Vous êtes sur la page 1sur 64

ASKEP KLIEN DENGAN

URTKARIA DAN KUSTA


A.URTIKARIA
Urtikaria atau lebih di kenal dengan biduran adalah suatu gejala penyakit berupa gatal-gatal
pada kulit di sertai bercak-bercak menonjol ( edema ) yang biasanya disebabkan oleh alergi (
www.urtikaria.com )
Urtikaria merupakan istilah kilnis untuk suatu kelompok kelainan yang di tandai dengan
adanya pembentukan bilur-bilur pembengkakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan
bekas yang terlihat. ( robin graham, brown. 2205 )
Urtikaria yaitu keadaan yang di tandai dengan timbulnya urtika atau edema setempat yang
menyebabkan penimbulan di atas permukaan kulit yang di sertai rasa sangat gatal ( ramali,
ahmad. 2000 )
B. ETIOLOGI
Berdasarkan kasus-kasus yang ada, paling banak urtikaria di sebabkan oleh alergi, baik alergi
makanan, obat-obatan, dll.

jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang, coklat,
jenis kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dll.

jenis obat-obatan yang menimbulkan alergi biasanya penisilin, aspirin, bronide,


serum, vaksin, dan opium.

bahan-bahan protein yang masuk melalui hidung seperti serbuk kembang, jamur, debu
dari bulu burung, debu rumah dan ketombe binatang.

Pengaruh cuaca yang terlalu dingin atau panas,sinar matahari,tekanan atau air.

Faktor psikologis pasien misalnya : Krisis emosi

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Timbulnya bintik-bintik merah atau lebih pucat pada kulit. Bintik-bintik merah
ini dapat mengalami edema sehingga tampak seperti benjolan.
2. Sering disertai rasa gatal yang hebat dan suhu yang >panas pada sekitar
benjolan tersebut.
3. terjadi angioderma, dimana edema luas ke dalam jaringan subkutan, terutama
di sekitar mata, bibir dan di dalam orofaring.

4. adanya pembengkakan dapat menghawatirkan, kadang-kadang bisa menutupi


mata secara keseluruhan dan mengganggu jalan udara untuk pernafasan.
D. BENTUK-BENTUK KLINIS URTIKARIA
1. URTIKARIA AKUT
Urtikaria akut hanya berlansung selama beberapa jam atau beberapa hari. yang sering terjadi
penyebabnya adalah:
1. adanya kontak dengan tumbuhan ( misalnya jelatang ), bulu binatang/makanan.
2. akibat pencernaan makanan, terutama kacang-kacangan, kerangan-kerangan dan
strouberi.
3. akibat memakan obat misalnya aspirin dan penisilin.
2. URTIKARIA KRONIS
Biasanya berlangsung beberapa minggu, beberapa bulan, atau beberapa tahun. pada bentuk
urtikaria ini jarang didapatkan adanya faktor penyebab tunggal.
3. URTIKARIA PIGMENTOSA
Yaitu suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang berlangsung sementara, kadangkadang disertai pembengkakan dan rasa gatal.
4. URTIKARIA SISTEMIK ( PRURIGO SISTEMIK )
Adalah suatu bentuk prurigo yang sering kali terjadi pada bayi kelainan khas berupa urtikaria
popular yaitu urtikaria yang berbentuk popular-popular yang berwarna kemerahan.
Berdasarkan penyebabnya, urtikaria dapat dibedakan menjadi:
1. heat rash yaitu urtikaria yang disebabkan panas
2. urtikaria idiopatik yaitu urtikaria yang belum jelas penyebabnya atau sulit dideteksi
3. cold urtikaria adalah urtikaria yang disebabkan oleh rangsangan dingin.
4. pressure urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan rangsangan tekanan
5. contak urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan oleh alergi
6. aquagenic urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan oleh rangsangan air
7. solar urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan sengatan sinar matahari
8. vaskulitik urtikaria
9. cholirgening urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan panas, latihan berat dan stress

F. PENGOBATAN
Sebenarnya pada beberapa kasus urtikaria yang sifatnya akut tidak perlu adanya pengobatan
secara intensif karena urtikaria pada tahap ini gejalanya tidak berlansung lama dan bisa
sembuh sendiri.
Tetapi pada urtikaria kronik bisa di lakukan pengobatan dengan menggunakan anthihistamin.
Obat ini merupakan pilihan utama adalah penanganan urtikaria.
Menurut www.tempo.co.id/medika/arsip/04200/kas-1htm, ada beberapa tindakan yang harus
di lakukan dalam penangnan urtikaria adalah :

mencari dan menghindari bahan atau keadaan yang menyebabkan urtikaria

untuk menghilangkan rasa gatal dapat di oleskan sedikit tepung soda bakar yang
sudah di campur dengan air atau 1/10 larutan menthol dalam alkohol.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN URTIKARIA


1. gangguan citra tubuh berhubungan dengan lesi pada kulit
intervensi:
1. bersikap realistis dan positif selama pengobatan. Pada penyulahan kesehatan dan
menyusun tujuan dalam keterbatasan
2. dorong interaksi keluarga dan dengan tim rehabilitas
3. berikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan mereka
2. gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas
intervensi:
1. menghindari minuman yang mengandung kafein, pada malam hari
2. menggunakan rutinitas waktu tidur atau ritual untuk memudahkan transisi dari
kerejagaan ke tidur
3. latihan atau olahraga dengan teratur
4. pertahankan ventilasi dan kelembaban kamar tidur dalam keadaan yang baik

II.KUSTA
A. PENGERTIAN
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang
interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,
mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis
( djuanda, 4.1997 )
Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi ulit dan saraf perifer, tetapi
mempunyai cakupan maifestasi klinis yang luas ( COC, 2003)
B. ETIOLOGI
Kuman penyebabnya adalah mycobacterium leprae yang di temukan oleh GA,Hansen pada
tahun 1874 di norwegai. Mycobacterium leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8cm x
0.5um, tahan asam dalam alkohol, dam positif garam

C. TANDA PASTI DAN DERAJAT CACAT KUSTA


A. Tanda pasti kusta adalah:
1. Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa
2. Penebalan dalm saraf tepi di sertai kelainan berupa mati rasa dan kelemahan pada otot
tangan, kaki, dan mata
3. Pada pemeriksaan kulit BTA +
Dikatakan menderita kusta apabila di temukan satau atau lebih dari tanda pasi kusta dalam
waktu pemeriksaan klinis. ( dirjen PPM & PL, 2003 )
B. Derajat cacat kusta
WHO ( 19995 ) dalam djuanda, A, 1997 membagi cacat kusta menjadi 3 tingkat ke cacatan,
yaitu :
1. Cacat pada tangan dan kaki

tingkat 0 : tidak ada anestesi, dan kelainan anatomis

tingkat 1 : ada anestesi, tetapi tidak ada kelainan anatomis

tingkat 2 : terdapat kelainan anatomis

2. Cacat pada mata

tingkat 0 : tidak ada kelainan pada mata ( termasuk visus )

tingkat 1 : ada kelianan mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit berkurang

tingkat 2 : ada lagoptalmus dan visus sangat terganggu ( visus 6/60, dapat menghitung
jari pada jarak 6m )

D. JENIS-JENIS CACAT KUSTA


Menurut djuanda, A, 1997 jenis dari cacat kusta di kelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu :
1. cacat primer
adalah kelompok cacat yang di sebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama
kerusakan akibat respon jarinagn terhadap m.laprae.
yang termasuk ke dalam cacata primer adalah :
a. cacat pada fungsi saraf :

fungsi saraf sensorik misalnya : anestesi

fungsi saraf motorik misalnya : daw hand, wrist drop, fot drop, clow tes, lagoptalmus

fungsi saraf otonom dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan elastisitas kulit
berkurang, serta gangguan reflek vasodilatasi

b. inflamasi kuman pada kulit dan jaringan subkutan menyebabkan kulit berkerut dan
berlipat-lipat
c. cacat pada jaingan lain akibat infiltrasi kuman kusta dapat terjadi pada tendon, ligamen,
tulang rawan, tulang, testis, dan bola mata.
2. cacat sekunder
1. cacat ini terjadi akibat cacat primer, terutama adanya kerusakan saraf sensorik,
motorik, dan otonom
2. kelumpuhan motorik menyebabkan kontraktur, sehingga terjadi gangguan berjalan dn
mudah terjadinya luka
3. lagoptalmus menyebabkan kornea menjadi kering dan memudahkan terjadinya
kreatitis
4. kelumpuhan saraf otonom menjadikan kulit kering dan berkurangnya elastisitas,
akibat kulit mudah retak dan terjadi infeksi sekunder.

E. KLASIFIKASI KUSTA
Menurut WHO ( 1981 ) kusta di bagi menjadi dua, yaitu :
1. Ultitalsiler berarti mengandung banyak basil :

tipe LL ( lepromatosa polar )

tipe BL ( borderline lepromatosus )

tipe BB ( mid borderline )

2.pausibasiler berarti mengandung sedikit basil, yaitu :

tipe TT ( tuberoloid polar )

tipe BT ( borderline tuberkoloid )

tipe I ( indeterminate )

G. PENATALAKSANAAN
1.perawatan luka
prinsip dari perawatan luka adalah imobilisasi dengan mengistirahatkan kaki yang luka
( misalnya : tongkat, bidai ), merawat luka setiap hari dengan membersihkannya, membuang
jaringan mati, dan menipiskan penebalan kulit yang selanjutnya di kompres.
2.perawatan mata yang tidak tertutup rapat ( lagoptalmus )
1. gunakanlah cermin setiap hari untuk melihat apakah ada mata yang merah, bila ada
laporkan ke petugas puskesmas
2. tariklah kulit di sudut mata, ke arah luar denganh jari tangan sebanyak 10 kali setiap
latihan, lakukanlah 3 kali sehari.
3. lindungilah mata dari sinar matahari, debu dan angin
3.perawatan tangan yang mati rasa ( anestesi )
1. lindungilah tangan yang mati rasa dari panas, benda kasar dan tajam untuk mencegah
luka
2. rendamlah tangan setiap hari dengan air bersih dalam baskom selama 30 menit untuk
menjadikan kulit lembab.

3. setelah di rendam gosok kulit menebal dengan batu apung untuk menjadikan kulit
lembut.
4. olesi dengan minyak kelapa bersih dalam keadaan basah.
4.perawatan tangan yang bengkok ( kontraktur )
1. latih jari tangan yang bengkok 3 kali sehari, supaya jari-jari tangan tidak menjadi
kaku.
2. rendamlah tangan 3 kali sehari dengan air bersihselama 30 menit dan olesi tangan
yang bengkok dengan minyak kelapa nersih dalam keadaan basah.
3. luruskan jari-jari tangan yang bengkok dengan tangan yang lain sebanyak 20 kali tiap
latihan, lakukan 3 kali sehari
4. taruh tangan di atas paha dan luruskan jari-jari tangan sebanyak 20 kali setiap latihan,
lakukan 3 kali sehari
5.pencegahan luka
1. selalu memakai alas kaki
2. jangan berjalan terlalu lama
3. berhati-hati terhadap api, air panas, dll
4. behati-hati saat duduk bersila
5. memeriksa keadaan kaki dan kulit apakah ada tanda-tanda kemerahan, melepuh.
6.perawatan tangan yang luka
1. kurangi tekanan pada tangan yang luka
2. luka harus selalu bersih, bila luka panas, bau dan bengkak segera ke puskesmas
3. rendamlah tiap hari tangan dengan air bersih selama 30 menit
4. balut luka dengan air bersih
H. PENGKAJIAN
Dasar data pengkajian klien

aktivitas atau istirhat

1. gejala :malaise

sirkulasi

tanda : td normal/sedikit dari jangkauan normal ( selama curah jantung tetap meningkat ),
kulit hangat kering, bercahaya,pucat, lembab, burik ( vasokontriksi )

eliminasi

1. gejala : diare

makanan/cairan
1. gejala : anoreksia, mual/muntah
2. tanda : penurunan BB, penurunan lemak subkutan/massa otot ( malnutrisi ),
pengeluaran haluaran, konsentrasi urine, perkembangan ke arah oliguri, anuria

neurosensori

1. gejala : sakit kepala, pusing, pinsang


2. tanda : gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma
o nyeri/kenyamanan
1. gejala : kejang abdominal, lokalisasi rasa sakit, urtikaria/pruritas umum

pernapasan
1. tanda : takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu : umunya
meningkat ( 37.95 oc atau lebih ), tetapi kadang sub normal ( <>

seksualitas
1. gejala : pruritas perineal
2. tanda : maserasi vulva, pengeringan vgina purulen

penyulihan/pembelajaran
1. gejala : masalah kesehatan kronis/melemahkan, misalnya : hati, ginjal, DM,
kecanduan alkohol, penggunaan anti biotik ( baru saja atau jangka panjang )

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN KUSTA


1.kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi kuman pada kulit dan jaringan
subkutan
intervensi :

kaji/catat ukuran, warna, dan kedalaman luka

gunakan krim kulit 2xsehari setelah mandi

pijat kulit dengan lembut untuk memperbaiki sirkulasi kulit

2.resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan berkurangnya elastisitas kulit


intervensi :

cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung
tangan seteril

pantau adanya tanda-tanda infeksi

gunakan selalu alas kaki dan jangan berjalan terlalu cepat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN INTEGUMEN


Asuhan keperawatan (askep) pada klien gangguan integumen, seperti kusta, skabies,
tinea (jamur) umumnya belum ada rencana asuhan keperawatan khusus dan belum banyak
ditemukan pada buku ajar. Beberapa askep integumen yang sudah baku dan dapat kita
temukan pada beberapa literatur antara lain adalah askep luka baker dan askep psoriasis.
Sehingga askep kulit abnormal dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana
keperawatan pada klien yang mengalami gangguan integumen, tentunya disesuaikan dengan
data yang ditemukan pada pengkajian.
1.

Pengkajian
Riwayat kesehatan dan observasi langsungsg memberikan infomasi mengenai persepsi

klien terhadap dermatosis, bagaimana kelainan kulit dimulai?, apa pemicu?, apa yang
meredakan atau mengurangi gejala?, termasuk masalah fisik/emosional yang dialami klien?.
Pengkajian fisik harus dilakukan secara lengkap.
2.

Diagnosis Keperawatan

a.

Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

b.

Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.

c.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.

d.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.

e.

Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi.

3.

Masalah Kolaboratif/Komplikasi

Masalah kolaboratif/komplikasi yang dapat terjadi pada klien dermatosis adalah infeksi.

4.

Tujuan Intervensi/Implementasi
Tujuan askep dermatosis adalah terpeliharanya integritas kulit, meredakan gangguan

rasa nyaman: nyeri, tercapainya tidur yang nyenyak, berkembangnya sikap penerimaan
terhadap diri, diperolehnya pengetahuan tentang perawatan kulit dan tidak adanya
komplikasi.
a. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
1. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg
berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan
perluasan kelainan primer.
2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses
terjadinya sebagian penyakit kulit.
3. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan
suhu terllalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas,
radiator).
Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap
panas.
4. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas
kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
Kriteria keberhasilan implementasi.
1. Mempertahakan integritas kulit.
2. Tidak ada maserasi.
3. Tidak ada tanda-tanda cidera termal.
4. Tidak ada infeksi.
5. Memberikan obat topikal yang diprogramkan.
6. Menggunakan obat yang diresepkan sesuai jadual.
b. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
1. Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional: Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan
kenyamanan.

2. Catat hasil observasi secara rinci.


Rasional: Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis
dan pengobatan.
3. Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional: Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak dapat
menunjukkan reaksi alergi obat.
4. Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
Rasional: Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
5. Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional: Kesejukan mengurangi gatal.
6. Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif
Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
7. Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
8. Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun.
Rasional: Sabun yang "keras" dapat menimbulkan iritasi.
9. Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih dan pelarut.
Rasional: Setiap subtansi yang menghilangkan air, lipid, protein dari epidermis
akan mengubah fungsi barier kulit
10. Kompres hangat/dingin.
Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan
meredakan pruritus.
11. Mengatasi kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis: redish, gatal.lepuh, eksudat.
12. Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.
Rasional: Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan
barier kulit.
13. Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional: Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
14. Menggunakan terapi topikal.
Rasional: Membantu meredakan gejala.
15. Membantu klien menerima terapi yang lama.
Rasional: Koping biasanya meningkatkan kenyamanan.

16. Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa resep
Dokter.
Rasional: Masalah klien dapat disebabkan oleh iritasi/sensitif karena pengobatan
sendiri
Kriteria keberhasilan implementasi.
1. Mencapai peredaan gangguan rasa nyaman: nyeri/gatal.
2. Mengutarakan dengan kata-kata bahwa gatal telah reda.
3. Memperllihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.
4. Mematuhi terapi yang diprogramkan.
5. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
6. Menunjukkan kulit utuh dan penampilan kulit yang sehat .
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
1. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan
kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
2. Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
3. Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi.
Rasional: memelihara kelembaban kulit
4. Menjaga jadual tidur yg teratur.
5. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
6. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
7. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Mencapai tidur yang nyenyak.
2. Melaporkan gatal mereda.
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.

4. Menghindari konsumsi kafein.


5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan
diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang
tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap
konsep diri.
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi
serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan
yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak
adaptasi klien .
5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan

e. Kurang pengetahuan tentang program terapi


1. Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat,
kebanyakan klien merasakan manfaat.
3. Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan
terapi.
4. Nasihati klien agar kulit teap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan
pengolesan krim serta losion kulit.
Rasional: stratum korneum memerlukan air agar tetap fleksibel. Pengolesan
krim/lotion akan melembabkan kulit dan mencegah kulit tidak kering, kasar, retak
dan bersisik.
5. Dorong klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat.
Rasional: penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang,
perubahan pada kulit menandakan status nutrisi yang abnormal.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3 Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
f. Mencegah Infeksi
1. Miliki indeks kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada klien yang sistem
kekebalannya terganggu.
Rasional: setiap keadaan yg mengganggu imun akan memperbesar risiko infeksi
kulit.
2. Berikan petunjuk yang jelas dan rinci kepada klien mengenai program terapi.
Rasional: Pendidikan klien yang efektif bergantung pada keterampilan

interpesonal profesional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas.


3. Laksanakan kompres basah sesuai program untuk mengurangi intensitas inflamasi.
Rasional: vasokonstriksi pembuluh darah kulit dapat mengurangi eritema dan
membantu debridemen vesikel dan krusta serta mengendalikan inflamasi.
4. Sediakan terapi rendaman sesuai program.
Rasional: melepas eksudat dan krusta.
5. Berikan antibiotik sesuai order.
Rasional: membunuh dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
6. Gunakan obat topikal yang mengandung kortikosteroid sesuai order.
Rasional: memiliki kerja antiinflamasi, sehingga mampu menimbulkan
vasokonstriksi pd pembuluh darah kecil dalam dermis lapisan atas.
7. Nasihati klien untuk menghentikan pemakaian setiap obat kulit yang
memperburuk masalah.
Rasional: dermatitis kontan atau reaksi alergi dapat terjadi akibat setiap unsur
yang ada dalam obat tersebut.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Tetap bebas dari infeksi.
2. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang meningkatkan kebersihan dan
mencegah kerusakan kulit.
3. Mengidentifkasi tanda dan gejala infeksi.
4. Mengidentifikasi efek kerugian obat
5. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulti: ganti balutan, mandi.

GANGGUAN DERMATOLOGIK
PRURITUS
Pruritus adalah gatal atau kegatalan. (Ahmad Ramali, 2005)
Pruritus adalah gatal-gatal. (Sue Hincliff, 1999)
ETIOLOGI
Pruritus dapat juga menjadi petunjuk pertama yang mengindikasikan kelainan
sistemik internal seperti diabetes melitus, kelainan darah atau kanker. Rasa gatal dapat juga
menyertai penyakit ginjal, hepar dan tyroid. Beberapa preperat oral yang sering dipakai

seperti aspirin , terapi antibiotic, hormone (esterogen, testosterone atau kontrasepsi oral) dan
apoid (morfin atau kokain) dapat menimbulkan pruritus pula (Sher, 1992).
PATOFISIOLOGI
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai
pada gangguan dermatologic yang menimbulkan gangguan dermatologic yang menimbulkan
gangguan rasa nyaman dan perubahan integritas kulit jika pasien meresponnya dengan
garukan.
Reseptor rasa gatal tidak bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat (peniciate) yang
hanya ditemukan dalam kuit, membrane mukosa dan kornea (Sher, 1992).
Garukan menyebabkan terjadinya inflamasi sel dan pelepasan histamine oleh ujung
saraf yang memperberat gejala pruritus yang selanjutnya menghasilkan lingkaran setan rasa
gatal dan menggaruk. Meskipun pruritus biasanya disebabkan oleh penyakit kulit yang primer
dengan terjadinya ruam atau lesi sebagai akibatnya, namun keadaan ini bisa timbul tanpa
manifestasi kulit apapun. Keadaan ini disebut sebagai esensial yang umumnya memiliki
awitan yang cepat, bias berat dan menganggu aktivitas hidup sehari-hari yang normal.
Pruritus perianal
Pruritus di daerah anus dan genital dapat terjadi akibat partikel kecil feces yang
terjepit dalam lipatan perianal atau yang melekat pada rambut anus, atau akibat kerusakan
kulit perianal karena garukan, keadaan basah dan penurunan sesistensi kulit yang disebabkan
oleh terapi kortikosteroid atau antibiotic. Keadaan lain yang dapat menyebabkan gatal-gatal
di daerah sekitar anus (Pruritis Perianal) adalah iritan local seperti scabies serta tuma, lesi
local seperti hemoroid, infeksi jamur atau kandida, dan infestasi cacing kerawit. Keadaan
seperti DM, Anemia, Hipertiroidisme, dan kehamilan dapat pula menyebabkan pruritus
perianal.
GANGGUAN SKLEROTIK
Dermatosis Seborea
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum,
kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak,
bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit
kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada.
Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurangkurangnya 50% pasien HIV

terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak
separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan
ketombe.
Akne Vulgaris
Acne Vulgaris (jerawat) merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel
polisebasea (folikel rambut) yang rentan dan penting sering ditemukan di daerah muka, leher
serta badan bagian atas. Acne ditandai dengan komedo tertutup (whitehead), komedo terbuka
(blackhead), papula, pustula, nodul dan kista.
Acne merupakan kelainan kulit yang paling sering ditemukan pada remaja dan
dewasa muda di antara 12 35 tahun. Laki-laki dan perempuan terkena sama banyaknya,
dengan insidensi tertinggi antara usia 14 17 tahun untuk anak perempuan serta antara usia
16 19 tahun untuk anak laki-laki. Kelainan kulit ini semakin nyata pada pubertas dan usia
remaja, dan kenyataan tersebut mungkin terjadi karena kelenjar endokrin tertentu yang
mempengaruhi sekresi kelenjar sebasea mencapai aktivitas puncaknya pada usia ini.
INFEKSI DAN INFESTASI PADA KULIT
Infeksi bakteri (pioderma)
Bisul / Pioderma
Bisul terjadi karena infeksi kulit. Bukan penyakit yang serius tetapi terasa sakit dan
nyeri. pioderma disebabkan oleh bakteri gram positif staphyllococcus, terutama S. aureus dan
streptococcus atau keduanya. Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang, menurunnya
daya tahan tubuh mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan atau kanker dan
sebagainya atau adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit
terganggu.
Terdapat beberapa jenis pioderma, yaitu:
-

Impetigo
impetigo merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh stafilokokus aurea atau kadangkadang oleh streptokokus dan hanya terjadi pada lapisan kulit jangat. Biasanya tak disertai
gejala konstitusi gejala infeksi pada tubuh manusia seperti demam, nyeri, lesu,dan lainnya.
Pada kulit penderita terlihat lepuh dan gelembung yang berisi cairan. Penyakit ini mudah
menular pada anak lain atau dirinya sendiri.

Folikulitis, furunkel, dan karbunkel

Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel).
Penyebabnya adalah infeksi oleh bakteri stafilokokus. Folikulitis bisa terjadi di bagian kulit
manapun, biasanya merupakan akibat dari kerusakan folikel rambut karena:
o bergesekan dengan pakaian
o penyumbatan folikel rambut
o pencukuran.
Pada kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal.
Di sekitar folikel rambut tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah lalu
mengering dan membentuk keropeng.
Bisul (furunkel)
adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan subkutaneus di
sekitarnya. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus, tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri
lainnya atau jamur. Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan bokong.
Akan terasa sangat nyeri jika timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari tangan.
Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah. Lalu
benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk
pustula). Bisul bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan nanahnya, kadang
mengandung sedikit darah. Bisa disertai nyeri yang sifatnya ringan sampai sedang. Kulit di
sekitarnya tampak kemerahan atau meradang. Kadang disertai demam, lelah dan tidak enak
badan. Jika furunkel sering kambuhan maka keadaannya disebut furunkulosis.
Karbunkel
Karbunkel adalah sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas
serta pembentukan jaringan parut. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus. Pembentukan
dan penyembuhan karbunkel terjadi lebih lambat dibandingkan bisul tunggal dan bisa
menyebabkan demam serta lelah karena merupakan infeksi yang lebih serius. Lebih sering
terjadi pada pria dan paling banyak ditemukan di leher bagian belakang. Karbunkel juga
cenderung mudah diderita oleh penderita diabetes, gangguan sistem kekebalan dan dermatitis.
Beberapa bisul bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki beberapa titik
pengaliran nanah. Massa ini letaknya bisa lebih dalam di bawah kulit dibandingkan dengan
bisul biasa. Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa ditularkan
ke orang lain. Tidak jarang beberapa orang dalam sebuah rumah menderita karbunkel pada
saat yang sama.
Faktor resiko terjadinya karbunkel adalah:

o tingkat kebersihan yang buruk


o keadaan fisik yang menurun
o gesekan dengan pakaian
o pencukuran.
Pada kulit yang terkena ditemukan beberapa bisul yang bersatu disertai nyeri yang
sifatnya ringan atau sedang. Kulit tampak merah dan membengkak. Karbunkel yang pecah
akan mengeluarkan nanah lalu mengering dan membentuk keropeng.
Infeksi Virus
-

Herpes zoster
Herpes zoster (Shingles) adalah suatu penyakit yang membuat sangat nyeri (rasa sakit
yang amat sangat). Penyakit ini juga disebabkan oleh virus herpes yang juga mengakibatkan
cacar air (virus varisela zoster). Seperti virus herpes yang lain, virus varisela zoster
mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu tahapan tidak aktif.
Kemudian, tanpa alasan virus ini jadi aktif kembali, menjadikan penyakit yang disebut
sebagai herpes zoster.
Infeksi Mikotik (fungus)
Fungus (jamur), yang merupakan anggot dunia tanaman yang berukuran kecil dan makan
dari bahan organic, merupakan penyebab berbagai jenis infeksi kulit yang sering ditemukan.
Pada sebagian kasus, jamur hanya mengenai kulit dan organ-organ pelengkapnya (yaitu,
rambut serta kuku), tetapi pada sebagian lainnya organ internal dapat turut terkena. Infeksi
sekunder dengan bakteri atau candida atau keduanya dapat terjadi.
Kelainan jamur kulit yang paling sering ditemukan dikenal sebagai tinea atau ringworm,
infeksi tinea dapat mengenai kepala, badan, lipat paha, kaki, dan kuku.

Tinea pedis (penyakit jamur kaki, athletes foot ; kutu air)


Kutu air atau dalam bahasa latin dikenal sebagai TInea Pedis merupakan penyakit akibat
jamur yang paling banyak ditemui, Kutu air mempunyai beberapa sinomin, antara lain Tinea
Pedis, Athletes foot. Kutu air merupakan penyakit akibat jamur golongan Tricophyton yang
mengenai sela-sela jari kaki.

Tanda dan Gejala Kutu air menimbulkan rasa gatal pada penderitanya. Pada jari kaki
yang terkena, kulit akan menebal dan berwarna lebih putih, serta mudah terkelupas. Kutu air
ini juga akan menimbulkan bau tidak sedap pada kaki.
-

Tinea korposis (penyakit jamur badan)


Tinea corporis atau kadas (kurap) timbul di leher atau badan, ditandai dengan munculnya
bercak bulat atau lonjong, berbatas tegas antara yang kemerahan, bersisik, dan berbintil.
Daerah tengahnya biasanya lebih "tenang", tak berbintil. Bila dibiarkan, bisa menjadi
penyakit menahun, keluhannya pun jadi samar-samar hingga menimbulkan infeksi bakteri.

Tinea kapitis (penyakit jamur kulit kepala)


Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan bulu mata yang
disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan Trichophyton
Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur superfisial pada kulit
kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan folikel folikel
rambut. Penyakit ini termasuk kepada mikosis superfisialis atau dermatofitosis. Beberapa
sinonim yang digunakan termasuk ringworm of the scalp dan tinea tonsurans.

Tinea kruris(penyakit jamur lipat paha)


Penyakit yang satu ini kerap dianggap enteng, karena lebih enak digaruk ketimbang
diobati. Penyakit infeksi jamur ini terjadi di lipatan paha, daerah bawah perut, kelamin luar,
selangkangan, dan sekitar anus. Tak jarang jamur selangkangan ini wujudnya menjadi tak
karuan. Kulit selangkangan menjadi legam, meradang dan basah bergetah, terutama jika
jamur sudah ditunggangi infeksi oleh kuman lain. Gejala yang timbul, Gatal di sekitar lipatan
paha, daerah bawah perut, kelamin luar, selangkangan, dan sekitar anus.

Tinea unguium (onikomikisis)


Kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita. Jamur kuku, yang
mempunyai nama latin onychomycosis atau Tinea Unguium, paling sering menyerang kuku
kaki. Biasanya mulai dari tepi atau bagian bawah kuku. Tanda-tanda serangan antara lain
kuku mengalami perubahan warna menjadi agak kekuningan atau keputihan. Selanjutnya,
kuku akan menjadi rapuh, mudah mengelupas, berbau, dan biasanya warnanya menjadi lebih
kusam atau bahkan kehitaman. Kadang-kadang terjadi infeksi, tandanya timbul nyeri,
bengkak, dan nanah.

PENYAKIT KULIT PARASITIK


PEDIKULOSIS
Pedikulosis ialah infeksi kulit atau rambut padamanusia yang disebabkan oleh pedikulus
(termasuk family pediculidae), selain menyerang manusia, penyakit ini juga menyerang
binatang, oleh karena itu dibedakan pediculus humanus dengan pediculus animalis. Pediculus
ini merupakan parasit obligat artinya harus menghisap darah manusia untuk dapat
mempertahankan hidup.
Pengertian
Infeksi kutu yang mengenai kepala, badan, dan pubis (mengenai daerah-darah yang
berambut) Infeksi kulit atau rambut pada manusia yang disebabkan parasit obligat
pediculus humanis (Arif Mansjoer, 2002)
Klasifikasi
1.

Pediculosis Kapitis
Infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh pediculus humanus var capitis

(Ronny P Handoko)
Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala atau tuma yang disebut pediculus
humanus capitis pada kulit kepala. (Brunner & Suddarth)
Tuma betina akan meletakkan telurnya (nits) di dekat kulit kepala. Telur ini akan melekat
erat pada batang rambut dengan suatu substansi yang liat. Telur ini akan menetas menjadi
tuma muda dalam waktu sekitar 10 hari dan mencapai maturitasnya dalam tempo 2 minggu.
Etiologi
Infeksi kulit ini disebabkan oleh pediculus humanus var capitis. Penyakit ini terutama
menyerang anak-anak usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat,
misalnya di asrama dan panti asuhan.
Kondisi hygiene yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut atau rambut
yang relative susah dibersihkan (rambut yang sangat panjang pada wanita).
2.

Pedikulosis Korporis
Infestasi kutu pedikulosis humanus korporis pada badan (Ronny P Handoko)

Etiologi

Pediculus humanus var corporis mempunyai jenis kelamin, yakni jantan dan betina,
yang betina berukuran panjang 1,2-4,2 mm dan lebar kira-kira setengah panjangnya,
sedangkan yang jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang
ditremukan pada kepala.
3.

Pedikulosis pubis
Pediculosis pubis adalah infeksi rambut di daerrah pubis dan di sekitarnya karena phthirus
pubis. Pediculosis pubis dulu dianggap phthirus pubis secara morfologis sama dengan
pediculus, maka itu dinamakan pediculus pubis. Ternyata morfologi keduanya berbeda,
phthirus pubis lebih kecil dan pipih.

Etiologi
Kutu ini juga mempunyai jenis kelamin, yang betina lebih besar daripada yang jantan.
Panjang sama dengan lebar 1-2 mm.
SKABIES
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinnim dari penyakit ini adalah kudis, the
itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei
tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau
terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis.
Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili
Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S.
scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient,
berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Patofisiologi Skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi
kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan leh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kirakira sebulan setelah infestasi. Pada saat it kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan

ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,
krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi
tungau.

DERMATITIS KONTAK
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis
kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang
diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada selsel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena
adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit
adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh
sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas
terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe
lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan
epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana
sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul
reaksi alergi.
Etiologi
1.

Dermatitis Kontak Iritan


Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan
kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum,
serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud
yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan
kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban
lingkungan juga ikut berperan.

Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di
bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih);
jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang
pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya
dermatitis atopic
2.

Dermatitis Kontak Alergi


Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu,
misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan
alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh
hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.
Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan fungsinya yaitu:

1.

Asam, misalnya asam maleat.

2.

Aldehida, misalnya formaldehida.

3.

Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.

4.

Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.

5.

Ester, misalnya Benzokain

6.

Eter, misalnya benzil eter

7.

Epoksida, misalnya epoksi resin

8.

Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.

9.

Quinon, misalnya primin, hidroquinon.

10. Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.


11. Komponen tak larut, misalnya terpentin.
DERMATITIS INFLAMATORIK NONINFEKSIOSA
1.

PSORIASIS
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Psoriasis
juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis lain, misalnya
psoriasis pustulosa.

Patofisiologi
Psoriasis merupakan penyakit kronik yang dapat terjadi pada setiap usia.
Perjalanan alamiah penyakit ini sangat berfluktuasi. Pada psoriasis ditunjukan adanya
penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah dermis
bagian atas. Jumlah sel-sel basal yang bermitosis jelas meningkat. Sel-sel yang membelah
dengan cepat itu bergerak dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang menebal.
Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis menjadi
tebal dan diliputi keratin yang tebal ( sisik yang berwarna seperti perak ). Peningkatan
kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida
siklik yang abnormal , terutama adenosin monofosfat(AMP)siklik dan guanosin monofosfat
(GMP) siklik. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada penyakit ini. Peranan setiap
kelainan tersebut dalam mempengaruhi plak psoriatik belum dapat dimengerti secara jelas.
2.

DERMATITIS EKSFOLIATIF
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama ( Arief Mansjoer ,
2000 : 121 ).
Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang terdapat hampir atau
di seluruh tubuh ( www. medicastore . com ).
Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai
dengan eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh ( Marwali Harahap , 2000 :
28 )
Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang
progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang kurang lebih
menyeluruh ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 ).

ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :
1.

Eritrodarma eksfoliativa primer


Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis
konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(50 % ).

2.
-

Eritroderma eksfoliativa sekunder


Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide ,
analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.

Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis ,
pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.

Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma. ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan
2005 : 239 )

PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling
luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan
keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas ,
sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata
pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari
permukaan kult sel sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel sel
yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik /
plak jaringan epidermis yang profus.
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik
(alergik) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanismee imunologik,
alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat
tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang
tidak lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi
dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein dari membran sel untuk
membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai
antigen lengkap. ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )
3.

PEMFIGUS VULGARIS
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan kelainan
herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang
mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan (Dorland, 1998)
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan
timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak
normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002)
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan
membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut,
idung, tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com)

Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan
membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah autoimmune disorder yaitu system imun
memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane mukosa.
Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis
(akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya
perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.
ETIOLOGI
Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain:
a.

Faktor genetic

b.

Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal
yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.

c.

Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia
gravis dan thymoma

4.

NEKROLISIS EPIDERMIS TOKSIK


Alan Lyell* mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu erupsi yang
menyerupai luka bakar pada kulit.18,19 Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit
yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan.
Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa
menyebabkan penyakit ini.
Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa
seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut
memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan wajah
yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.

Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya
bahwa fenomena immun kompleks yang bertanggung jawab. Salah satu teori menyatakan
akumulasi metabolit obat pada epidermis secara genetik dipengaruhi oleh proses imunologi
setiap individu.
Limfosit T CD8+ dan makrofag mengaktifkan proses inflamasi yang menyebabkan
apoptosis sel epidermis.

(ULKUS, TUMOR BENIGNA DAN KEGANASAN


PADA KULIT)
1.

Ulserasi
Kehilangan superficial jaringan permukaan akibat kematian sel dinamakan ulserasi.
Sebuah ulkus yang sederhana seperti jenis ulkus yang ditemukan pada lukabakar dengan
superficial derajat dua yang kecil cenderung sembuh dengan granulasi (granul jaringan yang
baru) jika luka tersebut dijaga kebersihannya dan dilindungi terhadap cedera.
Bilamana terkena udara, serum yang mengalir keluar akan mongering dan membentuk
krusta. Dibawah krusta, sel-sel epitel akan tumbuh dan menutupi seluruh permukaan luka.
Penyakit tertentu menyebabkan ulkus yang khas, missal ulkus tuberculosis dan ulkus sifilis.
Ulkus yang disebabkan defisiensi sirkulasi arterial. Ulkus yang berhubungan dengan
masalah sirkulasi arterial terlihat pada pasien-pasien dengan penyakit vaskuler periver,
arteriosklerosis, penyakit Raynaud dan frostbite. Pada pasien-pasien ini, terapi ulserasi harus
dilaksanakan bersama terapi penyakit arterial. Bahayanya berasal dari infeksi sekunder
Kerapkali amputasi bagian tersebut merupakan satu-satunya terapi yang efektif. Ulkus
karena tekanan (Dekubitus). Dekubitus terjadi akibat tekanan yang terus-menerus pada
daerah tertentu kulit.

2.

TUMOR KULIT

a.

KISTA
Kista pada kulit merupakan rongga berdinding epitel yang berisikan bahan cair atau
padat.

1)

Kista epidermis (epidermoid)


Kerapkali terjadi dan dapat dideskripsikan sebagai tumor yang menonjol, kenyal serta
tumbuh lambat dan paling sering ditemukan di daerah wajah, leher, dada bagian atas serta
punggung. Pengangkatan kista tersebut akan menghasilkan kesembuhan.

2)

Kista pilaris (kista trichilemmal)


Yang mula-mula dinamakan kista sebasea, paling sering ditemukan pada kulit kepala. Kista
ini tampaknya berasal dari folikel rambut bagian tengah dan dari sel-sel selubung luar akar
rambut. Terapinya adalah pengangkatan dengan pembedahan.

3.

TUMOR BENIGNA

1)

Keratosis seborea.
Tumor ini merupakan lesi benigna yang menyerupai veruka dengan berbagai ukuran dan
warna yang bervariasi dari warna cokelat cerah hingga hitam. Kista seboreika biasanya
terdapat pada muka, bahu, dada serta punggung, dan merupakan tumor kulit yang paling
sering terlihat pada orang-orang usia baya dan lansia. Kista tersebut mungkin secara kosmetik
tidak dapat ditoleransi oleh pasien, dan keratosis yang berwarna hitam dapat didiagnosis
secara keliru sebagai melanoma maligna. Terapinya adalah pengangkatan jaringan tumor
dengan cara eksisi, elektrokauter dan kuretase, atau dengan menggunakan karbondioksida
atau nitrogen cair.

2)

Keratosos aktinika
Merupakan lesi kulit pramalignan yang tumbuh pada daerah tubuh yang terkena sinar
matahari terus-menerus. Keratosis ini tampak sebagai bercak-bercak yang kasar, bersisik
dengan eritema di baliknya. Lesi ini secara berangsur-angsur dapat berubah bentuk menjadi
karsinoma sel skuamosa kulit.

3)

Veruka (kutil, Wart).


Veruka merupakan tumor kulit benigna yang sering ditemukan dan disebabkan oleh infeksi
virus human papilloma yang tergolong ke dalam kelompok virus DNA. Semua kelompok
usia dapat terkena, kendati keadaan ini paling sering ditemukan di antara usia 12 dan 16
tahun. Ada banyak tipe veruka.
Biasanya veruka merupakan kelainan yang asimtomatik, kecuali kalau terjadi pada daerah
yang menahan beban tubuh seperti telapak kaki. Veruka dapat diterapi dengan sinar laser
yang diarahkan secara local, nitrogen cair, plester asam salisilat, elektrokauter atau dengan
larutan cantharidin.

4)

Veruka venereal.
Veruka yang terjadi di daerah genital dan perianal ini dikenal dengan condyloma acuminate
dan ternyata ditularkan lewat hubungan seks. Jenis veruka ini dapat diterapi dengan larutan
posofilin dalam tingtura benzoin.yang dioleskan pada veruka dan kemudian dibasuh. Bentuk
terapi lainnya mencakup nitrogen cair, bedah beku, bedah elektro dan kuretase.

5)

Angioma (tanda lahir).


Tanda lahir merupakan tumor vaskuler benigna yang melibatkan kulit dan jaringan subkutan.
Tumor ini dapat ditemukan sebagai bercak yang datar dan berwarna merah-ungu (angioma

portwine) atau lesi noduler yang menonjol dan berwarna merah terang (angioma strawberi).
Angioma yang disebutkan terakhir ini memiliki kecenderungan untuk mengalami involusi
yang spontan. Sebaliknya, angioma portwine biasanya akan bertahan tanpa batas
waktu.sebagian pasien menggunakan kosmetika penutup (covermark atau dermablend) untuk
menyamarkan cacat tersebut. Sinar laser argon kini digunakan untuk menghilangkan berbagai
angioma dengan keberhasilan tertentu.
6)

Nevus pigmentosus (mola).


Mola merupakan tumor kulit yang sering ditemukan dengan berbagai ukuran dan warna yang
berkisar dari cokelat kekuningan hingga hitam. Tumor ini dapat berupa lesi berbentuk macula
yang datar atau nodul atau popula yang menonjol dan kadang-kadang berisi rambut. Sebagian
besar nevus pigmentosus merupakan lesi yang tidak berbahaya. Kendati demikian, pada
kasus-kasus yang jarang dijumpai dapat terjadi perubahan tumor maligna dan pada lokasi
nevus tumbuh melanoma. Sebagian pakar merasa bahwa semua mola congenital harus
diangkat karena insidensi perubahan malignanya yang tinggi.
Nevus yang memperlihatkan perubahan warna atau ukuran, atau yang menjadi nevus yang
simtomatik (gatal) atau yang tepinya ireguler harus diangkat untuk menentukan apakah sudah
terjadi perubahan malignan. Mola yang terjadi pada tempat-tempat yang tidak lazim harus
diperiksa dengan cermat untuk menentukan iregularitas serta cekungan pada bagian tepi mola
dan variasi warnanya. (melanoma dini kerapkali memperlihatkan kemerahan serta iritasi dan
daerah-daerah pigmentasi kebiruan dimana sel-sel yang mengandung pigmen terletak lebih
dalam di dalam kulit).nevus yang lebih besardaripada 1 cm harus diperiksa dengan cermat.
Nevus yang dieksisi harus diperiksa secara histologis.

7)

Keloid.
Keloid merupakan pertumbuhan benigna jaringan fibrosa yang berlebihan pada lokasi
sikatriks atau trauma. Keloid lebih sering dijumpai di antara orang-orang yang berkulit gelap.
Keadaan ini bersifat asimtomatik kendati dapat menyebabkan masalah kosmetika dan cacat
fisik. Terapinya yang tidak selalu berhasil memuaskan terdiri atas eksisi keloid, penyuntikan
kortikosteroid intralesi dan radiasi.

8)

Dermatofibroma.
Dermatofibroma merupakan tumor benigna jaringan ikat yang sering dijumpai yang terutama
terjadi pada ekstremitas. Tumor ini berupa papula atau nodul berbentuk kubah yang dapat
berwarna seperti warna kulit atau berwarna cokelat kemerahan. Biopsy eksisional
dermatofibroma merupakan metode terapi yang dianjurkan.

9)

Neurofibromatosis ( Penyakit von Recklinghausen).

Neurofibromatosis merupakan kelainan herediter yang bermanifestasi dalam bentuk bercakbercak berpigmen (macula cafau- lait), bercak cokelat di daerah aksila dan neurofibroma
kutaneus yang ukurannya bervariasi. Perubahan pertumbuhan dapat pula terjadi pada system
saraf, otot dan tulang. Degeneras malignan neurofibroma dapat dijumpai pada sebagian
pasien.

KEGANANSAN PADA KULIT


1.

KANKER KULIT
Kanker kuit merupakan bentuk penyakit kanker yang paling sering ditemukan di
Amerika Serikat. Jika angka insidensinya tetap berlanjut seperti sekarang, diperkirakan
seperdelapan penduduk Amerika yang berkulitcerah akan menderita kanker kulit, khususnya
karsinoma sel basal. Karena kulit mudah diinspeksi, kanker kulit akan tampak serta terdeteksi
dengan mudah dan merupakan tipe kanker yang pengobatannya paling berhasil.
Penyebab dan Pencegahan
Pajanan sinar matahari merupakan penyebab utama kanker kulit, insidensinya
berhubungan dengan total pajanan sinar matahari. Kerusakan akibat sinar matahari bersifat
kumulatif, dan efek yang berbahaya dapat mencapai taraf yang berat pada usia 20 tahun.
Peningkatan insidensi kanker kulit kemungkinan disebabkan oleh perubahan gaya hidup, dan
kebiasaan orang untuk berjemur serta melakukan aktivitas di bawah sinar matahari.tindakan
protektif harus dilaukan sepanjang hidup.
Orang yang tidak memproduksi (pigmen) melanin dengan jumlah yang cukup di dalam
kulit untuk melindungi jaringan di bawahnya sangat rentan terhadap kerusakan akibat sinar
matahari. Orang yang paling berisiko itu adalah orang yang berkulit cerah, bernata biru,
berambut merah yang nenek moyangnya berdarah Celtic, atau orang dengan warna kulit yang
merah muda atau cerah disamping orang yang sudah lama terkena sinar matahari tanpa terjadi
perubahan warna kulit menjadi cokelat kekuningan.
Populasi lain yang berisiko adalah para pekerja di luar rumah (seperti petani, pelaut,
nelayan) dan orang-orang yang terpajan sinar matahari untuk suatu periode waktu. Orang
yang berusia lanjut dengan kulit yang rusak karena sinar mataharijuga merupakan kelompok
lainnya yang menghadapi risiko seperti halnya mereka yang pernah mendapat terapi sinar-x
untuk pengobatan akne atau lesi benigna kulit.

Para pekerja yang mengalami kontak dengan zat-zat kimia tertentu (senyawa arsen,
nitrat, batubara, ter serta aspal, dan parafin) juga termasuk dalam kelompok yang berisiko.
Orang yang menderita sikatriks akibat luka bakar yang berat dapat mengalami kanker kulit
setelah 20 hingga 40 tahun kemudian. Kanker sel skuamosa dapat dijumpai pada daerah
osteomielitis yang mengeluarkan secret secara kronik karena perubahan neoplastikbisa terjadi
di dalam fistulanya.
Ulkus yang lama pada ekstremitas bawah juga dapat menjadi lokasiasal kanker kulit.
Dalam kenyataannya, setiap keadaan yang menyebabkan pembentukan sikatriks atau iritasi
kronik dapat menimbulkan penyakit kanker. Pasien yang system kekebalannya terganggu
juga dapat memperlihatkan insidensi tumor malignan kulit yang meningkat.
Factor-faktor genetic juga dapat terlibat. Factor-faktor lingkungan. Perubahan dalam
lapisan ozon akibat polusi udara global oleh industry, sepertipolusi klorofluorokarbon, telah
memperbesar keprihatinan terhadap peningkatan insidensi kanker kulit, khususnya melanoma
melanoma maligna. Ozon merupakan lapisan tipis gas eksplosif berwarna kebiruan yang
bervariasi dalam stratosfer yang terbentuk oleh radiasi sinar ultraviolet matahari terhadap
bentuk alotropik oksigen.
Lapisan ozon diketahui memiliki ketebalan yang bervariasi menurut musimnya dengan
lapisan yang paling tebal pada kawasan Kutub Utara serta Selatan dan yang paling tipis di
daerah ekuator. Diyakini bahwa lapisan ozon ini membantu melindungi bumi terhadap efek
radiasi sinar ultraviolet matahari. Para pakar yang mengemukakan teori ini memprediksikan
peningkatan insidensi kanker kulit sebagai konsekuensi dari perubahan pada lapisan ozon.
Riset lebih lanjut harus mengungkapkan apakah destruksi ozon merupakan keprihatinan yang
layak dan ancaman kesehatan yang potensial.
TIPE-TIPE KANKER KULIT
Tipe kanker kulit yang paling sering ditemukan adalah karsinoma skuamosa
(epidermoid) dan melanoma maligna.
Manifestasi Klinis
1.

Karsinoma sel basal


tumbuh dari lapisan sel basal pada epidermis atau folikel rambut. Penyakit kanker ini
merupakan tipe kanker yang palimh sering ditemukan. Umumnya karsinoma sel basal timbul
di daerah tubuh yang terpajan sinar matahari dan lebih prevalen pada kawasan tempat
populasi penduduk mengalami pajanan sinar matahari yang intensif serta ekstensif. Insidensi

tersebut berbanding lurus dengan usia pasien (usia rata-rata 60 tahun) serta jumlah total
pajanan sinar matahari, dan berbanding terbalik dengan jumlah pigmen melanin dalam kulit.
Pencegahan Kanker kulit
Karena insidensi kanker kulit terus bertambah, upaya pencegahan seperti yang diuraikan
secara garis besar di bawah ini dapat membantu klien untuk menghindari peningkatan risiko
terkena kanker kulit.
Jangan mencoba berjemur untuk membuat kulit berwarna cokelat kekuningan jika kulit anda
mudah terbakar, tidak pernah atau sulit berubah warna menjadi cokelat kekuningan.
Hindari pajanan sinar matahari yang tidak diperlukan, khususnya pada saat-saat ketika radiasi
ultraviolet (sinar matahari) terjadi paling intensif (antara pukul 10.00 pagi hingga 3.00 siang).
Jangan sekali-kali membiarkan kulit terbakar karena sinar matahari.
Oleskan preparat tabir-surya pelindung kulit jika anda harus berjemur di bawah terik
matahari. Preparat ini akan menghalangi pancaran sinar matahari yang berbahaya.
Gunakan preparat tabir-surya dengan SPF 15 ata lebih. Preparat tabir-surya dapat
diklasifikasikan kekuatannya dengan angka, yaitu dari angka 4 (yang paling lemah) hingga di
atas 15 (proteksi terhadap sinar ultraviolet matahari). Pengklasifikasian dengan angka ini
dinamakan SPF ( solar protection factor) dan ini dicetak pada botol kemasannya.
Oleskan lagi preparat tabir-surya yang kedap pada saat sesudah berenang atau sesudah
terkena terik terik matahari dalam watu yang lama.
Hindari minyak. Jika dioleskan sebelum atau selama terkena sinar matahari, minyak tidak
memberikan perlindungan terhadap luka bakar atau kerusakan kulit akibat sinar matahari.
Gunakan pelembab bibir atau lipgloss yang mengandung preparat tabir-surya dengan angka
SPF tertinggi.
Kenakan pakaian pelindung yang tepat (misalnya topi yang pinggirnya lebar, kemeja tangan
panjang). Namun demikian, pakaian tidak memberikan perlindungan yang penuh karena
hingga 50% dari pancaran sinar matahari yang merusak kulit dapat menembus pakaian.
Pancaran sinar ultraviolet juga dapat menembus awan.
Jangan menggunakan lampu pemanas untuk membuat kulit berwarna cokelat kekuningan,
hindari pemakaian preparat untuk mencokelatkan kulit yang dijual di pasaran.
Ingatkan anak-anak, khususnya yang memiliki kulit yang cerah, untuk menghindari pajanan
sinar matahari dan menggunakan krim tabir-surya guna mencegah kanker kulit.
Karsinoma sel basal biasanya dimulai sebagai nodul kecil seperti malam (lilin) dengan
tepi yang tergulung, translusen dan mengkilap. Pembuluh darah yang mengalami
trelangiektasia dapat dijumpai. Dengan tumbuhnya karsinoma sel basal akan terjadi ulserasi

pada bagian tengahnya dan kadang-kadang pembentukan krusta. Tumor paling sering muncul
di daerah muka. Karsinoma sel basal ditandai oleh invasi dan erosi jaringan yang bersambung
(yang saling menyatu). Karsinoma ini jarang bermetastase tetapi rekurensi sering terjadi.
Namun demikian, lesi yang diabaikan dapat menyebabkan hilangnya hidung, telinga
atau bibir. Lesi lain akibat penyakit ini dapat timbul sebagai pihak yang mengkilap,
datar,berwarna kelabu atau kekuningan.
2.

Karsinoma sel skuamosa


Merupakan poliferasi malignan yang timbul dari dalam epidermis. Meskipun biasanya
muncul pada kulit yang rusak karena sinar matahari, karsinoma ini dapat pula timbul dari
kulit yang sudah ada sebelumnya. Penyakit kanker ini merupakan permasalahan yang lebih
gawat daripada karsinoma sel basal karena sifatnya sungguh-sungguh invasive dengan
mengadakan metastase lewat system limfatik atau darah.
Metastase menyebabkan 75% kematian karena karsinoma sel skuamosa. Lesinya dapat
bersifat primer karena timbul pada kulit maupun membrane mukosa, atau bisa terjadi
sekunder dari suatu keadaan precancerous seperti keratosis aktinika (lesi pada bagian kulit
yang terpajan sinar matahari), leukoplakia (lesi permalignan pada membrane mukosa) atau
lesi dengan pembentukan sikatriks atau ulkus. Karsinoma sel dan bersisik tanpa memberikan
gejala (asimtomatik) tetapi bisa menimbulkan pendarahan. Tepi lesinya dapat lebih lebar,
lebih terinfiltrasi dan lebih memperlihatkan reaksi inflamasi bila dibandingkan dengan
karsinoma sel basal. Infeksi sekunder dapat terjadi. Daerah-daerah yang terbuka, khususnya
ekstremitas atas, muka, bibir bawah, telinga, hidung dan dahi, merupakan lokasi kulit yang
sering terkena kanker ini. Kanker kulit dapat didiagnosis dari pemeriksaan biopsy dan hasil
evaluasi hislologik.
Metastase
Insidensi metastase berhubungan dengan tipe histologik dan tingkat kedalaman
invasinya. Biasanya karsinoma sel skuamosa yang tumbuh di daerah kulit yang rusak karena
sinar matahari tidak begitu invasive danjarang menimbulkan kematian, sementara yang
tumbuh tanpa riwayat pajanan matahari atau arsen atau tanpa pembentukan sikatriks memiliki
frekuensi yang lebih tinggi untuk mengadakan penyebaran metastatic. Selanjutnya pasien
harus dievaluasi untuk mendeteksi metastase pada kelenjar limfe regional.

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


A.

Definisi
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau
radiasi (radiation) .

B.

Etiologi
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :

1.

Luka Bakar Termal


Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya.

2.

Luka Bakar Kimia


Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau
basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya
karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.
Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.

3.

Luka Bakar Elektrik


Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik
yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.

4.

Luka Bakar Radiasi


Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi
untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat
terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

C.

Efek Patofisiologi Luka Bakar

1.

Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung
pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh
bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar
yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area)
atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan

luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari
tubuh, seperti :
2.

Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine,
histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalmi injuri.
Substansi-substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma
merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai
pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung mengenai
memberan sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar dari sel. Secara keseluruhan
akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan
intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan
volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik
pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan
terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai
respon terhadap pelepasan catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali
turunnya kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi
dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi
melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang
normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml. (lihat tabel 1)
Tabel 1 : Rata-rata output cairan perhari untuk orang dewasa
Rute
Urin

Jumlah (ml) pada suhu normal


1400

Insensible losses:

Paru

350

Kulit

350

Keringat

100

100
Feces
Total :
2300
Sumber : Adapted form A.C. Guyton, Textbook of medical physiology, 7th ed.
(Philadelphia: WB. Saunder Co., 1986) p. 383
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang
intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan
ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.

Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi
tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput
kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh
kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar
volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan
hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka
bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri.
Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu
berikutnya.
3.

Sistem Renal dan Gastrointestinal


Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR
(glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga
berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada
klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.

4.

Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu
penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya
infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.

5.

Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen
arteri dan lung compliance.

a.

Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan
dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 %
untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx, rambut
hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, tachipnoe, kemerahan pada selaput hidung,
stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan batuk.
Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.

Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat
dan tipe asap atau gas yang dihirup.
b.

Keracunan Carbon Monoxide.


CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar. Ia
merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat
hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul
oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga
membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan
secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat
dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi dari keracunan CO adalah
sbb (lihat tabel 2) :
Tabel 2 : Manifestasi klinik keracunan CO (Carbon Monoxida)
Kadar CO (%)
5 10

Manifestasi Klinik
Gangguan tajam penglihatan

11 20

Nyeri kepala

21 30

Mual, gangguan ketangkasan

31 40

Muntah, dizines, sincope

41 50

Tachypnea, tachicardia

> 50
Coma, mati
Diambil dari Cioffi W.G., Rue L.W. (1991). Diagnosis and treatment of inhalation
injuries. Critical Care Clinics of North America, 3(2), 195.
D.

Klasifikasi Beratnya Luka Bakar

1.

Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar


Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain
kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri
dan usia
Berikut ini akan dijelaskan sekilas tentang faktor-faktor tersebut di atas:

a.

Kedalaman luka bakar


Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang didasarkan
pada elemen kulit yang rusak.

1)

Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:

Hanya mengenai lapisan epidermis.

Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).

Kulit memucat bila ditekan.

Edema minimal.

Tidak ada blister

Kulit hangat/kering

Nyeri / hyperethetic

Nyeri berkurang dengan pendinginan.

Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.

Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.

2)

Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:


Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.

Mengenai epidermis dan dermis.

Luka tampak merah sampai pink

Terbentuk blister

Edema

Nyeri

Sensitif terhadap udara dingin

Penyembuhan luka :

Superficial partial thickness : 14 21 hari


Deep partial thickness : 21 28 hari
(Namun demikian penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya
infeksi).

3)

Full thickness (derajat III)


Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot,
dan persarafan dan pembuluh darah.

Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.

Tanpa ada blister.

Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.

Edema.

Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.

Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.

Memerlukan skin graft.

Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.

4)

b.

Fourth degree (derajat IV)


Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of
nine, (2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan dengan
prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan
bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan
luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari
metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap
bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 %
Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian
tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka
bakar
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi luka
bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.

c.

Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)


Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang
mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka
bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang
mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat
menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk
bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi
oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak dapat menyebabkan
tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner.

d.

Kesehatan umum
Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit ginjal,
khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal, harus
diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap injuri dan
penanganannya.
Angka kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 4 kali lebih
tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung. Demikian pula
klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya dibandingkan klien
luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien alkoholism yang terkena luka bakar
masa hidupnya akan lebih lama berada di rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang juga
alkoholism akan lebih lama hari rawatnya di rumah sakit.

e.

Mekanisme injuri
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat
ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi
memerlukan perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi
kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury
elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating),
tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan
karena dapat mempengaruhi morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali
berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel, kontraksi
otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra.
Pada luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat
terjadi.

f.

Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality
rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia
0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar
merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi,
gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahayabahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury luka

bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain.
Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka
bakar.
2.

Management
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut
perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan
rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan kebutuhan fisik
dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting.
Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensinya dapat dilihat pada rencana perawatan di
halaman lainnya. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1) Fase
emergent dan resusitasi 2) Fase acut dan 3) Fase Rehabilitasi. Berikut ini akan diuraikan
sekilas tentang fase tsb.:

a.

Fase Emergent (Resusitasi)


Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama
pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi
dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (1) perawatan sebelum di
rumah sakit, (2) penanganan di bagian emergensi dan (3) periode resusitasi. Hal tersebut akan
dibahas berikut ini :

1)

Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)


Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar
dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan
memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau menghilangkan
sumber panas (lihat tabel).
Tabel 5 : Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit

a)

Jauhkan penderita dari sumber LB

Padamkan pakaian yang terbakar

Hilangkan zat kimia penyebab LB

Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia

Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan

tidak menghantarkan arus (nonconductive)


b)

Kaji ABC (airway, breathing, circulation):

Perhatikan jalan nafas (airway)

Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat

Kaji sirkulasi

c)

Kaji trauma yang lain

d)

Pertahankan panas tubuh

e)

Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena

f)

Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)


Diambil dari Trunkey, D.D. (1983). Transporting the critically burned patient. In T.L.
Wachtel, et al. (Eds): Current Topics In Burn Care, Rockville, MD: Aspen Publications.

2)

Penanganan dibagian emergensi


Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah diberikan
pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan tidak adekuat,
maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka (debridemen dan
pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan
klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan

Penanganan Luka Bakar Ringan


Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan.
Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan
memperhatiakn antara lain 1) kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti
intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self care), 2)
lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri serta
lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapat dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri,
profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
a)

Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau
meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh
pasien rawat jalan.

b)

Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik yang
ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi
tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang
tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan

tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid.
c)

Perawatan luka awal


Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing) yaitu debridemen
jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan
pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan secara steril. Selain
itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan luka di
rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari pertolongan.
Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range
of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk
menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi
atau penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu.

d)

Pendidikan / penyuluhan kesehatan


Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan komplikasi, diet,
berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat di kunjungi jika
memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat
menolong dirinya sendiri.

Penanganan Luka Bakar Berat.


Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan
meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang
mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter
urine; pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka. Berikut
adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai berikut.
a)

Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin
terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk lebih
memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain
itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti
patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera
diketahui dan ditangani.

b)

Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)


Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena
umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak

terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang
mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk
pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada
vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter
mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah
dikembangkan seperti pada tabel 6 tentang formula resusitasi cairan berikut.

Tabel 6 : Formula resusitasi cairan yang digunakan dalam perawatan luka bakar
Formula
Evans

Brooke

24 jam pertama
Elektrolit Koloid
Normal
1 ml/kg/
saline

1 ml/kg/%
RL

0,5

1,5 ml/kg/

ml/kg/%

24 jam kedua
Dextros Elektrolit
2000 ml 0,5

2000 ml

Koloid
0,5

Dextros
2000

kebutuhan

kebutuhan 24 ml

24 jam I
0,5-0,75

jam I
0,5-0,75

2000

kebutuh-an

kebutuh-

ml

24 jam I

an 24 jam I
0,3-0,5

Modifi-

%
RL

kasi

2 ml/kg/%

ml/kg/%

Brooke
Parklan

RL

0,3-0,5

2000

4 ml/kg/%

ml/kg/%

ml

Diambil dari Rue, L.W. & Cioffi, W.G. (1991). Resuscitation of thermally injured patients.
Critical Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185; and Wachtel & Fortune (1983),
Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.), Current topic in burn care (p.
44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.
Periode resuscitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila integritas
kapiler kembali mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang banyak mengalami
penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang merusak dari perpindahan
cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan ferfusi organ vital serta
menghindari komlikasi terapi yang tidak adekuat atau berlebihan. Terdapat beberapa formula
yang digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel diatas.

Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan klien dan luasnya
injury luka bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya inhalasi
injuri, keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam. Faktor-faktor
ini cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang dibutuhkan untuk
resusitasi adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan pengecualian pada formula
Evan dan Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak diberikan selama periode ini karena
perubahan-perubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan yang
banyak mengandung protein kedalam ruang interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan
edema. Selama 24 jam kedua setelah luka bakar, larutan yang mengandung colloid dapat
diberikan, dengan dextrose 5% dan air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang ada hanyalah
sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon fisiologis klien. Keberhasilan atau
keadekuatan resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs,
adekuatnya output urine, dan nadi perifer yang dapat diraba.
c)

Pemasangan kateter urine


Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output
urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi
cairan.

d)

Pemasangan nasogastric tube (NGT)


Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah
emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus
dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua
pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.

e)

Pemeriksaan vital signs dan laboratorium


Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan
adekuat tidaknya resuscitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures
nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas
darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes
laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma
lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah
dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik

dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau
dysrhythmia.
f)

Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti
morphine. Pemberian melalui intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi
dari jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindhan
cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi
secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial

g)

Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik pada luka bakar berat maupun luka
bakar yang ringan.

h)

Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting bagi team yang
berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang lainnya perlu ditanyakan tentang kejadian
kecelakaan LB tersebut. Informasi yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran
pada waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang tertutup atau terbuka,
adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika klien terbakar karena zat
kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi penyebabnya, konsentrasinya, lamanya
terpapar dan apakah dilakuak irigari segera setelah injuri. Sedangkan jika klien menderita LB
karena elektrik, maka perlu ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang
dapat digunakan untuk menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah
tentang riwayat kesehatan klien masa lalu seperti kesehatan umum klien. Informasi yang
lebih khusus adalah berkaitan dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner, endokrin dan
penyakit ginjal karena itu semua mempunyai implikasi terhadap treatment. Disamping itu
perlu pula diketahui tentang riwayat alergi klien, baik terhadap obat maupun yang lainnya.

i)

Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan
respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi
selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya.
Pada LB yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas
jantung akan membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan
sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi
ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan.

Escharotomy merupakan tindakan yang tepat untuk masalah gangguan sirkulasi karena
LB yang melingkari bagian tubuh. Seorang dokter melaukan insisi terhadap eschar yang akan
mengurangi/menghilangkan konstriksi sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur klien
dan tanpa menggunakan anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak nyeri. Namun
jaringan yang masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika perfusi jaringan adekuat tidak
berhasil, maka dapat dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah menginsisi fascia, yang
dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi
Demikian juga, escharotomy dapat dilakukan pada luka bakar yang mengenai torak
untuk memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan tindakan escharotomy, maka perawat perlu
melakukan monitoring terhadap perbaikan ventilasi.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan sprei kering,
bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang
mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas yang
terbakar dengan menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat
membantu menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin
dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.
b.

Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas kapiler
membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah
injuri.
Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut : mengatasi infeksi,
perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen nyeri, dan terapi fisik.

1.

Mengatasi infeksi
Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi autocontaminasi dari:

Oropharynx

Fecal flora

Kulit yg tidak terbakar dan

Kontaminasi silang dari staf

Kontaminasi silang dari pengunjung

Kontaminasi silang dari udara


Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan pada semua
pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda dan meliputi penggunaan sarung tangan, tutp
kepala, masker, penutup kaki, dan pakaian plastik. Membersihkan tangan yang baik harus
ditekankan untuk menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien. Staf dan pengunjung

umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia menderita infeksi baik pada kulit,
gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.
2.

Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan luka seharihari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan pembalutan luka.

a.

Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi initerdiri dari
merendam (immersion) dandenganshower (spray).
Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk klien dengan LB acut. Jika
terlalu lama dapat meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik) melalui
luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi, luka dibersihkan secara
perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai macam larutan seperti sodium
hipochloride, providon iodine dan chlorohexidine. Perawatan haruslah mempertahankan agar
seminimal mungkin terjadinya pendarahan dan untuk mempertahankan temperatur selama
prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak dianjurkan untuk dilakukan hidroterapi umumnya
adalah mereka yang secara hemodinamik tidak stabil dan yang baru dilakukan skin graft. Jika
hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur klien
dan ditambahkan dengan penggunaan zat antimikroba.

b.

Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah
eschar. Debridemen luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik, debridemen
enzymatic, dan dengan tindakan pembedahan.

1)

Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan gunting dan
forcep untuk memotong dan mengangkat eschar. Penggantian balutan merupakan cara lain
yang juga efektif dari tindakan debridemen mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan
cara menggunakan balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan pembalutan kering kepada
balutan kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB dapat menimbulkan rasa nyeri
yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih dahulu dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri
yang lebih efektif.

2)

Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan debridemen dengan menggunakan preparat enzym
topical proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk ini secara selektif mencerna jaringan yang

necrotik, dan mempermudah pengangkatan eschar. Produk-prduk ini memerlukan lingkungan


yang basah agar menjadi lebih efektif dan digunakan secara langsung terhadap luka. Nyeri
dan perdarahan merupakan masalah utama dengan penanganan ini dan harus dikaji secara
terus-menerus selama treatment dilakukan.
3)

Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan devitalis (mati). Terdapat 2 tehnik
yang dapat digunakan : Tangential Excision dan Fascial Excision. Pada tangential exccision
adalah dengan mencukur atau menyayat lapisan eschar yang sangat tipis sampai terlihat
jaringan yang masih hidup. sedangkan fascial excision adlaah mengangkat jaringan luka dan
lemak sampai fascia. Tehnik ini seringkali digunakan untuk LB yang sangat dalam

c.

Balutan

a)

Penggunaan penutup luka khusus


Luka bakar yang dalam atau full thickness pada awalnya dilakukan dengan
menggunakan zat/obat antimikroba topikal. Obat ini digunakan 1 2 kali setelah
pembersihan, debridemen dan inspeksi luka. Perawat perlu melakukan kajian terhadap
adanya eschar, granulasi jaringan atau adanya reepitelisasi dan adanya tanda-tanda infeksi.
Umumnya obat-obat antimikroba yang sering digunakan tampak pada tabel dibawah. Tidak
ada satu obat yang digunakan secara umum, oleh karena itu dibeberapa pusat pelayanan luka
bakar ada yang memilih krim silfer sulfadiazine sebagai pengobatan topikal awal untuk luka
bakar.
Tabel Obat-Obatan Antimokroba Topical Yang Digunakan Pada Luka Bakar
(Luckmann, Sorensen, 1993:2004)
Obat

Spektrum

Antimikroba
Krim Silver Spektrum luas,
termasuk jamur
Spektrum luas,

Penggunaan

Efek Samping

Perawatan

2x/hari,tebal 1/16

Leukopenia

Kaji efek samping.

inci.

setelah 2-3 hari

Tak usah dibalut.

pamakaian.

2x/hari,1/16 inci.

Kaji keadekuatan
managemen nyeri.
Jika nyeri dan rasa

Mempunyai

Tdk usah dibalut.

Ruam pada otot

tak nyaman

Sulfadia-

aktivitas

berlanjut, maka

zine 1%

terhadap jamur

perlu

meskipun

dipertimbangkan

sedikit.
Spektrum luas
Mafenide

penggunaan
Balutan tipis

Hyperchloremic

diperlukan dan

metabolisme

dibasahi dengan-

acidosis dari

Gunakan secara

larutan untuk luka

diuresis bicarbonat

hati-hati pada klien

karena hambatan

dengan gagal

anhydrase

ginjal.

acetate

topikal lainnya.

carbonic.
Menimbulkan rasa
Balutan yang tebal

nyeri.

Kaji efek samping

dibasahi dg larutan

Pruritus.

Kaji keadekuatan

untuk luka

Ruam pada kulit

managemen nyeri.

Mafenide

Kolonisasi jamur.

Cek serum

acetate 5%

Hyponatremia

elektrolit setiap

Hypochloremia

hari.

Hypokalemia

Penetrasi terhadap

Hypocalcemia

eschar buruk.

Spektrum luas
Larutan

Silver

diperlukan dan

nitrate 5%
b)

Metode terbuka dan tertutup


Luka pada LB dapat ditreatmen dengan menggunakan metode/tehnik belutan baik
terbuka maupun tertutup. Untuk metode terbuka digunakan/dioleskan cream antimikroba
secara merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara tanpa dibalut. Cream tersebut dapat
diulang penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu setiap 12 jam sesuai dengan aktivitas obat
tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat lebih mudah diobservasi,
memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan perawatan luka menjadi lebih sederhana/mudah.
Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya
hipotermia, dan efeknya psikologis pada klien karena seringnya dilihat
Pada perawatan luka dengan metode tertutup, memerlukan bermacam-macam tipe
balutan yang digunakan. Balutan disiapkan untuk digunakan sebagai penutup pada cream
yang digunakan. Dalam menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai dari bagian distal
kearah proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak terganggu. Keuntungan dari metode ini
adalah mengurangi evavorasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka , balutan juga

membantu dalam debridemen. Sedangkan kerugiannya adalah membatasi mobilitas


menurunkan kemungkinan efektifitas exercise ROM. Pemeriksaan luka juga menjadi
terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika sedang mengganti balutan saja.
c)

Penutupan luka
Penutupan Luka Sementara
Penutupan luka sementara sering digunakan sebagai pembalut luka. Pada tabel dibawah
diperlihatkan berbagai macam penutup luka baik yang biologis, biosintetis, dan sintetis yang
telah tersedia. Setiap produk penutup luka tersebut mempunyai indikasi khusus. Karakteristik
luka (kedalamannya, banyaknya eksudat, lokasi luka pada tubuh dan fase
penyembuhan/pemulihan) serta tujuan tindakan/pengobatan perlu dipertimbangkan bila akan
memilih penutup luka yang lebih tepat.
Tabel : Penutup Luka Sementara yang digunakan pada Luka Bakar
Categori/Conto

Penjelasan

Indikasi

Perhatian Perawatan

h
Biologic

Membran

Untuk melindungi

Penutup luka diganti

Amnion

amnion yang

luka bakar partial

setiap 48 jam dengan

Allograft

dibuat dari

thickness

amnion.

homograft

placenta

Untuk melindungi

Observasi eksudat luka

Xenograft

manusia

granulasi jaringan.

dan tanda-tanda infeksi

heterograft

Diambil dari

Untuk

yang mungkin

kulit manusia

membersihkan

menunjukan adanya

yang telah

exudat luka

infeksi pada

meninggal

Untuk menutupi

allograft/xenograft

dunia dalam

eksisi luka dan

Xenograft diatas jaringan

24 jam setelah

untuk menguji

granulasi diganti setiap 2-

kematiannya.

daya penerimaan

5 hari.

terhadap

Untuk luka superficial,

penggunaan

pastikan luka selalu

aoutograft

bersih.

Untuk
meningkatkan
penyembuhan luka
bersih dan luka
superficial-partial

thickness
Categori/Conto

Penjelasan

Indikasi

Perhatian Perawatan

h
Biosintetis

Benang nylon

Balutan tempat

Keamanan sekitar kulit

Biobrane

samapai

donor

yang menggunakan

(Winthrop

membran

Meningkatkan

sutura, staples, dan sutura

Pharmaceutical

karet silikon

penyembuhan luka

dan kemudian dibungkus

, New York

yang

superficial-partial

dengan pembalut.

City)

mengandung

thiskness bersih.

Pembalut bagia luar ini

Integra

colagen

Untuk digunakan

dapat diangkat/diganti

(Marion-Merrel

terhadap eksisi

dalam 48 jam untuk

Dow, Inc.,

luka.

mengecek/ mengetahui

Kansas City)

menempelnya Biobrane.
Bila telah
menempel/menyambung
maka sutura, staples dapat
diangkat. Dan biarkan
biobrane terekpose
dengan udara
Tempat donor baru dan
penyembuhan tempat
donor pada kaki
memerlukan penyokong
selama ambulasi
Kaji tanda-tanda infeksi
dan bagian perifer luka.

Pencangkokan kulit
Pencangkokan kulit yang berasal dari bagian kulit yang utuh dari penderita itu sendiri
(autografting) adalah pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit tipis yang masih utuh
dan kemudian digunakan pada luka bakar yang telah dieksisi. Prosedur ini dilakukan di ruang
operasi dengan pemberian anaetesi.

Perawatan post operasi autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari tempat donor;
memperbaiki posisi dan immobilisasi tempat donor; perawatan tempat donor; perawatan
khusus autograft (seperti : cultur epitel autograft)
a)

Menkaji Perdarahan
Perdarahan pada autograft dapat menghalangi / mencegah / mengganggu keberhasilan
menempelnya kulit yang dicangkok (graft) pada eksisi luka dan dapat mengakibatkan
lepasnya graft. Bila terdapat sedikit darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara memutar
( dg menggunakan cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju keperifer. Jika jumlahnya
cukup banyak , maka dapat dilakukan aspirasi darah/serum dengan menggunakan spuit dan
jarum yang kecil.

b)

Pengaturan Posisi dan Immobilisasi


Autograft harus immobilisasi setelah pembedahan, umumnya selama 3-7 hari. Periode
waktu immobilisasi tersebut memungkinakan waktu autogratt menempel dan tertanam pada
dasar luka. Immobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cama. Mengatur posisi yang tepat,
traksi, splint, dapat digunakan untuk mencegah pergerakan yang tidak diinginkan dan
lepasnya graft. Perawat juga harus melakukan berbagai macam tindakan untuk mengurangi
bahaya immobilisasi.

c)

Perawatan Tempat Donor


Berbagai macam tipe balutan dapat diguakan untuk menutup tempat donor, dan ini
tergantung pada ukuran , lokasi dan kondisi batas kulit atau jaringan. Tindakan perawatan
juga tergantung pada tipe balutan yang digunakan. Jika balutan dilakukan dengan
menggunakan sutura dan staples maka dapat diangkat pada 3-4 hari setelah pembedahan.
Meskipun terdapat perbedaan dalam tindakan perawatan , namun luka pada tempat
donor memerlukan tindakannya memerlukan ketelitian yang sama untuk penyembuhan dan
mencegah infeksi. Jika tempat donor mengalami infeksi, maka balutan harus diangkat secara
hati-hati dan dibersihkan. Kemudian luka harus selalu dibersihkan dan digunakan obat
antibakteri. Bila tempat donor membai/sembuh maka losion lubrikasi dapat digunakan untuk
melunakan dan menghilangkan rasa gatal. Tempat donor tersebut dapat digunakan kembali
bila telah terjadi penyembuhan secara lengkap.

d)

Nutrisi
Mempertahankan intake nutrisi yang adekuat selama fase akut sangatlah penting untuk
meningkatkan penyembuhan luka dan pencegahan infeksi. BMR (basal metabolik rate)
mungkin 40-100% lebih tinggi dari keadaan normal, tergantung pada luasnya luka bakar.
Respon ini diperkirakan berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang menyebebkan

peningkatan produksi panas. Metabolik rate menurun bila luka telah ditutup. Selain itu
metabolisme glukosa berubah setelah mengalami luka bakar, mengakibatkan hiperglikemia .
Rendahnya kadar insulin selama fase emergent menghambat aktifitas insulin dengan
meningkatkan sirkuasi catecholamine, dan meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut
yang semuanya mempunyai implikasi terhadap terjadinya hiperglikemia pada klien luka
bakar.
Dukungan nutrisi yang agresif diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat guna meningkatkan penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak
diharapkan.
Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi, dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya luka bakar dan aktifitas atau
injuri. Formulasinya adalah sebagai berikut:
(25 kcal x berat badan (kg) + (40 kcal x % luka bakar) = kcal/hari.
Dukungan nutrisi yang agresif umumnya diindikasikan untuk klien luka bakar dengan
30 % atau lebih, secara klinis memerlukan tindakan operasi multiple, perlunya penggunaan
ventilator mekanik, status mental dan status nutrisi yang buruk pada saat belum mengalami
luka bakar.
Adapun metod e pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube
feeding, periperal parenteral nutrition, total parenteral nutrisi, atau kombinasi.
e)

Managemen nyeri
Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi kedalaman injuri,
luasnya dan tahapan penyembuhan luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada
tempat donor akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf. Berlawanan
halnya dengan luka bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena ujung-ujung
superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung saraf pada yang terletak pada bagian
tepi dari luka akan sangat sensitif. Faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi
persepsi seseorang terhadap nyeri adalah kecemasan, ketakutan dan kemampuan klien untuk
menggunakan kopingnya. Sedangkan faktor-faktor sosial meliputi pengalaman masa lalu
tentang nyeri, kepribadian, latar belakang keluarga, dan perpisahan dengan keluarga dan
rumah. Dan perlu diingat bahwa persepsi nyeri dan respon terhadap stimuli nyeri bersifat
individual oleh karena itu maka rencana penanganan perawatan dilakukan secara individual
juga.
Pendekatan yang lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan
menggunakan zat-zat farmakologik. Morphine, codein, meperidine adalah nanalgetik

narkotik yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan
treatmennya. Obat-obat farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi analgesik
inhalasi seperti nitrous oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan untuk
mengatasi nyeri ringan sampai sedang.
Sedangkan tindakan Nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang
berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided imagery, terapi bermain, tehnik
relaksasi, distraksi, dan terapi musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan kecemasan dan
menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan bersamaan dengan
penggunaan obat-obat farmakologik.
f)

Terapi fisik
Mempertahankan fungsi fisik yang optimal pada klien dengan injuri LB merupakan
tantangan bagi team yang melakukan perawatan LB. Perawat harus bekerja secara teliti
dengan fisioterapist dan occupational terapist untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
rehabilitasi klien LB. Program-program exercise, ambulasi, aktifitas sehari-hari harus
diimplementasikan secara dini pada pemulihan fase acutsampai perbaikan fungsi secara
maksimal dan perbaikan kosmetik.
Kontraktur luka dan pembentukan scar (parut) merupakan dua masalah utama pada
klien LB. Kontraktur akibat luka dapat terjadi pada luka yang luas. Lokasi yang lebih mudah
terjadinya kontraktur adalah tangan, kepala, leher, dan axila.
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur
meliputi terapi posisi, ROM exercise, dan pendidikan pada klien dan keluarga.

1)

Posisi Terapeutik
Tabael dibawah ini merupakan daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik untuk
klien dengan LB yang mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada aktifitas
(inactivity periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut mempengaruhi bagian
tubuh tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi terjadinya kontraktur atau deformitas.
Tabel : Posisi terapeutik Pada Klien Luka Bakar
Lokasi LB
Leher

Posisi Terapeutik
Ekstensi

Tehnik Posisi
Tanpa bantal

Anterior

Netral ke ekstensi

Bantal kecil/gulungan sprei kecil

Keliling

Netral

dibawah cervical untuk

Posterior/tdk

Abduksi lengan 90-

meningkatkan ekstensi leher.

simetris

110 derajat

Lakukan splinting

Bahu/axila

Ekstensi lengan

(dibelat/dibidai)

Siku

Ekstensi

Hand splint

Lengan

pergelangan tangan

Hand splint

pergelangan tangan

MCP pleksi 90

Hand splint

metacrpal

derajat

hand splint dengan abduksi ibu

sendi interpalangeal

Ekstensi PIP/DIP

jari

(MCP)

Abduksi ibu jari

Supine dengan kepala datar

Sendi proximal dan

Abduksi jari-jari

dengan tempat tidur dan kaki

distal interpalangeal

Ekstensi paha

ekstensi

(PIP/DIP)

Ekstensi lutu

Posisi prone

Ibu jari

Netral

Supine dengan lutut ekstensi

ruang antar jari-jari


Paha
Lutut
Pergelangan kaki
2)

Exercise
Latihan ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut untuk mengurangi
edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi. Disamping itu melakukan
kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat efektif dalam mempertahankan fungsi dan ROM.
Ambulasi dapat juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah dan harus
dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM pasif termasuk bagian dari rencana
tindakan pada klien yang tidak mampu melakukan latihan ROM aktif

3)

Pembidaian (Splinting)
Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi dan mencegah atau memperbaiki
kontraktur. Terdapat dua tipe splint yang seringkali digunakan, yaitu statis dan dinamis. Statis
splint merupakan immobilisasi sendi. Dilakukan pada saat immobilisasi, selama tidur, dan
pada klien yang tidak kooperatif yang tidak dapat mempertahankan posisi dengan baik.
Berlainan halnya dengan dinamic splint. Dinamic splint dapat melatih persendian yang
terkena.

4)

Pendidikan
Pendidikan pada klien dan keluarga tentang posisi yang benar dan perlunya melakukan
latihan secara kontinue. Petunjuk tertulis tentang berbagai posisi yang benar, tentang
splinting/pembidaian dan latihan rutin dapat mempermudah proses belajar klien dan dapat
menjadi lebih kooperatif.

Mengatasi Scar
Hipertropi scar sebagai akibat dari deposit kolagen pada luka bakar yang menyembuh.
Beratnya hipertropi scar tergantung pada beberapa faktor antara lain kedalaman LB, ras, usia,
dan tipe autograft. Metode nonoperasi untuk meminimalkan hipertropi scar adalah dengan
terapi tekanan (pressure therapy). Yaitu dengan menggunakan pembungkus dan
perban/pembalut elastik (elastic wraps and bandages).
Sedangkan tindakan pembedahan untuk mengatasi kontraktur dan hipertropi scar
meliputi :
1.

Split-thickness dan full-thickness skin graft

2.

Skin flaps

3.

Z-plasties

4.

Tissue expansion.

c.

Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan
luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk
peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakantindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan
deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support
emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses rehabilitasi.
Perhatian khusus aspek psikososial
Rehabilitasi psikologis adalah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisik dalam
keseluruhan proses pemulihan. Banyak sekali respon psikologis dan emosional terhadap
injuri luka bakar yang dapat diidentifikasi, mulai dari ketakutan sampai dengan psikosis .
Respon penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality), latar belakang budaya dan
etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image. Disamping itu, berpisah dari
keluarga dan teman-teman, perubahan pada peran normal klien dan tanggungjawabnya
mempengaruhi reaksi terhadap trauma LB.
Fokus perawatan adalah pada upaya memaksimalkan pemulihan psikososial klien
melalui intervensi yang tepat. (lihat Rencana Perawatan).Terdapat 4 tahap respon psikososial
akibat trauma LB yang ditandai oleh Lee sebagai berikut: impact; retreat or
withdrawal (kemunduran atau menarik diri);acknowledgement (menerima)
dan reconstructive (membangun kembali).

1.

Impact.

Periode impact terjadi segera setelah injuri yang ditandai oleh shock, tidak percaya
(disbelieve), perasaan overwhelmed. Klien dan keluarga mungkin menyadari apa yang terjadi
tetapi kopingnya pada waktu itu buruk. Pada penelitian yang telah dilakukan
mengindikasikan bahwa keluarga dengan klien yang sakit kritis mempunyai kebutuhan untuk
kepastian (assurance), kebutuhan untuk dekat dengan anggota keluarga yang lain dan
kebutuhan akan informasi. Lebih spesifik lagi keluarga ingin mengetahui kapan anggota
keluarganya dapat ditangani, apa yang akan dilakukan terhadap klien/anggota keluarganya,
fakta-fakta tentang perkembangan/kemajuan klien, dan mengapa tindakan/prosedur dilakukan
terhadap klien.
2.

Retreat or withdrawal (kemunduran atau menarik diri)


Kemunduran (retreat) ditandai oleh represi, menarik diri (withdrawal),
pengingkaran/penolakan (denial) dan supresi.

3.

Acknowledgement (menerima)
Fase ketiga adalah menerima, dimulai bila klien menerima injuri dan perubahan
gambaran tubuh (body image). Selama fase ini klien dapat mengambil manfaat dari
pertemuanya dengan klien luka bakar lainnya, baik dalam kontak perorangan maupun dengan
kelompok.

4.

Reconstructive (membangun kembali)


Fase terakhir adalah fase rekonstruksi, dimulai bila klien dan keluarga menerima
keterbatasan yang ada akibat injuri dan mulai membuat perencanaan masa datang.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.


Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius
http//www.google.com.
Just another WordPress.com weblog
KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA FRAKTUR MANDIBULAE

Vous aimerez peut-être aussi