Vous êtes sur la page 1sur 6

ACARA IV

(PENEPUNGAN)

A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara IV Penepungan adalah :
1. Mengetahui konstruksi dasar alat/mesin penepung, bagian-bagian utama
alat berikut fungsi masing-masing bagian utama.
2. Mengetahui cara-cara pengoperasian alat/mesin berikut cara pengaturan
alat sesuai yang dikehendaki/disyaratkan
3. Mengetahui penampilan teknis mesin, yang meliputi:
a. Kapasitas alat/mesin
b. Kwalitas produk (tepung)
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Alat penepung berfungsi untuk mengubah bentuk bahan dari
serpihan, pecahan kulit, atau gumpalan menjadi tepung (mash).
Penepungan juga bisa dilakukan secara manual dengan bantuan alat
penumbuk. Pada prinsipnya semua mesin penepungan bisa digunakan.
Namun penepungan limbah kako dan mete berbentuk serpihan atau limbah
kopi berupa pecahan kulit, diperlukan alat penepung yang telah
dimodifikasi
(Guntoro, 2008).
Cara-cara penepungan beras yang lazim digunakan meliputi
penggilingan kering, penggilingan basah, dan penggilingan semi kering.
Tipe penggiling atau penepung yang digunakan untuk penggilingan kering
berpengaruh terhadap distribusi ukuran partikel suhu yang keluar dari
penggiling dan dan sifat fungsional tepung hasil pengeringan kering.
Tepung yang semakin lembut mengalami kerusakan pati yang sangat besar
sehingga tidak cocok untuk pembuatan roti (Haryadi, 2008).
Mekanisme

kerja

hammer

mill

untuk

menggiling

atau

menghancurkan material ubi kayu terdiri dari tiga langkah kerja yaitu

material masuk ke dalam ruang penggiling melalui hopper karena


pengaruh gravitasi material yang masuk bertumbukan dengan sekumpulan
hammer yang mlekat pada palang mesin yang berputardengan kecepatan
tinggi di dalam ruang penepungan. Serta material yang telah hancur turun
kebawah karena gravitasi melewati saringan selanjutnya menuju saluran
pengeluaran. Billah hammer digerakkan oleh motor listrik yang
berkecepatan 2900 rpm (Kuncoro, 2010).
Uji Kinerja mesin penepungan dilakukan pada putaran poros mesin
penepung 7000 rpm. Kapasitas mesin penepung diukur berdasarkan bobot
keluaran tepung yang dihasilkan dan dihitung berdasarkan persamaan
matematis. Tepung yang dihasilkan oleh mesin ini kemudian dihitung
derajat putihnya dibandingkan dengan pengolahan tepung pisang dengan
menggunakan pengeringan sinar matahari dan penepungan berbahan baku
besi cor (Nasution, 2010).
Alat penepung dibutuhkan pada proses akhir pengolahan. Alat ini
berfungsi untuk mengubah bentuk bahan dari serpihan, pecahan kulit, atau
gumpalan menjadi tepung. Penepungan bisa juga dilakukan secara manual
dengan bantuan alat penumbuk. Namun, proses manual ini membutuhkan
waktu yang sangat lama. Pada prinsipnya semus mesin penepung bisa
digunakan seperti penepung kopi, penepung beras, atau penepung gaplek.
Namun untuk penepungan limbah kakao dan mete berbentk serpihan atau
limbah kopi berupa pecahan kulit, diperlukan alat penepung yang telah
dimodifikasi (Suprapti, 2004).
Pengaruh grinding kinerja media pada penepungan dan operasional
perilaku ditunjukkan di bawah kondisi yang dipilih berbeda. Berbagai
media grinding bahan dan ukuran manik-manik, bersama dengan dua
kecepatan ujung pengaduk yang berbeda,digunakan dalam proses
penepungan. Hal tersebut bertujuan untuk menghasilkan ukuran partikel
pengurangan (Weber, 2010).
Mekanisme utama pada penepungan adalah kompresi dan geser.
Efek lainnya terjadi, seperti pemotongan, menggergaji, robek dan abrasi,

tetapi mereka hanya kombinasi dari geser dan kompresi. Bahan akan
dihancurkan dalam hitungan acak ketika kompresi dan geser diterapkan
(Clarke, 2006).
Penepungan atau penghancuran umbi ketela parut yang telah
dikeringkan dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan
mesin penepung. Penepungan secara manual dapat digunakan lumpang
atau alu. Umbi ketela yang telah dihancurkan tersebut diayak dengan
ayakan berykuranmesh tertentu sehingga dapat diperoleh tepung dengan
tingkat kehalusan tertentu (Soetanto, 2008).
Tepung tapioka merupakan granula-granula pati yang banyak
tedapat didalam sel umbi ketela. Pada prinsipnya pembuatan tepung
tapioka ialah bagimana kita dapat mengambil granula-granula pati dari
dalam selnya, kemudian memisahkan dari komponen lainnya sehingga
didapatkan pati dalam keadaan murni. Jadi prinsip pengolahan adalah
memisahkan granula pati dari bagian lain dari umbi akar semurni mungkin
(Makhfoeld, 1982).
Langkah pertama pembuatan tepung beras adalah menghilangkan
kulit. Tepung beras yang didapatkan dengan menggiling beras putih
sampai kehalusan yang sesuai digunakan sebagai bahan pengental dalam
produksi makanan kaleng. Pembuatan minuman beralkohol dan dan
makanan

ternak

dibeberapa

daerah

juga

menggunakan

beras

(Buckle, 1985).
Konversi umbi segar talas menjadi tepung yang siap pakai terutama
untuk produksi makanan olahan di samping mendorong munculnya
produk-produk yang lebih beragam juga dapat mendorong bergamnya
industry berbahan dasar tepung atau pati talas sehingga dapat
meningkatkan nilai jual komoditas talas. Penepungan talas juga diharapkan
dapat menghindari kerugian akibat terserapnya umbi segar talas di pasar
ketika produksi berlebih (Hartati, 2003).
Proses pembuatan tepung tapioca secara tradisional terdiri dari tiga
tahap yang dilakukan secara terpisah. Tahap pertama ialah proses

pemarutan ketela pohon yang sudah dikupas kulitnya, sedangkan tahap


kedua dan ketiga adalah proses pemerasan dan penyaringan parutan ketela
pohon yang sudah dicampur dengan air untuk mendapatkan tepun tapioca
dilakukan dengan cara manual menggunakan tenaga manusia. Sealin
dengan cara tradisional , pembuatan penepunga dapat dilakukan dengan
cara mekanik, yaitu dengan bantuan peralatan, baik untuk proses
pemarutan

maupaun

proses

pemerasan

dan

penyaringannya

(Soegihardjo, 2005).
Terdapat beberapa penemuan cara-cara untuk menggantikan tepung
terigu dengan sumber lain tepung terigu atau mengganti sama sekali.
Dengan meningkatnya konsumsi konstanroti dan produk panggang lainnya
di banyak negara, program tepung komposit menjanjikan untukmenyimpan
sejumlah besar devisa, memberikanmakanan bergizi tradisional untuk
lebih banyak orang denganbiaya yang lebih rendahdan memanfaatkan
tanaman asli ke tingkat yang lebih besar. Upaya sebelumnya di Nigeria
pada penggunaan tepung komposituntuk rotitelah berkonsentrasi pada
penggunaan tepung dari singkong. Berbagai tingkat keberhasilan juga
telah direkam dengan menggunakan tepung dari kacang-kacangan,
sereal,akar dan umbi-umbian dipanggang (Omowaye, 2008).
2. Tinjauan Bahan
Jagung, sorgum dan millet merupakan tanaman pertanian penting
yang memainkan peran penting dalam diet orang di seluruh dunia
khususnya di negara-negara berkembang. FAO (2012) masing-masing
peringkat jagung, sorgum dan millet sebagai ketiga, kelima dan keenam
sereal penting di dunia.Produk dari sereal ini termasuk grit, makan, tepung,
serpih, pati dan pasta dari berbagai bentuk. Metode pengolahan utama
makanan ini memerlukan pengurangan ukuran baik dalam bentuk basah
atau kering. Untuk mencapai operasi ini, mesin pengurangan ukuran
dipekerjakan. Teknologi penggilingan gandum melibatkan pengurangan
operasi ukuran di mana kernel gandum yang rusak menjadi potonganpotongan dari berbagai ukuran dengan mesin. Salah satu ukuran efisiensi

operasi penggilingan didasarkan pada energi yang dibutuhkan untuk


membuat permukaan baru. Pengurangan ukuran adalah salah satu yang
paling hemat energi dari semua unit operasi dan biaya tenaga adalah biaya
besar dalam menghancurkan dan penggilingan, sehingga faktor-faktor
yang mengontrol biaya ini penting (Akinoso, 2013).

DAFTAR PUSTAKA
Akinoso, R., Lawal, I. A. danAremu A. K. 2013. Energy Requirements of Size
Reduction of Some Selected Cereals Using Attrition Mill. International Food
Research Journal Vol. 20, No. 3 (1205-1209).
Buckle, K.A., R.A Edwards., G.M Freet.,dan M. Woston. 1985. Ilmu Pangan. UI
Press. Jakarta.
Clarke, Bryan dan Alexandra Rottger. 2006. Small Mills In Africa Selection,
Installation And Operation Of Equipment. Agricultural and
Food
Engineering Working Document.
Guntoro, Suprio. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan.
AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Hartati, N Sri dan Titik K Prana. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar
Tepung Beberapa Kultivar Talas. Jurnal Natur Indonesia. Vol. 6, No. 1: 2933.
Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. UGM Press. Yogyakarta.
Kuncoro, Warji Sapto., Sandi Asmara dan Heny Rahmawati. 2010. Rancangan
Bangun Mesin Peepung Ubi Kayu Tipe Hammer Mill. Jurnal Engineering
Pertanian. Vol. 8, No. 2 : 59-62.
Makhfoeld, Djarir. 1982. Pangan dan Nutrisi. Agritech. Yogyakarta.
Nasution, Dedy A.dan Elita Rasmarestia W. 2010. Kinerja Alat Mesin
Pengolahan Pisang Menjadi Tepung. Jurnal Engineering Pertanian. Vol. 8,
No. 1 : 1-4.
Omowaye, Ade B. I. O., Akinwande, B. A., Bolarinwa, I. F. and Adebiyi,
A.O.2008. Evaluation of Tigernut (cyperusesculentus) Wheat Composite
Flour and Bread. African Journal of Food Science Vol. 2 (087-091).
Purwanto, S. 1995. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan
Produksi Jagung. Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan, Jakarta.
Soegihardjo, Oegik. 2005. Perancangan Mesin Pembuat Tepung Tapioka. Jurnal
Teknik Mesin. Vol. 7, No. 1 : 22-27.
Soetanto, Edy. 2008. Tepung Casava dan Olahannya. Kanisius. Yogyakarta.
Suprapti, Lies. 2004. Keripik Manisan Kering dan Sirup Nangka. Kanisius.
Yogyakarta.
Weber, U. dan D. Langlois. 2010. The Effect of Grinding Media Performance on
Milling and Operational Behavior. The Journal of The Southern African
Institute of Mining and Metallurgy Vol. 110.

Vous aimerez peut-être aussi