Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Demensia bukanlah suatu penyakit yang spesifik.
Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kumpulan gejala yang
bisa disebabkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi otak. Seorang penderita
demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan dalam
aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita demensia juga
kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa
mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan
berhalusinasi. Seseorang didiagnosa demensia bila dua atau lebih fungsi otak, seperti ingatan
dan keterampilan berbahasa menurun secara signifikan tanpa disertai penurunan kesadaran
(Turana, 2006).
Ugroho (2008) berpendapat bahwa demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang
sedemikian berat sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial.
Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau
daya ingat (pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer berkaitan
erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60% menyebabkan kepikunan atau demensia
dan diperkirakan akan meningkat terus. Demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya
tidak dikenal, Sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan
terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada
metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia senilis
(Nugroho, 2008).
Perjalanan penyakit demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin
parah, sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari. Terjadi penurunan dalam ingatan,
kemampuan untuk mengingat waktu dan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan
benda. Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat

dan dalam pemikiran abstrak (misalnya dalam pemakaian angka). Sering terjadi perubahan
kepribadian dan gangguan perilaku. Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang
baru saja terjadi tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan
emosi atau perubahan kepribadian lainnya.
Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara sehingga penderita menggunakan kata-kata
yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa
menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan dan pada akhirnya penderita tidak
dapat menjalankan fungsi sosialnya (Turana, 2006). Demensia ini terjadi oleh berbagai
penyebab seperti demensia idiopatik disebabkan karena gangguan degenerasi primer atau
metabolik serta penyakit kronis seperti: alzhaimer, stroke. Demensia vaskuler ialah sindrom
demensia yang disebabkan oleh disfungsi otak yang diakibatkan oleh penyakit
serebrovaskuler. Demensia sekunder memiliki kriteria disebabkan oleh penyakit yang
sebelumnya telah diderita serta penyebab-penyebab lain seperti nutrisi dan vitamin yang
diperoleh, infeksi, gangguan metabolik dan endokrin, lesi desak ruang, stress, gangguan
nutrisi, obat-obatan, gangguan oto-imun, intoksikasi, dan trauma (Nugroho, 2008).
Menurut laporan Access Economics (2006), pada tahun 2005 penderita demensia di kawasan
Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan diperkirakan menjelang tahun 2050 jumlah ini
akan meningkat menjadi 64,6 juta orang. Di Indonesia menurut laporan yang sama diketahui
prevalensi demensia pada tahun sebanyak 600.100 orang dan diperkirakan pada tahun 2020
prevalensi demensia sebanyak 1.016.800 orang. Prevalensi demensia di Indonesia pada tahun
2005 sebanyak 191.400 orang dan diperkirakan pada tahun 2020, diperkirakan sebanyak
314.100 orang akan mengalami demensia (Access Economics, 2006).
Penyakit demensia menyerang usia manula, bertambahnya usia maka makin besar peluang
menderita penyakit demensia. Peningkatan angka kejadian dan prevalensi kasus demensia
mengikuti meningkatnya usia seseorang setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi dari demensia
berlipat dua kali setiap kenaikan 5 tahun usia. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah
penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik. Perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang

terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu (Stanley, 2007).
Demensia seringkali luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak
semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala
demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu
waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya
ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar
belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan
sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium (Wati, 2012), Merawat pasien
dengan demensia sangat penting peranan dari perawat. Apakah ia anggota keluarga atau
tenaga yang diupah, ia harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang demensia dan
mau belajar terus untuk mendapatkan cara-cara efektif dalam mengasuh pasien.
Perawat perlu berdiskusi dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien sehingga
dapat dibuat suatu program pengobatan yang tepat. (Turana, 2006) Pemberian obat anti
demensia pada fase demensia dini akan lebih jelas manfaatnya dibandingkan demensia fase
berat. Karenanya semakin cepat didiagnosa adalah semakin baik hasil terapinya. Kadangkadang orang takut mengetahui kondisi yang sebenarnya, lalu menunda mencari pertolongan
dokter. Pemeriksaan kondisi mental dan evaluasi kognitif yang rutin (6 bulan).
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Demensiainya Dimensia
2. Etiologi Terjadinya Dimensia
3. Phatofisiologi terjadinya Dimensia
4. Tanda dan Gejala penyakit Demensia pada lansia
5. Komplikasi Dimensia
6. Penatalaksaan penyakit demensia
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi
aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan

perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive)
ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi
perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala
demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara
sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar
peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit
Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal
dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer.
Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak
tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer
mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses
berpikir. Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak
organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan
fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual.
Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif.1 Demensia merupakan kerusakan
progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran. Demensia adalah Sindrom
penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur
(Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir , daya orientasi , daya pemahaman ,
berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut ,
Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan
(detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom ini terjadi pada
penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau
sekunder mengenai otak.
B. Epidemiologi

Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang
hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi
demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85
tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh pasien yang menderita
demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering
dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe
Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun
prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun,
prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih
dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara
kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan factor predisposisi
bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari
seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia
antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15
persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5 persen
kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis
demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington dan
penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak
penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien
dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu.
C. Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah :
1. penyakit Alzheimer,
2. demensia vaskuler,
3. campuran antara keduanya.
Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy
(Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal,
demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau

sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan
penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan
metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau
defisiensi asam folat),atau sindrom demensia akibat depresi. dapat dilihat kemungkinan
penyebab demensia :
a) Demensia Degeneratif
1) Penyakit Alzheimer
2) Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick)
3) Penyakit Parkinson
4) Demensia Jisim Lewy
5) Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr)
6) Kelumphan supranuklear yang progresif
b) Lain-lain
1) Penyakit Huntington
2) Penyakit Wilson
3) Leukodistrofi metakromatik
4) Neuroakantosistosis
c) Kelainan Psikiatrik
1) Pseudodemensia pada depresi
2) Penurunan fungsi kognitif pada
3) skizofrenia lanjut
d) Fisiologis
Hidrosefalus tekanan normal
e) Kelainan Metabolik
1) Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12, folat)
2) Endokrinopati (e.g.,hipotiroidisme)
3) Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia)
f) Tumor
Tumor primer maupun metastase (misalnya meningioma atau tumor metastasis dari tumor
payudara atau tumor paru)
g) Trauma
Dementia pugilistica,, posttraumatic dementia, Subdural hematoma

h) Infeksi
1) Penyakit Prion (misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine spongiform encephalitis,
(Sindrom Gerstmann- Straussler)
2) Penyakit Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
3) Penyakit Sifilis
i) Kelainan jantung, vaskuler dan anoksia
1) Infark serebri (infark tunggak mauapun mulitpel atau infark lakunar)
2) Penyakit Binswanger (subcortical arteriosclerotic encephalopathy)
3) Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia)
j) Penyakit demielinisasi
Sklerosis multiple
k) Obat-obatan dan toksin
1) Alkohol
2) Logam berat
3) Radiasi
4) Pseudodemensia akibat
5) pengobatan (misalnya penggunaan antikolinergik)
6) SKarbon monoksida
D. Tanda dan Gejala penyakit Demensia pada lansia
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adannya perubahan kepribadian dan
tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita yang dimaksudkan dalam
tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia
tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada
umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu
barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu
adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orangorang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat
yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan
perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga
jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya
penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia
menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia
penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus
pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua
tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.
Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang
panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis
pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu,
pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu
dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan
tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku
pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota
keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral
symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi,
halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan
melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri,
melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C.,
Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa menjadi bagian
keseharian yang tidak bisa lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat
penderita demensia berada

c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan
kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkalikali
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi,
marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak
beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut
muncul.
e. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
E. Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Lansia penderita
demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan
oleh penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu
barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal
yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat
yang tinggal bersama mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang
semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu
lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga
jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya
penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia
menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia
penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus
pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji ddan mengenali
gejala demensia. Faktor Psikososial, Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat
dipengaruhi oleh faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum
sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien

dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih
sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat
memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang
mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia
mengalami gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya
akan menghilang.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan
untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible,
walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium
normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium
yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum,
kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi
pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar
EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan
difus dan kompleks periodik. Pemeriksaan cairan otak
4. Fungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang dengan
imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal,
hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki
3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang
berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe
awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai
penanda semakin meningkat.
6.

Pemeriksaan neuropsikologis

Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari /


fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan
neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama
pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa,
konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat
berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau
proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia.
7. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test yang
paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002
;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan. (TangWei,2003.
8. Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai saat ini,
penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi,
menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai
di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan
pada penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Penyandang
dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24 masih dianggap
normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk demensia. (Asosiasi
Alzheimer Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median skor MMSE
adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80 tahun, dan median skor
29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22
untuk yang berpendidikan 0-4 tahun.Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu
pemeriksaan umum pada demensia dan sering digunakan dan ini juga merupakan suatu
metode yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan. (Burns,2002).
Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori antara lain gangguan memori,
orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi,
perawatan diri. Nilai yang dapat pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat
penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai

0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai
2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat
demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003, Golomb,2001)

G. Komplikasi
1. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh : Ulkus Dekubitus, Infeksi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

saluran kencing, Pneumonia.


Thromboemboli, infark miokardium.
Kejang
Kontraktur sendi
Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan
kurang dan kesulitan menggunakan peralatan
Kehilangan kemampuan berinteraksi
Harapan hidup berkurang

H. Pencegahan & Perawatan Demensia


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah
menjaga

ketajaman

daya

ingat

dan

senantiasa

mengoptimalkan

fungsi

otak,

seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif
yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pemglakian
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan meliputi pengkajian identitas pasien, riwayat keperawatan
2. pemeriksaan fisik dan diagnostik test yang mendukung pengumpulan data
2.1.1 Identitas pasien
a. Nama
: Ny. U
b. Tempat dan tanggal lahir
: sarmut di: Bandung, 1941
c. Usia
: 82 Tahun
d. Pendidikan terakhir
: SD
e. Agama
: Islam
f. Suku, Bangsa ini dan status kesehatan masa lalu
g. Status Kesehatan Klien Saat Ini
h. Klien tidak mampu mengungkapkan status kesehatannya secara verbal, dari segi fisik
mengalami kyphosis dan saat ini klien mengalami kepikunan atau demensia.
i. Status Kesehatan Masa Lalu Klien
j. Saat ditanyakan, klien menyatakan sudah lupa atau tidak tahu.
2.1.3
Observasi dan Pemeriksaan Fisi
1. Hasil observasi dan pemeriksaan yang dilakukan pada Ny. U adalah:
a.
Keadaan umum
: Baik
b.
Tingkat kesadaran
:C
c.
Skala koma Glasgow
: 15 (E=6, M=4, V=5)
l) d.
Tanda-tanda vital
: T: 37c, P: 80 x/m, R: 17x/m,

BP: 120/80

mmHg
m) e.
TB dan BB
n) f.
Kulit

: 142 cm dan 34 kg
: Sawo matang, turgor,

hiperpigmentasi
o) g.
Kepala

: Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan,

p)
q)
r)
s)
t)
u)

tidak ada memar dan tidak ada lesi


h.
Rambut dan kuku
: rambut berminyak dan beruban, kuku bersih
i.
Mata
: Simetris, ada katarak dan konjunktiva normal.
j.
Telinga
: Simetris, tak tampak kotoran
k.
Hidung
: Simetris, tampak bersih
l.
Mulut dan gigi
: Jumlah gigi 2 buah, ada karies.
m.
Leher
: Tak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar

getah bening, dan tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis, simetris.
v) n.
Sistem Kardiovaskuler
: BP= 120/80 mmHg, P= 79 x/m, tidak nyeri tekan.
w) o.
Sistem Pernafasan
: Pernafasan normal, R= 18 x/m, bronkovesikular,
dan resonance.

x) p.

Sistem Gastrointestinal

: Tampak tumpukan lemak yang berlipat-lipat, tak ada

nyeri tekan, lambung= tympani, hati= dulness


y) q.
Anus dan genitalia
: Ada sedikit kotoran dan sedikit bau
z) r.
Sistem Perkemihan
: Tidak nyeri saat berkemih, frekuensi berkemih 5-7
x/hari
aa) s.
Sistem Muskuloskeletal
ab) t.
Sistem Endokrin

: Bentuk tulang belakang khiposis.


: Tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid dan

kelenjar getah bening.


ac) u.
Sistem Imun
: Menurun seiring dengan pertambahan usia.
ad)
ae) Riwayat Psikososial
af)
Klien tidak dapat menceritakan dengan jelas riwayat psikososialnya. Dari
informasi yang didapatkan oma Utik hanya di bawa oleh seorang wanita yang
menemukannya di jalan dan membawanya ke panti werdha, pada saat itu keadaan oma Utik
sudah mengalami demensia.
ag) Keterangan :
ah)
Klien terlihat bingung saat dilakukan pengkajian, dan jawaban yang
diberikan klien tidak cocok dengan pertanyaan yang diberikan karena klien sudah pikun
(demensia).
ai)
aj) Diagnostik Test
ak) Depresi Beck
al) Nama
am) Jenis kelamin
an) Tanggal lahir
ao) Tanggal tes
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

: Ny. U
: Perempuan
:: 11 February 2013
1

NILAI

15
16
17
18
19
20
21

JUMLAH TOTAL

2
3
8

ap)
aq)
ar) NORMAL BECK DEPRESSION INVENTORY
Nilai Total
Tingkatan Depresi
1 10
Naik turunnya perasaan ini tergolong wajar
11 16
Gangguan mood atau perasaan murung yang ringan
17 20
Garis batas murung yang ringan
21 30
Depresi sedang
31 40
Depresi parah
40 Ke atas
Depresi ekstrim
as)
at)
au) SPMSQ (Short Poertable Mental Status Queastionaire)
av) 1. Tanggal berapa hari ini?
= Salah ( tgl 20, )
aw) 2. Apa hari minggu itu?
= Tidak tahu
ax) 3. Apa nama tempat ini?
= Tidak tahu
ay) 4. Apakah nomor telepon anda?
= Tidak ada
az) 5. Apa nama alamat jalan anda?
= Tidak ingat
ba) 6. Berapa umur anda?
= Tidak ingat
bb) 7. Kapan anda lahir?
= Tidak ingat
bc) 8. Siapa Presiden Indonesia sekarang? = Tidak tahu
bd) 9. Siapa nama gadis ibu anda?
= Tidak tahu
be) 10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap mengurangi dari setiap nomor baru, semua jalan ke bawah.
bf) = Tidak tahu
bg) Jumlah Kesalahan = 10 Scoring : 0
bh)
bi) INDEKS KATZ
bj) 1.
Bathing
: Mandiri
bk) 2.
Dressing
: Mandiri
bl) 3.
Toileting
: Mandiri
bm) 4.
Transferring
: Mandiri
bn) 5.
Continence
: Mandiri
bo) 6.
Feeding
: Tergantung
bp) Indeks Katz = B ( mandiri untuk 5 aktivitas
bq)
br)
bs)

bt) 2.1.5 Data Analisis


bu)
Data analisis yang didapatkan setelah dilakukan pengkajian pada Ny. U seperti yang
tertulis pada tabel dibawah ini.
No
1

Tanggal
11-02-2013

Data

Problem

Etiology

Ds : siapa freestly (dalam bahasa

Perubahan

perubahan

sunda) ?

proses pikir

fisiologis

Do : : Klien tidak mampu mengingat

(degenerasi

nama perawat dengan terus

neuron

menanyakan nama perawat tiap kali

ireversibel)

bertemu, klien mampu menjawab


2

12-02-2013

pertanyaan pada saat pengkajian dan

Hambatan

menjawab secara berubah-ubah setiap

komunikasi

Perubahan

harinya, tidak mampu menjawab

verbal

persepsi

pertanyaan yang diberikan


Ds : -
Do : Klien tidak bisa mendengar, klien
tidak tahu hari dan tanggal saat ini,
susah mengingat orang, hanya
mengetahui bahasa sunda dan kurang
tahu bahasa indonesia
bv)
bw)
bx) 2.2 Diagnosa Keperawatan
by) Diagnosa keperawatan yang didapatkan setelah dilakukan pengkajian adalah
bz) 1. Perubahan proses pikir s/d perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel)
ca) 2. Hambatan komunikasi verbal s/d perubahan persepsi.

Vous aimerez peut-être aussi