Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar
terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua
orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan
hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005).
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan yang terjadi setiap
daerah, banyak menyebabkan perubahan dalam segi kehidupan manusia baik fisik, mental dan
sosial yang dapat membuat kemampuan manusia mengalami keterbatasan diri dalam mencapai
kepuasan dan kesejahteraan hidup, sehingga sering menimbulkan tekanan atau kesulitan dalam
menghadapi masalah kehidupan. Hal ini sering menimbulkan tekanan dan akan mengarah pada
dampak negatif seperti timbulnya stress atau kecemasan, bila kecemasan tidak segera diatasi atau
ditangani akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berkonsentrasi dan
berorientasi pada realita.
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada realita.
Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal, tidak memberi respon secara
akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Gangguan
pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu.
Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespon terganggu
yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh dan perilaku verbal)
penampilan hubungan sosial karena gangguan atau respon yang timbul disebut pula respon
neurobiologik.
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa,
syaraf
maupun
perilaku
dan
jumlahnya
terus
meningkat.
Pada studi terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang,
sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa tergolong parah dan tidak dapat pengobatan apapun. Dari
150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes),
ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut
terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini.
Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia,
dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta
penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa.
Gangguan kejiwaan merupakan masalah klinis dan sosial yang harus diatasi karena sangat
meresahkan masyarakat baik dalam bentuk dampak penyimpangan perilaku maupun semakin
tingginya jumlah penderita gangguan jiwa. Penyakit mental ini menimbulkan stress dan
penderitaan bagi penderita dan keluarganya. Semakin tingginya persaingan dan tuntutan dalam
memenuhi kebutuhan dapat menyebabkan seseorang mengalami stress atau merasa tertekan. Jika
seseorang mengalami stress maka ia akan cenderung mengalami atau menunjukkan gejala
gangguan kejiwaan sehingga ia menjadi maladaptif terhadap lingkungan.
Gangguan atau masalah kesehatan jiwa yang berupa proses pikir maupun gangguan sensori
persepsi yang sering adalah halusinasi. Halusinasi merupakan persepsi tanpa adanya rangsangan
apapun pada panca indera seseorang yang terjadi pada keadaan sadar. Halusinasi merupakan satu
gejala skizofrenia. Skizofrenia merupakan kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan
kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang berbicara (Kusumawati, 2010).
Sedangkan dari data keterangan yang didapat di Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta khususnya di
Ruang Berry dari 12 Desember sampai 16 Mei 2013 terdapat 238 kasus, terbagi: gangguan
sensori persepsi: halusinasi berjumlah 222 kasus atau 93,2%, isolasi sosial: menarik diri
sebanyak 171 kasus atau 71,8%, defisit perawatan diri berjumlah 186 kasus atau 78,1%, perilaku
kekerasan berjumlah 118 kasus atau 49.57%, gangguan konsep diri: harga diri rendah 30 kasus
atau 12,60%
Berdasarkan data di atas gangguan sensori persepsi: halusinasi berada pada urutan pertama yaitu
berjumlah 222 kasus (93,2%), apabila tidak segera mendapatkan perawatan dapat menyebabkan
terjadi perilaku kekerasan yang diakibatkan dari sensori persepsi tanpa adanya stimulus dari luar.
Oleh karena itu, perawat sangat berperan dalam proses penyembuhan penderita gangguan jiwa
melalui promosi kesehatan tentang pendidikan kesehatan jiwa dengan memberikan penyuluhan
kepada masyarakat cara meningkatkan kesehatan jiwa, preventif tentang bagaimana cara
mencegah terjadinya gangguan jiwa, seperti dengan mengajarkan sikap asertif, kuratif tentang
pengobatan pada klien gangguan jiwa yang dilakukan perawat berkolaborasi dengan dokter dan
rehabilitatif meliputi dukungan keluarga serta lingkungan pada klien dengan gangguan jiwa agar
kembali bisa berinteraksi dengan orang lain.
Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk membuat makalah ilmiah dengan masalah:
Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi:
Pendengaran di Ruang Berry Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit Jakarta
B.
1.
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini agar mahasiswa memperoleh pengalaman nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien Ny. N dengan gangguan sensori persepsi:
halusinasi pendengaran dan memperoleh informasi atau gambaran pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran di ruang
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
AB I
AB II
h.
C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis membahas ruang lingkup masalah pada pasien Ny. N
dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran di Ruang Berry Rumah Sakti Duren
Sawit Jakarta selama tiga hari yang dimulai tanggal 24-26 Juni 2013.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode deskriftif dan kepustakaan, dimana metode
deskriptif yaitu mengumpulkan data, mengolah data, mengambil kesimpulan yang kemudian
disajikan dalam bentuk narasi, sedangkan studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari bukubuku sumber untuk memperoleh bahan-bahan ilmiah yang berhubungan dengan penulisan
makalah ini.
Adapun tehnik yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Tehnik ini dilaksanakan dengan cara melakukan tanya jawab dengan pasien dan perawat.
2. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati segala aktivitas klien secara langsung untuk mengetahui
perubahan tingkah laku dan perubahan fisik.
3. Studi Kepustakaan
Penulis mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan konsep halusinasi serta hal-hal
yang menyangkut halusinasi dan keperawatannya.
4. Studi Dokumentasi
Merupakan tahapan pengumpulan data-data dari status klien yang ada di ruangan, mempelajari
dan mencatat kejadian yang ada hubungannya dengan kasus yang tercatat dalam catatan medik.
E. Sistematika Penulisan
:
Pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup
:
AB III
AB IV
Tinjauan kasus yang terdiri dari: pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana
BAB II
TINJAUAN TEORI
a) Pengertian
Halusinasi adalah persepsi klien dengan lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (Keliat, dkk;
2005).
Halusinasi adalah individu menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari lingkungan
(Fitria; 2010).
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang
menimbulkannya atau tidak ada objek (Dalami, dkk; 2009).
Gangguan sensori persepsi: halusinasi terdiri dari dua faktor penyebab yaitu faktor predisposisi
dan faktor presipitasi (Yosep; 2010).
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres.
a.
Faktor Perkembangan
Jika tugas dan perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka
individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stress yang
berlebihan, maka didalam tubuhnya akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
c.
Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukan bahwa
faktor keluarga yang sangat berpengaruh terhadap penyakit ini.
d.
Faktor Biologis
Faktor Biologis yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladaptif termasuk hal-hal
berikut:
1) Penelitian pencitraan otak yang menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan, lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
2) Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia seperti dopamine neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah pada respon dopamine.
e.
Faktor Psikologis
Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi alam tidak
sadar yang masuk alam sadar sebagai suatu respon terhadap konflik psikologis dan kebutuhan
yang tidak terpenuhi, sehingga halusinasi merupakan gambaran dan rangsangan dan ketakutan
yang dialami oleh klien.
f.
Faktor presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman,
atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsang dari
lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak objek
berkomunikasi yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepi yang terobsesi sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai
merasa kehilangan kontrol, menarik diri dari orang lain, tahap ketiga; klien biasanya dapat
mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan halusinasinya tidak dapat ditolak lagi.
Adapun karakteristiknya yaitu klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
(halusinasi), isi halusinasinya menjadi atraktik, kesepian bila pengalaman sensori berakhir, tahap
keempat; klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik. Adapun
karakteristiknya yaitu pengalaman sensori menjadi mengancam, halusinasi dapat menjadi
beberapa jam atau beberapa hari.
3. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah utama gangguan sensori persepsi:
halusinasi, antara lain: resiko prilaku kekerasan, isolasi sosial, harga diri rendah, dan defisit
perawatan diri.
4. Klasifikasi Halusinasi
Halusinasi dibagi menjadi lima jenis (Dalami; 2009):
a. Halusinasi pendengaran atau auditori: halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling
sering suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara
mengenai klien, klien mendengar orang orang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan
oleh klien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang melakukan yang berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan atau visual: halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambaran geometris gambar kartun dan atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.
c. Halusinasi penghidu atau olfaktori: halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau
bau yang menjijikan seperti darah, urine atau feses. Halusinasi penghidu khususnya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan dimensial.
d. Halusinasi pengecap: halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikan seperti darah, urine dan feses.
e. Halusinasi peraba atau tartil: halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang tidak terlihat. Merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
c) Rentang Respon
Rentang respon neurobiologi (Stuart; 2007):
Respon adaptif
Respon Psikologis
Kelainan fikiran
Halusinasi
Tidak mampu mengontrol emosi
Ketidakteraturan
Isolasi sosial
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten
Perilaku sosial
Hubungan sosial
Respon maladaptif
2. Respon Psikososial
Respon psikosial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi
c.
d.
e.
3.
1. Pengkajian Keperawatan
a. Faktor Predisposisi
Faktor biologis yaitu adanya kejadian terhadap fisik berupa atrofi otak, pembesaran ventrikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic, faktor genetik adanya pengaruh herediter
berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami Skizofrenia dan kembar monozigot.
Faktor psikologis yaitu mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, harga
diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman,
atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsang dari
lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak objek
berkomunikasi yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepi yang terobsesi sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
Adapun faktor presipitasi terdiri dari sistem pendukung yaitu data yang perlu dikaji dari keluarga
adalah finansial, waktu dan tenaga yang tersedia untuk merawat klien. Kondisi keluarga yang
perlu dikaji adalah komunikasi keluarga baik waktu maupun kualitasnya. Respon klien adalah
tanda dan gejala yang dapat dideteksi sebagai respon yang terkait dalam fungsi otak.
c. Manifestasi Klinis
Bicara, tersenyum sendiri, tertawa sendiri, mendengar suara, melihat, mengecap, mencium,
merasa sesuatu yang tidak nyata, merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan, tidak dapat
membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, tidak dapat berkonsentrasi, berbicara kasar, sikap
curiga dan bermusuhan, menarik diri, tekanan darah meningkat dan sulit membuat keputusan.
d. Sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak
pada prilaku. Kekuatan dapat meliputi modal seperti intelegensi atau kreativitas yang tinggi.
Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping
karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, dan
kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.
e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan yang di gunakan untuk
melindungi diri (Stuart; 2007). Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi:
1)
Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti pada
perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk menanggulangi ansietas.
2) Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain karena
3)
kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
Menarik diri, reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari
menghindar sumber stressor, misalnya menjauh polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain,
sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
f. Pohon Masalah
Pohon masalah pada masalah utama gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, yaitu
sebagai berikut:
Resiko perilaku kekerasan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
2.
Diagnosa Keperawatan
Dari pohon masalah di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang terdapat pada
a.
b.
c.
d.
3.
berikut:
a. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran.
TUM : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan cara menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
2) Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
3) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
4)
5)
6)
7)
8)
9)
c. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol timbulnya halusinasi dengan cara katakan
pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata, ( saya tidak mau dengar, lihat, mencium, meraba dan
mengecap pada saat halusinasi terjadi), menemui orang lain atau perawat, teman ataupun anggota
keluarga untuk menceritakan halusinasinya, membantu dan melaksanakan jadwal kegiatan harian
yang telah disusun, dan meminta keluarga, teman, perawat menyapa klien jika sedang
d.
e.
f.
g.
berhalusinasi.
Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya,
Beri kesempatan pada klien untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih,
Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih jika berhasil berikan pujian,
Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita stimulasi persepsi.
b. Penatalaksanaan Medis
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi pada gangguan Skizofrenia.
Dimana Skizofrenia merupakan jenis psikosis, adapun tindakan penatalaksanaan dilakukan
1)
2)
mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, takikardi dan konstipasi.
Psikosomatik
Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu terapi fisik atau suatu
pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artifisial dengan melewatkan aliran
listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples pada pelipis. Jumlah tindakan
yang dilakukan merupakan rangkaian yang bervariasi pada setiap pasien tergantung pada
masalah pasien dan respon terapeutik sesuai hasil pengkajian selama tindakan. Pada pasien
Skizofrenia biasanya diberikan 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun
biasanya diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi penggunaan obat: penyakit depresi berat
yang tidak berespon terhadap obat, gangguan bipolar di mana pasien sudah tidak berespon lagi
terhadap obat dan pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak mendapatkan
3)
pertolongan.
Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian penting dalam proses terapeutik.
Upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan
lingkungan terapeutik, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaan secara verbal,
bersikap ramah, sopan, dan jujur terhadap klien.
c. Prinsip Keperawatan
Menetapkan hubungan terapeutik, kontak sering dan singkat secara bertahap, peduli, empati,
jujur, menepati janji dan memenuhi kebutuhan dasar klien. Pada umumnya melindungi dari
perilaku yang membahayakan, tidak membenarkan ataupun menyalahkan halusinasi klien,
melibatkan pasien dan keluarga dalam perencanaan asuhan keperawatan dan mempertahankan
perilaku keselarasan verbal dan nonverbal.
4.
Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata sering
pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan (Dalami, dkk; 2009).
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai
dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan
interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan, dinilai
kembali apakah aman bagi klien. Setelah semuanya tidak ada hambatan maka tindakan
keperawatan boleh dilaksanakan.
5.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien (Dalami; 2009). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu: evaluasi proses atau formatif
dilakukan selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan.
Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran adalah: tidak terjadi perilaku kekerasan, klien dapat membina hubungan saling
percaya, klien dapat mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasinya, klien
mendapatkan dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya, klien dapat
menggunakan obat dengan baik dan benar.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. N dengan Gangguan
Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran di Ruang Berry Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta
sejak tanggal 24-26 Juni 2013.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Klien bernama Ny. N, usia 34 tahun, jenis kelamin perempuan, status klien menikah, klien
beragama Islam, suku bangsa betawi, pendidikan terakhir MTs, sumber informasi Pasien,
perawat ruangan, dan status klien, klien masuk Ruang Berry pada tanggal 17 juni 2013 tanggal
pengkajian 24 Juni 2013, nomor register 123614, diagnosa medis Gangguan skizofenia tidak
tergolongkan.
2. Alasan Masuk
28
Klien mengatakan dibawa ke Rumah Sakit Duren Sawit oleh pihak Panti Cipayung karena
perintah ibu pasien. Klien dibawanya ke panti laras cipayung karena menyebrang ke jalan tol
membawa gunting, klien mengatakan ada suara-suara yang menyuruhnya untuk membunuh
seseorang sehingga warga dan pak RT membawanya ke panti laras Cipayung, klien mengatakan
sebelum dibawa ke Rumah Sakit, klien sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya
melempar gelas dan piring, suara tersebut adalah suara wanita dan laki-laki yang tidak dikenal,
perasaannya pasien saat itu takut, dan yang dilakukan pasien sembunyi dikamar.
3. Faktor Predisposisi
Klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit dengan kondisi seperti ini (gangguan
jiwa) sebelumnya klien mengatakan selama di Panti malas minum obat satu jenis, klien
mengatakan waktu dipanti siap harinya senam pagi, ngepel, nyuci pakaian. Klien mengatakan
pernah menjadi korban penganiayaan fisik yitu ditampar dan cekik oleh suami 2 tahun yang lalu
karena klien ingin mengambil anaknya saatnya berada bersama suaminya, perasaan klien saat itu
sedih dan menangis, yang dilakukan saat itu hanya diam. klien mengatakan ada anggota
keluarga yang pernah dirawat di rumah sakit khusus daerah duren sawit 3 tahun yang lalu
yaitu : kakak kandungnya dirawat karena bicara sendiri, tertawa sendiri, menanggis dan
terkadang telanjang dijalanan. Pada saat ditanya pengalaman yang tidak menyenangkan dimasa
lalunya, klien mengatakan pernah sakit hati dengan pacar karena ditinggal pacar tanpa alasan,
perasaan klien saat itu sngat sedih yang dilakukan pasien saat itu adalah menggurung diri
dikamar tidak ingin bicara pada siapa pun.
Masalah keperawatan : Resiko perilaku kekerasan gangguan konsep diri: harga diri rendah,
dan penatalaksanaan regiment teraupetik inefektif.
4. Pemeriksaan Fisik
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik tanggal 24 Juni 2013 didapatkan data tekanan darah 110/
80 mmHg, nadi 78 x/ menit, pernapasan 18 x/ menit, suhu 36,50C, tinggi badan 146 cm, berat
badan 70 kg, pasien mengatakan tidak mempunyai keluhan fisik.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
5. Psikososial
a.
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Garis keturunan
: Perempuan
: Garis pernikahan
: Satu rumah
: Klien
: Sudah meninggal
: pernah mengalami gagguan jiwa
Klien anak kedelapan dari sepuluh bersaudara, Sebelum masuk rumah sakit, klien tinggal
bersama orang tuanya anak dan suaminya. klien mempunyai suami dan satu orang anak, klien
mengatakan lebih dekat dengan ibunya, tidak bekerja sebelum masuk rumah sakit. klien
mengatakan orang tuanya dalam mendidik tidak pernah dengan cara kasar. klien mengatakan
tidak ada masalah komunikasi dengan keluarganya. klien mengatakan bila ada masalah selalu
b.
dibicarakan bersama ibunya dan pengambil keputusan dalam keluarga adalah ayah.
Masalah keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan,
Konsep Diri
Klien mengatakan anggota tubuh yang paling disukai adalah rambut karena rambutnya ikal, yang
tidak disukai adalah kakinya karena kotor malas disikat. klien mengatakan namanya Ny. N usia
34 tahun, beragama Islam, berjenis kelamin perempuan, pendidikan terkhir MTs, belum berkerja,
sudah menikah, mempunyai satu orang anak laki-laki. klien mengatakan perannya sebagai ibu
rumah tangga, klien mengatakan perannya di rumah sakit sebagai klien. klien mengatakan ingin
sembuh dan ingin kembali dengan keluarga, harapannya nanti ingin menjadi guru ngaji. klien
mengatakan dengan kondisinya dirawat di dirumah sakit Duren Sawit klien tidak malu karena
ingin sembuh dari penyakit jiwanya.
Masalah keperawatan: tidak ditemukan nya masalah keperawatan.
c.
Hubungan Sosial
Klien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah anaknya karena anak satu-satunya
yang dimiliki saat ini, dan ibu karena membawanya kesini untuk kesembuhannya. sedangkan
dirumah sakit Duren Sawit semua perawat disini karena mau membantu dan mengobati
penyakitnya. klien mengatakan di lingkungan sekitar rumah (masyarakat) dia jarang bergaul,
klien pernah merasa malu karena pada saat pengajian dirumahnya dengan ibu-ibu tidak bisa
menyediakan makanan. Semenjak itu pasien berhenti mengikuti pengajian, dan jarang bergaul
dengan ibu-ibu pengajian, perannya hanya sebatas warga kampung. Saat dirumah sakit Duren
Sawit klien mengikuti kegiatan TAK dan rehabilitas, klien mengatakan perasaan saat melakukan
kegiatan itu senang terutama saat mengikuti rehabilitas karena diajarkan membuat kalung dan
gelang. klien mengatakan hambatannya dalam berhubungan dengan orang lain adalah malu
dengan sepupunya karena sering di ejek dengan sebutan orang gila, perasaannya saat itu sedih
dan kadang-kadang marah dengan melempari botol dan gelas kearah sepupunya.
Masalah keperawatan: Gangguan konsep diri: harga diri rendah, resiko prilaku kekerasan,
d.
6. Status Mental
a.
Dari hasil observasi, cara berpakaian pasien sesuai tapi penampilan klien terlihat tidak rapi,
tercium bau tidak sedap, klien mengatakan mandi 2 kali sehari jika diingatkan. Kaki klien terlihat
b.
kotor, rambut terlihat rapi, kuku kotor, kulit terlihat kotor, gigi terlihat bersih.
Masalah keperawatan: Defisit perawatan diri: personal hygine, berhias. berpakaian
Saat interaksi, klien bicara cepat, keras, tidak gagap. pasien mampu memulai pembicaraan, klien
c.
d.
pun kompulsif.
Masalah keperawatan: tidak ditemukan masalah keperawatan.
Alam perasaan klien saat interaksi senang karena sedang ngobrol dangan perawat. klien terlihat
e.
senang.
masalah Masalah keperawatan: tidak ditemukan keperawatan.
Afek klien labil, klien saat berinteraksi emosi klien suka mengalihkan pembicaraan capat
g.
h.
Proses pikir pasien baik yaitu saat interaksi tidak berbelit-belit dan langsung ke topik dan tujuan,
selama interaksi tiba-tiba klien berhenti bicara lalu menutup kuping, dan klien mengatakan
j.
senin tanggal 24 Juni 2013 dan saat ditanya tempat, klien mengatakan saat ini berada di Rumah
k.
Sakit Duren Sawit dan ada di Ruang Berry, bersama bluder gusti.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
gangguan jangka panjang, jangka pendek, dan saat ini klien tidak ada masalah yaitu, klien
mampu mengingat dibawa ke Ruang Berry pada tanggal 17 Juni 2013, sedangkan jangka
panjang, klien mengatakan 1 bulan yang lalu klien lagi dirumah sedang masak sayur, klien
l.
klien mengatakan di rumah makan 3 x sehari dengan banyaknya 1 porsi. Klien mengatakan alatalat yang digunakan untuk makan piring, gelas, sendok. Klien mengatakan melakukannya secara
mandiri. Dan pada saat di rumah sakit klien mengatakan makan 3 x sehari dan menghabiskan 1
porsi. Klien mengatakan makan sendiri tanpa dibantu perawat. Klien mengatakan pada saat ingin
BAB/BAK pergi ke kamar mandi. Dalam memenuhi kebutuhan BAB/BAK klien melakukannya
tanpa bantuan dari orang lain. Di rumah sakit klien mengatakan BAB/BAK ke kamar mandi
tanpa bantuan perawat. klien mengatakan di rumah mandi 2-3 x sehari dengan menggunakan
sabun, sampo, dan gosok gigi secara mandiri. Klien mengatakan selesai mandi memakai baju
yang bersih, menyisir rambut. Dan di rumah sakit klien mengatakan mandi 2 x sehari memakai
sabun, sampo, dan gosok gigi setelah itu menggunakan baju bersih, menyisir rambut dan
memakai bedak tanpa bantuan perawat. klien mengatakan di rumah tidur malam lamanya 7-8
jam, tidur siang 1-2 jam. Klien mengatakan kegiatan sebelum tidur menonton TV. Dan di rumah
sakit klien mengatakan lamanya tidur malam 7-8 jam, tidur siang 2-3 jam, klien mengatakan
tidak ada kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Klien mengatakan minum obat 2 x sehari dan
klien dapat minum obat secara mandiri dengan obat yang disediakan oleh perawat. Dan di rumah
klien mengatakan minum obat teratur karena selalu diingatkan oleh suaminya. Klien mengatakan
bila ada keluarga yang sakit pergi ke puskesmas karena dekat dari rumahnya dan biayanya juga
murah. Klien mengatakan setiap hari mempersiapkan makanan, membersihkan rumah dan
mencuci pakaian. Klien mengatakan keuangan di atur oleh suaminya. Klien mengatakan di
rumah sakit melaksanakan piket sesuai jadwal piketnya. Klien mengatakan tidak ada kegiatan
yang dilakukan diluar rumah selain belanja ke pasar.
Masalah keperawatan: diri: tidak ditemukan masalah keperawatan.
8. Mekanisme Koping
Klien mengatakan jika ada masalah ketika dirumah meminta pendapat kakaknya sedangakan saat
di rumah sakit Duren sawit lebih suka menyendiri, karena klien malu menceritakan masalahnya
dengan orang lain karena tidak ingin orang tahu masalahnya.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial, gangguan konsep diri: harga diri rendah.
: Ny. N
Ruangan
: Berry
No.
1.
a)
No. RM
: 123614
Data
Data subjektif:
Masalah Keperawatan
Resiko perilaku
b)
gunting,
ingin
membunuh
seseorang.
c) Klien mengatakan pernah melempar gelas dan
piring.
d)
Klien
mengatakan
pernah
marah
dan
Data subjektif:
a)
Gangguan sensori
d)
e)
f)
Isolasi sosial :
a)
masyarakat
karena
sibuk
dan
klien
d)
e)
Klien
terlihat
tidak
mudah
memulai
percakapan,
c) Klien tidak pernah terlihat berbincang-bincang
dengan teman di RSKD Duren Sawit.
Data subjektif:
4.
a)
b)
Klien
mengatakan
malu
menceritakan
Data objektif:
a) Klien terlihat sering menunduk (kontak mata
kurang),
b) Klien terlihat sedih ketika menceritakan tentang
dirinya.
Data subjektif:
5.
klien).
13. Pohon Masalah
efek
cause
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
a Evaluasi
nsi
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran.
TUM : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
TUK 1: pasien dapat membina hubungan saling percaya.
: Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan klien menunjukan tanda-tanda percaya kepada
perawat: ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi.
: Bina hubungan saling percaya dengan cara menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, sapa
pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan
perawat dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
disukai pasien, buat kontrak yang jelas, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali
interaksi, tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya, berikan perhatian pada pasien dan
perhatikan kebutuhan dasar pasien, tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi pasien,
dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan pasien.
a Evaluasi
nsi
malam) atau sering dan kadang-kadang, situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
a Evaluasi
menimbulkan halusinasi.
Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan klien menyatakan perasaan dan responnya saat
nsi
a Evaluasi
nsi
mengendalikan halusinasinya
Identifikasi bersama pasien cara atau tindakan yang akan dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukan diri, dan lain-lain), diskusikan cara yang digunakan: jika cara yang
dilakukan pasien adaptif, maka berikan pujian, jika cara yang digunakan maladaptif, diskusikan
dengan pasien cara tersebut, diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol timbulnya
halusinasi: katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata, ( saya tidak mau dengar, lihat,
mencium, meraba dan mengecap pada saat halusinasi terjadi), menemui orang lain atau perawat,
teman ataupun anggota keluarga untuk menceritakan halusinasinya, membantu dan
melaksanakan jadwal kegiatan harian yang telah disusun, meminta keluarga, teman, perawat
menyapa pasien jika sedang berhalusinasi, bantu pasien memilih cara yang sudah dianjurkan dan
latih untuk mencobanya, beri kesempatan pada klien untuk melakukan cara yang dipilih dan
dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih jika berhasil berikan pujian, anjurkan
pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita stimulasi persepsi.
nsi
pertemuan dengan perawat, menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
: Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik), diskusikan dengan
keluarga (pada saat pertemuan keluarga, kunjungan rumah), pengertian halusinasi, tanda dan
gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan pasien dan keluarga
untuk memutus halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang bila
halusinasi di rumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, memantau obatobatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasinya), beri informasi waktu kontrol ke
Rumah Sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah.
: pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
a Evaluasi : Setelah 3x interaksi pasien menyebutkan: Manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat,
nsi
sa 2: Isolasi sosial.
pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
: pasien dapat membina hubungan saling percaya.
a Evaluasi : Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan pasien menunjukan tanda-tanda percaya terhadap
nsi
perawat: wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan
perasannya, bersedia mengungkapkan perasaannya.
: Bina hubungan saling percaya dengan cara menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, beri
salam setiap berinteraksi, perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan, tanyakan dan panggil nama yang disukai pasien, buat kontrak yang jelas, tunjukan
sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tanyakan perasaan pasien dan masalah yang
dihadapi klien, dengarkan dengan penuh perhatian ekpresi perasaan pasien.
a Evaluasi
nsi
dekat dengan pasien di rumah atau di ruang perawatan, apa yang membuat klien dekat dengan
orang tersebut, orang yang tidak dekat dengan pasien di rumah atau di ruang perawatan, apa
yang membuat pasien tidak dekat dengan orang tersebut, upaya yang sudah dilakukan agar dekat
dengan orang lain, diskusikan dengan pasien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
dengan orang lain, beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
TUK 3 :
a Evaluasi
nsi
: Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan klien menyebutkan minimal satu penyebab
pasien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik diri
nsi
a Evaluasi
Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan pasien dapat menjelaskan perasaannya setelah
nsi
nsi
menarik diri, penyebab dan akibat menarik diri, dan cara merawat klien menarik diri.
Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku
menarik diri, diskusikan potensi keluarga untuk membantu pasien mengatasi perilaku menarik
dirinya, jelaskan pada keluarga tentang: pengertian menarik diri, tanda dan gejala menarik diri,
penyebab dan akibat menarik diri, cara merawat pasien menarik diri, latih keluarga cara merawat
klien menarik diri, tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatih, beri motivasi
keluarga agar membantu klien untuk bersosialisasi, beri pujian kepada keluarga atas
nsi
kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat.
: Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian bila tidak minum obat, nama, warna,
dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat, pantau klien saat penggunaan obat,
beri pujian bila klien menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dengan dokter, anjurkan klien untuk konsultasi pada dokter atau perawat jika
terjadi halusinasi yang tidak diinginkan.
nsi
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi.
: Bina hubungan saling percaya dengan cara menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, sapa
klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan perawat
dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai pasien,
buat kontrak yang jelas, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukan
sikap empati dan menerima apa adanya, berikan perhatian pada pasien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien.
TUK 2: pasien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki.
a Evaluasi
nsi
: Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan pasien menyebutkan: aspek positif dan
kemampuan yang dimiliki, aspek positif keluarga, aspek positif lingkungan klien.
: Diskusikan dengan pasien tentang: aspek positif yang dimiliki, pasien, keluarga, lingkungan,
kemampuan yang dimiliki klien. Bersama pasien buat daftar tentang: aspek positif yang dimiliki,
pasien, keluarga, lingkungan, kemampuan yang dimiliki pasien, beri pujian yang realistis,
hindarkan memberi penilaian negatif.
nsi
dilaksanakan.
Diskusikan dengan pasien kemampuan yang dapat dilaksanakan, diskusikan kemampuan yang
nsi
Anjurkan pasien untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan, pantau kegiatan yang
dilaksanakan pasien, beri pujian atas usaha yang dilakukan pasien, diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
nsi
dalam keluarga.
: Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat pasien dengan harga diri rendah,
bantu keluarga memberikan dukungan selama pasien dirawat, bantu keluarga menyiapkan
lingkungan di rumah.
osa 4: Defisit perawatan diri :berhias. berpakaian
pasien dapat mandiri dalam perawatan diri.
: pasien dapat membina hubungan saling percaya
a Evaluasi : Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan pasien menunjukan tanda-tanda percaya kepada
nsi
perawat: wajah cerah, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berkenalan, menerima
kehadiran perawat, bersedia menceritakan perasaannya.
: Bina hubungan saling percaya dengan cara menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, sapa
klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan perawat
dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai pasien,
buat kontrak yang jelas, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukan
sikap empati dan menerima apa adanya, penuhi kebutuhan dasar klien.
nsi
manfaat menjaga perawatan diri, tanda-tanda bersih dan rapi, gangguan yang dialami jika
:
a Evaluasi
: Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan klien menyebutkan frekuensi menjaga perawatan
diri: frekuensi mandi, frekuensi gosok gigi, frekuensi keramas, frekuensi ganti pakaian, frekuensi
berhias dan frekuensi gunting kuku, menjelaskan cara perawatan diri: cara mandi, cara gosok
nsi
gigi, cara keramas, cara ganti pakaian, cara berhias dan cara gunting kuku.
Diskusikan frekuensi menjaga perawatan diri selama ini: mandi, gosok gigi, keramas, ganti
pakaian, berhias dan gunting kuku, diskusikan cara praktek perawatan diri yang baik dan benar:
mandi, gosok gigi, keramas, ganti pakaian, berhias dan gunting kuku, beri pujian untuk setiap
respon pasien yang positif.
ensi
dibantu oleh perawat: mandi, gosok gigi, keramas, ganti pakaian, berhias dan gunting kuku.
: Bantu pasien saat perawatan diri: mandi, gosok gigi, keramas, ganti pakaian, berhias dan gunting
kuku, beri pujian setelah pasien selesai melaksanakan perawatan diri.
nsi
berhias dan gunting kuku, beri pujian saat klien melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
TUK 6: pasien mendapatkan dukungan keluarga untuk meningkatkan perawatan diri.
a Evaluasi
nsi
: Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan keluarga menjelaskan cara-cara membantu pasien
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya, keluarga menyiapkan sarana perawatan diri pasien
klien: sabun mandi, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, handuk, pakaian bersih, sandal, dan alat
berhias, keluarga mempraktekan perawatan pada klien.
: Diskusikan dengan keluarga: penyebab klien tidak melaksanakan perawatan diri, tindakan yang
telah dilakukan klien selama di Rumah Sakit dalam menjaga perawatan diri dan kemajuan yang
telah dialami pasien, dukungan yang bisa diberikan oleh keluarga untuk meningkatkan
kemampuan klien dalam perawatan pasien, diskusikan dengan keluarga tentang: sarana yang di
perlukan untuk menjaga perawatan diri pasien, anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana
tersebut, diskusikan dengan keluarga hal-hal yang perlu dilakukan keluarga dalam perawatan
diri: anjurkan keluarga untuk mempraktekkan paerawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas, ganti
pakaian, berhias dan gunting kuku), ingatkan pasien waktu mandi, gosok gigi, keramas, ganti
pakaian, berhias dan gunting kuku, bantu pasien klien jika mengalami hambatan dalam
perawatan diri, berikan pujian atas keberhasilan klien.
nsi
percaya kepada perawat: ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata,
:
nsi
a Evaluasi
: Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan pasien menceritakan tanda-tanda saat terjadi
perilaku kekerasan, tanda fisik: mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang. Tanda-tanda
emosional: perasaan marah, jengkel, bicara kasar. Tanda sosial: bermusuhan yang dialami saat
nsi
TUK 4:
a Evaluasi
nsi
a Evaluasi
nsi
: Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan pasien menjelaskan akibat tindak kekerasan
yang dilakukannya, diri sendiri: luka, dijauhi teman,orang lain atau keluarga: luka, tersinggung,
ketakutan, lingkungan: barang atau benda rusak.
: Diskusikan dengan pasien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada: diri sendiri,
orang lain atau keluarga, lingkungan.
nsi
mengungkapkan marah.
Diskusikan dengan pasien: apakah pasien mau mempelajari cara baru mengunkapkan marah
yang sehat, jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku
kekerasan yang diketahui klien, jelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah: cara fisik:
nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga, verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang
kesal kepada orang lain, sosial: latihan asertif dengan orang lain, spiritual: sembahyang atau
doa, zikir, meditasi, sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing.
nsi
kekerasan: fisik: tarik nafas dalam, memukul bantal atau kasur, verbal: mengungkapkan perasaan
kesal atau jengkel pada orang lain tanpa menyakiti, spiritual: zikir, doa, meditasi sesuai
agamanya.
: Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan pasien memilih cara yang mungkin untuk
mengungkapkan kemarahan, latih pasien memperagakan cara yang dipilih: peragakan cara
melaksanakan yang dipilih, jelaskan manfaat cara tersebut, anjurkan klien menirukan peragaan
yang sudah dilakukan, beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna,
anjurkan pasien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah atau jengkel.
a Evaluasi
nsi
Setelah 1x interaksi selama 10 menit diharapkan keluarga: menjelaskan cara merawat klien
nsi
kerugian tidak minum obat, nama, bentuk dan warna, dosis yang diberikan padanya, waktu
pemakian, cara pemakaian dan efek yang dirasakan.
: Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat,
jelaskan kepada pasien: jenis obat (nama, warna dan bentuk obat), dosis yang tepat untuk pasien,
waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan dirasakan pasien, anjurkan pasien: minta dan
menggunakan obat tepat waktu, lapor ke perawat atau dokter jika mengalami efek yang tidak
biasa, beri pujian terhadap kedisiplinan pasien menggunakan obat.
D. Implementasi dan Evaluasi
Implementasi
Hari/ tanggal/ pukul
Pertemuan
: Ke 1, SP 1 Halusinasi.
Evaluasi
g) Subyektif:
mengatakan betawi asli, pasien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak ada
wujudnya, pasien mengatakan suara-suara tersebut datangnya subuh sore dan malam, pasien
mengatakan suara tersebut adalah suara wanita dan laki-laki yang menyuruhnya duduk dan diam,
Pasien mengatakan takut bila suara itu muncul. Pasien mengatakan lama suara itu muncul 3-5
menit.
Pasien mengatakan ketika suara itu muncul, bersembunyi dikamar. Pasien mengatakan suara itu
sering terdengar ketika sedang tidur (terbagun), bangun tidur dan ketika dia sedang sendiri,
Obyektif:
pasien menyebutkan nama, usia dan asal daerah, pasien sering menoleh ke kanan atau ke kiri
saat interaksi, pasien menyebutkan suara yang sering mengganggu yaitu isi, waktu, frekuensi,
situasi pencetus, dan perasaan pasien saat mendengar suara-suara takut dan bersembunyi
dikamar.
Analisa:
Bina hubungan saling percaya terjalin, pasien mampu mengenal halusinasinya, isi, frekuensi,
waktu, pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik cara pertama yaitu tutup
telinga dan bilng pergi-pergi kamu suara palsu. Pasien mampu menyusun jadwal kegiatan harian.
Planing:
Implementasi
Subyektif:
Pertemuan
: Ke 2 SP 2 Halusinasi
Evaluasi
pasien mengatakan masih ingat cara topik obrolan sebelumnya tentang menghardik, cara
menghardik dengan tutup telinga dan mengusir suara-suara tersebut: Pergi...Pergi...Saya tidak
mau mendengar suara kamu, Pasien mengatakan cara mengontrol suara-suara ada 4 :
menghardik, ngobrol dengan teman atau perawat, melakukan kegiatan seperti saat dirumah.
Pasien mengatakan perasaannya biasa saja setelah diajarkan cara bercakap-cakap.
Obyektif:
pasien terlihat tenang saat interaksi, pasien terlihat memperagakan cara menghardik dengan tutup
telinga, mengobrol dengan perawat. Pasien kooperatif ketika diajarkan cra mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap.
Analisa:
Pasien mampu memperagakan cara menghardik dengan cara ngobrol-ngobrol dengan teman
sesuai jadwal.
Planing:
PP: lanjutkan SP 3 halusinasi pendengaran : melakukan aktifitas yang biasa dilakukan saat
dirumah.
Evaluasi SP 1, SP 2:
Ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan seperti yang dilakukan
saat dirumh: nyapu, ngepel. Dan masukan kejadwal kegiatan harian pasien.
PK: latih pasien ngontrol halusiansi dengan cara menghardik dengan cara menutup telinga, latih
pasien bercakap-cakap sesuai jadwal., latih pasien untuk memasukkan ke dalam jadwal setelah
melakukan kegiatan.
Implementasi
Hari/tanggal/pukul
Pertemuan
: Ke 3, SP 3 Halusinasi
Evaluasi
Subyektif : Pasien mengatakan masih ingat topik yang diajarkan yaitu cara menghardik dengan tutup telinga
dan mengusir suara-suara tersebut: Pergi...Pergi...Saya tidak mau mendengar suara kamu, cara
kedua yaitu bercakap-cakap/ ngobrol dengan teman atau perawat, pasien mengatakan aktivitas
yang biasa dilakukan adalah membersihkan meja makan dan meja menyapu ruangan, pasien
mengatakan kegiatan tersebut dilakukan kadang-kadang, pasien mengatakan aktivitas tersebut
(membersihkan meja makan dan menyapu ruangan) yang akan dilatih, klien mengatakan senang
jadwal kegiatan bertambah
Obyektif:
Analisa:
Pasien mampu memperagakan SP 1 (cara menghardik dengan tutup telinga), klien mampu
memperagakan SP 2: berbicara/ bercakap-cakap dengan teman atau perawat. Pasien mampu
melakukan kegiatan seperti: mengelap meja sehabis makan.
Planing:
Implementasi
Subyektif:
Pertemuan
: Ke 4, SP 4 Halusinasi
Evaluasi
Pasien mengatakan masih ingat kegiatan yang lalu( menghardik, cara bercakap-cakap dan
memilih beraktivtas), pasien mengatakan minum obat sangat penting untuk kesembuhannya,
pasien mengatakan susah sembuhnya jika tidak minum obat, pasien mengatakan mendapatkan
obat dari perawat, pasien mengatakan pasien mengatakan sudah minum obat THP 1x2 mg,
seroquel 2x 300 mg. pasien mengatakan kegunaan obat THP untuk menghilngkan otot-otot yang
kaku, seroquel untuk menghilangkan suara-suara. Kerugian kedua obat yaitu: mual, muntah,
bagian tubuh bergerak sendiri, pasien mengatakan sudah bisa minum obat.
Obyektif: pasien memperagakan cara menghardik, bercakap-cakap, dan menyebutkan aktivitas yang telah
dipilih, pasien menyebutkan pentingnya minum obat, pasien menyebutkan akibat jika putus obat,
Analisa:
pasien mampu menyebutkan pentingnya minum obat, akibat putus obat, prinsip 5 benar obat.
Planing:
PP: lanjutkan SP 4 gangguan halusinasi pendengaran.
Evaluasi SP 1, SP 2, SP 3
PK: Latih pasien meminta obat secara mandiri pada waktu yang seharusnya, lakukan cara
menghardik, bercakap-cakap, aktivitas yang telah dipilih, dan mengingat prinsip 5 benar obat,
anjurkan pasien untuk selalu memasukkan ke dalam jadwal sesaat setelah berlatih.
Implementasi
Subyektif:
Pertemuan
: Ke 4, SP 4 Halusinasi
Evaluasi
Pasien mengatakan masih ingat kegiatan yang lalu( menghardik, cara bercakap-cakap dan
memilih beraktivtas), pasien mengatakan minum obat sangat penting untuk kesembuhannya,
pasien mengatakan susah sembuhnya jika tidak minum obat, pasien mengatakan mendapatkan
obat dari perawat, pasien mengatakan prinsip 5 benar: benar obat, benar dosis, benar cara, benar
orang dan benar waktu, klien mengatakan sudah biasa minum obat, pasien mengatakan akan
selalu minum obat untuk kesembuhannya, pasien mengatakan sudah bisa minum obat.
Obyektif: pasien memperagakan cara menghardik, bercakap-cakap, dan menyebutkan aktivitas yang telah
dipilih, klien menyebutkan pentingnya minum obat, pasien menyebutkan akibat jika putus obat,
klien menyebutkan prinsip 5 benar obat.
Analisa:
pasien mampu menyebutkan pentingnya minum obat, akibat putus obat, prinsip 5 benar obat.
Planing:
PP: SP 4 gangguan halusinasi pendengaran tercapai, observasi jadwal.
Evaluasi SP 1, SP 2, SP 3
PK: Lakukan untuk meminta obat secara mandiri pada waktu yang seharusnya, lakukan cara
menghardik, bercakap-cakap, aktivitas yang telah dipilih, dan mengingat prinsip 5 benar obat,
lakukan untuk selalu memasukkan ke dalam jadwal sesaat setelah berlatih.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada Bab ini penulis akan membandingkan antara teori yang ditulis dengan kenyataan yang
penulis temukan selama pengamatan kasus, yang meliputi kesamaan dan kesenjangan antara
faktor pendukung dan penghambat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien Ny. N
dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran di Ruang Berry Rumah Sakit
Duren Sawit Jakarta yang dilakukan sejak tanggal 24 sampai dengan 26 Juni 2013.
A. Pengkajian
72
Pengkajian merupakan dasar utama dan awal dari proses keperawatan bertujuan untuk
memperoleh informasi atau data sehingga masalah keperawatan pada pasien dapat dirumuskan
secara akurat. Dalam tinjauan teoritis dikatakan bahwa faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran meliputi factor perkembangan,
faktor sosiokultural, faktor biokimia, faktor psikologis, faktor genetik. Kasus Ny. N faktor
predisposisi yang menyebabkan gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran adalah
faktor genetik dan faktor psikologis, dimana faktor genetik dan psikologis sangat berkaitan yaitu:
dimana hubungan interpersonal yang tidak harmonis antara klien dengan suami sehingga klien
korban penganiayaan fisik yaitu ditampar dan cekik klien hanya diam, klien pernah sakit hati
ditinggal pacar tanpa alasan, faktor genetik yaitu gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum
diketahui, tapi studi menunjukan bahwa keluarga menujukan hubungan yang sangat berpegaruh
dengan penyakit ini karena ada anggota keluarga klien yang pernah dirawat di Rumah Sakit
Khusus Daerah Duren Sawit 3 tahun yang lalu yaitu : kakak kandungnya karena bicara sendiri,
tertawa sendiri, menanggis dan terkadang telanjang dijalanan. Untuk faktor predisposisi Terdapat
kesamaan antara teori dan kasus tentang etiologi.
Faktor presipitasi yaitu stimulus dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman.
Manifestasi klinis pada teori tentang gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
meliputi: klien seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat berkisar dari
suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai klien, klien mendengar orangorang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintah untuk
melakukan sesuatu dan kadang - kadang melakukan yang berbahaya, sedangkan manifestasi
klinis yang ditemukan pada kasus Ny. N secara umum memiliki kesesuaian antara terori dan
kasus yang ditemukan yaitu ada stimulus yang tidak terlihat yaitu menyuruh klien diam dan
duduk, adapun mekanisme koping dan sumber koping pada teori tidak mengalami kesenjangan
atau sesuai dengan kasus yaitu jika klien mendapatkan masalah klien lebih memilih untuk
menyendiri.
Untuk penatalaksanaan medis yang terdapat pada teori tidak mengalami kesenjangan atau sesuai
dengan kasus yaitu Trihexipendil (THP) diberikan 2 mg per hari, dan seroquel 300 per hari
adapun prinsip keperawatan yang terdapat pada teori sama seperti penatalaksanaan medis yaitu
tidak mengalami kesenjangan atau sesuai dengan kasus: kontak sering, tidak membenarkan atau
menyalahkan halusinasi klien.
Pohon masalah pada teori dan kasus terdapat adanya kesenjangan yang mana pada teori terdapat
empat masalah keperawatan yaitu: gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, resiko
perilaku kekerasan, isolasi sosial dan gangguan konsep diri: harga diri rendah. Sedangkan pada
Ny. N ditemukan adanya lima diagnosa keperawatan yaitu: gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran, resiko perilaku kekerasan, isolasi sosial, gangguan konsep diri: harga diri rendah,
defisit perawatan diri. Dari lima masalah di kasus terdapat empat masalah yang sama dengan
teori, karena pada kasus pohon masalah dikembangkan berdasarkan data-data yang dialami klien.
Faktor pendukung yang didapatkan penulis selama melakukan pengkajian adalah klien cukup
kooperatif dan hubungan saling percaya antara perawat dengan klien terbina dengan baik.
Faktor penghambat : penulis tidak dapat melakukan pengkajian dengan maksimal karena
keluarga klien atau suami klien pada saat pengkajian belum ada yang menjenguk. Sedangkan
solusi yang dilakukan penulis saat ini adalah validasi kepada perawat ruangan dan melihat buku
status klien.
B.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tinjauan teori pada Bab II diagnosa keperawatan yang terdapat pada klien dengan
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran ditemukan empat masalah keperawatan yaitu:
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, resiko perilaku kekerasan, isolasi sosial dan
gangguan konsep diri: harga diri rendah. Sedangkan pada Ny.N ditemukan ada lima diagnosa
keperawatan yaitu: gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, resiko perilaku
kekerasan, isolasi sosial, gangguan konsep diri: harga diri rendah, dan defisit perawatan diri.
Terdapat satu diagnosa yang mengalami kesenjangan yaitu: defisit perawatan diri: berhias,
berpakaian. Munculnya diagnosa ini karena ditemukan data pada Ny. N dimana klien
mengatakan mandi 2x per hari, (kusut), klien mengatakan kakinya kotor malas disikat, dan
ditunjang pula oleh data objektifnya: badan klien tercium bau tidak sedap, berpakaian tidak rapi
(kusut), kuku terlihat kotor. Klien mengatakan ketika ada masalah lebih baik memendamnya
sendiri (menyendiri) dengan alasan malu menceritakan masalahnya kepada orang lain.
Faktor pendukung dalam merencanakan tindakan keperawatan yaitu tersedianya buku/ literatur
panduan perencanaan keperawatan, klien kooperatif sehingga dapat diajak kerja sama, tidak
ditemukan adanya faktor penghambat dalam menyusun perencanaan keperawatan.
D. Implementasi
Berdasarkan tinjauan teori pada Bab. II, pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan
berdasarkan Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing masalah utama. Pada
masalah gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, terdapat 2 jenis SP, yaitu SP Klien
dan SP Keluarga.
SP klien terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi halusinasi
(jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, respon), mengajarkan cara menghardik, memasukan cara
menghardik ke dalam jadwal; SP 2 (mengevaluasi SP 1, mengajarkan cara bercakap-cakap ketika
halusinasi muncul, memasukan ke dalam jadwal); SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan 2, menganjurkan
untuk melakukan kegiatan untuk menghindari halusinasi muncul, memasukan ke dalam jadwal);
SP 4 (mengevaluasi SP 1, 2, dan 3, mengajarkan tentang minum obat, memasukan ke dalam
jadwal).
mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan keperawatan karena perilaku klien yang
kooperatif.
Untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini penulis terlebih dahulu membina hubungan saling
percaya dengan cara memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan kehadiran penulis,
menyepakati kontrak waktu dan menepati janji dan mulai berkomunikasi pada tanggal 24 Juni
2013, implementasi diagnosa satu yaitu menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus,dan
perasaan saat timbulnya halusinasi, dalam melakukan tindakan tersebut penulis tidak mengalami
hambatan karena klien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan
saat timbulnya halusinasi, sedangkan tindakan selanjutnya yaitu mengajarkan cara menghardik,
dalam tindakan ini pun penulis tidak menemukan hambatan dan secara keseluruhan dalam
melakukan tindakan yang dimulai dari SP 1 sampai SP 4 penulis tidak menemukan hambatan,
karena klien kooperatif dan mampu mengingat dan memperagakan: cara menghardik dengan
tutup telinga, berbicara/ bercakap-cakap dengan teman atau perawat, aktivitas yang telah dipilih
dan menyebutkan pentingnya minum obat, untuk SP keluarga penulis menemukan hambatan
yaitu penulis tidak dapat bertemu dengan keluarga klien, karena kelurga klien tidak menjeguk
klien. Sedangkan untuk diagnosa dua sampai lima penulis hanya sampai perencanaan (tidak
melakukan implementasi dan evaluasi) karena keterbatasan waktu yang ditentukan yaitu hanya 3
hari.
E.
Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari keperawatan yang bertujuan menilai hasil dari keseluruhan
tindakan keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran adalah: tidak terjadi perilaku kekerasan, klien dapat membina hubungan saling
percaya, klien dapat mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasinya, klien
mendapatkan dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya, klien dapat
menggunakan obat dengan baik dan benar.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada Ny. N diagnosa utama yaitu: gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran yang dilakukan selama tiga hari klien mampu menyebutkan
tahap-tahap dimulai dari SP 1 yaitu klien mampu mengenal halusinasinya dan klien mampu
memperagakan cara menghardik, SP 2 klien mampu memperagakan berbicara/bercakap-cakap
dengan teman atau perawat, SP 3 klien mampu memilih kegiatan atau aktivitas yang akan
dilakukan, klien mampu memperagakan aktivitas yang telah dipilih dan SP 4 yaitu: klien mampu
menyebutkan pentingnya minum obat, akibat putus obat, prinsip 5 benar obat, secara
keseluruhan SP untuk pasien yang ada di diagnosa utama tercapai dan SP untuk keluarga tidak
dapat dilakukan karena yaitu penulis tidak dapat bertemu dengan keluarga klien, karena klien
tidak mendatangi klien.
BAB V
PENUTUP
Setelah penulis mengutarakan permasalahan yang didapat pada pasien dengan gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran, penulis telah melakukan asuhan keperawatan pada pasien Ny.
N di Ruang Berry Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta, maka penulis membuat kesimpulan dan
saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Pada tahap pengkajian yang menjadi etiologi pada pasien Ny. N adalah gangguan sesori persepsi:
halusinasi pendengaran, faktor predisposisi adalah psikologis dan genetik, untuk faktor
presipitasi adalah stimulus dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman, pemicu gejala dan
manifestasi klinis yaitu ada stimulus yang tidak terlihat yang selalu menyuruh pasien duduk dan
diam. Mekanisme koping dan sumber koping yang digunakan oleh klien adalah memecahkan
masalah dengan memendamnya sendiri (menyendiri).
Tahap perumusan diagnosa, dalam teori ditemukan empat diagnosa keperawatan yaitu gangguan
sensori persepsi: halusinasi pendengaran, resiko perilaku kekerasan, isolasi sosial dan gangguan
konsep diri: harga diri rendah. Sedangkan pada Ny. N ditemukan adanya enam diagnosa
keperawatan yaitu: gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, isolasi sosial, gangguan
konsep diri: harga diri rendah, resiko perilaku kekerasan. dan terdapat diagnosa keperawatan
yang tidak sesuai dengan teori akan tetapi penulis menemukan data yang menunjang, diagnosa
tersebut yaitu: defisit perawatan diri: berhias, berpakaian
Perencanaan yang dilakukan pada Ny. N dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran ditujukan untuk membina hubungan saling percaya, mengenal dan mengontrol
halusinasinya, dan dapat memanfaatkan obat dengan benar.
Di tahap implementasi penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan tindakan
keperawatan yang telah disusun, adapun tindakan yang telah dilakukan adalah SP 1-SP 4 klien
yaitu: mengenal dan mengontrol halusinasi, berbicara/bercakap-cakap dengan orang lain saat
halusinasi muncul, melakukan aktivitas dan menganjurkan klien untuk minum obat secara
teratur.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada Ny. N diagnosa utama yaitu: gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran yang dilakukan selama tiga hari secara keseluruhan SP untuk
klien yang ada di diagnosa utama tercapai dan SP untuk keluarga tidak dapat dilakukan karena
yaitu penulis tidak dapat bertemu dengan keluarga klien.
B.
Saran
http://ktijiwa.blogspot.com/2013/07/bab-1-jiwa-gsp-haluinasi-pendengaran.html