Vous êtes sur la page 1sur 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Semakin besar suatu organisasi, maka semakin besar pula tuntutan

masyarakat terhadap organisasi tersebut. Banyak lembaga bisnis yang


menggunakan segala cara untuk memenangkan persaingan oleh karena
itu, diharapkan pelaku bisnis dapat menjalankan bisnis yang memenuhi
syarat dalam etika bisnis, baik secara moral maupun norma masyarakat.
Organisasi

sebagai

suatu

sistem

juga

diharapkan

dapat

memiliki

tanggunjawab sosial terhadap masyarakat.


Pada Umumnya, etika bisnis dapat didefinisikan sebagai satu prinsip
standar atau moril yang diterapkan pada satu organisasi bisnis. Untuk
berkelakuan secara etis, social, dan bertanggung-jawab. Masalah dari
etika bisnis pada bisnis internasional karena pertimbangan menghargai
membedakan secara luas antara cultural group (kelompok budaya) yang
berbeda.
Kegiatan bisnis yang meningkat di dunia, telah menimbulkan
tantangan baru, yaitu adanya tuntutan praktik bisnis yang baik, etis, dan
menjadi dasar kehidupan bisnis yang dapat diterima oleh banyak negara
di dunia. Dalam kegiatan bisnis internasional, perusahaan akan mampu
bertahan apabila mampu bersaing. Untuk dapat bersaing tentunya harus
memiliki daya saing, yang di antaranya dihasilkan dari produktivitas dan
efisiensi. Untuk itu diperlukan etika dalam berusaha atau berbisnis, karena
praktik usaha yang tidak etis dapat menimbulkan kegagalan pasar,
mengurangi produktivitas dan meningkatkan ketidakefisienan.
Stakeholder menghendaki agar pelaku bisnis atau perusahaan
dengan

segala

bentuk

bisnisnya

berperilaku

etis

dan

memiliki

tanggungjawab terhadap komunitas, sosial, etika dan hukum.System


bisnis

beropersi

dalam

suatu

lingkungan

dimana

perilaku

etis,

tanggungjawab sosial, peraturan pemerintah dan pihak Stakeholder ini


menentukan tingkat keberhasilan yang dapat diraih perusahaan.

1.2 .
1.
2.

Rumusan Masalah
Apakah yang di maksud dengan etika bisnis ?
Masalah-masalah apa saja yang timbul

didalam

Etika

bisnis

Internasional.?
3. Bagimana cara menerapkan Etika dan Tanggung Jawab Sosial dalam
berbisnis ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Landasan teori dan pengertian etika bisnis

A.Pengertian Etika
Cukup banyak pengertian atau definisi mengenai etika. Secara
etimologis, kata etika berasal dari kata Yunani ethos (jamak : ta etha),
yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dari pengertian ini, etika
berkaitan dengan kebiasaan dan tata cara hidup yang baik yang dianut
suatu masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Kebiasaan hidup yang baik ini kemudian dibakukan dalam
bentuk

kaidah,

aturan

atau

norma

yang

disebarluaskan,

dikenal,

dipahami, dan diajarkan secara lisan dalam masyarakat. Etika secara lebih
luas dipahami sebagai pedoman bagaimana manusia harus hidup, dan
bertindak sebagai orang yang baik. Etika memberi petunjuk, orientasi,
arah bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sebagai suatu ilmu, ilmu etika merupakan suatu ilmu yang
mempelajari standard moral dari seseorang atau suatu masyarakat
(Velasquez, 2006). Standar moral merupakan norma-norma mengenai
tindakan-tindakan yang dipercaya secara moral benar dan salah, serta
nilai-nilai yang diberikan terhadap suatu obyek yang dipercaya secara
moral adalah baik atau buruk.
Etika sebagai suatu ilmu dapat dibagi dua, yaitu kajian yang
bersifat normatif (normative study) dan kajian yang bersifat deskriptif
(descriptive study). Kajian yang bersifat normatif merupakan investigasi
yang mencoba untuk memperoleh kesimpulan mengenai apakah sesuatu
baik atau buruk dan apakah suatu tindakan benar atau salah. Misalnya,
terkait dengan pertanyaan : Apakah penyuapan di dunia bisnis, baik atau
buruk?.

Untuk

menjawab itu,

ahli etika

akan mencari jawabnya

berdasarkan kajian normatif dengan menggunakan berbagai teori yang


ada, dan menyimpulkan apakah penyuapan di dunia bisnis baik atau
3

buruk. Sedangkan kajian yang bersifat deskriptif merupakan investigasi


yang tidak mencoba untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai baik
dan buruk atau benar dan salah. Hal ini misalnya dilakukan oleh ahli
anthropologi yang mempelajari standar moral dari suatu suku bangsa.
Mereka

akan mencoba untuk menjelaskan secara akurat mengenai

standar moral dari suku bangsa tersebut dengan menggunakan berbagai


teori, akan tetapi bukan tujuan mereka untuk memberikan penilaian
apakah moral dari suku bangsa tersebut baik atau buruk.
B.

Teori Etika
Menurut Keraf (2002) terdapat tiga teori mengenai etika, yaitu teori

deontologi, teori teleologi dan etika keutamaan.


Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti
kewajiban, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Menurut teori ini, cara
bertindak dalam suatu situasi

tertentu adalah melakukan apa yang

menjadi kewajiban sebagaimana terungkap dalam norma dan nilai-nilai


moral yang ada. Suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan kewajiban. Suatu
tindakan dianggap baik karena tindakan tersebut memang baik pada
dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus kita lakukan.
Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk secara moral karena tindakan
tersebut memang buruk secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban
untuk kita melakukannya.
Istilah teleologi berasal dari kata Yunani telos yang berarti
tujuan, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Etika teleologi menjawab
pertanyaan bagaimana bertindak dalam situasi tertentu dengan melihat
tujuan atau akibat dari suatu tindakan, atau dengan kata lain menilai baik
buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat dari tindakan
tersebut. Dalam suatu situasi tertentu, tindakan yang harus dipilih adalah
tindakan yang membawa akibat yang baik, karena suatu tindakan dinilai
baik apabila bertujuan baik dan mendatangkan akibat baik. Etika teleologi
lebih bersifat situasional dan subyektif, dimana tindakan seseorang
tergantung dari penilaiannya terhadap akibat dari tindakan tersebut.
4

Apabila dianggap baik, suatu tindakan yang jelas-jelas bertentangan


dengan norma atau nilai moral yang berlaku dapat dilakukan.
Berbeda dengan kedua teori etika yang lain, teori ini mendasarkan
penilaian moral pada pengembangan karakter moral pada diri setiap
orang. Nilai moral muncul bukan dalam bentuk aturan berupa larangan
atau perintah, akan tetapi dalam bentuk teladan moral yang nyata
dipraktikkan oleh tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat. Menurut teori
ini, cara bertindak secara moral di dalam situasi konkirt yang dilematis
adalah meneladani sikap dan perilaku moral tokoh-tokoh yang kita kenal,
baik dalam masyarakat, sejarah atau cerita yang kita ketahui, ketika
mereka menghadapi situasi serupa.
C.

Prinsip Etika Bisnis


Cukup banyak definisi mengenai etika bisnis. Secara umum etika

bisnis dapat didefinisikan sebagai suatu standar atau prinsip moral yang
diterapkan di dalam lembaga atau organisasi bisnis dan perilaku yang
dapat diterima (benar) atau tidak dapat diterima (salah) dari orang-orang
yang bergerak di dunia bisnis. Sedangkan, etika bisnis internasional
terkait dengan standar moral yang diterapkan di dalam kegiatan bisnis
internasional.
Sebagai suatu ilmu, etika bisnis merupakan ilmu yang mempelajari
secara khusus standar moral tersebut dan melakukan analisis dan
evaluasi dari keputusan-keputusan bisnis didasarkan pada konsep dan
penilaian moral.

2.2.

Permasalahan Etika Bisnis Dalam Bisnis Internasional


Pertanyaan terkait moral mengenai apakah suatu tindakan baik atau

buruk, benar atau salah, seringkali menjadi dilema di dalam kegiatan


bisnis internasional. Penilaian terhadap suatu tindakan terkait bisnis yang
dianggap baik atau buruk dan benar atau salah seringkali berbeda di
antara satu negara dengan negara lainnya. Bahkan di dalam suatu
5

negarapun penilaian ini sering berbeda dikarenakan perbedaan di dalam


budaya dari masyarakatnya. Di samping faktor budaya, perbedaan
pandangan ini juga sering dipengaruhi oleh sistem perekonomian dan
sistem pemerintahan suatu negara, disamping kepercayaan dan agama
yang ada di masyarakat.
Permasalahan etika bisnis dapat muncul di berbagai aspek bisnis
internasional. Dalam bidang produksi, misalnya muncul permasalahan
etika terkait perusahaan dengan lingkungan, baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial, penggunaan binatang untuk uji coba obatobatan baru, cara transportasi ternak, dan diketemukannya teknologi baru
seperti produk transgenik atau genetically modified product dan cloning.
Dalam bidang pemasaran, misalnya muncul permasalahan etika terkait
pelaksanaan promosi (seperti adanya unsur sex dalam advertising),
pemasaran langsung di sekolah, dan advertising yang menyesatkan
dengan tidak memberikan informasi produk yang sebenarnya. Dalam
bidang keuangan, misalnya terkait insider trading, pembayaran yang
sangat besar terhadap CEO perusahaan sebagai excutive compensation,
dan pembuatan laporan keuangan yang tidak benar. Dalam bidang HAKI
(hak atas kekayaan intelektual), misalnya terkait pembajakan, pemalsuan
merk, dan business intelligence. Dalam tenaga kerja, misalnya terkait
pemberian upah buruh yang sangat rendah untuk memproduksi barang
yang relatif mahal harganya, serta diskriminasi gender, suku dan agama
dalam pekerjaan.
Dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang teknologi,
terutama teknologi informasi, komunikasi dan produksi, maka di masamasa yang akan datang dapat muncul permasalahan baru terkait etika
dengan munculnya teknik, metode atau cara baru di bidang bisnis.
Misalnya dalam bidang proses produksi, pemasaran dan keuangan.

2.3.

Prinsip Etika Bisnis

Perusahaan-perusahaan bisnis internasional, terutama Perusahaan


yang besar, pada umumnya sudah memiliki pedoman etika bisnis di
dalam perusahaannya. Kode etik internasional pertama di bidang bisnis
adalah The Caux Round-Table Principles for Business yang disepakati
pada tahun 1994 oleh

eksekutif puncak dari berbagai perusahaan

multinasional dari Jepang, Eropa dan Amerika Serikat (seperti Matsuhita,


Philips, Ciba-Geigy, Cummins, 3M dan Honeywell). Prinsip Caux berakar
pada dua nilai ideal dasar dalam etika, yaitu konsep Jepang kyosei yang
berarti hidup dan bekerja bersama-sama demi kesejahteraan umum, dan
konsep barat human dignity (martabat manusia) yang mengacu pada
kesucian atau bernilainya setiap pribadi sebagai tujuan, tidak sematamata sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan orang lain atau
bahkan untuk melaksanakan kehendak mayoritas.
Kode etik ini terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu mukadimah,
prinsip-prinsip umum, dan prinsip-prinsip stakeholder. Prinsip-prinsip
umum dari The Caux Round-Table Principles for Business

adalah

sebagai berikut.
Prinsip

1.

Tanggung

Jawab

Bisnis

Dari

Shareholders

ke

Stakeholders
Nilai organisasi bisnis bagi masyarakat ialah kekayaan dan lapangan
kerja yang diciptakannya serta produk dan jasa yang dipasarkan kepada
konsumen dengan harga wajar yang sebanding dengan mutu. Untuk
mampu

menciptakan

mempertahankan

nilai

kesehatan

itu,

sebuah

dan

organisasi

kelangsungan

bisnis

hidupnya,

haruslah
namun

kelangsungan hidup bukanlah tujuan yang mencukupi.


Bisnis memainkan peranan untuk meningkatkan kehidupan semua
pelanggan,

karyawan

dan

pemegang

saham

dengan

membagikan

kekayaan yang diciptakannya. Para pemasok dan pesaingpun berharap


bahwa organisasi-organisasi bisnis menghormati kewajiban-kewajiban
mereka dengan semangat kejujuran dan keadilan. Sebagai warga yang
bertanggung jawab dari komunitas lokal, nasional, regional dan global

dimana mereka beroperasi, organisasi-organisasi bisnis ikut serta dalam


menentukan masa depan komunitas-komunitas itu.
Prinsip 2. Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis : Menuju
Inovasi, Keadilan dan Komunitas Dunia
Organisasi-organisasi bisnis yang didirikan di luar negeri untuk
membangun, memproduksi atau menjual juga harus memberi sumbangan
pada

pembangunan

sosial

negara-negara

itu

dengan

menciptakan

lapangan kerja yang produktif dan membantu meningkatkan daya beli


warga

negara

setempat.

Organisasi-organisasi

bisnis

harus

juga

menyumbang pada hak-hak azasi manusia, pendidikan, kesejahteraan


dan vitalisasi negara-negara tempat mereka beroperasi.
Organisasi-organisasi

bisnis

harus

menyumbang

pada

pembangunan ekonomi dan sosial tidak hanya di negara-negara tempat


mereka beroperasi, tetapi juga bagi komunitas dunia pada umumnya,
melalui

penggunaan

sumber-sumber

secara

efektif

dan

bijaksana,

kompetisi yang bebas dan adil, serta penekanan pada inovasi di bidang
teknologi, metode-metode produksi, pemasaran dan komunikasi.
Prinsip 3. Perilaku Bisnis : Dari Hukum Tersurat ke Semangat
Saling Percaya
Dengan

tetap

mengakui

keabsahan

rahasia-rahasia

dagang,

organisasi-organisasi bisnis haruslah menyadari bahwa kelurusan hati,


ketulusan, kejujuran, sikap memegang teguh janji, dan transparansi,
bermanfaat tidak hanya bagi kredibilitas dan stabilitas bisnis sendiri,
tetapi juga bagi kelancaran dan efisiensi transaksi-transaksi bisnis,
khususnya pada tingkat internasional.
Prinsip 4. Sikap Menghormati Aturan
Untuk menghindari konflik-konflik dagang dan untuk menggalakkan
perdagangan yang lebih bebas, kondisi-kondisi adil dalam persaingan,
perlakuan yang seimbang dan adil bagi seluruh partisipan, organisasiorganisasi bisnis wajib menghormati aturan-aturan internasional dan
8

domestik. Disamping itu, bisnispun harus menyadari bahwa perilakuperilaku tertentu, biarpun tidak melanggar aturan, tetap saja dapat
menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan.
Prinsip 5. Dukungan Bagi Perdagangan Multilateral
Organisasi-organisasi bisnis wajib mendukung sistem perdagangan
multilateral dari GATT/WTO serta kesepakatan-kesepakatan internasional
serupa. Mereka wajib bekerja sama dalam upaya-upaya untuk memajukan
liberalisasi perdagangan yang progresif dan sesuai dengan akal sehat dan
untuk mengendurkan ketentuan-ketentuian domestik yang secara tidak
masuk akal menghambat perniagaan global, dengan tetap menghormati
tujuan-tujuan kebijaksanaan nasional.
Prinsip 6. Sikap Hormat Bagi Lingkungan Alam
Bisnis wajib melindungi dan, dimana mungkin, meningkatkan
lingkungan alam, mendukung pembangunan yang berkelanjutan, dan
mencegah terjadinya pemborosan sumber-sumber daya alam.
Prinsip 7. Menghindari Operasi-Operasi Yang Tidak Etis
Bisnis wajib untuk tidak berpartisipasi dalam atau menutup mata
terhadap penyuapan, pencucian uang (money laundering), atau praktekpraktek korup lainnya, bahkan bisnis wajib untuk menjalin kerjasama
dengan pihak-pihak lain untuk membasmi praktek-praktek itu. Bisnis wajib
untuk tidak memperdagangkan senjata atau barang-barang lain yang
diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan teroris, perdagangan obat bius,
atau kejahatan terorganisasi lainnya.

2.4. Kode Etik Perusahaan

Di negara yang kegiatan bisnisnya sudah maju, seperti di Amerika


Serikat

dan

Eropa,

sebagian

besar

perusahaan

besar

sudah

mengembangkan kode etik perusahaannya masing-masing. Kode etik itu


antara lain menjelaskan harapan

perusahaan agar karyawan mampu

mengenali masalah-masalah etis terkait kebijakan perusahaan, dan


harapan menyangkut perilaku karyawan dalam situasi tertentu.
Sebagai contoh, di dalam pedoman Etika Bisnis dari perusahaan
Ericsson, dimuat tata tertib mengenai tanggung jawab individu, serta
tanggung jawab terhadap karyawan, pelanggan, pemasok, pemegang
saham dan para pemangku kepentingan lainnya, termasuk :
mematuhi undang-undang, tata tertib dan peraturan;
melindungi informasi rahasia perusahaan dan informasi para
pelanggan serta vendor perusahaan;
perlindungan dan penggunaan aset perusahaan yang layak;
memperlakukan karyawan dengan hormat dan melindungi hak azasi
manusia;
menangani konflik kepentingan;
mendukung pengungkapan secara lengkap, adil, akurat, tepat waktu
dan dapat dipahami dalam laporan keuangan dan komunikasi publik
lainnya;
melindungi lingkungan; dan
mendukung pelaporan tentang setiap perilaku yang melanggar
hukum atau yang tidak etis.

2.5.

Tanggung

Jawab

Sosial

Perusahaan

Responsibility = CSR)
10

(Corporate

Social

Salah satu konsep terkait dengan etika bisnis adalah Corporate


Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. CSR
merupakan suatu konsep mengenai tanggung jawab perusahaan untuk
turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan perusahaan,
termasuk turut menjaga dan meningkatkan kondisi lingkungan hidup.
World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR
sebagai suatu komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk bertindak
etis

dan memberikan

kontribusi terhadap pengembangan

ekonomi

masyarakat setempat maupun masyarakat luas, bersamaan dengan


peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya.
Pertimbangan dasar konsep CSR adalah kenyataan bahwa suatu
perusahaan banyak memperoleh manfaat dari masyarakat, khususnya
masyarakat

di

sekitar

konsumen yang

perusahaan,

termasuk

masyarakat

sebagai

menyebabkan perusahaan memperoleh laba. Oleh

karena itu, merupakan kewajiban perusahaan untuk turut membantu


mensejahterakan masyarakat. Apabila kondisi masyarakat tidak sejahtera,
hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap perusahaan, seperti
masyarakat tidak mampu membeli produk yang dihasilkan perusahaan,
terjadinya pelanggaran hak cipta dengan pembajakan atau peniruan
produk dan lain-lain. Perusahaan juga harus memperhatikan kondisi
lingkungan

masyarakat,

seperti

jangan

sampai

proses

produksi

menghasilkan limbah sebagai hasil sampingan yang merugikan atau


menurunkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Di dalam menjalankan bisnis, pimpinan dan karyawan perusahaan
harus mampu menjaga dan memelihara kesehatan dan keselamatan
masyarakat

serta

turut

meningkatkan

kesejahteran

mereka,

dan

memelihara kondisi dan keamanan lingkungan. Tujuan itu diantaranya


dapat dicapai dengan cara turut menyediakan fasilitas dan memajukan
pendidikan masyarakat, menyediakan fasilitas dan memajukan kesehatan
masyarakat, meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, memberikan
informasi yang berguna bagi masyarakat, membina lingkungan dan

11

konservasi sumber daya alam, serta melakukan praktek bisnis yang


beretika.
Jadi

secara

umum,

penerapan

tanggung

jawab

sosial

suatu

perusahaan ditujukan kepada :


a) stakeholders

(pemangku

kepentingan)

perusahaan,

khususnya

pemilik modal, karyawan, dan konsumen;


b) lingkungan hidup di sekitar kegiatan operasi perusahaan; dan
c) kesejahteraan sosial umum.
Permasalahan dalam penerapan CSR bagi suatu perusahaan yang
bergerak dalam bisnis internasional muncul dari luar perusahaan dan dari
dalam perusahaan itu sendiri. Dari luar perusahaan, permasalahan yang
muncul terutama diakibatkan oleh perbedaan kondisi di antara negaranegara dimana perusahaan melakukan kegiatannya. Kondisi ini meliputi
antara lain bagaimana peraturan terkait CSR dan lingkungan yang ada di
negara tersebut, peran pemerintah dan kondisi kesejahteraan masyarakat
setempat. Hal ini seringkali menimbulkan pendekatan yang berbeda
antara satu negara dengan negara lain dalam penerapan SCR.
Dari

dalam

perusahaan,

permasalahan

muncul

terutama

diakibatkan dari sikap pandang atau pendekatan perusahaan terhadap


CSR. Secara umum, terdapat tiga sikap pandang perusahaan, yaitu sikap
pandang

menghalangi,

bertahan,

dan

proaktif.

Perusahaan

yang

mengambil sikap pandang menghalangi, biasanya melakukan sesedikit


mungkin upaya untuk mengatasi masalah sosial atau lingkungan.
Perusahaan yang mengambil sikap pandang bertahan akan melakukan
segala sesuatu tidak lebih dari yang dipersyaratkan secara hukum.
Sedangkan perusahaan yang mengambil sikap pandang proaktif secara
sungguh-sungguh

mendukung

CSR

dan

secara

proaktif

membantu

lingkungan dan masyarakat di sekitar perusahaan. Permasalahan mungkin


saja timbul apabila perusahaan menerapkan cara pandang pertama dan
kedua.
Permasalahan lainnya yang dapat muncul dalam penerapan CSR
adalah terkait dengan biaya yang harus disediakan perusahaan untuk
melaksanakan program ini, yang seringkali menjadi sangat besar.
12

Misalnya biaya sosial yang harus dikeluarkan perusahaan dalam upaya


penanggulangan kerusakan

lingkungan sebagai akibat dari kegiatan

operasional perusahaan.

2.6.

Masalah dumping dalam Dunia Bisnis Internasional


Dumping adalah menjual sejumlah produk dalam kuantitas besar di

suatu negara lain dengan harga dibawah harga pasar dan kadang-kadang
malah dibawah biayaproduksiSehingga merugikan produsen lokal.
Motif Dumping:
1. Penjual mempunyai persediaan yang terlalu besar, sehingga ia
memutuskan untuk menjual produk yang bersangkutan di bawah
harga saja.
2. Motif lebih jelek adalah berusaha untuk merebut monopoli pasar
dengan cara membanting harga.
Dumping Produk tidak etis karena melanggar etika pasar bebas
konsumen diuntungkan jangka pendek karena dapat membeli produk
yang lebih murah. Sedangkan para produsen menderita kerugian karena
tidak sanggup menawarkan produk dengan harga yang semurah itu.
Dalam panjang roda perekonomian akan lesu dan pengangguran akan
meningkat.

13

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Etika yaitu suatu kebiasaan dan tata cara hidup yang baik yang dianut

suatu masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi


berikutnya. Secara umum etika bisnis dapat didefinisikan sebagai suatu
standar atau prinsip moral yang diterapkan di dalam lembaga atau
organisasi bisnis dan perilaku yang dapat diterima (benar) atau tidak
dapat diterima (salah) dari orang-orang yang bergerak di dunia bisnis.
Sedangkan, etika bisnis internasional terkait dengan standar moral yang
diterapkan di dalam kegiatan bisnis internasional.

14

DAFTAR PUSTAKA
Rudito, Bambang dan Melia Femiola. 2007. Etika Bisnis dan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia. Bandung: Rekayasa Sains.
HC.Heru kristanto.2009.Kewirausahaan Enterprenership (kewirausahaan
pendekatan manajemen dan praktik). Jakarta. ISBN.
Williams, Chuck. 2001. Manajemen Edisi Pertama. Salemba Empat. Jakarta.
Robbins, Stephen P and Mary Coulter. 1999. Manajemen Edisi Keenam. PT.
Prenhallindo. Jakarta.
Schermerhorn, John R.,Jr. 1998. Manajemen Buku 1. Andi. Yogyakarta
Wiludjeng SP, Sri. 2007. Pengantar Manajemen Edisi Pertama. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

15

Vous aimerez peut-être aussi