Vous êtes sur la page 1sur 15

TRANSPLANTASI GINJAL

PENDAHULUAN
Penderita gagal ginjal pada waktu lampau sering tidak tertolong, sekarang sekarang
secara efektif dapat dipertahankan baik dengan cara dialisis peritonial maupun
hemodialisis, namun keduanya memberikan pembatasan aktivitas. Cara transplantasi ginjal
telah banyak dilakukan pada pasien yang mengalami gagal ginjal stadium akhir.
Teknik transplantasi organ pertama kali dirintis oleh Carrel Alexis (ahli biologi dan
ahli bedah prancis) yang melakukan implantasi ginjal anjing pada tahun 1896. kejadian ini
menjadi titik awal perkembangan bukan hanya transplantasi tetapi juga bidang bedah
vaskuler, bedah ekspremental dan bedah mikro. (R Syamsuhidajat; Buku ajar ilmu Bedah;
hal 213)
Transplantasi ginjal pertama kali berhasil dilakukan pada kembar identik pada tahun
1954 oleh Murray, Merril, dan Harison di Boston, sejak saat itu telah dilakukan lebih dari
87.000 transplantasi ginjal di Amerika serikat. (Sylvia A. Price; Patofisiologi Konsep Klinis
dan proses-proses Penyakit; Hal 876)
Berdasarkan sumber organ cangkok, dikenal empat macam transplantasi:
Autotransplantasi dikukan pada individu yang sama, sering disebut juga transplantasi
autolog. Organ yang dapat mengalami auto transplantasi umumnya adalah kulit, ginjal,
paklreas, tulang, limpa dan darah (autotransfusi). Dalam praktek penanganan
autotransplantasi ini digunakan dalam penanganan ruda paksa.
Isotransplantasi disebut juga transplantasi isolog atau Syngene adalah transplantasi
antara dua individu yang genetiknya sama. Jenis ini umumnya hanya dapat dilakukan
pada eksperimen.
Alotransplantasi dilakukan pada dua individu yang spesiesnya sama. Pada manusia
disebut homotransplantasi atau transplantasi alogen. Secara klinis homotransplantasi
dapat dilakukanantara dua individu yang ada atau yang tidak ada hubungan keluarga,
bik dari donor hidup maupun dari donor mayat, organ yang dapat dicangkokkan untuk
dengan cara ini adalah setiap organ atau jaringan dengan syarat ada persamaan siste
HLA (human limphocyte antigen sistem A) dan ABO pada kedua individu.

Xenotransplantasi

disebut juga heterotransplantasi atau transplantasi xenogen,

dilakukan pada individu yang berbeda spesiesnya, misalnya dari hewan kemanusia. (R
Syamsuhidajat; Buku ajar ilmu Bedah; hal 213)
PENGERTIAN
Transplantasi ginjal adalah suatu pengobatan alternatif penyakit ginjal tahap akhir
untuk pasien yang memenuhi kriteria. (Barbara Engram; Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah; hal: 181)
Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadaver
manusia ke resepien yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir. Ginjal transpalan dari
donor hidup yang cocok dan sesuai pagi pasien (mereka dengan antigen ABO dab HLA
yang cocok) akan lebih baik dari transpalan yang berasal dari donor kadaver. Nefrektomi
terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk transplantasi. Ginjal transpalan diletakkan
difossa iliaka anterior sampai krista iliaka pasien. Ureter dari ginjal transpalan ditanamkan
kekandung kemih atau dianastomiskan ke ureter resepien. (Susanne C. Smeltzer, dkk;
keperawatan medikal bedah; hal 1457)
Alasan beberapa pasien memilih transplantasi ginjal antara lain;
Keinginan pasien untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki perasaan
sejahtera,
Harapan untuk hidup secara lebih normal,
Biaya transplantasi ginjal yang sukses dibading dengan dialisis adalah sepertinganya.
(Susanne C. Smeltzer, dkk; keperawatan medikal bedah; hal 1457)
KONTRA INDIKASI:
Umur diatas 65 tahun
Pasien dengan penyakit metastase.
Penyakit jantung atau paru-paru.
Adanya infeksi
(Barabara Engram; Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah; hal: 181)

KOMPLIKASI
Dua komplikasi utama dari transplantasi ginjal adalah adalah reaksi imun dan efek
samping dari waktu yang panjang dari pengobatan imnosupresif. Reaksi imun adalah yang
paling serius.
Reaksi imun yang menolak transplantasi ginjal dapat diperantarai oleh sel atau
hmoral. Penolakan yang diperantarai oleh sel melibatkan llimfosit T. diproduksi sebagai
respon terhadap antigen dari ginjal donor yang dianggap sebagai sel-sel asing. Limfositlimfosit ini menyerang ginjal donor asing dan merusaknya. Penolakan humoral melibatkan
produksi anti body terhadap antigen dari ginjal donor yang dikenali oleh sel plasma
resepien sebagai benda asing. Penolakan dapat terjadi dalam bebrapa jam atau beberapa
tahun setelah transplantasi. (Sylvia A. Price; Patofisiologi Konsep Klinis dan proses-proses
Penyakit; Hal 876)
Ada tiga jenis reaksi imun:
Reaksi imun hiper akut
Penolakan yang cepat terjadi akibat sebelumnya ada pembentukan anti body pengikat
komplemen dalam darah sipenerima. Keerusakan imun tetju lansung pada sel endotel
graft, dan cepatnya kejadian tergantung pada konsentrasi anti body, apabila tinggi
kerusakan dapat terjadi beberapa menit atau beberapa jam. Sedangkan apabila rendah
dapat terjadi dalam 1-2 hari. Pada beberapa kasus, reaksi terjadi segera dan dilihat
dengan jelas oleh dokter bedah pada waltu membuat aliran darah pada melalui
cangkokan; ginjal menjadi lunak, cianosis dengan bercak warn ayang berbeda, yang
sugestif adanya vasokonstriksi internal, trombus terbentuk dalam arteriol dan
glumerulus, yang akan menyebebkan terjadinya infark akibat trombosis vaskuler.
Reaksi imun akut
Dapat terjadi setiap waktu dari beberapa hari sampai beberapa bulan bahkan tahun,
setelah transplantasi, yang mengenai imunitas seluler dan humoral. Penolakan vaskuler
akut ditandai dengan vaskulitis nekrotikan dengan imunoglobulin komplemen

dan

fibrin pada dinding pembuluh darah, tambahan terjadinya trombosis akan menyebebkan
terjadinya infark. Penolakan seluler ditandai dengan infiltrat sel mononuklear, edema
intertisial dan perdarahan bersaman dengan tubulitis.
Reaksi imun kronis

Merupakan penyebab yang penting dari kegagalan cangkokan beberapa bulan atau
beberapa tahun setelah transplantasi. Perubahan vaskuler tampak menonjol,
mengakibatkan terjadinya iskemia pada perenkim ginjal. Terjadi juga fibrosis intertisial
yang progresif dan atopi tubulus. (J.C.E. Underwood; patologi umum dan sistemik;
volume 2 edisi 2; EGC; jakarta 1999)
Penggolongan jaringan atau pemerikasaan histokompatilbilitas untk memperoleh
kecocokan yang paling dekat antara donor dan resipien, serta penekanan respon imun
dengan obat-obatan, merupakan dua cara yang umum dipakai untuk meningkatkan
keberhasilan transplantasi ginjal dan mencegah penolakan. Dua kelompok antigen mayor
telah diketahui sebagai penentu histokompatibilitas yang penting; sistem penggolongan
darah ABO dan antigen leukosit manusia ( HLA= Human Leukocyte Antigens). (Sylvia A.
Price; Patofisiologi Konsep Klinis dan proses-proses Penyakit; Hal 876)

PENGOBATAN
Pada kebanyakan kasus, reaksi imun akut dapat diturunkan dengan meningkatkan
obat-obatan imunosupresif. Yang paling banyak digunakan adalah obat-obatan:
Prednison
Azatioprin
Siklosporin
Metil prednison
Globulin antilimfosit
Muromonab- CD3
.(Barabara Engram; Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah; hal: 181)
PENATA LAKSANAAN PRAOPERATIF
Tujuan praoperatif adalah mengembalikan status metabolik pasien kekadar normal
sedekat mungkin. Pemeriksaan fisik lengkap dilakukan untuk mendeteksi dan menangani
setiap kondisi yang kemungkinan dapat menyebebkan komplikasi akibat transplantasi.
Sampel jaringan, sampel darah, dan skrining anti bodi dilakukan untuk menentukan
kecocokan jaringan dan sel dari donor dan resepien. Berbagai tes diagnostik harus

dilengkapi untuk mengidentifikasi kondisi yang memerlukaan penanganan terutama untuk


transpalan. Traktus urinarius bawah diteliti untuk mengkaji fungsi leher kandung kemih dan
untuk mendeteksi refluk ureteral.
Pasien harus bebas infeksi pada saat menjalani transplantasi ginjal karena pasien ini
mengalami imunosupresi dan beresiko terhadap infeksi. Oleh kerana itu pasien harus di
dievaluasi dan ditangani terhadap penyakit gingiva dan karies gigi.
Evalasi

psikosial

diarahkan

untuk

mengkaji

kemampuan

pasien

dalam

menyesuaikan diri dengan transpalan, pola kiping, riwayat sisial, ketersediaan dukungan
sosial dan sumber finansial. Riwayat penyakit psikiatrik juga penting untuk dikaji, karena
kondisi psikiatrik sering diperburuk oleh kortikosteroid yang diperlukan untuk
imunosupresi dan transplantasi.
Hemodialisis sering dilakukan sehari sebelum jadwal prosedur transplantasi untuk
myakinkan kondisi fisik pasien.
Intervensi keperawatan:
Aspek keperawatan pada penata laksanaan praoperatif adalah serupa dengan penata
laksanaan pada pasien yang menjalani bedah abdominal. Penyuluhan praoperatif harus
mencakup informasi mengenai higiene pulmoner pasca operastif, penatalaksanaan nyeri
pilihan, pembatasan diet, jalur intravena dan arterial, selang (kateter indweling dan selang
nasogastrik) dan ambulasi dini. Pasien menerima dari donor dan menghawatirkan
bagaimana si donor akan mentoleransi prosedur bedah.
Kebanyakan pasien yang telah menjalani dialisis selama beberapa bulan atau tahun
memilih untuk menjalani transplantasi. Sedangkan pasien lainnya harus menunggu selama
beberapa bulan atau tahun untuk mendapatkan ginjal transpalan dan akan cemas tentang
pembedahan, kemungkinan menolak, dan memilih untuk kembali melakukan dialisis.
Membantu pasien dalam menghadapi masalah ini merupakan bagian dari peran perawat
dalam melakukan praoperatif.

PENATALAKSANAAN PASCAOPERATIF
Tujuan perawatan setelah transplantasi ginjal adalah untuk mepertahankan
homoestasis sampai ginjal transpalan berfungsi dengan baik. Ginjal yang dapat berfungsi
segera merupakan tanda tanda prognosis yang menggembirakan.
Terapi imunosupresi. Kelansungan ginjal transpalan bergantung pada kemampuan
tubuh untuk meyekat respons imun terhadap ginjal transpalan.untuk mengatasi atau
mengurangi mekanisme pertahanan tubuh, mesikasi imunosupresi seperti azathioprine
(imuran), kortikosteriod (prednison), siklosporin, dan OKT-3 (anti bodi monoklonal) dapat
diberikan. Dosis agen imunosupresif ditingkatkan secara bertahap selama beberapa minggu
lebih, bergantung pada respons imunologis pasien terhadap transpalan. Namun demimikian,
pasien akan mengkomsumsi medikasi anti rejeksi seumur hidup.
Rejeksi tandur. Rejeksi tandur ginjal dan kegagalan dapat terjadi dalalm waktu 24
jam. (hiperakut), dalam waktu 3 sampai 14 hari (akut), atau setelah beberapa tahun (kronis).
Rejeksi akut jarang terjadi pada beberapa tahun pertama setelah transplantasi. Ultrasound
dapat digunakan untuk mendeteksi pembesaran ginjal, sedangkan biopsi renal dan biopsi
renal dan teknik radiografik digunakan untuk mengevaluasi rejeksi transplan. Jika transplan
ditolak pasien akan kembali menjalani dialisis. Ginjal yang ditolak tersebut dapat diangkat
atau tidak tergantung pada kapan penolakan tersebut terjadi (akut vs. kronik) dan risiko
infeksi jika ginjal dibiarkan ditempat.
Intervensi Keperawatan Pascaoperatif
Mengkaji Rejeksi dan Infeksi. Setelah transplantasi ginjal, pasien dikaji terhadap
tanda dan gejala rejeksi transplan: oliguria, odema, demam peningkatan tekanan darah,
pertambahan berat badan, bengkak atau nyeri tekan diseluruh ginjal transplan atau tandur.
Hasil tes kimia darah (BUN dan kreatinin) dan hitung leukosit serta trombosit dipantau
dengan ketat, karena imunosupresi akan menekan pembentukan leukosit dan trombosit.
Pasien dipantau dengan ketat akan adanya infeksi karena kerentanannya untuk mengalami
gangguan penyembuhan dan infeksi akibat terapi imunosupresi dan komplikasi gagal
ginjal.
Infeksi dan rejeksi harus dibedakan karena gangguan fungsi renal dan demam terdapat
kedua kondisi diatas, dan penanganannya.

Dahulu medikasi imunosupresi menjadikan pasien rentan terhadap infeksi


oportunistik (kandidiasis, sitomegalovirus, pneumonia Pneumonicitis cranii ) dan infeksi
virus yang relatif non patogen, jamur, protozoa yang dapat membahayakan pasien.
Pemakain sikloesporin, insidens infeksi oportunistik telah menurun, karena efeknya telah
ditekan secara selektif, mempertahankan sel T yang melindungi pasien dari infeksi yang
mengancam jiwa.
Pasien dilindungi dari pajanan staff rumah sakit, pengunjung, dan pasien yang
menderita infeksi aktif. Mencucui tangan dengan cermat sangat penting; masker dapat
dipakai oleh staff rumah sakit dan pengunjung untuk mengurangi risiko penularan agen
infeksi pada saat pasien sedang menerima imunosupressif dosis tinggi.
Septikemia (bakteriemia atau fungiemia) bertanggung jawaab dalam menyebabkan
sejumlah kematian yang berhubungan dengan transplantasi renal.
Manifestasi klinis septikemia mencakup menggigil dan gemetar, demam, pernapasan
dan denyut jantung cepat (takikardia dan takipneu), dan peningkatan atau penurunan sel
darah putih (leukosit atau leukopenia)
Tempat masuknya infeksi dapat melalui traktus urinarius, traktus respiratorius, dan
tempat operasi dan sumber lainnya. Kultur urine dilakukan dengan sering karena tingginya
insidens bekteriuria selama tahap awal dan akhir transplantasi. Setiap jenis drainase luka
harus dipandang sebagai sumber potensial infeksi kerena drainase merupakan medim kultur
yang baik bagi bakteri. Ujung kateter dan drain (menggunakan tehnik aseptik)
danmeletakkannya pada kontainer ateril unutk kultur laboratorium.
Memantau fungsi urinarius. Akses vaskler untuk hemodialisis dipantau untuk
menjamin potensi dan untuk mengevaluasi adanya tanda-tanda infeksi. Setelah transplantasi
ginjal yang sukses akses vaskler biasanya membeku. Ini mungkin akibat pulihnya koagulasi
seiring dengan kembalinya fungsi renal. Hemodialisis diperlukanpada periode pascaoperatif
untuk mempertahankan homeostasis sampai ginjak transplan berfungs dengan baik.
Ginjal dari donor biasanya segera berfungsi setelah operasi dan menghasilkan
sejumlah besar urine encer. Ginjal dari kadaver mengkin mengalami nekrosis tubuler akut
sehingga tidak berfungsi untuk 2 saampai 3 minggu. Anuria, oliguria, atau poliuria dapat
muncul. Selam fase ini pasien akan mengalami perubahan status cairan dan elektrolit yang
signifikan; sehingga pemantauan yang cermat diindikasikan. Haluaran urine dari kateter

(yang dihubungkan dengan drainase sistem tertutup) diukur setiap jam. Cairan intra vena
diberikan sesuai dengan volume urine dan kadar elektrolit serum dan sesuai dengan resep
dokter. Hemodialisis mungkin diperlukan jika cairan berlebihan dan muncul hiperkalemia.
Komplikasi potensial lain. Ulserasi gastrointestinal dan perdarahan akibat steroid
dapat terjadi. Kolonisasi jamur ditraktus gastrointestinal (terutama mulut) dan kandung
kemih dapat terjadi akibat pemberian kortikosteroid dan antibiotik. Penyakit kardiovaskuler
sangat potensial dan merupakan peryebaba utama kematian setelah transplantasi akibat usia
pada pasien lansia. Masalah lain adalah kemungkinan timbulnya tumor, karen pasien diunit
terapi imunosupresif jangka panjang dapat mengalami malignasi leblih sering dibanding
populasi lain.
Pertimbangan psikologis. Rejeksi ginjal transpalan mesih merupakan masamal
besar begi pasien, keluarga, dan tim pendukung tenaga kesehatan selama beberapa bulan.
Ketakutan akan rejeksi transpalan dan munculnya komplikasi akibat terapi imunosupresisf
(sindrom cushing, diabetes, jerapuhan vaskuler, osteoporosis, glukoma, katarak, dan
jerawat). Merupakan stress psikologik yang berat bagi pasien. Cemas dan ketidakpastian
tentang masa depan serta kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan periode pasca
transplantasi sering merupakan sumber stress bagi pasien dan keluarga,.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah. Pasien dinasehati
bahwa perawatan tindak lanjut setelah transplantasi diharuskan seumur hidup. Berikan
instruksi tertulis individu tentang diet, medikasi dan cairan, berat badan harian, pengukuran
urine, penata laksanaan masukan dan haluaran, pencegahan infeksi, dimulainya kembali
aktivitas dan menghindari olah raga berat yanag dapat menyebebkan cedera pada ginjal
transpalan.
Perawat bekerja dekat pasien dan keluarga untuk menjamin behwa mereka
memahami kebutuhan untuk terus melanjukan pemakaian agen imunsupresif sesuai resep.
Selain itu pasien dankeluarga diinstruksikan untuk mengkaji dan melaporkan tanda rejeksi
terhadap ginjal transplan, tanda infeksi, atau efek agen imunosupresan yang signifikan.
Donatur organ. adanya sejumlah organ yang tidak adekuat tetap menjadi
penghambat terrbesar terhadap suksesnya penanganan pasien dengan penyakit renal tahap
akhir.

RENCANA KEPERAWATAN TERINTEGRASI


Perawatan praoperasi dan pascaoperasi
Dialisa
Keseimbangan cairan dan dialisa.
Pembedahan
Kehilangan
Gagal ginjal
Terapi IV
PERTIMBANGAN PULANG
Pengobatan untuk diteruskan dirumah
Pembatasan aktivitas
Tanda dan gejala yang mebutuhakan perhatian medis
Perawatan lanjut
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN: RISIKO TINGGI TERHADAP PERUBAHAN PERFUSI
JARINGAN
BERHUBUNGAN DENGAN FAKTOR: reaksi imun atau infeksi sekunder terhadap
transplantasi ginjal.
BATASAN KARAKTERISTIK: pengulangan manifestasi gagal ginjal akut/kronis (reaksi
imun)
HASIL PASIEN (kolaboratif): mendemonstrasikan fungi ginjal yang adeguat.
KRITERIA EVALUASI: haluaran urine lebih dari 30 ml/ jam, kalium, serum, dan kreatinin
dan BUN dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda retensi cairan.

INTERVENSI
Pantau:

RASIONAL
Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan

masukan dan haluaran setiap jam selam

dan

48 jam, kemudian setiap 4 jam jika

penyimpangan

daru

hasil

yang

dihatapkan

haluaran urine tetap konsisten lebih dari


30 ml/ jam.
Tanda-tanda vital setiap 4 jam.
Hasil dari scan ginjal (mengevaluasi
fungsi ekskresi ginjal).
Penimbangan berat badan setiap hari.
Bunyi paru-paru.
Hasil pemeriksaan laboratorium (JDL,
kreatinin serum, BUN, dan BJ urine)
Konsul dokter segera jika terjadi:
Haluaran urine kuranga dari 30 ml/jam.
Perubahan

warna

urine

keruh,

berkabut, hematuria)
Disuria
Bengkak atau nyeri tekan pada ginjal
Peningkatan suhu tubuh
Proteinuria
Berat badan bertambah 2 pon atau lebih
setiap hari.
Berikan agen imunosupresif dan evaluasi
hasilnya
Pertahankan terapi IV sesuai dengan

Hipovolemia dapat menyebebkan ginjal

program hingga masukan oral adekuat

menurun

untuk mempertahankan haluaran urine.

ditentukan oleh haluaran urine.

drastis.

Kecepatan

urine

DIAGNOSA KEPERAWATAN: RISIKO TERHADAP INFEKSI


BERHUBUNGAN DENGAN FAKTOR: transplantasi ginjal, kebutuhan penggunanaan
agen imunosupresan.
BATASAN KARAKTERISTIK: urinalisa menunjukkan bakteri uria, keruh, urine bau
busuk, keluhan disuria, terjadi ulserasi oral, bercak-bercak putih pada mulut, keluhan nyeri
dimulut, SDP diatas 10.000/mm3, demam.
KRITERIA EVALUASI: suhu 36,6 C
INTERVENSI
Konsul dokter terhadap tanda infeksi dini:

RASIONAL
Agen imunosupresif membuat pasien lebih

SDp

(sering

mudah mendapat infeksi. Candida albicans

merupakan tanda pertama reaksi imun )

dan herpeks simpleks adalah patogen yang

diatas

100/mm3

paling

Batuk kronis
Kemerahan,

bengkakn

peningkatan

nyeri tekan, drainase dai insisi operasi.

umum

mempengaruhi

rongga

mulut, terapi anti biotik yang tepat dan


tindakan perawatan preventif daperlukan
untuk pencegahan penyebatan infeksi luas.

Disuria, urine keruh, bekteri uria.


Peningkatan suhu.
Keluhan sakit tenggorok atau mulut,
diikuti

oleh

bercak-bercak

putih

sepanjang rongga mulut.


Ambil spesimen uine, darah dan tenggorok
untuk pemeriksaan kultur. Berikan anti
biotik sesuai dengan program dan evaluasi
keefektifanny. Berikan

perawatan

oral

secara rutin sesuai aturan dan prosedur.


Lakukan perawatan perineal dengan sabun

Tindakan invasif dan alat-alat merupakan

dan air dua kali sehari. Lakukan tindakan-

suatu jalur lintasan masuknya kuman

tindakan pencegahan secara umum bila

patogen ke tubuh. Pemberi perawatan

kontak lansung dengan pasien. Ini meliputi

kebanyakan merupakan sumber untuk

teknik cuci tangan yang baik sebelum dan

terjadinya infeksi nasokomial.

sesudah merawat pasien dan memakai


sarung tangan bila berhubungan/menyentuh
darah atau cairan tubuh yang sering terjadi.
Gunakan teknik aseptik yang benar saat
mengganti

balutan

termasuk

memakai

sarung tangan dan masker.


Lakukan perawatan pencegahan:

Tindakan

Batasi pengunjung yang terinfeksi dari

perpindahan kuman patogen.

ini

membantu

mengurangi

pasien
Instruksikan

pasien

dan

keluarga

mencuci tangan denan teknik yang baik.


Tempatkan pasien dalam ruangan yang
nyaman.
Pasien

memakai

meninggalkan
pengunjung

masker
ruangan;

memakai

masker

bila
juga
bila

pasien leukopenik.

DIAGNOSA KEPERAWATAN: RISIKO TINGGI TERHADAP PENATA LAKSANAAN


DI RUMAH
BERHUBUNGAN DENGAN FAKTOR: kurang pengetahuan tentang perawatan diri,
riwayat ketidak patuhan.
BATASAN KARAKTERISTIK: mengungkapkan ketidak tahuan, kadang-kadang tidak
mematuhi rencana tindakan pada saati dialisa
HASIL PASIEN (kolaboratif): mendemonstrasikan keinginan untuk mengikuti rencanan
yang diprogramkan untuk pencegahan dan pemeliharaan dirumah.
KRITERIA EVALUASI: menyatakan mengerti tentang instruksi pulang.

INTERVENSI
Kembangkan rencana penyuluhan bekerja

RASIONAL
Kepatuhan pasien perlu untuk kelansungan

sama dengan koordinator transplantasi.

fungsi ginjal yang sitransplantasi.

Pastikan pasien dan anggota keluarga


mengetahui:
Nama, frekuensi, indikasi, dosis, dan
efek samping dari semua obat yang
diberikan.
Tanda dan gejala reaksi imun untuk
dilaporkan. Diet biasanya pembatasan
natrium; atur untuk konsul tentang
diet.
Bagaiman mengumpulkan specimen
yang diperlukan seperti pengumpulan
urine 24 jan dan urine bersih.
Nilai

normal

laboratorium

untuk

creatin dan BUN


Kaji berat badan dan suhu tubuh
setiap

hari,

pastikan

pasien

mempunyai catatan berat badan dan


suhu tubuh setiap hari.
Tinjau ulang jaswal untuk kunjungan

Pemantauan

lanjut kekantor atau klinik transplantasi.

mendeteksi dan mengatasi episode reaksi

Pastikan pasien mengetahui diman dan

imun sendini mungkin. Instruksi verbal

seberapa sering darah perlu diambil

dapat dengan mudah di lupakan.

pastikan

semua

instruksi

sering

dibutuhkan

untuk

perawatan

mandiri dan perjanjian evaluasi ditulis.


Ajarlam pasien untuk berpartisipasi

Kegiatan ini harus menjadi bagian kegiatan

penuh dalam kegiatan perawatan diri

pasien sehari-hari dirumah.

sejak drumad sakit (meminum obat


sendiri, mengukur berat badan sendiri,
mengukur suhu, memonitor nilai-nilai

laboratorium).
Anjurkan pasien untuk meningkatkan

Lingkungan yang kondusif pada perawatan

kegiatan

diri

ketika

dirumah

sakit,

jika

diizinkan, mungkinkan pasien mlihat

membantu

pasien

menggabungkan

parubahn dalam aktivitas sehari-hari.

kefasilitas lain seperti kafetaria dan toko


suopenir.
Ingatkan pasien:

Imunosupresan membantu menekan reaksi

Bahwa agen supresif harus diberikan

imun, identifikasi khusus dengan cepat

untuk mempertahankan cangkokan

mewapadakan petugas medi tentang status

ginjal.

kedaruratan medis muncul. Trauma tumpul

Memakai

gelang

waspada-medik

untuk identifikasi diri sebagai seorang

pada abdomen dapat mengganggu ginjal


cangkokan.

dengan cangkok ginjal dan penggunaa


agen supresif.
Menghindari

diri

dari

kegiatan

olahraga kontak
Rujuk pasien pada bimbingan pekerjaan

Beberapa

untuk membantu rencanan kerja bila

bantuan dalam menjalani kembali kembali

meras siap

kehidupan
kebutuhan

pasien

mungkin

mereka

untuk

dengan

memerlukan
menyesuaikan

keadaan

cangkok

Libatkan anggota keluarga dalam semua

ginjalnlya.
Pasien memerlukan dukungan kontinu dari

penyuluhan bila mungkin

keluarga

Tekankan

kebutuhan.
Komplikasi sering teratasi jika diidentifikasi

melaporkan

kembalinya
lebih

awal

perlunya
tanda-tanda

untuk

mengatasi

perubahan

lebih awal.

infeksi dan reaksi imun serta pentingnya


menyimpan

semua

perjanjian

untuk

perawatan lanjut.
(Barabara Engram; Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah; hal: 183-187)
DAFTAR PUSTAKA

Barabara Engram; Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah; Volume 2; Edisi 2;


EGC, Jakarta 1999.
R. Syamsuhidajat; Buku Ajar ilmu Bedah; EGC, 1997.
Sylvia A. Price; Patofisiologi Konsep Klinis dan proses-proses Penyakit; Edisi 4; EGC;
Jakarta 1995.
Susanne C. Smeltzer, dkk; Keperawatan Medikal Bedah; Edisi 8: EGC 2001.

Vous aimerez peut-être aussi