,S.Kep.,Ners.2007.Asuhan

Keperawatan

Gangguan Sistem Kardio Vaskuler.Malang : UMM

Pada

Klien

Dengan

Vous aimerez peut-être aussi