Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ireversible dan jalan terbaik adalah menggunakan antisera poliklonal pada blotting
untuk meningkatkan antibodi yang bereaksi dengan epitop besar, tidak dirusak saat
denaturasi.
Spektrotipe antiserum dapat dilihat melalui soelectric-focussing, blotting, di susul
pengecatan dengan antigen yang diberi petanda.
Tes imunologik untuk deteksi antigen
Analit besar, seperti protein hormon, biasanya diukur dengan non-competitive two
site assay (=tes non kompetitif pada dua lokasi), baik pengikat ligan maupun reagen
berpetanda untuk deteksi adalah antibodi.
Dengan menggunakan antibodi terhadap 2 epitop berbeda analit tersebut, bila reaksi
silang antibodi pertama dan antibodi kedua adalah masing-masing 0,1, maka reaksi
silang yang dihasilkan adalah 0,1 x 0,1 = 1%
Untuk molekul kecil seperti obat atau hormon steroid two site binding assay tidak
praktis, tes kompetitif lebih tepat
Tes imunologik menggunakan microspot ganda
Bila jumlah antibodi dalam microspot sangat kecil, fractional occupancy tidak
tergantung pada jumlah antibodi dan vulume analit (the ambient analite principle).
Sensitivitas dapat dibandingkan dengan tes imunologik yang terbaik dan dengan cara
miniaturisasi, kesatuan microspot yang menangkap antibodi dari berbagai spesifisitas
dapat ditempatkan pada chip sehingga membuka kemungkinan untuk melakukan
penapisan berbagai analit dalam 1 macam tes dan identifikasi tiap analit dapat
ditentukan dengan melihat hubungan dalam jaring kesatuan tersebut.
Pemetaan Epitop
1. Epitop sel T
Epitop sel T merupakan peptide linear dan diketahui urutan protein primer
Dengan menggunakan multipin solid phase synthesis (=sintesa fase padat jarum
multipel), sekumpulan peptida yang saling tumpang tindih, 9 mer untuk sel T
sitotoksik dan umumnya 12 mer untuk T-helper dapat dihasilkan dan
kemampuannya untuk bereaksi dengan antigen sel T spesifik, T-cell line dan klon
memungkinkan karakterisasi epitop aktif.
Menentukan berbagai epitop sel T dengan antigen yang tidak diketahui
karakterisasi,sulit dilaksanan. Diharapkan dapat digunakan sel T untuk melakukan
penapisan kepustakaan DNA yang dibuat terhadap antigen tertentu.
2. Epitop sel B
Kebanyakan epitop yang dikenal antibodi tidak berkesinambungan. Susunan kecil
yang linear umunya merupakan epitop yang tidak berkesinambungan maka
pendekatan melalui peptida tumpang tindih lebih mungkin.
Pendekatan potensial untuk mengatasi maslah ini ialah meniru residu mengandung
epitop (disebut geysen; mimotop) melalui produksi dari pustaka bakteriofaga yang
mengandung semua heksapeptida yang ada, didapatkan dengan melakukan ligasi
sisipan oligonukleotida yang degeneratif (menyandi heksapeptida) terhadap protein
yang melapisi bakteriofaga dalam vektor. Ekspesi E. Coli dapat menghasilkan sampai
109 klon.
Keistimewaan sistem ini adalah bakteriofaga yang mengekspesikan heksapeptida
pada lapisan luar protein, juga mengandung sesuatu yang menyandi heksapeptida
pada genomnya.
Seleksi yang terjadi berurutan yaitu faga bereaksi dengan antibodi monoklonal yang
terikat dengan biotin dan kemudian diikatkan pada lempeng streptavudin,
memisahkan peptida yang menyerupai epitop yang dikenal monoklonal diatas,
penyusunan nukleotida memungkinkan ditentukannya struktur peptida
DETEKSI KOMPLEKS IMUN
Banyak teknik yang dapat dipakai untuk deteksi kompleks yag beredar, kemampuan
mengikat komplemen dan kelas Ig, sebaiknya menggunakan lebih dari 1 cara :
1. Presipitasi kompleks IgG serum pada konsentrasi polietilenglikol yang tidak
mengendapkan jumlah IgG monometer yang berarti, diikuti dengan penghitungan IgG
dalam presipitat dengan SRID atau nefelometri laser
2. Ikatan kompleks yang mengandung C3b pada manik-manik yang dilapisi conglutinin
sapi dan pengukuran Ig yang terikat anti Ig yang dilabel dengan enzim.
Cara lain :
a. Pengukuran 125I-Cl q pada kompleks dengan cara ko-presipitasi dengan polietilenglikol
b. Inhibisi agregasi partikel yang dilapisi IgG adalah kompleks faktor rhematoid
c. Deteksi kompleks dalam serum yang mampu berikatan dengan C3b reseptor (lebih
jarang dengan Fc) pada Raji cell line dengan anti-Ig yang diberi petanda radioaktif.
Serum pasien dengan penyakit kompleks imun sering membentuk kriopresipitat bila
dibiarkan pada suhu 4oC
Kompleks
yang
terikat
pada
jaringan
dapat
dilihat
dengan
pengecatan
DEPLESI SEL
ISOLASI SEL
IMUNOSUPRESI
IMUNISASI PASIF
PENGGOLONGAN DARAH
DIAGNOSIS KANKER
PENCITRAAN (MAGING)
PEMERIKSAAN IMUNOLOGIK
PEMURNIAN ANTIGEN
MUTAN MONOKLONAL
Abzymes
Antibodi monoklonal terhadap suatu bentuk stabil transisi suatu reaksi tertentu dapat
berfungsi sebagai enzimndalam proses katalisasi reaksi
Baru-baru ini ditunjukan terjadinya pemisahan peptida spesifik oleh antibodi yang
mengandung cofaktor kompleks metal, meningkatkan kecepatan reaksi cognoscenti.
Reaksi ini merupakan reaksi yang sulit dan penih energi
Autoabzyme (sic) yang mengkatalisa pemisahan peptida vasoaktif intestinal
(mediator saraf dari non adrenergik, relaksasi non kolinergik dari otot polos saluran
napas) ditemukan dalam IgG 16% penderita asma dewasa dan orang sehat yang
berolahraga berat.
Autoantibodi pada orang non asmatik terikat pada inhibitor kecil dan mempunyai
afinitas yang rendah , namun masih merupakan pertanyaan apanyang masih
tersembunyi dalam kabut peredaran darah manusia.
Antibodi monoklonal manusia
Antibodi monoklonal tikus yang disuntikan ke manusia untuk tujuan pengobatan
adalah imunogenik dan antibodi manusia terhadap tikus (human anti-mouse antibodi
= HAMA) merupakan gangguan sehingga mempercepat hilangnya antibodi
monoklonal dalam darah dan memungkinkan terjadinya hipersensitivitas
Penyingkiran bagian xenogenik (asing) antibodi monoklonal menggantinya dengan
Ig manusia adalah dengan menggunakan teknologi DNA.
Konstruksi domain chimeric Vh dan Vl tikus dipotong menjadi Ch dan Cl pada gen
manusia, menjadikan imunogenitas pada manusia berkurang. Meskipun terjadi
kecendrungan terbentuknya anti idiotip, namun dapat dihindarkan dengan
menggunakan antibodi chimeric yang membawa idiotip yang berbeda yang
diinjeksikan kemudian
Cara terpilih ini telah menghasilkan enam CDR lekosit anti manusia dari tikus yang
disebut Campath-1 yang dicangkokkan pada Ig manusia tanpa kehilangan
spesifitasnya.
Keterbatasan lain adalah sel B darah tepi, reaksi primer dari limfosist darah perifer
dapat dibuat in vitro dengan ditambahkannya metil-O-ester leucine ke dalam biakan,
untuk menyingkirkan monosit, sel NK dan sel-T sitotoksik; dengan demikian dapat
diharapkan pendekatan ini dapat menghasilkan sel B dengan spesifitas yang luas
daripada hibridoma manusia.
Rekayasa antibodi
Cara lain untuk produksi monoklonal manusia, pendekatan biologi molekuler,,
intinya adalah mRNA dari sel B manusia yang telah dirangsang diubah menjadi
cDNA dan gen antibodi atau fargmennya dilipatgandakan dengan PCR (Polymerase
chain reaction).
Combinatorial library yang terdiri ats pasangan acak gen rantai berat dan ringan
menandai repertoire antibodi (atau fargmen) yang besar, tercermin sebagai fusi
protein dengan lapisan berbentuk filamen pIII pada permukaan bakterifaga.
Jumlah yang banyak dari faga yang dihasilkan infeksi E. coli dapat dilekatkan pada
antigen fase padat untuk pemilihan antibodi yang mempunyai afinitas tertinggi yang
melekat pada permukaan. Karena gen yang yang menyandi antibodi dengan afinitas
tinggi ini terdapat dalam fase terpilih, maka dapat segera diklon dan antibodi
didapatkan dalam jumlah berlebihan.
Gen Vh, Vk, dan V dapat diperbanyak dengan PCR dan secara acak dikombinasikan
untuk mendapatkan tantai tunggal Fv yang difusikan pada faga pIII.. Fragmen yang
larut dan terikat pada berbagai macam antigen bisa didapat.
Penghasilan antibodi spesifik mirip dengan afinitas yang dihasilkan reaksi in vivo
dalam arti bahwa antigen merupakan faktor penentu dalam pemilihan responden
dengan afinitas tertinggi.
PEMURNIAN
ANTIGEN
DAN
ANTIBODI
DENGAN
KROMATOGRAFI
AFINITAS
Antigen atau antibodi yang terikat melalui asam amino bebas pada partikel
Sepharose yang diaktifkan dengan sianogen-bromid. Antibodi yang tidak larut dapat
dipakai untuk menarik antigen yang merupakan bagian kompleks untuk dikeluarkan
dari larutan, dengan cara absorbsi pada permukaannya. Sisa yang tidak diperlukan
akan dicuci dan ligan yang diminati dilepaskan dengan merusak ikatan antigenantibodi dengan mengubah pH atau menambahkan ion chaotropic seperti thiosianat.
Antigen imunosorben dapat untuk menyerap antibodi dari campuran dan kemudian
dimurnikan dengan elusi. Daya merusak bahan untuk elusi dapat dihindarkan dengan
mengalirkan antiserum dalam kolom afinitas yang dibuat sedemikian rupa sehingga
ikatan dengan antibodi yang diminati lemah, dalam keadaan demikian, antibodi dapat
ditinggal dalam aliran dan tidak terikat kuat.
Bila campuran protein dipisahkan dengan iso electric focusing dalam pita-pita yang
terpisah, tiap pita dapat digunakan untuk memurnikan antibodi spesifik dengan cara
afinitas dari antiserum poliklonal. Pendekatan ini sangat bermanfaat bila persediaan
antigen sangat terbatas.
NETRALISASI AKTIVITAS BIOLOGIK
Deteksi antibodi
Reaksi biologik dapat dihambat dengan penambahan antibodi spesifik. Aglutinasi sel
darah merah pada interaksi virus influenza dengan reseptor pada permukaan sel
darah merah dapat dihambat dengan antibodi antivirus dan ini dipakai sebagai dasar
deteksi serologik.
Netralisasi dari pertumbuhan bakteriofaga dengan konjugat hapten memungkinkan
tes yang sangat sensitif untuk deteksi anti hapten anti bodi.
Tes untuk deteksi antibodi terhadap antigen Salmonella H yang ada pada flagella
tergantung pada kemampuannya untuk menghambat pergerakan bakteri in vitro.
Antibodi terhadap mikoplasma dapat terlihat melalui efek penghambatan terhadap
metabolisme organisme ini dalam biakan.