Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini memang semakin modernnya zaman, semakin banyak juga penyakit
yang timbul akibat Gaya hidup manusia dan karena factor alami. Salah satunya
penyakit Akalasi yang terjadi karean penurunan fungsi dari esophagus yang
menjadikan sering terjadi tersedak saat makan maupun minum, penyakit ini tidak
bisa menular tapi bisa terjadi pada semua jenis kelamin. Penyakit akalasia ini
lebih menyerang kepada orang yang sudah usia lanjut sehingga butuh perawatan
khusus karena akan menggaggu masa tua kita semua, sehingga dibutuhkan
pengetahuan untuk mengobati dan lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya
penyakit ini sejak dini.
Oleh karena itu, penyakit ini sangat menarik untuk dibahas karena sangat
dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari kita. Penyakit ini tentu bisa merusak
aspek psikoliogi dan psikososial penderita, dan diperlukan asuhan keperawatan
yang holistik dan pendidikan kesehatan untuk mencegah penyakit ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian akalasia?
2. Apa etiologi dari akalasia?
3. Bagaimana fatofisiologi dari akalasia?
4. Tanda dan gejala dari akalasia?
5. Bagaiman fatoflow dari akalasia?
6. Apa manifestasi klinis dari akalasia?
7. Bagaiamana penatalaksanaan untuk akalasia?
8. Bagaimana diagnosis untuk akalasia?

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
1

Kegagalan relaksasi serat-serat otot polos saluran cerna pada persimpangan


bagian yang satu dengan yang lain khususnya kegagalan sfingter esofagogaster
untuk mengendur pada waktu menelan akibat degenerasi sel-sel ganglion pada
organ itu. (kamus saku kedokteran Dorland, 2007).
Gagal melemas; menandakan relaksasi inkomplet sfingter esofagus bawah
sebagai respons terhadap menelan yang menimbulkan obstruksi fungsional
esofagus yang menyebabkan esofagus proksimal mengalami dilatasi. (buku ajar
patologi robbins,2007).
Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristalsis korpus
esofagus bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah (SEB) yang
hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu
menelan makanan. (buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I, 2006).
Kesimpulan, akalasia adalah kegagalan sfingter esofagogaster untuk
mengendur yang berakibat pada obstruksi fungsional esophagus sehingga tidak
biasa menelan makanan secara sempurna.
B. ETIOLOGI
Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat bukti
bahwa degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturan
neurologis. Beberapa teori yang berkembang berhubungan dengan gangguan
autoimun, penyakit infeksi atau kedua-duanya.
Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu :
a. Akalasia primer (yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas
tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat
lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus
pada esofagus. Disamping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh
pada kelainan ini.
b. Akalasia sekunder (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh
infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan
ekstraluminer seperti pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat
disebabkan oleh obat antikolinergik atau pascavagotomi
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Oesophagus (kerongkongan) merupakan salah satu organ pencernaan


(Gastro Intestinal Tract) yg membentang dr pharyngoesophageal junction (batas
pharynx dan oesophagus) sampai orificium cardiaca gaster. Oesophagus
merupakan saluran yang menghubungkan antara pharynx (Laringopharynx/
Hipopharynx) dg gaster (stomaxh/ pylorus/ ventriculus). Makanan di oesophagus
hanya lewat, bergerak nya makanan di dalam oesophagus menuju gaster ini
dipengaruhi oleh adanya gerakan peristaltic dr oesophagus itu sendiri.

Pembagian Oesophagus.
Oesophagus terletak setinggi Vertebrae Cervical VI sampai discus intervertebralis
antara Vertebrae Thoracalis X dan Vertebrae Thoracalis XI.
Oesophagus terbagi atas 3 pars, yaitu oesophagus pars cervical, oesophagus pars
thoracica dan oesophagus pars abdominalis.
1.

Oesophagus pars cervical membentang dr pharyngoesophageal junction

hingga tepi bawah Vertebra Cervical VII.


2. Sedangkan oesophagus pars thoracica membentang dr Vertebrae Thoracica
I sampai pd hiatus oesophagus pd diaphragma yang terletak setinggi
Vertebrae Thoracica X
3. Sedangkan oesophagus

pars

abdominalis

membentang

dr

hiatus

oesophagus sampai pd orificium cardiaca gaster. Dg kata lain, oesophagus


pars abdominalis memiliki skeletopi setinggi Vertebrae Thoracica X
hingga Discus Intervertebralis antara Vertebrae thoracica X dan Vertebrae
thoracica XI.
4.
Margo Oesophagus
Oesophagus memiliki 2 margo, yaitu margo dextra dan margo sinistra. Margo
dextra oesophagus melanjut sbg curvature minor gaster. Sedangkan margo sinistra
oesohagus dipisahkan dg fundus gaster oleh incisura cardiac gaster.
Syntopi Oesophagus
1. Dextra : ekstremitas superior omentum minus
2. Sinistra : lig. Gastrophrenica
3. Ventral : truncus vagalis sinistra, lobus hepatis sinistra, arcus aorta,
trachea,
4. Dorsal : R.oesophageales vasa. Gastrica sinistra, truncus vagalis dextra,
vasa phrenica inferior sinistra, crus diaphragm sinistra dan n. sphlancnici.
Penyempitan Oesophagus
Oesophagus memiliki 3 tempat penyempitan, antara lain pd Sphincter
oesophageal (pharyngoesophageal junction), di belakang dr arcus aorta, dan pd
hiatus oesophagus saat menembus diaphragm.
Vaskularisasi Oesophagus

1.

Oesophagus bagian 1/3 proximal (oral) divaskularisasi oleh a. thyroidea

inferior
2. Oesophagus bagian 1/3 medial divaskularisasi oleh cabang dr aorta
descendens
3. Oesophagus

bagian

1/3

distal

(anal)

divaskularisasi

oleh

Rr.

Oesophageales a. gastric sinistra

D. TANDA DAN GEJALA


1. Sulit menelan baik cair dan padat
2. Pasien mepunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah
3.
4.
5.
6.

esophagus.
Muntah, secara spontan atau sengaja untuk menghilangkan ketidak nyamanan
Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan atau tidak.
Kemungkinan komplikasi pulmonal akibat aspirasi isi lambung.
Disfagia, merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat
terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi.
Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya cairan

lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.


7. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi
makannya unruk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di
daerah substernal.
8. Regurgitasi isi esophagus yang stagnan. Regurgitasi dapat timbul setelah
makan atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari
pada saat penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi
dan abses paru.
9. Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium permulaan.
Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan
rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.
10. Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal
dan akibat komplikasi dari retensi makanan.
11. Adanya ruptur esofagus karena dilatasi
12. Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang
sangat hebat.
13. Bangun dan batuk pada malam hari
14. Menelan berulang
15. Pembatasan volume

E. PATOFISIOLOGI
Kontraksi dan relaksasi
neurotransmitter

sfingter

perangsang

esofagus

seperti

bagian

asetilkolin

dan

bawah

diatur

substansi

oleh

P, serta

neurotransmitter penghambat seperti nitrit oxyde dan vasoactve intestinal peptide.


Menurut Castell ada dua defek penting pada pasien akalasia:
a.

Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat peningkatan

sfingter esofagus bawah (SEB) istirahat jauh di atas normal dan gagalnya
SEB untuk relaksasi sempurna. Beberapa penulis menyebutkan adanya
hubungan antara kenaikan SEB dengan sensitifitas terhadap hormon
gastrin. Panjang SEB manusia adalah 3-5 cm sedangkan tekanan SEB
basal normal rata-rata 20 mmHg. Paa akalasia tekanan SEB meningkat
sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50 mmHg.
Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan tekanan sebesar 3040% yang dalam keadaan normal turun sampai 100% yang akan
mengakibatkan bolus makanan tidak dapat masuk ke dalam lambung.
Kegagalan ini berakibat tertahannya makanan dan minuman di esofagus.
Ketidakmampuan relaksasi sempurna akan menyebabkan adanya tekanan
residual. Bila tekanan hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi
tekanan residual, makanan dapat masuk ke dalam lambung.
b. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik
dan dilatasi bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak
terkoordinasinya peristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus
makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya penelitian ke arah
motilitas, secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara
manometrik pada keadaan normal dan akalasia.
Pada literature lain juga menyebutkan bahwa patofisiologi akalasia, yaitu:
1. Neuropatologi
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak dikemukakan.
Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal : hilangnya sel-sel
ganglion dan inflamasi mienterikus), dimana yang lainnya (misal : perubahan
degeneratif dari n. vagus dan nukleus motoris dorsalis dari n. vagus, ataupun

kelaianan otot dan mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari


stasis dan obstruksi esofagus yang lama.
a. Kelainan pada Innervasi Ekstrinsik
Saraf eferen dari n. vagus, dengan badan-badan selnya di nukleus motoris
dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan gerakan peristaltik yang
merupakan respon dari proses menelan. Dengan mikroskop cahaya,
serabut saraf vagus terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian,
dengan menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya degenerasi
Wallerian dari n. vagus dengan disintegrasi dari perubahan aksoplasma
pada sel-sel Schwann dan degenarasi dari sehlbung myeh'n, yang
merupakan perubahan-perubahan yang serupa dengan percobaan transeksi
saraf.
b. Kelainan pada Innervasi Intrinsik.
Neuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi inhibisi
disepanjang badan esofagus dan LES yang timbul pada proses menelan.
Inhibisi ini penting untuk menghasilkan peningkatah kontraksi yang stabil
sepanjang esofagus, dimana menghasilkan gerakan peristaltik dan
relaksasi dari LES. Pada akalasia, sistem saraf inhibitor intrinsik dari
esofagus menjadi rusak yang disertai inflamasi dan hilangnya sel-sel
ganglion di sepanjang pleksus mienterikus Auerbach.
c. Kelainan Otot Polos Esofagus.
Pada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler biasanya
menebal pada pasien akalasia. Goldblum mengemukakan secara mendetail
beberapa kelainan otot pada pasien akalasia setelah proses esofagektomi.
Hipertrofi otot muncul pada semua kasus, dan 79% dari specimen
memberikan bukti adanya degenerasi otot yang biasanya melibatkan
fibrosis tapi tennasuk juga nekrosis likuefaktif, perubahan vakuolar, dan
kalsifikasi distrofik. Disebutkan juga bahwa perubahan degeneratif
disebabkan oleh otot yang memperbesar suplai darahnya oleh karena
obstruksi

yang

lama

dan

dilatasi

esofagus.

Kemungkinan

lain

menyebutkan bahwa hipertrofi otot merupakan reaksi dari hilangnya


persarafan.
d. Kelainan pada Mukosa Esofagus.

Kelainan mukosa, di perkirakan akibat sekunder dari statis luminal kronik


yang telah digambarkan pada akalasia. Pada semua kasus, mukosa
skuamosa dari penderita akalasia menandakan hiperplasia dengan
papillamatosis dan hiperplasia sel basal. Rangkaian p53 pada mukosa
skuamosa dan sel CD3+ selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan
dengan inflamasi kronik, yang kemungkinan berhubungan dengan
tingginya resiko karsinoma sel skuamosa pada pasien akalasia.
e. Kelainan Otot Skelet.
Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter esofagus atas
terganggu pada pasien akalasia. Meskipun peristaltik pada otot skelet
normal tetapi amplitude kontraksi peristaltik mengecil. Massey dkk. juga
melaporkan bahwa refleks sendawa juga terganggu. Ini menyebabkan
esofagus berdilatasi secara masif dan obstruksi jalan napas akut.
2. Kelainan Neurofisiologik.
Pada esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan asetilkolin
menyebabkan kontraksi otot dan meningkatkan tonus LES, dimana inhibisi
neuron NO/VIP memediasi inhibisi sehingga mengbambat respon menelan
sepanjang esofagus, yang menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi
LES. Kunci kelainan dari akalasia adalah kerusakan dari neuron inhibitor
postganglionik dari otot sikuler LES.
F. PATOFLOW
G. KLASIFIKASI
Akalasia dapat dibagi dalam 2 faktor penyebab. Yaitu :
a. Berdasarkan teori
a) Teori genetik
Akalasia dapat diturunkan sekitar 1%-2% dari populasi penderita
akalasia.
b) Teori infeksi
Akalasia disebabkan oleh virus (herpes, vericella zoster), bakteri (sipilis,
diphteriapertusis), dan zat toxic( gas kombat).
c) Teori autoimun

Akalasia disebabkan oleh respon inflamasi dalam pleksus mienterikus


esofagus didominasi oleh limfosit T.
d) Teori degeneratif
Akalasia berkaitan dengan penuaan dengan riwayat penyakit neurologis
seperti parkinson, dll.
b. Berdasarkan etiologi
a) Akalasia primer (paling sering ditemukan)
Penyebab yang jelas tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus
neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang
otak dan ganglia mienterikus pada esofagus. Disamping itu, faktor
keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
b) Akalasia sekunder (jarang ditemukan)
Kelainan ini dapat disebabkan oleh infeksi, tumor intraluminer seperti
tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti pseudokista
pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat antikolinergik
atau pascavagotomi. Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum
diketahui. Secara histologik diteraukan kelainan berupa degenerasi sel
ganglion plexus Auerbach sepanjang esofagus pars torakal.

H. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada
esofagus adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Obstruksi saluran pethapasan


Bronkhitis
Pneumonia aspirasi
Abses para
Divertikulum
Perforasi esofagus.
Small cell carcinoma
Sudden death

9. Esophagitis, yang disebabkan oleh efek iritasi dari makanan dan cairancairan yang menumpuk di esophagus untuk periode-periode waktu yang
berkepanjangan. Mungkin juga ada pemborokan-pemborokan esophagus.
I. PENATALAKSAAN
1. Pasien harus diintruksikan untuk makan dengan perlahan dan minum cairan
pada saat makan.
2. Kalsum dan nitrit, digunakan untuk menurunkan tekanan esophagus dan
memperbaiki menelan, jika tidak berhasil dilakukan pembedahan dengan
dilatasi pneumetik atau pemisaha serat otot.
3. Akalasia dapat diobati secara konserfatif dengan meregangkan area esophagus
yang menyempit disertai dilatasi pneumatic.
J. PENGKAJIAN
1. Gangguan menelan b.d penyakit refluks gastroesofagus
a. Bangun dan batuk pada malam hari
b. Pasien mepunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah
esophagus.
c. Kesulitan menelan
d. Muntah
e. Nyeri uluhati
f. Pembatasan volume
g. Regurgitasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

b.d

ketidakmampuan makan
a. Pasien mepunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah
esophagus.
b. Muntah, secara spontan aau sengaja untuk menghilangkan ketidak
nyamanan
c. Kesulitan menelan
d. Penurunan berat badan
3. Nyeri akut b.d factor fisik
a. Sulit menelan baik cair dan padat
b. Nyeri
c. Bangun dan batuk pada malam hari
4. Resiko tinggi aspirasi b.d makanan tidak tertelan dan masuk ke saluran
pernafasan
a. Sulit menelan baik cair dan padat
b. Berat badan turun
c. Batuk setelah makan
10

K. DIAGNOSA
1. Gangguan menelan b.d penyakit refluks gastroesofagus
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

b.d

ketidakmampuan makan
3. Nyeri akut b.d factor fisik
4. Resiko tinggi aspirasi b.d makanan tidak tertelan dan masuk ke saluran
pernafasan
L. ASKEP
NO
DIAGNOSA
1
Gangguan
menelan

NOC
Setelah

NIC
1. Memantau

b.d dilakukan

RASIO
1.

tingkkat

penyakit

tindakan

kesadaran,

refluks

keperawatan

refleks

gastroesofagus

2x24jam pasien

batuk,

diharapkan

refleks

mengalami:

muntah, dan

1. Status

kemampuan

menelan:

menelan.
2. Menyuapka

fase
n makanan 2.Mencegah
esophagus:
dalam
penyaluran

penumpukan
jumlah

cairan atau
kecil.
3. Potong

partikel
padat

dari

faring

ke

lambung.

makanan
menjadi
potongan-

11

terjadinya
makanan pada
esophageal

Karakteristik

potongan

hasil :

kecil.
4. Jauhkan

1. Dapat
lepala
mempertaha
tempat tidur
nkan
ditinggikan
makanan
30-45 menit
dalam mulut.
2. Kemampuan

setelah

menelan

makan

adekuat.
3. Mampu
mengontrol
mual

dan

muntah.
4. Pengetahuan
tentang
prosedur
pengobatan.
5. Mengidentifi
kasi

factor

emosi

atau

psikologi
yang
menghambat
menelan

12

1. Monitor
adanya
Setelah
penurunan
2

dilakukan
berat badan
Ketidakseimba tindakan
ngan

nutrisi keperawatan

kurang

dari 2x24jam pasien

kebutuhan
tubuh

2. Monitor
lingkungan

diharapkan

selama

b.d mengalami:

makan

ketidakmampu

Criteria hasil:
3. Monitor

an makan

1. Adanya
mual
peningkatan
danmuntah
berat badan
sesuai
dengan
tujuan
2. Menunjukk
an
1.Untuk mengetahui
peningkatan
karakteristik nyeri
fungsi
dan
pengecapan
penanganannya
dan

13

menelan
3. Tidak
terjadi
penurunan
2. Untuk
berat badan 1.Lakukan
mengetahui
yang berarti

pengkajian
pengetahuan
nyeri

secara
pasien

dalam

komvehensif
mengatasi

rasa

termasuk
nyeri
Setelah

lokasi,

dilakukan

karakterisktik

tindakan

keperawatan

frekuensi,kua

3x24jam pasien

litas,

durasi,
3. Agar

Nyeri akut b.d

pasien

mengetahui
dan

factor fisik

managemen
diharapkan

factor
nyeri

mengalami:

presipitasi.
2.Gunakan

yang

efektif

Criteria hasil:
tekhnik
1.Mampu
komunikasi
mengontrol
teraupetik
nyeri

(tahu
untuk

penyebab
mengetahui

4. Agar

nyeri

nyeri, mampu
pengalaman

berkurang

menggunakan
tekhnik

nyeri pasien.
3.Pilih dan

14

teratasi

dan

nonpormakol

lakukan

ogi

penanganan

untuk

mengurangi

nyeri

nyeri,

(farmakologi,

mencari

nonfarmokol

bantuan).
2.Mampu ngenali

ogi,

dan

interpersonal)
nyeri

1. Memberikan
pasien
beberapa cara
untuk mengatasi

(skala
.
4.Tingkatkan

intensitas,

dan mengontrol
dipsnea dan

frekuensi,
detak,

istirahat.
menurunkan
jebakan udara

dan

nyeri).

1. Dorong/
bantu latihan
nafas
abdomen atau
bibir

2. posisi duduk
saat makan
dapat
mengurangi
resiko
terjadinya

Setelah

aspirasi
diberikan
perawatan 3x
24 jam klien
2. Ajarkan
tidak lagi

klien posisi

15

beresiko

duduk saat
makan

aspirasi saat
4

3. indikasi
pemasangan

Resiko tinggi pemberian

NGT pre
aspirasi

b.d nutrisi dengan

operasi dan

makanan tidak kriteria hasil : 3.Kolaborasi pre


tertelan
masuk
saluran
pernafasan

dan 1. Klien tidak


ke

lagi tersedak
saat makan
2. Pola nafas

post operasi

dan post

pada klien

operasi:
Pemasanga

akalasia

n NGT

untuk
pemberian

klien saat

nutrisi dan

makan tidak

obat yang

terganggu

adekuat bagi
klien.
4. Pemantauan
posisi NGT
oleh
perawat
ditujukkan
untuk
meninjau
kebersihan
respon klien
agar
terhindar
dari infeksi
mikroorgani
sme yang
dapat
memperbur
uk

16

prognosis
Pemantauan
posisi NGT

17

penyakit

18

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Akalasia adalah keadaan sfingter esofagus inferior yang gagal berelaksasi
selama menelan. Sebagai akibatnya, makanan yang ditelan ke dalam esofagus
gagal untuk melewati esofagus masuk ke dalam lambung..

19

Jika akalasia menjadi berat, esofagus sering tidak mengosongkan makanan


yangditelan ke dalam lambung selama beberapa jam, padahal waktu yang normal
adalah beberapa detik. Setelah berbulan-bulan dan bertahun-tahun, esofagus
menjadi sangat membesar sehingga sering kali dapat menampung sebanyak satu
liter makanan, yang sering menjadi terinfeksi dan membusuk selama periode statis
esofagus yang lama.Infeksi juga dapat mengakibatkan ulserasi mukosa esofagus,
kadang-kadang menimbulkan nyeri subternal atau bahkan ruptur dan kematian.
Akalasia dapat diobati dengan melebarkan katup secara mekanik,
contohnya dengan menggelembungkan sebuah balon di dalam kerongkongan.
40% hasil dariprosedur ini memuaskan, tetapi mungkin perlu dilakukan secara
berulang. Dengan pemberian nitrat (contohnya nitroglycerin) yang ditempatkan di
bawah lidah sebelum makan atau penghambat saluran kalsium (contohnya
nifedipine), maka tindakan untuk melebarkan kerongkongan dapat ditangguhkan.
Sebagai perawat kita dapat memberikan Health Education kepada klien
dengan cara menghindari alcohol, dan makanan panas, dingin, dan pedas dan
dianjurkan untuk tidur dengan kepala terangkat untuk menghindari aspirasi.

20

Vous aimerez peut-être aussi