Vous êtes sur la page 1sur 22

Profil

Daftar Artikel

Buku Tamu

HOME

RSS

MAKTABAH

LISTENING

HADEETH

Go to Homepage

Subcribe to rss

Open your mind

Best Sound

Open your mind

Search website

Salah Paham tentang Thaghut

INGIN MENCARI ARTIKEL ?

Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 21.19


Label: Manhaj

Telusuri

Allah taala berfirman :

DONASI PEMBELIAN KAMERA

Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman


kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus[QS. Al-Baqarah : 256].
(Sebagian) orang-orang takfiriy (= gemar mengkafirkan
orang) seringkali menggunakan ayat di atas dan ayat-ayat semisal untuk menstigma
orang-orang tertentu sebagai thaaghuut. Dan anggapan mereka, semua hal yang disebut
thaaghuut oleh para ulama adalah kafir. Atau kongkrit yang akan diangkat dalam artikel
ini : Ketika para ulama menjelaskan salah jenis thaaghuut adalah penguasa yang tidak
berhukum dengan hukum Allah, maka penguasa itu statusnya kafir karena thaaghuut itu
berstatus kafir.
Ini adalah kekeliruan deduksi berat yang banyak menjangkiti orang-orang takfiriy.

Benarkah setiap hal yang dinisbatkan kepada thaaghuut itu dihukumi kafir ?
Untuk menjawabnya, kita akan bahas lebih dahulu, apa sebenarnya thaaghuut itu ?. Para
ulama mempunyai ragam perkataan sebagaimana disebutkan di bawah :
Ia bisa berupa berhala/patung yang disembah, sebagaimana riwayat :







:



"":


:

RECENT POSTS

Telah menceritakan kepada kami Abul-Yamaan : Telah mengkhabarkan kepada kami


Syuaib, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah berkata Saiid bin Al-Musayyib : Telah
mengkhabarkan kepadaku Abu Hurairah radliyallaahu anhu : Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu alaihi wa sallam bersabda : Tidak akan tegak hari kiamat hingga pantatpantat wanita suku Daud berjoget di Dzul-Khalashah. Dzul-Khulashah adalah thaaghuut

SAPAAN ANDA

(berhala) suku Daus yang mereka sembah pada masa Jaahiliyyah [Diriwayatkan oleh AlBukhaariy no. 7116].
Ia bisa berupa syaithaan, sebagaimana riwayat :
":":
Telah menceritakan kepada kami Abu bakr, dari Wakii, dari Zakariyyaa, dari Asy-Syabiy :
Thaaghuut, yaitu syaithaan[Ghariibul-Hadiits oleh Abu Ishaaq Al-Harbiy, 2/643; shahih].
Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata :
.::
Ibnu Qutaibah berkata : Segala sesuatu yang disembah baik berupa batu, patung,
ataupun syaithaan, maka ia adalah jibt dan thaaghuut. Dan begitulah yang dihikayatkan
oleh Az-Zujaaj dari para pakar bahasa[Nuzhatul-Ayun An-Nawaadhir, hal. 410].
Ia bisa berupa dukun, sebagaimana riwayat :
":":
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr : Telah menceritakan kepada kami Ghundar,
dari Syubah, dari Abu Bisyr, dari Saiid : Thaaghuut, yaitu dukun[idem; shahih].
Ia bisa berupa tukang sihir, sebagaimana riwayat :
:




:




":":
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata : Telah
menceritakan kepadaku Abdul-Alaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami

BERLANGGANAN BLOG INI

Daawud, dari Abul-Aaliyyah, bahwasannya ia berkata : Thaaghuut, yaitu tukang


sihir[Tafsir Ath-Thabariy, 4/557; shahih].[1]

Pos

Atau berupa segala sesuatu yang disembah selain Allah, sebagaimana riwayat :

Komentar

":":
Telah menceritakan kepada kami Abu Zurah : Telah menceritakan kepada kami Yuunus bin
Abdil-Alaa : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Maalik pernah
berkata kepadaku : Thaaghuut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah[Tafsir

KODE SCRIPT BANNER

Ibni Abi Haatim, no. 2622; shahih].


Beberapa ulama memutlakkannya dengan semua orang yang menyeru kepada

<a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/"><img

kesesatan, sebagaimana perkataan Al-Qurthubiy rahimahullah :

src="http://images.cooltext.com/2123209.png"

}
{

width="210" height="90" alt="Abul-Jauzaa'" /></a>

Ayat : dan jauhilah thaaghuut, maknanya : tinggalkanlah segala sesuatu yang diibadahi
selain Allah, seperti syaithaan, dukun, berhala, dan semua yang menyeru kepada
kesesatan[Tafsiir Al-Qurthubiy, 10/103].

VISITORS

Atau memutlakkannya pada setiap pemimpin kesesatan :


Ibnul-Mandhur rahimahullah berkata :

Thaaghuut adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah azza wa jalla.Dansegala
pemimpin kesesatan adalah thaaghuut. Dikatakan, thaaghuut adalah berhala-berhala.
Dikatakan pula : syaithaan dan dukun[Lisaanul-Arab, hal. 2722 materi kata ].
Al-Fairuz Aabaadiy rahimahullah berkata :
,,,,,,:

Dan thaaghuut adalah Laata, Uzza, dukun, syaithaan, semua pemimpin kesesatan,
berhala, sesuatu yang diibadahi selain Allah, dan orang-orang durhaka dari AhlulKitaab[Al-Qaamuus Al-Muhiith, 4/400].
Atau memutlakkannya pada setiap orang yang memalingkan dari jalan
kebaikan/kebenaran.
Ar-Raaghib Al-Asfahaaniy rahimahullah sebagaimana dinukil dalam Taajul-Aarus berkata :





Dan yang dimaksudkan dengannya adalah tukang sihir, pentolan jin yang durhaka, dan
orang yang memalingkan dari jalan kebaikan[Taajul-Aarus, 1/5685].
Ibnu Utsaimiin rahimahullah berkata :
:

Dan ulama suu(yang jelek) yang mengajak kepada kesesatan dan kekufuran, atau
mengajak kepada kebidahan, atau mengajak kepada menghalalkan apa yang diharamkan
Allat atau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, maka mereka disebut
thaaghuut[Syarh Tsalaatsatil-Ushuul, hal. 151].
Bahkan, thaaghuut itu mencakup orang yang memakan uang suap dan beramal
tanpa ilmu, sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil-Wahhaab
rahimahullah :
:,

Thaaghuut itu banyak jenisnya, dan yang telah kami jelaskan di antaranya ada lima,
yaitu : syaithaan, hakim yang curang, pemakan risywah (uang sogok), orang yang
diibadahi (selain Allah) dan ia ridlaa, serta orang yang beramal tanpa ilmu [Ad-DurarusSaniyyah, 1/137].
Mencakup juga dinar dan dirham, sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
:
Ia (thaaghuut) merupakan isim jenis yang masuk padanya : syaithaan, berhala, dukun,
dirham, dinar, dan yang lainnya[MajmuuAl-Fataawaa, 16/565].
Mencakup pula orang yang merubah hukum Allah dan/atau tidak berhukum dengan
hukum Allah, sebagaimana perkataan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil-Wahhaab
rahimahullah yang lain :

.
:
}: :()

Abul-Jauzaa's Visitors





.{
}: :()








.{



} : :()
...{





} : :()





} : .{










.{





} : :()





.{
Thaaghuut itu banyak macamnya, dan biang-biangnya ada lima, yaitu : Pertama,
syaithaan yang mengajak untuk beribadah kepada selain Allah. Dalilnya adalah firman Allah
taala : Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kamu hai bani Adam supaya kamu
tidak menyembah syaithaan? Sesungguhnya syaithaan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.(QS. Yasin : 60). Kedua, penguasa lalim yang merubah hukum-hukum Allahtaala,
dan dalilnya adalah firman-Nya taala : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang
yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada
apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal
mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan syaithon bermaksud menyesatkan
mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya (QS. An-Nisaa : 60). Ketiga, orang
berhukum dengan selain yang diturunkan Allah, dan dalilnya adalah firman Allah taala :
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka
itulah orang-orang yang kafir (QS. Al-Maaidah : 44). Keempat, orang yang mengklaim
mengetahui hal yang ghaib, padahal itu adalah hak khusus Allah; dan dalilnya adalah
firman Allah taa l a : (Dia adalah Rabb) yang mengetahui hal ghoib, maka dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghoib itu, kecuali kepada Rasul yang
diridhoi-Nya, maka sesungguhnya dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka
dan di belakangnya(QS. Al-Jin : 26-27); dan firman-Nya : Dan pada sisi Allah-lah kuncikunci semua yang ghaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur
melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan
bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab
yang nyata (Lauh Mahfudz)(QS. Al-Anaam : 59). Kelima, segala sesuatu yang disembah
selain Allah, sedangkan dia rela dengan penyembahan tersebut. Adapun dalilnya adalah
firman Allah taala : Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan, 'Sesungguhnya Aku
adalah Tuhan selain daripada Allah', maka orang itu kami beri balasan dengan Jahannam,
demikian kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim(QS. Al-Anbiyaa :
29)[MajmuuRasaail fit-Tauhiid wal-Iimaan, hal. 377-378].
:

Thaaghuut itu banyak macamnya, dan biangnya ada lima : (1) Iblis lanatullah, (2) orang
yang diibadahi selain Allah dan ia ridlaa kepadanya, (3) orang yang menyeru manusia
untuk meng-ibadahi dirinya, (4) orang yang mengklaim mengetahui ilmu ghaib, dan (5)
orang yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah [Tsalaatsatul-Ushuul, hal.
195].
Ibnu Katsiir rahimahullah ketika menafsirkan ayat :

Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari
thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya [QS. An-Nisaa: 60].
beliau berkata :

Dan ayat tersebut lebih umum maknanya dari semua yang disebutkan itu, karena ia
merupakan celaan bagi orang yang menyimpang dari Al-Quram dan As-Sunnah, dan
mereka berhukum kepada selain keduanya, yaitu kepada kebathilan. Itulah yang
dimaksudkan dengan thaaghuut pada ayat ini[Tafsir Ibni Katsiir, 2/346].
Abu Jafar Ath-Thabariy rahimahullah mencoba merangkum pendefinisian thaaghuut : :
""

Dan yang benar menurutku tentang perkataan thaaghuut, bahwasannya ia adalah segala
sesuatu yang melampaui batas terhadap Allah, lalu diibadahi selain dari-Nya, baik dengan
adanya paksaan kepada orang yang beribadah kepadanya, atau dengan ketaatan orang
yang beribadah kepadanya. Sesuatu yang diibadahi itu bisa berupa manusia, syaithaan,
berhala, patung, atau yang lainnya[Tafsir Ath-Thabariy, 5/419].
Dan kemudian Ibnul-Qayyim rahimahullah memberikan definisi yang lebih mencakup dengan

perkataannya :

Thaaghuut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas;
baik sesuatu itu dari hal yang diibadahi, diikuti, atau ditaati. Maka thaaghuut itu setiap
kaum yang berhukum kepadanya selain dari Allah dan Rasul-Nya, atau mereka menyembah
selain dari Allah, atau mereka mengikutinya tanpa adanya pentunjuk dari Allah, atau
mereka mentaatinya terhadap segala sesuatu yang tidak mereka ketahui bahwasannya hal
itu merupakan ketaatan kepada Allah[Ilaamul-Muwaqqiiin, 1/50].
Rekan-rekan,dari sini kita dapat tahu kekeliruan orang-orang takfiriy itu. Tidak semua
yang disebut thaaghuut itu adalah kafir. Benar, bahwasannya syaithaan, dukun, dan
tukang sihir itu kafir, karena dalil-dalil secara jelas menunjukkan akan kekafirannya. Tapi
apakah patung itu juga dihukumi kafir ?. Jawabannya : Tentu tidak, karena ia adalah
benda mati yang tidak bisa disifati dengan kekufuran, sebagaimana tidak bisa disifati
dengan lawannya (iman dan Islam). Hal yang sama dengan dinar dan dirham yang
menjadi thaaghuut bagi orang yang tamak kepadanya - .
Begitu juga dengan pemakan suap. Walaupun ia termasuk pelaku dosa besar[2], namun
memakan suap bukanlah jenis dosa yang secara asal menyebabkan pelakunya terjerembab
dalam kekafiran (akbar) berdasarkan kesepakatan Ahlus-Sunnah.[3]
Begitu juga dengan ulama suudan mubtadiatau ahlul-bidah yang menyeru kepada
kesesatan. Mereka tidak bisa dimutlakkan kafir, karena para Ahlus-Sunnah telah
memerincinya, apakah bidah yang didakwakannya itu merupakan bidah mukaffirah atau
ghairu mukaffirah.[4]
Begitu juga dengan penguasa dhaalim, ia tidak bisa dimutlakkan dengan kekafiran.
Rasulullah shallallaallhu alaihi wa sallam pernah bersabda tentang kemunculan atsarah :

Sesungguhnya kalian nanti akan menemui atsarah (yaitu : pemerintah yang tidak
memenuhihakrakyat Abu Al-Jauzaa) . Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di
haudl[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7057 dan Muslim no. 1845].[5]
Perintah bersabar (dan larangan keluar dari ketaatan) merupakan nash bahwa atsarahatsarah tersebut tidaklah dihukumi kafir (murtad).
dan yang lainnya.
Jika demikian,. maka pensifatan thaaghuut kepada orang yang tidak berhukum dengan
hukum Allah pun demikian, yaitu tidak bisa dimutlakkan kepada kekafiran, karena ia
membutuhkan perincian sebagaimana dimaklumi di kalangan Ahlus-Sunnah. Telah berlalu
beberapa artikel di Blog ini yang membahasnya.[6]
Ringkas kata, kekafiran thaaghuut itu harus dikembalikan setiap jenisnya dan dalil yang
menopangnya. Barangsiapa yang dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka wajib bagi kita
menghukuminya kafir; namun sebaliknya, barangsiapa yang tidak dikafirkan Allah dan
Rasul-Nya, tidak boleh seorangpun yang menghukuminya kafir. Kekafiran bukan sematamata pensifatan thaaghuut pada sesuatu.
Jangan Anda terpedaya dengan sebagian omongan mereka yang dikit-dikit bicara
thaaghuut, lalu ujungnya : kafir.
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
Wallaahu alam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa sardonoharjo, ngaglik, sleman, yk].

[1]NamundalamriwayatlaindengansanadsamadariAbdul-Alaa disebutkan :
":
"
:
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr : Telah menceritakan kepada kami Abdul-Alaa,
dari Daawud, dari Abul-Aaliyyah, ia berkata : Thaaghuut, yaitu penyair [Ghariibul-Hadiits
oleh Abu Ishaaq Al-Harbiy, 2/643; shahih].
Kemungkinan, ada tashhiif dalam riwayat ini, wallaahu alam.
[2]Sebagaimanariwayat:







:."":

Telah menceritakan kepada kami Abu Muusaa Muhammad bin Al-Mutsannaa : Telah
menceritakan kepada kami Abu Aamir Al-Aqadiy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu
Abi Dzib, dari pamannya (jalur ibu) Al-Haarits bin Abdirrahmaan, dari Abu Salamah, dari
Abdullah bin Amru, ia berkata : Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam melaknat orang
yang memberikan uang suap dan orang yang menerima uang suap[Diriwayatkan oleh AtTirmidziy no. 1337, dan ia berkata : Hadits hasan shahih].

[3]IbnuAbdil-Barr rahimahullahberkata:


Ahlus-Sunnah wal-Jamaah danmerekaadalahahlul-fiqh wal-atsar- telah bersepakat
bahwasannya seseorang tidaklah dikeluarkan dari wilayah Islam akibat dosa yang
dilakukannya meskipun itu dosa besar [At-Tamhiid, 16/315].
[4]TelahberkataAsy-Syaikh Haafidh Al-HakamiydalamkitabnyaMaaarijul-Qabuul (2/503504) :
:
.
.
:
...
::
-

...
Kemudian bidah sesuai dengan pengrusakannya terhadap agama dibagi menjadi dua :
a.Mengkafirkanpelakunya
b.Tidakmengkafirkanpelakunya.
Batasan bidah yang mengkafirkan pelakunya adalah bila seseorang mengingkari perkaraperkarayangtelahdisepakati,mutawatirdalamsyariat, diketahui secara pasti termasuk
bagian dari agama, mengingkari kewajiban atau mewajibabkan perkara yang tidak wajib,
menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, atau meyakini sesuatu yang
telah dibersihkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta kitab-Nya.
Sedangkan bidah yang tidak mengkafirkan pelakunya adalah bidah yang tidak
menjadikan seseorang mendustakan Kitab atau sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah
shallallaahu alaihi wa sallam. Seperti bidah Marwaniyyah, yaitu bidah-bidah yang diadaadakan oleh pemerintah Bani Marwan yang diingkari oleh tokoh-tokoh shahabat. Meskipun
demikian, para shahabat tidak mengkafirkan mereka dengan sebab bidah tersebut, dan
juga tidak mencabut baiat dari mereka akibat bidah tadi. Misalnya : bidah mengakhirkan
waktu shalat dan mendahulukan khutbah sebelum shalat Ied[selesai].
Selengkapnya, silakan baca : Hukum Mubtadi()
[5]An-Nawawirahimahullahberkata:


Di dalam (hadits) ini terdapat anjuran untuk mendengar dan taat kepada penguasa,
walaupun ia seorang yang dhalim dan sewenang-wenang. Maka berikan haknya (sebagai
pemimpin) yaitu berupa ketaatan, tidak keluar ketaatan darinya, dan tidak
menggulingkannya. Bahkan (perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim
adalah) dengan sungguh-sungguhlebihmendekatkandirikepadaAllahtaala supaya Dia
menyingkirkan gangguan/siksaan darinya, menolak kejahatannya, dan agar Allah
memperbaikinya (kembali taat kepada Allah meninggalkan kedhalimannya) [Syarh Shahih
Muslim lin-Nawawi,12/232].
[6]Silakanbaca:
Shahih Atsar Ibnu Abbas : Kufrun Duuna Kufrin Menjawab Sebagian Syubhat
Takfiiriyyuun
MENYIKAPI PENGUASA YANG DHALIM Tanya Jawab
Penghalalan (Istihlaal) Dalam Amal Perbuatan Yang Mengkonsekuensikan Kekafiran
QS. An-NisaaAyat 65 Sebagai Dalil Pengkafiran Orang Yang Berhukum Dengan Selain Yang
Diturunkan Allah ?
Tidak Berhukum Dengan Syariat Yang Diturunkan Allah.
Kafirnya Seorang Haakim Atau Penguasa Tidaklah Melazimkan Kebolehan Keluar Ketaatan
Dan Mengangkat Senjata Kepadanya.

SPREAD THE LOVE, SHARE OUR ARTICLE

Reaksi:

bagus ()

sedang ()

jelek ()

COMMENTS
Anonim mengatakan...
saya jadi ingat waktu dulu di Semarang. ada sebuah kajian dengan judul Thoghut di Bahas di masjid
Diponegoro Undip atas, dengan pemateri Ust. Abu Bakar Baasyir. yang menarik ada poster iklannnya
dengan judul Thoghut dan dipajang foto Ust Abu Bakar Baasyir di poster tersebut.
18 Oktober 2011 08.35
Anonim mengatakan...
Ustadz, mungkin orang takfiri ini rancu dalam memahami nash, mereka tidak bisa memahami antara
pengkafiran mutlak dan pengkafiran Muayan. contoh sederhana bahwa orang yang mengatakan hukum
manusia lebih sesuai dengan perkembangan zaman dibanding hukum Alloh adalah kafir. tentu ini
pengkafiran secara mutlak. akan tetapi jika ada Bapak A yang mengatakan demikian tentu tidak semudah
membalikkan tangan untuk segera mengkafirkannya. karena ada syarat2 dan apakah sudah tidak ada
penghalang2nya. ana tahu sebagian pemuda karena kecemburuan agamanya yang sangat besar tapi
sedikit ilmunya, akhirnya mereka menganut pemahaman seperti ini. ana harap antum juga terus
memberikan pencerahan kepada mereka dengan tulisan2 yang menghancurkan syubhat2 yang ada di
kepala mereka. terus antum lain kali juga membahas tema yang berkaitan dengan Tabi'di (sedikit2
memvonis seseorang Ahlu bid'ah) karena ini juga menjangkiti pemuda2 yang berafiliasi kepada Ahlus
sunnah.
Jazakalloh Khoir
Akhukum Fillah
18 Oktober 2011 11.02
Anonim mengatakan...
bukannya nte2 ya yang pada keblinger...
kan udah jelas ayat Allah,
2:256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang kafir kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
2:257. Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran)
kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah kafir, yang
mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.
nte bingung2 nyari dalil dari hadits pada 2 Ayat diatas udah jelas...kita diperintahkan untuk KAFIR kepada
THAGHUT...
lah kepada THAGHUT aja kita disuruh KAFIR, gimana dengan THAGHUTnya, ya sudah pasti KAFIR...
kalo nte liat Ayat ini :
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.(Q.S.5:44)
KAFIR di dalam ayat ini merupakan ke KAFIRAN yg besar, atau mengeluarkan pelakunya dari Islam,
silahkan dibaca tafsirnya...
nte kan udah paham apa itu makna THAGHUT yg udah dijelasin sama seikh muhammad bin abdil
wahab
Kedua, penguasa lalim yang merubah hukum-hukum Allah taala, dan dalilnya adalah firman-Nya taala :
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang
diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim
kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan syaithon bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya(QS. An-Nisaa: 60). Ketiga, orang
berhukum dengan selain yang diturunkan Allah, dan dalilnya adalah firman Allah taala : Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang
kafir(QS. Al-Maaidah : 44).
tulisan ini udah jelas...
janganlah karena nte merubah2 apa2 yg sudah Allah tetapkan,
sudah jelas2 Pemerintahan yg dzalim yg tidak berhukum dengan hukum Allah itu KAfir, mereka tidaklah
disebut sebagai Ulil Amri, termasuk orang2 yg tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia Kafir,
jadi sangat ane kalo Allah memerintahkan kita untuk KAFIR kepada THAGHUT, tapi THAGHUT itu tidak
kafir...
Allah akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang nte tulis ini...

wallahu a'lam
26 Oktober 2011 20.43
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Anda baca aja perkataan Ibnu Jaarir Ath-Thabariy di atas tentang makna thaaghuut. Beliau itu lagi
membahasa tentang makna thaghut dalam QS. Al-Baqarah ayat 256. Jika telah selesai baca, pertanyaan
saya :
"Apakah patung atau berhala itu hukumnya kafir ?".
Mas,.... perintah ingkar kepada thaghut itu tidaklah melazimi kafirnya thaghut.
Jelas, Allah ta'ala akan meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang saya lakukan, termasuk tulisan
di atas. Saya menulis artikel di atas dengan kesadaran penuh. Begitu pula Allah akan meminta
pertanggungjawaban kepada Anda atas apa yang Anda tulis di atas.
Allah tidak mengharamkan kepada Anda dan orang-orang semacam Anda untuk belajar. So, janganlah
Anda mengharamkan diri Anda untuk belajar. Buka jendela dengan membuka kitab-kitab para ulama.
Ok ?.
27 Oktober 2011 00.28
Anonim mengatakan...
Ttg makna bhw thoghut tdk semua bisa dikafirkan mmg betul jika merujuk pd pengertian yg telah
diberikan oleh salaf ummah akan tetapi tentulah kita akan salah kaprah jika tdk mendasarkan pd
pengertian yg pling lengkap thd masalah ini...sbg contoh dlm alquran dikatakan..yuriduna an yatahakamu
ila attthoghuut...mungkinkah thogut yg dimaksud adalah patung atau hal2 lain yg tdk pny kemampuan??
Tentu tdk!! Oleh krn itu kita seharusnya memakai ta'rif yg pling lengkap shg kita dpt menempatkannya
disetiap kondisi dr pemakaian kt tsb...spt pengertian ibnu wahhab dan ibn qoyyim akan sangat tepat buat
diterapkan disegala keadaan.
Dr tulisan antum diatas yg jelas terlihat adlh bhw antum keberatan dg vonis takfir pd yg tdk berhukum dg
hukmullah meskipun untuk mencapai mksd tsb antum kliling kota dl dg bw penafsiran makna thoghut
mnrt ulama sdgkan telah jelas bhw salah satu makna thoghut adalah yg tdk berhukum dg hukmullah shg
cap kafir golongan yg antum sebut takfiri tnt tdk lepas dr dalil2 yg sorih dan pendapat ulama yg diakui sbg
ulama ahli sunnah
1 November 2011 11.51
Anonim mengatakan...
Seharusnya menempatkan kata thoghut hrs sesuai makna dlm ayatnya mas...knp anda kalau udah
giliran thoghut pake merincinya dg detail sampai2 spt memaksakan makna bgmn caranya spy penguasa
yg tdk berhukum dg hukum sareat itu thoghut yg belum tentu kafir...giliran menggelari takfiri knp tdk anda
rinci?? Knp anda tdk blg bhw yg mengkafirkan juga belum tentu takfiri?? Dr bahasa anda sdh jelas bhw
anda keberatan jika yg berhukum dg selain hukmullah disebut sbg thoghut yg kafir murtad
1 November 2011 16.21
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Ta'rif thaghut yang dikemukakan Ibnul-Qayyim memang tepat. Bahkan lebih mencakup dari apa yang
disebutkan ulama sebelumnya.
Dan justru,..... dengan ta'rif ini semakin memperjelas dan menguatkan apa yang saya tuliskan. Patung,
tukang sihir, dinar, dirham, orang yang memalingkan dari kebenaran, tukang suap, orang yang tidak
berhukum dengan hukum Allah, dan yang lainnya yang menyebabkan seseorang melampaui batas
kepadanya dalam hal penyembahan atau pengikutan atau pentaatan. Semua jenis ini tidaklah dihukumi
sama dengan kekafiran. Kekafiran hal-hal yang disifati dengan thaghut tersebut dikembalikan pada dalil
yang ada.Di atas sudah saya jelaskan tentang bagaimana hukumnya mubtadi' atau ulama suu' yang
mempunyai pengikut. Tidak akan saya ulang.
Bahwasannya saya keberatan terhadap orang yang gampang mengkafirkan orang yang tidak berhukum
dengan hukum Allah tanpa perincian, maka itu benar. Mengapa ? karena saya berusaha
mengimplementasikan firman Allah ta'ala :











Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya[QS. AnNisaa: 65].
Menghukumi dengan perincian adalah termasuk berhukum dengan syari'at Allah, sedangkan
menghukumi tanpa perincian bukan termasuk berhukum dengan syari'at Allah.
Itulah yang dijelaskan oleh para ulama salaf dan khalaf. Tentang QS. An-Nisaa' : 65 di atas, Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata :

(... ).

.
Barangsiapa yang tidak beriltizam dalam berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya dalam apa yang
mereka perselisihkan, sungguh Allah telah bersumpah dengan diri-Nya bahwasannya ia tidak beriman.
Adapun orang yang beriltizam dengan hukum Allah dan Rasul-Nya secara lahir dan batin, akan tetapi ia
bermaksiat dan mengikuti hawa nafsunya, maka orang ini kedudukannya sama dengan orang yang
bermaksiat. Dan ayat ini : Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman (QS. AnNisaa: 65) termasuk ayat yang digunakan hujjah oleh Khawaarij untuk mengkafirkan penguasa
(wulaatul-amr) yang tidak berhukum dengan syariat yang diturunkan Allah, kemudian mereka (Khawaarij)
mengira bahwa keyakinan/itiqad mereka adalah hukum Allah[Minhaajus-Sunnah, 5/131].
Antum dapat lihat sendiri bahwa Syaikhul-Islaam tidak memutlakkan orang yang tidak berhukum dengan
hukum Allah dengan kekafiran. Namun beliau memerincinya.
NB :
1. Perincian kondisi orang yang tidak berhukum dengan syari'at Allah bukanlah hanya dengan perkataan
Ibnu Taimiyyah di atas. Tapi, saya hanya mencontohkan saja bahwasannya para ulama memberikan
perincian.
2. Perincian penjelasan perkataan ulama tentang makna thaghut beserta contoh-contohnya, itu adalah
membuat kita tahu apa sebenarnya yang dimaksud dengan thaghut itu. Mungkin penjelasan di atas
belum antum ketahui sebelumnya (selain penjelasan dari Ibnul-Qayyim atau Muhammad bin 'AbdilWahhaab).
3. Saya menggelari takfiriy kepada siapa ?. Kok antum sensitif sekali. Bukankah saya tidak menyebutkan
individu, golongan, atau kelompok tertentu ?. Atau,... antum merasa berpemikiran takfiriy ya ?.
1 November 2011 17.29
Anonim mengatakan...
menurut ana andalah yg salah faham dg perkataan ibnu taimiyah diatas...krn dipenjelasan beliau yg lain
dikatakan orang yang mengganti syareat allah dg yg lain hukumnya kufur...sbgmn beliau mencotohkan
kaum tartar.
disini ana memberi catatan bhw ntum tidak memahami apa kata beliau dlm hal:
1. orang tsb tdk beriltizam pd hukum allah...artinya dr sisi berhukum dg hukmullah saja orang ini telah
melanggar sdg ini beliau golongkan dlm perusak ashlul iman yg menjadikan kafir bagi pelanggarnya.(tdk
beriman kata beliau diatas)
2. orng yg beriltizam tapi bermaksiat...tidak dikafirkan krn memang tidak ada dosa mukaffiroh yg merusak
ashlul iman, akan tetapi menurut beliau bhw ini adalah maksiat/kabair terbukti bhw beliau menyebutkan
kalau khawarij mengkafirkan pelaku maksiat/kabair
3. anda tidak mengerti bhw dosa itu ada yg bikin kafir (mukaffiroh) ada yg tidak bikin kafir (ghairu
mukaffiroh/kabair/maksiat)anda rancu dlm memahami ini
4. kedua dosa diatas dikafirkan oleh khawarij tapi disyaratkan membedah hati oleh kalangan murjiah...
5 mungkin anda cuman tahu perkataan ibnu aimiyah yg ini aja shg rancu dlm menjelaskan coba antum
cari lagi perkataan beliau dlm mslh ini shg jelas apa yg dimaksud beliau diatas.
6. saya tdk bilang anda menggelari, cuman ketika bicara thoghut anda bnyak membawakan pendapat tapi
knp ketika mslh takfir tdk anda jelaskan...spt misal orang yg tdk solat itu kafir tp ibnu baz yg mengkafirkan
tarikussolat bukan termasuk takfiri
2 November 2011 06.21
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Anda tahu tidak definisi 'mengganti' (tabdil) menurut Ibnu Taimiyyah. Jangan sok tahu jika memang tidak
tahu. Ini saya kasih tahu kepada Anda.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
:

)
:[44](
Dan seseorang ketika menghalalkan yang haram yang telah disepakati keharamannya, atau
mengharamkan yang halal yang telah disepakati kehalalannya, atau MENGGANTI SYARI'AT yang telah
disepakati : maka ia kafir lagi murtad dengan kesepakatan fuqahaa. Dan yang semisal dengan ini
adalah tentang firman Allah taala menurut salah satu dari dua pendapat - : Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir(QS. AlMaaidah : 44), yaitu orang yang MENGHALALKAN untuk berhukum dengan selain yang diturunkan
Allah[MajmuuAl-Fataawaa, 3/267].
Kemudian di tempat lain beliau menjelaskan apa makna tabdiil tersebut :
( )::

Syariat yang diganti (asy-syar'ul-mubaddal) : ia merupakan kedustaan terhadap Allah dan Rasul-Nya,
atau terhdap manusia dengan persaksian-persaksian palsu dan yang semisalnya, dan merupakan
kedhaliman yang nyata. Barangsiapa yang berkata : Sesungguhnya ini termasuk syariat Allah, sungguh
ia telah kafir tanpa ada perselisihan[MajmuuAl-Fataawaa, 3/268].
Jadi tabdiil yang dimaksudkan Ibnu Taimiyyah adalah seseorang yang mengganti menerapkan hukum
buatan dan kemudian mengatakan bahwa itu merupakan syari'at Allah.
Perkataan Ibnu Taimiyyah ini senada dengan perkataan Ibnul-Arabiy rahimahumallah :
.:

"Dan ini berbeda : Jika dia berhukum dengan hukum dari dirinya sendiri dengan anggapan bahwa ia dari
Allah maka ia adalah tabdiil (mengganti) yang mewajibkan kekufuran baginya. Dan jika dia berhukum
dengan hukum dari dirinya sendiri karena hawa nafsu dan maksiat, maka ia adalah dosa yang masih
bisa diampuni sesuai dengan pokok Ahlus-Sunnah tentang ampunan bagi orang-orang yang
berdosa" [lihat : Ahkaamul-Quran, 2/624].
Tentang perkataan Ibnu Taimiyyah ketika menafsirkan QS. An-Nisaa' : 65 juga jelas kok konteknya, yaitu
beliau tidak mengkafirkan orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah secara mutlak (tanpa
perincian). Namun beliau memerinci keadaan pelakunya. Begitu juga dengan perkataan beliau di awal
(yaitu ketika menjelaskan QS. Al-Maaidah ayat 44, yaitu bagi orang yang menghalalkan berhukum dengan
selain Allah).
2 November 2011 07.46
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Di kesempatan lain beliau juga berkata :
():():

:
:

Ketika terdapat perkataan salaf : Sesungguhnya manusia itu terdapat padanya keimanan dan
kemunafikan. Begitu juga perkataan mereka : Sesungguhnya manusia terdapat padanya keimanan dan
kekufuran. (Kufur yang dimaksud) bukanlah kekufuran yang mengeluarkan dari agama. Sebagaimana
perkataan Ibnu Abbas dan murid-muridnya dalam firman Allah taala : Barangsiapa yang tidak
berhukum/memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir; mereka berkata : Mereka telah kafir dengan kekafiran yang tidak mengeluarkan dari agama.
Hal tersebut diikuti oleh Ahmad bin Hanbal dan selainnya dari kalangan imam-imam sunnah[MajmuAlFatawa, 7/312].
Tentang kondisi Tatar yang dikafirkan Ibnu Taimiyyah, maka itu bukan sebagaimana yang Anda
bayangkan. Saya telah menyebutkan kondisi tersebut di :
Posisi Al-Hafidh Ibnu Katsir Dalam At-Tahkim Alal-Qawaaniin Menjawab Sebagian Syubhat
Takfiriyyuun.
So, everything's clear...
NB : Menurut Anda, Ibnu Taimiyyah itu juga Murji'ah ya karena mensyaratkan adanya istihlaal kafirnya
orang yang berhukum dengan selain Allah ?.
Lain kali, baca-baca buku dulu biar tahu apa itu Muji'ah, apa itu Khawarij, apa itu Ahlus-Sunnah.
2 November 2011 07.46
Anonim mengatakan...
definisi tabdil ibnu taymiyah memang ada bermacam2 tapi ya jangan anda gabung semua donk!!!
menghalalkan yang haram dan sebaliknya ini tabdil
mengganti dan mengakui spt yang anda sebutkan pada bag ke dua juga tabdil...jadi jangan digabung
bosss bisa kacau...apalagi digabung dg ibnu aroby..gak kebayang deh kacaunya
2 November 2011 22.16
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Anda tinggal tunjukkan saja perkataan 'yang bermacam-macam' itu. Betul bermacam-macam seperti kata
Anda, atau cuma satu macam seperti yang saya tulis di atas.
Jangan biasakan mereka-reka tanpa bukti. Nanti kalau tidak punya kutub Ibnu Taimiyyah, saya tunjukkan
link gratisan yang menghimpun kitab-kitab beliau sehingga Anda bisa berpuas-puas membacanya.
2 November 2011 22.45
Abu Abdirrahman mengatakan...
subhanallah.
Ustadz abu al jauzaa`, syukran atas bantahan antum kepada anonim yang men-jidal anda.
Semoga Allah ta'ala menjaga anda.

Jazakallah khair.
3 November 2011 12.19
ipoel huda mengatakan...
termasuk nawaqidul iman menurut Syaikh Bin baz :
:
.
20 Desember 2011 16.28
Orang Awam mengatakan...
Bismillah
@ Admin
Siapa salaf anda dlm mengambil kesimpulan ini?
22 Desember 2011 22.54
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
salaf saya adalah yang tertera dalam artikel.
27 Desember 2011 03.07
Orang Awam mengatakan...
Bismillah
@ Admin
Maksud saya..siapa diantara mereka yang mengambil kesimpulan sama seperti anda bahwa Thoghut itu
tidak kafir ?
27 Desember 2011 23.10
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya tidak pernah mengambil kesimpulan bahwa thaghut itu tidak kafir. Aneh, bagaimana Anda bisa
menyimpulkan bahwa saya telah menyimpulkan thaghut itu tidak kafir ?. Yang saya katakan adalah : Tidak
setiap thaghut itu adalah kafir. Atau lebih jelasnya, ada thaghut yang kafir, ada pula yang tidak kafir. Yang
kafir telah saya sebutkan di atas, yang tidak kafir pun telah saya sebutkan di atas.
28 Desember 2011 09.47
Orang Awam mengatakan...
Bismillah
@ Admin
Anda menulis "Yang saya katakan adalah : Tidak setiap thaghut itu adalah kafir. Atau lebih jelasnya, ada
thaghut yang kafir, ada pula yang tidak kafir"
Dari sekian banyak ulama yang menjelaskan tentang thoghut, mana dari mereka yang mengambil
kesimpulan seperti yang Anda tulis..apakah mereka bodoh tidak mengetahui seperti yang Anda ketahui?
Apakah mereka bodoh tidak mengetahui ada macam thoghut dari makhluk/benda mati sehingga mereka
tidak mengambil kesimpulan seperti yang Anda tulis?
Apakah masih kurang penjelasan para ulama di kitab2 mereka, sehingga kita perlu menambahkan
pendapat baru?
Kemudian yg saya tangkap dari artikel anda..thoghut dari benda mati dan thoghut dari para pelaku dosa
besar, anda samakan dengan thoghut dlm hukum..bukankah kita tahu bahwa thoghut dlm hukum itu
malahan termasuk salah satu dari 5 pentolan2 thoghut dan salah satu amalan pembatal keimanan
sbagaimana disebutkan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab?
Mungkin maksud anda adalah thoghut dari benda mati tidak bisa dikatakan kafir..
Pertanyaan saya :
1. 5 Pentolan2 thoghut yang disebutkan Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab itu semuanya berkenaan
dengan benda mati atau mereka makhluk hidup?
2. Benda mati kena beban syariat ga? sehingga bisa dikatakan mu'min atau kafir..
kemudian saya ulangi lg pertanyaan saya diatas
"apakah mereka bodoh tidak mengetahui seperti yang Anda ketahui? Apakah mereka bodoh tidak
mengetahui ada macam thoghut dari makhluk/benda mati sehingga mereka tidak mengambil
kesimpulan seperti yang Anda tulis? bahwa tdk semua thoghut itu kafir?"
12 Januari 2012 03.45

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...


Sebenarnya saya sudah tidak terlalu berminat menampilkan komentar Anda dan kemudian
menanggapinya. Dengan istiqra' terhadap pendapat ulama yang saya sebut di atas (ketika menyebutkan
definisi dan macam-macam thaghgut) sudah sangat jelas bahwa tidak semua thaghut itu kafir.
Aneh dan lucunya, Anda berkata :
"Kemudian yg saya tangkap dari artikel anda..thoghut dari benda mati dan thoghut dari para pelaku
dosa besar, anda samakan dengan thoghut dlm hukum..bukankah kita tahu bahwa thoghut dlm hukum
itu malahan termasuk salah satu dari 5 pentolan2 thoghut dan salah satu amalan pembatal keimanan
sbagaimana disebutkan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab?" [selesai]].
Yang saya bold dari kalimat Anda di atas yang menunjukkan bahwa Anda memang tidak mengerti
persoalan. Bahkan dalam bahasan sederhana sekalipun. Bukankah kita sedang membahas ta'rif dan
hukum yang terambil darinya ?. Jika ulama menyebutkan macam-macam thaghut di antaranya adalah
autsaan, maka apa ya tepat kemudian definisi isthilahiy thaghut menyimpulkan hukum bahwa semua
thaghut itu kafir ?. Pahami dulu ilmu dasarnya. Dan ingat, Asu-Syaikh Muhammad bin 'Abdil-Wahhaab
ketika menjelaskan thaghut itu bukan hanya satu tempat saja. Bukankah di atas sudah saya nukil dua di
antaranya ?. Jika beliau mengatakan bahwa :
:,
Thaaghuut itu banyak jenisnya, dan yang telah kami jelaskan di antaranya ada lima, yaitu : syaithaan,
hakim yang curang, pemakan risywah (uang sogok), orang yang diibadahi (selain Allah) dan ia ridlaa,
serta orang yang beramal tanpa ilmu[Ad-Durarus-Saniyyah, 1/137].
Sejak kapan pemakan risywah itu pasti dihukumi kafir keluar dari Islam ?. Sejak kapan orang yang
beramal tanpa ilmu pasti dihukumi kafir keluar dari Islam ?. Kaitkan lagi dengan ta'rif-nya (Anda bisa
memakai ta'rif yang dipakai Ibnul-Qayyim). Dan ingat, yang menyebutkan penjelasan thaghut itu bukan
hanya Asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil-Wahhaab.
Oleh karena itu Anda dapat memikirkan sekarang, apa ya tepat kalau ada yang mengatakan thaghut itu
pasti kafir ?. Jika Anda masih menjawab : pasti kafir; ya saya sarankan Anda belajar dulu dasar-dasar
ilmu fiqh sehingga paham apa yang sedang dibicarakan.
Dan ngomong-ngomong tentang nawaaqidlul-Islam, bagian mana yang Anda maksud ?. Bagian yang
keempat ini ? :

"Barangsiapa yang beri'tiqad bahwa selain petunjuk Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam lebih sempurna
dari petunjuknya, atau hukum selainnya lebih baik dari hukumnya, seperti orang yang mengutamakan
hukum thaghut dari hukumnya; maka ia kafir".
Jika ini yang Anda maksud, maka jauh sekali perkiraan Anda dengan yang dijelaskan Asy-Syaikh
Muhammad bin 'Abdil-Wahhaab.......
Baarakallaahu fiik
12 Januari 2012 08.16
Anonim mengatakan...

Mohon maaf, kami permisi untuk ikut memberikan komentar. Mengenai pengertian thaghut marilah kita
perhatikan tulisan Syaikh Abu Bashir Al-Thurthusi -semoga Allah menjaga beliau- ;
:!
..:
....
.
..
.

.
.....
Pemasalahan : Apakah boleh memutlakan kata Thaghutkepada seorang muslim, ataukah kata ini
tidak boleh dimutlakan kecuali hanya kepada orang kafir yang memiliki sifat-sifat thaghut sebagaimana
penjelasan sebelumnya ?.
Aku (Syaikh Abu basir) menjawab :
Thaghut berasal dari bentuk kata , yang berarti kelaliman, permusuhan dan melampaui
batas....maka barangsiapa yang kelaliman, permusuhan, kezalimannya tidak sampai kepada kekafiran
(besar-pen), dimutlakanlah penyifatan (kata) thaghut kepadanya berdasarkan pengertian dan
penunjukkan secara bahasa yaitu kelaliman, permusuhan dan melampaui batas.... sebagaimana
sebagian salaf memutlakan penyifatan (kata) thaghut atau thaghiyah kepada Al-Hajaj dan
selainnya.....dan yang mereka maksud adalah pengertian dari segi bahasa sebagaimana yang baru
disebutkan, dan tidaklah yang mereka maksud thaghut yang kafir dan disembah selain Allah.
Adapun bila kelaliman, kezaliman, dan permusuhannya.... menyebabkan pelakunya sampai pada derajat
kafir terhadap Allah Taaalaa, maka penyifatan kata thaghut kepadanya diberikan berdasarkan pengertian

secara istilah yaitu sesuatu yang disembah selain Allah, dan juga pengertian secara bahasa yaitu
permusuhan dan melampaui batas.
Maka itulah, hendaknya dibedakan dua pengertian kata thaghut pada saat membaca kitab-kitab para
Ulama atau mendengarkan perkataan (mereka) yang mana harus diperhatikan kumpulan bentuk
perkataannya, serta indikasinya yang menentukan pembatasan kata thaghut yang dimaksud dari
perkataan mereka.
Kecuali, saya mengikuti pengertian kata thaghut sebagaimana yang berasal dari Al-Quran dan
Sunnah........ seluruhnya datang dalam pengertian thaghut kafir yang disembah selain Allah....Wallahu
Taaalaa aalam.
(Syuruth La illaha illallah, Syaikh Abu Basir Thurthusy, Minbar Tauhid wal Jihad)
31 Januari 2012 15.38
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Tafshil Abu Bashiir Ath-Thurthusiy - seorang tokoh takfiriy masa kini - tidak sepenuhnya benar.
[namun ada satu yang saya sepakati dari perkataan di atas bahwa ketika para ulama menyebutkan kata
thaghut, maka itu tidaklah berarti kafir]
Perintah mengkufuri thaghut dalam nash tidaklah selalu ekuivalen dengan penghukuman kafirnya
thaghut. Misal Allah berfirman :







"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" [QS. Al-Baqarah : 256].
Dalam terjemahan, kalimat faman-yakfur bith-thaaghuut itu diterjemahnkan : barangsiapa yang ingkar
kepada thaghut. Beberapa ulama salaf mengartikan thaghut itu setan, yang lain tukang sihir. Kalau kita
lihat konteks ayatnya sendiri, maka itu lebih luas daripada setan dan tukang sihir, karena ayat itu
memerintahkan kepada beriman kepada Allah semata, dan mengingkari seluruh sesembahan selain
Allah. Oleh karena itu Ibnu Jariir berkata :
""

Dan yang benar menurutku tentang perkataan thaaghuut, bahwasannya ia adalah segala sesuatu yang
melampaui batas terhadap Allah, lalu diibadahi selain dari-Nya, baik dengan adanya paksaan kepada
orang yang beribadah kepadanya, atau dengan ketaatan orang yang beribadah kepadanya. Sesuatu yang
diibadahi itu bisa berupa manusia, syaithaan, berhala, patung, atau yang lainnya[Tafsir Ath-Thabariy,
5/419].
Ibnu Katsir rahimahullah saat menjelaskan ayat faman-yakfur bith-thaaghuut....dst. berkata :


}:
:{
"Yaitu barangsiapa yang melepaskan tandingan-tandingan, berhala-berhala, dan segala sesuatu yang
diserukan oleh setan berupa peribadahan selain Allah; serta mentauhidkan, mengibadahi Allah semata,
dan bersaksi bahwasannya tidak ada tuhak yang berhak disembah selain Dia, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat. Yaitu : perkaranya telah kokoh dan berjalan di atas
jalan yang utama lagi lurus" [Tafsir Ibni Katsiir, 1/683].
31 Januari 2012 16.22
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Penafikan objek penyembahan atau peribadahan kepada selain Allah itu luas. Oleh karenanya, jika ada
seseorang yang menjadikan seorang wali/kiyai/ulama/habib sesembahan selain Allah, maka
wali/kiyai/ulama/habib tersebut telah menjadi thaghut baginya. Hukum kekafiran ini adalah bagi orang
yang menyembahnya. Dan bagi yang disembah, maka ini belum tentu. Sebab, barangkali ia tidak tahu
apa yang diperbuat oleh pengikutnya terhadap dirinya. Dan juga kemungkinan yang lain.
Begitu juga dengan 'Iisaa bin Maryam 'alaihis-salaam yang menjadi thaghut bagi kaum Nashara karena
mereka telah mempertuhankannya. Padahal, 'Iisaa 'alaihis-salaam berlepas diri dari kesyirikan kaun
Nashara.
Apakah 'Iisaa dikafirkan karena ia telah menjadi sesembahan kaum Nashara ?. Tentu saja tidak.
[Ada beberapa ulama yang memberikan taqyid 'kerelaan' dari objek yang disembah. Akan tetapi jika kita
konteks ayat secara umum, pentaqyidan ini kurang pas. Wallaahu a'lam].
Dan yang lebih jelas sebagaimana telah saya tuliskan beberapa kali di atas, adalah thaghut dari jenis
berhala. Wajib hukumnya mengingkari peribadahan kepadanya (berhala). Hukum kekafiran berlaku bagi
orang yang menyembahnya. Tapi bagi berhala sendiri, maka tidak ada hukum apapun yang bisa
diikatkan kepadanya karena ia benda mati.
So, perkaranya adalah jelas, insya Allah.....

31 Januari 2012 16.24


Anonim mengatakan...
Assalamualaikum Ustadz,
Saat ini banyak sekali pengkaburan makna "thagut" oleh sebagian aktifis islam,terutama setelah
beredarnya buku"Ya...Mereka Memang Thagut" karya Aman Abdurahman. Jika ustadz memungkinkan,
mohon dibuat bantahannya, karena mengingat syubhat didalamnya sangat dahsyat bagi orang awam.
Syukron Jazakallahu
2 Mei 2012 12.44
Unknown mengatakan...
Bismillahirrahmaanirrahim,
Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh.
ana ingin minta penjelasan ustadz Abul jauza mengenai sebuah statement kepala lembaga resmi
pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, dalam statementnya orang ini
menyatakan "siapa saja yang bercita cita tegaknya syariah islam termasuk teroris"
bagaimana pendapat ustadz mengenei statement ini?.
terimakasih atas waktunya ustadz,
wassalaamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuhu.
21 Mei 2012 13.27
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Wa'alaikumus-salaam warahmatullaahi wabarakatuh.
Jika benar statement itu pernah diucapkan, maka isi statement itu keliru..
21 Mei 2012 13.52
Ali Dzulfikar mengatakan...
saya tidak mengerti dengan Abu Al-Jauzaa'.... memaksa berbagai hal dengan membawa berbagai dalil
untuk membela Negara yang sudah jelas menolak berhukum kepada hukum Allah, bahkan berusaha
bersekutu dengan mereka melawan para Mujahidin yang memeranginya... menuduh khawariz dan
Takfirin, tapi tidak ada satu dalilpun dalam mengomentari NKRI yang melegalkan maksiat dan bid'ah,
bahkan tidak ada komentar sedikitpun ketika pemerintah Jahil ini bersekutu dengan Amerika. Apakah Abu
Al Jauzaa' pernah berteriak sekencang ini (seperti dalam blog ini) di mimbar atau dunia maya dalam
mengomentari Kekafiran, kedzaliman, kejahiliyahan NKRI ataupun NEgara lainnya yang memakai Hukum
Jahiliyah? atau ketika Negara2 itu menindas rakyatnya dengan hukum2 dzalim? atau ketika Negara2 itu
memaksa Kaum Muslimin membayar Pajak atau disumpal dengan Riba? atau membiarkan zinah dan
khamr dinikmati dengan bebas oleh generasi kaum muslimin?
Apakah pernah anda Al Jauzaa' berethorika sekeras blog ini terhadap kedzaliman2 mereka????
10 Juli 2012 19.49
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Kalau Anda tidak mengerti, ya lain kali saya harapkan dapat mengerti.
Nasihat saya : Lain kali, sering-seringlah baca kitab-kitab para ulama.
11 Juli 2012 17.18
Anonim mengatakan...
assalamu'alaikum....
ustadz saya yakin anda sudah tahu tentang sebuah buku dari almaqdisi yang diterjemahkan dengan
judul salafy mengkhianati salafussholeh...bagaimana menurut antum buku tersebut..??
syukron ....
1 Agustus 2012 18.24
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya belum pernah baca. Tapi kalau penulisnya (Abu Muhammad Al-Maqdisiy), saya mengenal. Dan dia
adalah orang yang berpemikiran Khawarij (takfiriy).
wallaahu a'lam.
2 Agustus 2012 04.21
ipoel huda mengatakan...
mau tanya om... kalo hukum di indonesia termasuk thogut gak?
3 Agustus 2012 14.59
Anonim mengatakan...
Buat ust. Abul jauza. Ana akan taati "ulil amri" versi antum jika antum bisa menjawab pertanyaan ana ini.
Sebelum itu perlu ana uraikan dulu hal2 berikut ini :

1. dalam sistem demokrasi itu ada pelegalan dan perlindungan serta mengambil pajak dari bank riba,
judi, khomer.
2. Dalam sistem kufur ini ada pembiaran orang murtad, nikah beda agama, pembiaran ahmadiyah, syiah,
JIL, dsb
Yang ana tanyakan : Sah-kah penguasa yg bersumpah dg menggunakan quran tp ISI SUMPAHNYA untuk
meneguhkan hukum kufur ?.
Bagaimana jika sumpahnya itu berisi "Saya bersumpah demi Alloh bhw saya akan menerapkan hukum
injil dan taurat"...tafadhol tadz...
3 Desember 2012 16.29
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Dikarenakan saya merasa tidak punya versi sendiri tentang ulil-amri - entah dengan Anda - maka saya
tidak merasa menjadi bagian objek dari komentar Anda. Tapi ada baiknya juga jika Anda sempatkan baca
beberapa bahasan tentang yang sedikit banyak menyinggung komentar Anda di artikel :
Posisi Al-Hafidh Ibnu Katsir dalam At-Tahkim alal-Qawaaniin Menjawab Sebagian Syubhat Takfiriyyuun.
Terutama di bagian kolom komentar (dari orang yang menamakan dirinya : Laboratory).
# perbuatan kufur tidaklah selalu mengkonsekuensikan pelakunya menjadi kafir.
3 Desember 2012 19.58
Anonim mengatakan...
Yang ana ingiinkan adl ulil amri versi alloh dan rosulnya tadz. Kt ketahui bersama bhw setiap penguasa
sekuler terpilih, mk ia dpt dipastikan akan menjaga, melestarikan dan melindungi sistem kufur buatan
siapa ?. Buatan org kafir tentunya. Blm lg sumpahnya menggunakan nama alloh tp Isi sumpahnya utk
Meneguhkan uu org kafir. Dan fakta serta realita dari itu semua adl, dilindunginya bank ribawi, judi,
khomer, syiah, ahmadiyah, jil atas nama ham. Ditambah lg budaya syirik atas nama pariwisatA yg
dilakukan org islam. Jadi kesimpulannya bhw penguasa sekuler akan melindungi, melestarikan,
menjaga kesyirikan dan kekufuran tsb.. Dan kt paham realita itu semua kecuali bg org yg tlah dibutakan
mata hatinya oleh alloh. Pertanyaan ana, sejak kapan alloh dan rosulnya mensahkan kesyirikan dan
kekufuran atas dasar kepemimpinan ?. Yang artinya dg kata lain, biarlah ulilamri melegalkan dan
melindungi kesyirikan yg ptg kt pny pemimpin...tafadhol tadz..kalo antum bs jwb dg dalil, mk nanti akan
ada kaitannya dg tuduhan antum ttg khowarij. Istilahnya ngapain ribut ttg status penguasa dan ttg khowarij
kalo proses pemilihannya saja masih bermasalah dari sisi tauhid ?..
4 Desember 2012 18.39
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Berhubung pertanyaan seperti yang Anda kemukakan itu dah berulang, sekarang gini saja. Saya tanya
kepada Anda dulu :
1. Apakah setiap orang yang berbuat kekufuran itu mesti dihukumi kafir (murtad) ?.
2. Bagaimana pandangan Anda tentang Khalifah Ma'muun yang 'melegalkan' paham kufur 'aqidah
Jahmiyyah ?. Mengapa para ulama Ahlus-Sunnah dulu tetap menganggap Al-Ma'muun sebagai ulil-amri
meski ia berbuat kufur akbar ?.
3. Meminjam pertanyaan Anda : sejak kapan alloh dan rosulnya mensahkan kesyirikan dan kekufuran
atas dasar kepemimpinan ?. Yang artinya dg kata lain, biarlah ulilamri melegalkan dan melindungi
kesyirikan yg ptg kt pny pemimpin.
Kalau Anda dapat menjawab 3 pertanyaan di atas, insya Allah saya mudah menjawab pertanyaan Anda
sebelumnya.

NB : Saya mengingatkan satu fakta : Al-Ma'muun itu lebih berilmu dibandingkan dengan pemimpin kita
sekarang. Kata ulama, orang bodoh itu lebih diterima 'udzur-nya dibandingkan orang yang berilmu.
4 Desember 2012 20.18
Anonim mengatakan...
ana heran dg antum, semua pertanyaan ana tidak dijawab tp malah balik bertanya, antum kan mengakui
ulil amri antum kan ?. maka ana tanya SAH menurut siapa ull amri antum itu ? menurut Demokrasi kufur
atau menurut Alloh dan rosulNya ?. ana uangi pertanyaan ana :
1. Sah kah (dari SISI TAUHID yang antum dengung2kan itu) penguasa yg bersumpah tp isi sumpahnya
utk meneguhkna hukum kufur ?
2. Bagaimana jika isi sumpahnya "Saya bersumpah demi Alloh, bhw saya akan menjalan sistem/syariat
nabi musa/nabi isa". bukankah syariat nabi musa dan isa itu LEBIH BAIK dari syariat org kafir ?

Nanti baru stlh kt bahas LEGALITAS dari sisi tauhid dan syar'inya, akan ana jawab pertanyaan antum.
karena antum ana lihat (dalam kasus almakmun) TIDAK BISA MEMBEDAKAN antara kekeliruan

penguasa SECARA INDIVIDU dg SISTEM PEMERINTAHAN. Itu dulu antum jawab dari sisi dalil syar'i dan
dari SISI TAUHID...tafadhol tadz...(Ana mohon demi sisi ilmiyah komentar ana ini antum cantumkan. kt
mencari kebenaran, bukan pembenaran)
5 Desember 2012 08.46
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya pun gak kalah heran dengan Anda. Di atas sudah jelas saya katakan bahwa saya akan mudah
untuk menjawab pertanyaan Anda jika Anda menjawab dulu pertanyaan saya. Anda jangan melebar
kemana-mana dulu. Konsisten dulu lah. Bukankah Anda menginginkan jawaban ?. Jangan khawatir,....
jika Anda telah menjawab pertanyaan saya (dengan benar), saya akan menjawab pertanyaan Anda.
NB :
1. Yang punya hak bertanya bukan hanya Anda.
2. Bertanya balik merupakan salah satu metode untuk menjawab.
3. Pertanyaan yang saya ajukan adalah dalam rangka menyamakan persepsi agar tidak terjadi debat
kusir yang berkepanjangan. Kalau persepsi belum disamakan, maka apapun jawaban saya, pasti akan
Anda tolak.
5 Desember 2012 09.08
Anonim mengatakan...
Inikah amanat ilmiyah yang anda sering gembar gemborkan itu ?
Inikah hasil dari ilmu tauhid yang sering antum dengungkan itu ?...
Bagaimana bisa seorang yang "ilmiyah" dan "mengaku" bermanhaj salaf serta "paham tauhid" tidak bisa
menjawab dari "Sisi ilmiyah apalagi dari sisi tauhid" "Apakah Penguasa ygn bersumpah dg NAMA ALLOH
tp ISI SUMPAHNYA untuk meneguhkan hukum kufur buatan orang kafir itu sah ?...
Antum itu ustad yg mestinya ketika seorang muris bertanya, haruslah menjawab, bukan dg balik
bertanya...inikah cara antum mengajarkan murid2 antum ?...:)
baru 1 pertanyaan saja antum sudah kelimpungan utk menjawabnya. belum lagi kalo ana bertanya,
"Khalifah Ali sblm memerangi khowarij, beliau mengutus ibnu abbas utuk melakukan DEBAT TERBUKA
dg khowarij. Sudahkah antum lakukan CARA SALAF kita yaitu ibnu abbas ?...:). Jika 1 pertanyaan spt ini
saja antum tidak mampu menjawab gimana mau membantah syubhat khowarij yaa ustad ????....:)
5 Desember 2012 13.24
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Anda paham gak si apa namanya amanat ilmiah itu ?. Menunda jawaban itu bukan berarti gak amanat
ilmiah. Anda memahami arti 'amanat ilmiah' saja masih bingung, lantas bagaimana mau membahas
hal-hal yang lebih besar dari itu ?.
Di atas sudah saya berikan 'clue' berupa 3 point alasan saya. Anda jarang buka kitab ulama ya ?. Kan
sudah saya katakan bahwa salah satu cara menjawab yang diberikan ulama adalah dengan bertanya
balik.
Saya kasih bocoran ya.... Jawaban saya atas pertanyaan Anda itu erat kaitannya dengan sisi pendalilan
para ulama atas sikap Ahmad dan ulama Ahlus-Sunnah semasanya kepada Al-Ma'mun.
Kalau Anda gak paham realita kisah Ahmad dengan Al-Ma'muun, bagaimana bisa Anda memahami
penyikapan terhadap hukkam di masa kontemporer.
Tentang sikap Ibnu 'Abbaas,... he..he.. nampaknya Anda cuma dengar-dengar lalu berkata-kata sesuai
dengan apa yang Anda dengar. Saya dah mengomentarinya di :
Posisi Al-Hafidh Ibnu Katsir dalam At-Tahkim alal-Qawaaniin Menjawab Sebagian Syubhat Takfiriyyuun.
Baca di bagian komentar (4 Desember 2012 21:01 dan 4 Desember 2012 21:03).

NB : Saya kok hampir yakin bahwa Anda bertanya byukan karena belum mempunyai jawaban. Anda justru
bertanya karena sudah mempunyai jawaban sendiri. Iya apa iya ?.
5 Desember 2012 14.00
Anonim mengatakan...
Baiklah ana akan jawab pertanyaan antum tadz. Tentunya sesuai dg yang ana pahami. Tapi ana harap
antum menjawab pertanyaan ana ya..
1. Tidak semua ucapan kekufuran itu membuat pelakunya otomatis menjadi kafir spt ucapan al-makmun,
karena disana ada penghalang (mawani) yaitu salah takwil. Dan untuk ucapan kekufuran yg tidak
mengandung unsur khofi (samar) spt menghina Alloh, rosul dan kitabnya tidak dibutuhkan mawani lagi
(QS 9 : 65-66). Dan takfir itu ada takfir mutlak dan muayyan. Ana meyakini dan belajar ttg hal itu, begitupun

org2 yg antum tuduh takfiri jg paham akan hal itu. hanya saja antum tidak mau berdialog dg mereka dg
dalih yg dibuat2, tp antum su udzon dg mereka...afwan, karena apa ? karena ana jg sudah masuk ke
lingkaranmereka. Ternyata mrk jg belajar mawani takfir, takfir mutlak dan muayyan, ghuluw fit takfir,
dzawabit takfir dsb. Dan jika ada dari mereka yg ghuluw, ana katakan Ya. Dan ana tidak masuk
kejamaah manapun. Ana org yang merdeka dan Ana hanya taqlid kpd kebenaran. Ana belajar jg dari
salafi dalam masalah sunnah dan membaca majalah assunnah dan alfurqon Walopun FAKTANYA salafi
itu berpecah belah, khususnya dalam masalah dana Ihya Uth Turots (baik itu salafi ust. Hakim, Ustad
Umar sewed dan Salafi Ust. Jafar). Dan wallohi ana kenal ulama kibar spt syaikh bin baz, syaikh
utsaimin, syaikh fauzan dsb justru dari temen2 ana di salafi. Jadi ana Insya Alloh berusaha adil dlm
menilai.
2. Al makmun mengatakan quran itu makhluk, karena salah takwil. SANGAT BERBEDA dengan
penguasa sekuler. BEDANYA :
a. Penguasa sekuler MENEGUHKAN, MELESTARIKAN, MENJAGA hukum kafir dan MENGHUKUM SIAPA
SAJA yang TIDAK MAU berhukum dgnya. Dan sumpah ini DIKETAHUI SEBELUM penguasa dibaiat.
BUKTINYA ? sangat mudah tadz, asal pake akal dan fakta dilapangan. Kalo salah satu keluarga saya
mencuri dan dia ingin hukum hudud ditegakkan, maka apa yang ia akan dapatkan ?. Dia dapat dipastikan
masuk penjara karena melanggar KUHP. Belum lagi kalo ada orang mau hukum qishos, maka
penguasa TIDAK AKAN memenuhi keinginannya. Kalo itu dipenuhi dpt dipastikan dia kena pasal KUHP.
Jika kita katakan Itu kan hak asasi manusia saya pak. Apa kata mereka (penguasa). Tidak ada HAM
bagi umat islam untuk menjalankan hukum islam, karena ini BUKAN NEGARA AGAMA!
b. Al makmun melakukan ucapan kekufuran SESUDAH ia menjadi khalifah, (dan lagi2 itu karena salah
takwil, bukan unsur kesengajaan. Makanya imam ahmad tk mengkafirkan scr tayin) dan almakmun sblm
di baiat TIDAK ADA SUMPAH / JANJI untuk meneguhkan hukum kufur. PERHATIKAN BEDANYA !.
c. Jadi sebelum kt membahas masalah status penguasa sekuler maka kita bahas dulu SISI LEGALITAS
DARI SISI TAUHID proses pemilihannya. Jadi kt tidak debat kusir yg tak akan berujung. Kalo kt sepakati
sisi legalitasnya dari sisi TAUHID, maka mari kt dialog ttg statusnya. Ibarat kata kita ribut2 ttg penguasa
sekuler tp SISI LEGALITAS DARI SISI TAUHID saja MASIH BERMASALAH. Apalagi jk kt tidak ikut pemilu,
tidak membaiat karena SISTEM PARLEMENTER itu adl system PERWAKILAN. Gimana mau punya
perwakilan ? wong kita TIDAK IKUT NYOBLOS kok ?... Mari kita punya TIMBANGAN YG PASTI BENARNYA
yaitu QURAN SUNAH

Masalah ana tidak paham Amanat ilmiyahspt yg antum tuduhkan itu, karena ana kurang baca kitab2
para ulama, tidak perlu ana bantah. Biar saja sodara2 kt menilai komentar2 kita tadz
Maka ana bertanya, DARI SISI TAUHID Sah-kah penguasa yg disumpah dg MENGGUNAKAN QURAN tapi
ISI SUMPAHNYA untuk meneguhkan, menjaga dan melestarikan hukum kufur ?.
Dan bagaimana jika isi sumpah tersebut Saya bersumpah demi Alloh, bhw saya akan menjalankkan,
meneguhkan dan memaksakan hukum undang/syariat nabi musa/isa(Syariat nabi musa/isa adalah
WAHYU ALLOH yang tentunya LEBIH BAIK dari syariat orang kafir bukan ????....:)
Dan apakah sumpah dg quran tapi ISI SUMPAHNYA untuk meneguhkan hukum kufur itu bentuk
pelecehan terhadap kitabulloh ?
7 Desember 2012 08.28
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Kalau mau menjawab, silakan jawab langsung pada pertanyaan saja. Gak usah cerita tentang
pengalaman, pengakuan, atau yang semisalnya. Gak usah ngaku bahwa Anda orang merdeka, tidak ikut
jama'ah ini dan itu, dan yang lainnya. Toh saya gak akan memperdulikannya juga. Karena, siapa yang
akan mengecek validitasnya ?. OK ?.
1. Pertanyaan saya di atas bunyinya :
Apakah setiap orang yang berbuat kekufuran itu mesti dihukumi kafir (murtad) ?..
Tinggal dijawab ya atau tidak. Singkat saja. Tapi yang dapat saya simpulkan dari perkataan Anda bahwa
jawabannya adalah : tidak. Tapi Anda malah memberi informasi tambahan yang justru merusak jawaban
yang saya harapkan. Terutama perkataan Anda :
Dan untuk ucapan kekufuran yg tidak mengandung unsur khofi (samar) spt menghina Alloh, rosul dan
kitabnya tidak dibutuhkan mawani lagi (QS 9 : 65-66).
Apa si isi QS. At-Taubah 65-66 ?. Allah ta'ala berfirman :






"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan
menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah:
"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta
maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran
mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-

orang yang selalu berbuat dosa" [QS. At-Taubah : 65-66].


Mas,... ayat ini hanyalah menafikkan adanya udzur main-main (bercanda) dalam perkara istihzaa'.
Darimana saya dapatkan statement ulama yang menyatakan berdasarkan ayat di atas mawaani' takfi
dalam masalah istihzaa' gak berlaku ?.
Katanya dah (merasa) belajar...
2. Pertanyaan saya selanjutnya adalah :
Bagaimana pandangan Anda tentang Khalifah Ma'muun yang 'melegalkan' paham kufur 'aqidah
Jahmiyyah ?. Mengapa para ulama Ahlus-Sunnah dulu tetap menganggap Al-Ma'muun sebagai ulil-amri
meski ia berbuat kufur akbar ?. [selesai].
Kemudian Anda menjawab bahwa kasus Al-Ma'mun itu beda dengan penguasa muslim saat ini. Karena,
kata Anda, Penguasa sekuler MENEGUHKAN, MELESTARIKAN, MENJAGA hukum kafir dan
MENGHUKUM SIAPA SAJA yang TIDAK MAU berhukum dgnya.
Inilah kesesuaian perkataan saya dengan waqi' yang ada pada diri Anda. Makanya, buka kitab-kitab
ulama dong !. Bung, paham Jahmiyyah Mu'tazillah yang diusung Al-Ma'mun itu pahgam kufur atau tidak
kufur ?. Ini yang jadi mahallun-nizaa'-nya. Kalau Anda menjawab paham itu adalah kufur, maka itu ndak
ada bedanya dengan paham kufur lainnya seperti demokrasi, liberal, Syi'ah, dan yang lainnya. Aneh
sekali Anda berusaha membedakan kekufuran yang dijalankan sebelum atau di tengah-tengah masa
pemerintahan. Maksain banget logikanya. Kalau penguasa memang sudah murtad ketika ia menjalankan
pemerintahannya, maka otomatis kewajiban taat kepadanya dah gugur. Lagi pula bung - kalau Anda baca
kitab-kitab sejarah - para khalifah yang memenjara Imam Ahmad itu sebagian besar sudah komit
menegakkan 'aqidah Jahmiyyah semenjak ia menjabat.
Nah, apakah menurut impian Anda Al-Ma'muun dan juga khalifah 'Abbaasiyyah yang lain tidak
MENEGUHKAN, MELESTARIKAN, MENJAGA hukum kafir dan MENGHUKUM SIAPA SAJA yang TIDAK
MAU berhukum dgnya.
8 Desember 2012 05.22
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Coba simak perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang ini yang barangkali belum pernah Anda baca :
.

Dan bersamaan itu, para penguasa berkata dengan perkataan Jahmiyyah (yaitu) : Al-Quran adalah
makhluk, Allah tidak dapat dilihat kelak di akhirat, dan yang lainnya; mengajak manusia pada
pemahaman/perkataan tersebut, menguji dan menyiksa mereka apabila tidak menyambut seruannya,
mengkafirkan orang yang menyelisihinya, hingga orang-orang yang dijebloskan ke penjara tidak akan
dilepas sampai mereka mengatakan perkataan Jahmiyyah : Al-Quran adalah makhluk, dan yang
lainnya. Mereka (para penguasa) tidak mengangkat pejabat dan tidak memberikan santunan dari
Baitul-Maal kecuali pada orang yang mengatakan perkataan Jahmiyyah tersebut. Bersamaan dengan
itu, Al-Imaam Ahmad rahimahullahu taala tetap mendoakan rahmat kepada mereka dan mendoakan
agar mereka mendapatkan ampunan (dari Allah) karena ia mengetahui bahwa belum nampak pada diri
mereka adanya pendustaan terhadap Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam dan pengingkaran
terhadap apa yang beliau bawa. Akan tetapi mereka melakukan tawil lalu keliru, dan bertaqlid kepada
orang-orang yang mengatakan hal itu pada mereka[MajmuuAl-Fataawaa, 23/348-349].
Baca kalimat yang saya cetak tebal baik-baik. Bahkan, para khalifah itu tidak sekedar memenjara dan
menyiksa, tapi juga membunuhnya. Apakah Anda mendapati yang seperti ini di negara kita ini ?. Kalau
keluarga Anda misalnya mencuri sepeda motor, kemudian Anda merengek-rengek untuk dipotong
tangannya, paling Anda tidak akan dihukum karena rengekan Anda, karena yang salah adalah keluarga
Anda (sehingga ia paling hanya dihukum penjara). Tapi kalau Anda hidup di jaman Imam Ahmad dan
mengatakan tidak seperti yang dikatakan khalifah, Anda akan dipenjara, disiksa, atau bahkan dibunuh.
Bung, buka mata Anda yang sebelah. 'Aqidah Jahmiyyah yang kufur di waktu itu merupakan 'aqidah yang
melembaga dan menjadi sistem tegaknya daulah 'Abbaasiyyah (waktu itu).
Imam Ahmad memaafkan Al-Ma'mun karena ia keliru dalam ta'wil. Padahal telah diketahui, waktu itu
ulama masih melimpah dan ilmu demikian menyebar. Hanya saja orang-orang yang ada di sekitar AlMa'mun itulah yang selalu mempengaruhi Al-Ma'mun.
Bandingkan dengan negara kita !. Apakah menurut Anda pemimpin negara kita lebih pandai daripada AlMa'muun ?. Apakah ulama dan ilmu di negara kita ini melimpah seperti di jaman imam Ahmad ?. Apakah
menurut Anda pemimpin negara kita itu menganggap sebagian besar kebijakan yang dilakukannya
salah ?. Apakah menurut Anda orang-orang yang melingkari pemimpin negara kita adalah orang-orang
yang berilmu dalam agama ?.
Jika jawaban Anda adalah tidak, mengapa Anda tidak memberi 'udzur pada pemimpin negara kita ?.
Simpel bukan ?.
8 Desember 2012 05.33
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sebenarnya banyak kemungkinan mengapa pemimpin negara kita tidak berhukum dengan hukum Islam.
Ahlus-Sunnah senantiasa mencari 'udzur atas kekafiran yang dilakukan saudaranya, karena perkara takfir
adalah perkara yang berat. Lihat bagaimana Imam Ahmad memberi 'udzur kepada Al-Ma'muun hingga
pada batas yang mungkin tidak pernah kita bayangkan. Barangkali masalah 'aqidah Jahmiyyah menurut
Anda adalah perkara yang remeh-temeh, sehingga ia kalah dengan perkara yang Anda sebutkan. Namun
para ulama salaf menganggap perkara itu adalah perkara yang besar, hingga 'Abdurrahmaan bin Mahdiy
rahimahullah berkata :

Seandainya aku mempunyai kekuasaan, sungguh aku akan berdiri di atas jembatan. Tidak ada
seorangpun yang melewatiku dari kalangan Jahmiyyah kecuali akan aku tanya kepadanya tentang AlQuran. Seandainya ia menjawab makhluk, aku penggal kepalanya, lalu aku buang ke air
sungai[Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam As-Sunnah, 1/120 no. 46, tahqiq &
takhrij : Dr. Muhammad bin Saiid Al-Qahthaaniy; Daar Aalamil-Kutub, Cet. 4/1416 H - shahih].
Apakah Anda tidak melihat kasus Raja Faishal dan Jenderal Ziaul-Haq ?.
NB : Tolonglah kalau nyusun kalimat dan membuat fokus pembicaraan itu yang runtut dan sistematis.
Jangan ngalor-ngidul gak karu-karuan seperti di atas. Perkataan Anda itu intinya adalah bahwa SBY itu
tidak berhukum dengan hukum Allah, dan telah melakukan beberapa tindakan yang secara dhahir
dihukumi kufur (akbar). Gitu saja kok repot.
8 Desember 2012 05.33
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Sedikit tambahan tentang perkataan Anda yang menurut saya lucu :
. Al makmun melakukan ucapan kekufuran SESUDAH ia menjadi khalifah, (dan lagi2 itu karena salah
takwil, bukan unsur kesengajaan. Makanya imam ahmad tk mengkafirkan scr tayin) dan almakmun
sblm di baiat TIDAK ADA SUMPAH / JANJI untuk meneguhkan hukum kufur. PERHATIKAN BEDANYA !.
Kalimat lucunya adalah bahwa anggapan Anda (sekali lagi : Anggapan Anda) bahwa Imam Ahmad tidak
mengkafirkan secara ta'yin pada Al-Ma'mun hanya karena dalam masalah baiat Al-Ma'mun tidak
bersumpah atau berjanji menegakkan hukum kufur.
Anda simpulkan perkataan itu darimana ?.
Mas,.... saya kasih masukan agar buka buku-buku sejarah ya. Di kitab Siyaru A'laamin-Nubalaa dan
Manaaqib Al-Imaam Ahmad pun telah disebutkan kok kisah Imam Ahmad, termasuk kisahnya dengan
dengan 3 khalifah 'Abbaasiyyah.
Kemudian,... sejak kapan takfir mu'ayyan itu tidak dijatuhkan pada pemimpin hanya karena ia tidak
mengucapkan sumpah di awal baiat seperti kata Anda. Bahkan, ketika kekufuran itu tetap bisa jatuh baik
di awal ataupun di akhir pemerintahan. Yang membedakan itu adalah tegaknya syarat-syarat pengkafiran
dan hilangnya mawaani'-nya.
Juga, Al-Ma'mun itu meyakini, mengamalkan, dan menegakkan hukum kufur di negaranya itu dengan
sengaja. Bukan tidak sengaja seperti kata Anda. Hanya saja benar, ia salah karena melakukan ta'wil.
kelihatan sekali Anda masih bingung dan rancu dalam membedakan mawaani' takfir antara kesengajaan
dan ta'wil. Pantesan saja bahasannya ruwet, seperti umumnya orang seperti Anda.
Seperti kata Anda :
Masalah ana tidak paham Amanat ilmiyahspt yg antum tuduhkan itu, karena ana kurang baca kitab2
para ulama, tidak perlu ana bantah. Biar saja sodara2 kt menilai komentar2 kita tadz.
Semoga Anda bisa menyimpulkan diri Anda sendiri.
8 Desember 2012 05.54
Anonim mengatakan...
Wah penjelasan yg sangat bagus tapi sayangnya TIDAK MENJAWAB SUBSTANSI PERTANYAAN ana
diatas. Ana ulangi ya tadz :
1. Dari SISI TAUHID, SAH-KAH penguasa yg bersumpah DG KITABULLOH tp ISI SUMPAHNYA untuk
MENEGUHKAN, MELSTARIKAN DAN MENJAGA HUKUM KUFUR ?
2. Bagaimana jika ISI SUMPAHNYA "Demi Alloh saya bersumpah, bhw saya akan MENJAGA,
MELESTARIKAN DAN MENEGUHKAN hukum kufur !.
Antum tinggal jawab saja Sah atau tidak. Kalo sah dalilnya apa dan kalo tidak dalilnya apa. Ingat ya tadz
DARI SISI TAUHID.
Karena sayang sekali org yg baca kitab byk, gelarnya Lc,tp TIDAK BISA MEMBEDAKAN negara islam dg
negara sekuler. Ketika "Mereka" bilang "Ini negara islam". Sewaktu ana tanya, ADAKAH NEGARA ISLAM
DIMANA PENGUASANYA MELEGALKAN BANK RIBAWI, JUDI, KHOMER DAN MENGAMBIL PAJAKNYA pdhl
semua JELAS DAN TEGAS KEHARAMANNYA ?...Mereka terdiam tadz...:)
8 Desember 2012 08.42

Anonim mengatakan...
buat mas anonim pendukung takfiry,
bagaimana mas...?
sudah mengerti dengan penjelasan ustadz..?
makanya berilmu dulu sebelum beramal supaya ndak salah faham,
berawal dari salah faham akhirnya salah jalan deh
8 Desember 2012 16.16
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Memangnya saya sedang direct menjawab pertanyaan Anda ?. Baca baik-baik ya bung, saya di atas
sedang mengomentari jawaban Anda yang ngawur.
Selain itu, kalau Anda perhatikan baik-baik dan Anda mampu mencerna kalimat yang saya tuliskan,
komentar saya di atas sebenarnya sudah menyinggung substansi pokok (bukan hanya sekedar case)
pertanyaan Anda. Kalau Anda memang tidak paham, maka tidak heran kalau Anda merasa bingung.
Ma'as-salaamah.
9 Desember 2012 17.28
Anonim mengatakan...
Antum kan sudah menjelaskan panjang lebar. dan ana sudah menjawab keinginan dari pertanyaan
antum diatas. "Anggaplah jawaban ana atas pertanyaan antum itu keliru (menurut antum), Tapi
MASALAHNYA adalah kenapa antum maunya dijawab pertanyaannya tapi TIDAK MAU atau mungkin
TIDAK BERANI MENJAWAB pertanyaan ana diatas ?.
Apa mungkin antum TIDAK KETEMU DALIL yang MENSAHKAN penguasa yg bersumpah dg KITABULLOH
tapi ISI SUMPAHNYA UNTUK MENEGUHKAN HUKUM KUFUR ?...Diskusi itu mbok ya berimbang tadz,
antum itu seorang pendidik. ketika anak didiknya bertanya dg JELAS mestinya antum jawab jg DENGAN
JELAS.
Kan mudah, tinggal jawab saja SAH dalilnya ini, tidak sah dalilnya ini...:)
10 Desember 2012 08.39
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Apakah Anda lupa kalau saya pernah mengatakan :
1. Yang punya hak bertanya bukan hanya Anda.
2. Bertanya balik merupakan salah satu metode untuk menjawab.
3. Pertanyaan yang saya ajukan adalah dalam rangka menyamakan persepsi agar tidak terjadi debat
kusir yang berkepanjangan. Kalau persepsi belum disamakan, maka apapun jawaban saya, pasti
akan Anda tolak. [selesai].
Perhatikan kalimat yang saya cetak tebal. Saya yakin Anda bukan termasuk golongan buta huruf yang
kesulitan membaca kalimat di atas.
Jadi, pertanyaan saya di atas adalah untuk menyamakan persepsi dasar. Mengapa ?. Karena jawaban
atas pertanyaan Anda sedikit banyak akan berkaitan dengan manhaj para ulama Ahlus-Sunnah dalam
menyikapi kekeliruan dan kekufuran penguasa, dan itu tercermin dalam kisah Al-Imaam Ahmad dan para
ulama semasanya terhadap tiga khalifah Dinasti 'Abbaasiyyah. Kalau dalam hal ini saja kita belum sama
persepsinya, bagaimana saya akan berhujjah dalam menjawab pertanyaan Anda ?. Paham Anda akan
konstruksi logikanya ?.
Mas Anonim yang baik, berhentilah berapologi dengan berkata :
Anggaplah jawaban ana atas pertanyaan antum itu keliru (menurut antum) [selesai kutipan].
Memangnya Anda gak merasa salah ya ?. Apakah Anda tidak merasa salah dengan perkataan Anda :
Dan untuk ucapan kekufuran yg tidak mengandung unsur khofi (samar) spt menghina Alloh, rosul dan
kitabnya tidak dibutuhkan mawani lagi (QS 9 : 65-66)
???????
Ini pengetahuan dasar. Kalau masih keliru, ya pantesan melahirkan generasi muda Islam seperti Anda.
Simak perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah berikut :

"Sesungguhnya kita mengetahui bahwasannya barangsiapa yang mencela Allah dan Rasul-Nya dengan
kemauannya sendiri tanpa paksaan, mengatakan kalimat kekufuran dengan sadar tanpa paksaan,
mengolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya; maka ia kafir secara lahir dan batin..." [Majmuu' AlFataawaa, 7/557].

Perhatikan kalimat yang bercetak tebal. Beliau rahimahullah tetap mempertimbangkan mawaani' takfir
dalam hal perbuatan kufur yang beliau sebutkan di atas.
Yang lain, Ibnul-Kiyaa Al-Harraasiy Asy-Syaafi'iy (w. 504 H) berkata setelah membawakan QS. At-Taubah
ayat 65-66 :



"Dalam ayat tersebut terdapat dalil bahwa orang yang bermain-main dan yang sungguh-sungguh
hukumnya sama dalam hal menampakkan kalimat kekufuran selama tidak dipaksa.....dst." [AhkaamulQur'aan].
Masih banyak perkataan para ulama yang semisal.
Apakah Anda masih berapologi bahwa perkataan Anda itu salah menurut saya (saja) ?. Kalau memang
itu hanya salah menurut saya, lantas yang benar seperti apa ?. Kasih saya referensi secukupnya.
10 Desember 2012 20.54
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Apakah Anda tidak merasa salah dalam ucapan Anda :
"karena antum ana lihat (dalam kasus almakmun) TIDAK BISA MEMBEDAKAN antara kekeliruan
penguasa SECARA INDIVIDU dg SISTEM PEMERINTAHAN"
Juga :
Al makmun mengatakan quran itu makhluk, karena salah takwil. SANGAT BERBEDA dengan
penguasa sekuler. BEDANYA :
a. Penguasa sekuler MENEGUHKAN, MELESTARIKAN, MENJAGA hukum kafir dan MENGHUKUM SIAPA
SAJA yang TIDAK MAU berhukum dgnya..... [selesai kutipan].
??????
Apakah Anda tidak merasa salah akan hal itu ?. Ya, karena Anda memang tidak pernah baca dengan
benar kisah Imam Ahmad dari sumbernya. Padahal di atas telah saya sebutkan penjelasan Ibnu
Taimiyyah bahwa penguasa di masa Imam Ahmad itu memberlakukan 'aqidah Jahmiyyah itu bukan
hanya untuk dirinya sendiri, tapi memberlakukannya secara wajib bagi rakyatnya (baca : Tasyrii' 'aam).
'Aqidah Jahmiyyah itu merupakan sistem dan undang-undang negara. Apa buktinya ?. Sebagaimana
telah saya tuliskan di atas : Al-Ma'muun menghukum orang yang menyelisihi 'aqidah Jahmiyyah yang ia
pegang dan bahkan membunuhnya. Ia juga tidak mengangkat pembantu (dalam urusan negara) kecuali
orang yang mengikuti 'aqidahnya. Apakah bentuk seperti ini bukan merupakan bentuk tasyrii' 'aam dan
undang-undang menurut Anda ?.
Seandainya Anda menganggap 'aqidah sekuler itu adalah 'aqidah kufur, lantas apa bedanya dengan
'aqidah Jahmiyyah ?. Jika Anda menganggap penguasa yang menerapkan 'aqidah sekuler itu kafir dan
tidak layak dijadikan ulil-amri; lantas apa bedanya dengan Al-Ma'muun yang memberlakukan 'aqidah
Jahmiyyah dalam membangun sistem dan undang-undang bagi negaranya ?.
Simak sekali lagi penjelasan Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
:

"Namun demikian, Ahmad tidaklah mengkafirkan individu-individu tertentu yang beraqidah Jahmiyyah.
Tidak pula beliau mengkafirkan setiap orang yang ia vonis sebagai orang Jahmiy. Tidak pula beliau
mengkafirkan orang yang menyepakati Jahmiyyah dalam sebagian bid'ah mereka. Bahkan beliau (Ahmad
bin Hanbal) tetap shalat di belakang orang Jahmiyyah yang mengajak dalam bid'ah mereka, menguji
manusia, lalu menghukum orang yang tidak menyepakati mereka dengan hukuman yang keras. Ahmad
tidaklah mengkafirkan mereka dan orang yang semisalnya. Dan bahkan, Ahmad tetap berkeyakinan akan
keimanan dan keimaman mereka, serta mendoakan kebaikan bagi mereka" [Majmuu' Al-fataawaa, 7/507508].
Ibnu taimiyyah di sini sedang membicarakan sikap Ahmad terhadap Al-Ma'muun.
Jika Anda menganggap bahwa perkataan Anda di atas hanya salah menurut saya; lantas yang bener
menurut Anda seperti apa ?. Berikan saya referensinya.
Dan yang seterusnya....
Anda itu telah salah dalam waqi' dan salah dalam memandang serta menyikapi waqi'.
Yang dipertimbangkan dalam status kepemimpinan adalah keimanannya. Selama ia masih dianggap
muslim, maka statusnya masih dipertimbangkan sebagai ulil-amri. Jika statusnya sudah berubah
menjadi kafir, maka pada asalnya status ulil-amri itu hilang bersamaan dengan hilangnya kewajiban taat
kepadanya. Al-Qaadli Iyadl rahimahullah :

Para ulama telah bersepakat bahwasannya imamah tidak bisa diserahkan kepada orang kafir. [Syarh
Shahih Muslim juz 12 hal. 229].
10 Desember 2012 20.59
Anonim mengatakan...
Assalamu'alaikum para ustadz . saya mengikuti diskusi anda semua yang sangat panjang ini. Tapi saya
merasakan aura yang berbeda, ada yang saya rasakan sangat tendensius dan ada yang ikhlas.
teringat ketika pertama kali saya belajar sama dua orang ustad yang berbeda, ustad yang satu selalu
memberi pinjaman majalah Asy Syariah dan yang satu memberi pinjaman An Najah, subhanallah ana
sangat merasakan suatu aura yang sangat berbeda di keduanya. dan saya cenderung lebih menerima
An Najah daripada As Syariah yang terkesan banyak mencela dan terasa sangat tendensius.
Wallahu'alam.
oh ya saya pingin tanya kepada Ustad Abu al-Jauzaa', Pemimpin negeri ini (sby) mengatakan pada
sebuah komunitas kristen yang intinya bahwa dia menolak syariat islam di tegakkan di Indonesia, apa
konsekuensi dari pernyataanya?
kalo perlu videonya bisa saya kirim. Wallahu'alam.
10 Desember 2012 21.01
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Jadi, sungguh sangat salah kalau Anda malah mempermasalahkan status dalam pengangkatan dan
seterusnya. Ini namanya tidak memahami mahallun-nizaa' permasalahan. Kenapa ?. Karena,
seandainya ada penguasa yang memberontak, menggulingkan pemerintah yang sah, dan mengangkat
dirinya sendiri tanpa melalui proses yang syar'iy; maka kita tetap wajib taat kepada penguasa baru
tersebut.Silakan baca penjelasan ulama terkait dengan hal ini dalam artikel : Syubhat Klasik.
Intinya, pertanyaan Anda itu sudah didasari dari pandangan dan pemahaman yang salah. Bahkan salah
kaprah. Maka dari itu, untuk menata pemahaman dan sekaligus menunjukkan kesalahan Anda, saya
utarakan pertanyaan saya di atas. Paham ?.
10 Desember 2012 21.01
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Anonim 10 Desember 2012 21:01,....
Silakan menilai. Baik yang tendensius maupun yang ikhlash.
[Comment : tendensius itu artinya condong, berpihak, melawan, atau rewel. Saya tidak paham maksud
Anda dalam konteks ini. Dan tentang ikhlash, saya tidak tahu bagaimana seseorang bisa melihat aura
keikhlasan, padahal ikhlash adalah amalan hati].
Saya tidak mau ambil pusing dan berkomentar tentang kisah Anda antara majalah An-Najah atau AsySyari'ah. Tidak terlalu ada relevansinya dengan pembicaraan yang ada di sini. Yang ada malah,
menimbulkan opini.
Tentang masalah video, sudah ada pembicaraan tentang hal itu di sini :
Posisi Al-Hafidh Ibnu Katsir dalam At-Tahkim alal-Qawaaniin Menjawab Sebagian Syubhat Takfiriyyuun.
(lihat bagian komentar 21 Desember 2011 08:40).
Semoga bermanfaat.
10 Desember 2012 21.16
Anonim mengatakan...
http://arrahmah.com/read/2011/12/19/16917-makna-thoghut-ditengah-perang-melawan-teror.html
14 Januari 2013 15.12
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Artikel di atas sudah culup mengimbangi penjelasannya.
14 Januari 2013 15.43
Anonim mengatakan...
Boleh nanya ustadz..klo.pemerintah sekarang boleh disebut thoghut ndak? :-)
9 Maret 2013 10.41
Muslimah Energic mengatakan...
Brrti dr artikel d atas hy membantah terkait penyebutan KAFIr brrti munafik dna sbgainya tdk mslh y?
15 Agustus 2013 21.02
Muslimah Energic mengatakan...
Tp ustadz, di poin yg plg terakhir bhwa bolehnya taat kpd pmimpin slma tdk mlkukan kemaksiatan, faktnya
dalam demokrasi skrg , legalisasi adalah bgian dr demokrasi sprti legalisasi wilyh pelacuran sprti di
mkssar,dsb. Miras, hiburan malam,dsb.

Kemudian pajak jg bgian demokrasi sdgkn menurut hdits pajak yg dibebabkn kpd kaum muslimin adalah
haram.
Nah, presiden kita kan ridho akn hal itu, dan tntunya sgala kptsan adalah lwt presiden dna MPR,DPR jg.
Jd gmn?
Apa msh mau ditaati?
15 Agustus 2013 21.07
Anonim mengatakan...
Lantas bagaimana hukumnya belajar atau mengambil ilmu dari takfiri ?

dari Abu Unaisah.


16 Agustus 2013 08.38

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru

Beranda

Posting Lama

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Join My Network

About Us
Hak Cipta Hanyalah Milik Allah Semata.
Kaum Muslimin Berhak Memanfaatkan
Semua Artikel di Blog Ini untuk Tujuan
Kemaslahatan Kaum Muslimin Tanpa
Maksud Kormersial. SHARE YOUR KNOWLEDGE FOR FREE!!

C o p y r i g h t 2 0 1 0 A b u l-Jauzaa Blog - !!

Free Blogger template b y Freebtemplates. Original Design by Paddsolutions

Vous aimerez peut-être aussi