Vous êtes sur la page 1sur 17

ANALISIS BIOEKIVALEN (BE) IN VITRO

UJI DISOLUSI TERBANDING


I.

TUJUAN PERCOBAAN
Mempelajari perbedaan profil disolusi berbagai obat generik yang sudah
beredar dan membandingkan kemiipan (bioekivalen/BE) antara obat generik
tersebut dengan obat inovator.

II.

PRINSIP PERCOBAAN
II.1.
Disolution Tester
Berdasarkan penentuan konstanta kecepatan disolusi tablet dan kadar
zat yang terdisolusi dalam media dengan pengambilan sample tiap menitnya
pada suhu 37oC.
II.2.

Spektrofotometri
Berdasarkan hukum Lambert-Beer dengan menyatakan bahwa besarnya

serapan (absorbansi) sebanding dengan besarnya konsentrasi dan zat uji.


III.

TEORI
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk

sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan
obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti
kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).
Menurut BPOM RI, pada produk-produk tertentu bioavailabilitas dapat
ditunjukan dengan fakta yang diperoleh in vitro yang dilakukan dalam lingkungan
seperti in vivo yang sering disebut sebagai disolusi terbanding. Obat-obat ini
bioavailabilitasnya terutama bergantung pada obat yang berada dalam keadaan
terlarut. Laju disolusi obat dari produk obat tersebut diukur in vitro. Data laju
disolusi in vitro harus berhubungan dengan data bioavailabilitas in vivo untuk obat
tersebut (Shargel et.al, 2005).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam
cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara
1

oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikelpartikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus.
Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau
medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan
dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukan ke dalam beaker glass
yang berisi air atau dimasukan ke dalam saluran cerna (Saluran gastrointestinal),
obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padanya. Kalau tablet
tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi
granul-granul, dan granul-granul mengalami pemecahan menjadi partikel halus.
Disintegrasi, deagregrasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan
melepasnya suatu obat di tempat obat tersebut diberikan (Martin, 2008).
Sejumlah metode untuk menguji disolusi dari tablet dan granul secara in
vitro dapat digunakan metode keranjang dan dayung. Uji hancur pada suatu tablet
didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah menjadi partikel- partikel
kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan
berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji
hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah
kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikelpartikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang
seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi
hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang
diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju
larut obat dalam tablet (Martin, 2008).
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat
dan tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat
berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas
dari berbagai formula. Karena itu, dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu
tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak bila berada di saluran cerna,
menjadi minat utama dari para ahli farmasi (Martin, 2008).

Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau reaktivitas


partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami dua langkah
berturut-turut (Gennaro, 1990) :
A Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang
tetap atau film disekitar partikel
B Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair
Langkah pertama, larutan berlangsung sangat singkat. Langkah kedua,
difusi lebih lambat dan karena itu adalah langkah terakhir.Pada waktu suatu
partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat pada permukaan mulamula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang
membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai
lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati
cairan yang melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi
terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan difusi, molekulmolekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan partikel
obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut (Martin, 1993).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika
obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju
obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus
menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat
lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang
diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan
laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa
diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya
diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah
pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam
lambung atau saluran usus halus (Martin, 1993).
Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada
kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan
dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur
hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang
ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini tidak memberi jaminan
bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas bahan obat dalam larutan dengan
3

kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji
dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet (Martin, 1993).
Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet
diperoleh dengan mengukur bioavaibilitas in vivo. Ada berbagai alasanmengapa
penggunaan in vivo menjadi sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang
diperlukan untuk merencanakan, melakukan, dan mengitepretasi; tingginya
keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia; ketepatan yang
rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya
diperlukan;

pemakaian

manusia

sebagai

obyek

bagi

biaya yang

penelitian

yang

nonesensial; dan keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna


antara manusia yang sehat dan tidak sehat yang digunakan dalam uji. Dengan
demikian, uji disolusi secara in vitro dipakai dan dikembangkan secara luas, dan
secara tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavabilitas obat, terutama pada
penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai metoda
pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti pada
setiap uji in vitro, sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan tes
bioavaibilitas in vitro (Ansel, 1989).
Ada dua sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk
menunjukkan (Ansel, 1989) :
A Pelepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%
B Laju pelepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama
denganlaju penglepasan dari batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas
danefektif secara klinis.
Suplemen 3 dari USPXX/NFXV menetapkan bahwa salah satu dari dua alat
yang dicantumkan harus digunakan dalam pada penentuan laju larut (laju
disolusi). Toleransi uji dinyatakan sebagai persen jumlah atau kadar di etiket obat
dari obat yang larut selama batas waktu. Tes kecepatan melarut telah didesain
untuk mengukur berapa kecepatan zat aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke
dalam larutan. Hal ini perlu diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat
memberikan informasi sangat berharga tentang konsistensi dari batch satu ke
batch lainnya. Tes disolusi ini didesain untuk membandingkan kecepatan
melarutnya suatu obat, yang ada di dalam suatu sediaan pada kondisi dan
ketentuan yang sama dan dapat diulangi (Ansel, 1989).
4

Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari


kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada
zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap
kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin
cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul,
serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau
sediaan-sediaan semisolid (salep, krim, pasta) mengalami disolusi dalam
media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi
sistemik (Anief, 1997).
Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap
pembatasan kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada
dalam saluran cerna, mama terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan
kecepatan zat aktif tersebut, yaitu (Martin, 2008) :
A Zat aktif mula-mula harus larut
B Zat aktif harus dapat melewati membran saluran cerna
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis
yang penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi
telah masuk persyaratan wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak
tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan
disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien
terapi, tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan
informasi berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk (Martin, 2008).
Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk mengevaluasi dan
menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro bertujuan (Martin, 2008) :
A. Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada
dalam model disolusi dapat berarti atau berpengaruh dalam proses
invivo apabila dikembangkan suatu model yang berhasil meniru situasi
invivo
B. Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya
dengan sifat disolusi dan absorbsinya sesuai.
C. Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur
pengendalian mutu untuk produk akhir.

D. Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda dari


bentuk sediaan solid apabila korelasi antara sifat disolusi dan
ketersdiaan hayati telah ditetapkan.
E. Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi
dan manufaktur.
F. Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat
disolusi zat aktif yang baru.
G. Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara
dekat sistem invivo sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten
tercapai. Oleh karena itu keuntungan dalam biaya, tenaga kerja,
kemudahan dapat diberikan dengan penggunaan system.
Faktor yang mempengaruhi Disolusi (Martin, 2008) :
A. Suhu
Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan sejauh lima
persen dapat disebabkan oleh adanya perbedaan suhu satu derajat.
B. Medium
Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam
beberapa hal zat tidak larut dalam larutan air, maka zat organik yang
dapat merubah sifat ini atau surfaktan digunakan untuk menambah
kelarutan. Gunanya adalah untuk membantu kondisi sink sehinggan
kelarutan obat

di dalam medium bukan merupakan faktor penentu

dalam

disolusi.Untuk

proses

mencapai

keadaan

sink

maka

perbandingan zat aktif dengan volume medium harus dijaga tetap pada
kadar 3-10 kali lebih besar daripada jumlah yang diperlukan bagi suatu
larutan jenuh. Masalah yang mungkin mengganggu adalah adanya gas
dari medium sebelum digunakan. Gelembung udara yang terjadi dalam
medium karena suhu naik dapat mengangkat tablet, sehingga dapat
menaikkan kecepatan melarut.
C. Kecepatan Perputaran
Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya
kecepatan pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100
rpm tidak menghasilkan data yang dapat dipakai untuk membedabedakan hasil kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan
pengadukan perlu lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah

medium daripada menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih


diperbolehkan, sebaiknya dihindarkan.
D. Ketepatan Letak Vertikal Poros
Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang,
tinggi dan ketepatan posisi dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak
yang kurang sentral dapat menimbulkan hasil yang tinggi, karena hal ini
akan mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat di dalam bejana.
E. Goyangnya poros
Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena
dapat menimbulkan pengadukan yang lebih besar di dalam medium.
Sebaiknya digunakan poros dan bejana yang sama dalam posisi sama
bagi setiap percobaan karena masalah yang timbul karena adanya poros
yang goyang akan dapat lebih mudah dideteksi.
F. Vibrasi
Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir
semua masalah vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air
atau adanya penyebab dari luar. Alas dari busa mungkin dapat
membantu, tetapi kita harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan
kelurusan harus dicek.
G. Gangguan pola aliran
Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi
dapat mengakibatkan hasil disolusi yang tinggi. Alat pengambil
cuplikan serta adanya filter pada ujung pipet selama percobaan
berlangsung dapat merupakan penyebabnya
H. Posisi pengambil cuplikan
Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara
bagian puncak dayung (atau keranjang) dengan permukaan medium
(code of GMP). Cuplikan harus diambil 10-25 mm dari dinding bejana
disolusi, karena bagian ini diperkirakan merupakan bagian yang paling
baik pengadukannya.
I. Formulasi bentuk sediaan
Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh
tidaklah selalu disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa
mungkin juga disebabkan oleh kualitas atau formulasi produknya
sendiri. Beberapa faktor yang misalnya berperan adalah ukuran partikel

dari zat berkhasiat, Mg stearat yang berlebih sebagai lubrikan,


penyalutan terutama dengan shellak dan tidak memadainya zat
penghancur.
J. Kalibrasi alat disolusi
Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal
ini merupakan salah satu faktor yang paling penting. Tanpa
melakukannya tidak dapat kita melihat adanya kelainan pada alat.
Untuk mencek alat disolusi digunakan tablet khusus untuk kalibrasi
yaitu tablet prednisolon 50 mg dari USP yang beredar di pasaran. Tes
dilakukan pada kecepatan dayung atau keranjang 50 dan 100 rpm.
Kalibrasi harus dilakukan secara teratur minimal setiap enam bulan
sekali.
Laju disolusi bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan ke
dalam beaker yang berisi air atau dimasukkan ke dalam saluran cerna (saluran
gastrointestinum), obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk
padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer. Matriks dapat juga
mengalami disintegrasi menjadi granul-granul. Dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel yang halus. Disintegrasi dengan segala dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari
bentuk dimana obat tersebut diberikan.
IV.

BAHAN DAN ALAT PERCOBAAN


IV.1.
Alat
1. Labu Ukur
2. Pipet Volume
3. Vial
4. Spektrofotometer UV-Vis
5. Alat Disolusi
6. Membran filter
7. Suntikan
IV.2.
Bahan bahan
1. Aquadest
2. Tablet innovator
3. Tablet Generik

V.

PROSEDUR

Siapkan alat disolusi dan pastikan waterbath dalam alat disolusi telah
mencapai 37o C 0,5o C. Lakukan pengujian dengan medium disolusi dengan
selang waktu yang sama ( 3, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit ).
Untuk evaluasi data dibuat grafik hubungan jumlah obat yang terdisolusi
terhadap fungsi waktu. Dihitung kadar larutan dari sampel yang diambil
berdasarkan kurva baku yang telah diperoleh. Interpolasikan data kedalam
persamaan faktor similaritas dan perbedaan.

VI.

DATA PERCOBAAN, PERHITUNGAN DAN GRAFIK


4.1.
Data Kurva Baku
C

Absorbans

(ppm)
2
3
4
5
6
7
8
9

i
0,204
0,304
0,362
0,48
0,555
0,648
0,736
0,848

Kurva Baku
1
0.8

f(x) = 0.09x + 0.02


R = 1

0.6

Absorbansi 0.4

Linear (A)

0.2
0
1

9 10

C (ppm)

Gambar 4.1. Grafik Kurva Baku


4.2.
Perhitungan % Terdisolusi Tablet
4.2.1. Tablet Inovator
Waktu

Absorbansi

5
10
15
20
25
30

0,326
0,348
0,426
0,436
0,379
0,441

Waktu
(menit
)
5
10
15
20
25
30

Konsentrasi

Faktor

Konsentrasi

(ppm)
3,3878
3,6309
4,4928
4,6033
3,9735
4,6585

pengenceran
100 x
100 x
100 x
100 x
100 x
100 x

(ppm)
338,78
363,09
449,28
460,33
397,35
465,85

Mg

(ppm)

Terdisolusi

338,78
363,09
449,29
460,33
397,73
465,85

304,902 mg
326,781 mg
404,352 mg
414,297 mg
357,615 mg
419,265 mg

Faktor

Mg Terdisolusi

Koreks

Setelah

% Terdisolusi

i
0
1,694
1,825
2,257
2,314
2,000

Koreksi
304,902 mg
328,475 mg
406,177 mg
416,554 mg
359,929 mg
421,265 mg

60,980 %
65,695 %
81,235 %
83,311 %
71,986 %
84,253 %

4.2.2. Tablet Uji Dumin


Waktu
(menit
)

Absorbansi

Konsentrasi

Faktor

Konsentrasi

(ppm)

Pengenceran

(ppm)

10

5
10
15
20
25
30

0,348
0,399
0,441
0,506
0,500
0,500

3,6309
4,1945
4,6586
5,3768
5,3105
5,3105

100 x
100 x
100 x
100 x
100 x
100 x

363,09
419,45
465,86
537,68
531,05
531,05

Waktu

Mg

Faktor

Mg Terdisolusi

(menit)
5
10
15
20
25
30

(ppm)
363,09
419,45
465,86
537,68
531,05
531,05

Terdisolusi
326,781 mg
377,505 mg
419,274 mg
483,912 mg
477,945 mg
477,945 mg

Koreksi
0
1,815
2,107
2,341
2,701
2,670

Setelah koreksi
326,781 mg
379,320 mg
421,381 mg
486,253 mg
480,646 mg
480,615 mg

% Terdisolusi
65,356 %
75,864 %
84,276 %
97,251 %
96,129 %
96,123 %

120
100
80
60

% disolusi inovator

% disolusi Generik

40
20
0
0

10

15

20

25

30

Gambar 4.2. Grafik Kurva % Disolusi Inovator dan % Disolusi Generik


4.3.
Penentuan Similaritas Tablet Generik A dengan Tablet Inovator
4.3.1. Perhitungan f1 dan f2 Secara Manual (menggunakan excel)
DATA REFERENCE
Waktu
Waktu
% DISOLUSI
(menit)
(menit)
5
60,980 %5
10
10
65,695 %
15
15
81,235 %
20
20
83,311 %
25
25
71,986 %
30
30
84,253 %

DATA TEST
% DISOLUSI
65,356 %
75,864 %
84,276 %
97,251 %
96,129 %
96,123 %
11

35

|Rt-Tt|
Rt-Tt
4,376
-4,376
10,169
-10,169
3,041
-3,041
13,940
-13,940
24,143
-24,143
11,870
-11,870

(Rt-Tt)^2
1049,911
(Rt1/n (Sampling
: 5)
1,000
n|Rt-Tt|
nRt
(n|Rt-Tt|)
(1/n)
(Rt-Tt)^2
1049,911 67,589
Tt)^2
4,376
60,980
nRt
447,460
1 + (1/n)
(Rt-Tt)^2
1050,911
19,149
10,169
65,695
[(n|Rt-Tt|)]/[nRt]
0,151
[1 + (1/n)
(Rt-Tt)^2]^-0,5
0,031
103,409
3,041
81,235
4.3.2.
15,094
{[1 + (1/n)
(Rt-Tt)^2]^-0,5[(n|Rt-Tt|)]/[nRt].100
.100}
3,085
9,248
13,940
83,311
log{[171,986
+ (1/n) (Rt-Tt)^2]^-0,5 .100}
0,489 f 1 15,094
194,324
24,143
50 .log{[1+(1/n)
(Rt-Tt)^2]^-0,5 .100}
24,461
582,884
4.3.2.
11,870
84,253
f
2
24,461
140,897
4.3.2.
Perhitungan f1 dan f2 Secara Otomatis (menggunakan aplikasi)
f 1 : 10,83
f 2 : 43,86
Keterangan : Tidak similaritas karena nilai f2 lebih rendah yaitu
43,86, yang seharusnya sama dengan atau lebih besar (f2 : 50
100)

12

Gambar 4.3.2. Grafik Inovator Vs Generik Tablet Dumin

13

V.

DISKUSI DAN PEMBAHASAN


Pada praktikum Biofarmasi ini tentang analisis bioekivalen in vitro uji

disolusi terbanding, tujuan dari praktikum ini untuk membedakan profil disolusi
berbagai macam obat generik yang telah beredar di pasaran dengan
membandingkan kemiripannya (bioekivalen) tersebut dengan innovator. Innovator
yang digunakan dalam analisis tersebut adalah Panadol. Uji ekivalensi in vitro itu
sendiri yang selanjutnya disebut uji disolusi terbanding adalah uji disolusi
komparatif yang dilakukan untuk menunjukkan similaritas profil disolusi antara
obat uji dengan obat inovator/komparator.
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah membuat
kurva baku paracetamol. Pembuatan kurva baku ini bertujuan untuk menentuan
persamaan regresi linier yang akan digunakan untuk menentukan kadar atau
konsentrasi sampel yang sudah diukur absorbansinya. Pengukuran absorbansi zat
dengan berbagai variasi konsentrasi tersebut dilakukan pada maksimum atau
panjang gelombang maksimum dari paracetamol yaitu 244nm, akan tetapi hasil
yang di dapatkan yaitu pada panjang gelombang 247nm. Penentuan panjang
gelombang maksimum hal ini dikarenakan suatu panjang gelombang maksimum
memiliki suatu kepekaan yang maksimal agar diperoleh suatu serapan yang
maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut kepekaan
pengukurannya pun maksimal (perubahan absorbansi untuk setiap satuan
konsentrasi larutan adalah yang paling besar).
Dalam percobaan ini digunakan variasi konsentrasi zat sebesar 2 ppm, 3
ppm, 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, 8 ppm dan 9 ppm yang dibuat dari larutan
induk dengan konsentrasi 500 ppm. Nilai absorbansi yang diperoleh dari hasil
pengukuran suatu zat baik larutan baku maupun sampel harus berada pada rentang
0,2-0,8 karena pada rentang serapan tersebut persentase kesalahan analisisnya
masih dalam batas yang dapat diterima yaitu, 0,5-1% sedangkan diluar rentang
tersebut dapat menyebabkan kesalahan fotometrik yang dapat mempengaruhi
keakuratan pengukuran. Persamaan regresi yang diperoleh dari kurva baku adalah
y = 0,0905 + 0,0194 dengan R2 = 0,99782 dari persamaan tersebut dapat
digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel untuk menghasilkan % disolusi.

14

Uji disolusi ini didasarkan pada waktu hancurnya suatu tablet paracetamol
di dalam media air dengan alat uji disolusi yang digunakan, dimana tablet tersebut
pecah terlebih dahulu menjadi granul, lalu menjadi serbuk dan menjadi partikel.
Tablet sampel paracetamol kemudian diuji disolusi dengan alat uji disolusi tipe 2
atau yang biasa disebut sebagai metode dayung. Pada uji disolusi media yang
digunakan adalah aquadest yang seharusnya digunakan larutan dapar fosfat pH 5,8
yang menganalogikan kondisi cairan usus tetapi karena air merupakan penyusun
utama cairan tubuh sehingga air dianggap dapat menjadi media disolusi yang baik
dan juga karena pH aquadest yang basa sehingga sesuai dengan kebutuhan media
yang seharusnya, jumlah media yang digunakan adalah 900 ml yang
menganalogikan jumlah cairan tubuh. Ketika pengujian disolusi ini, putaran harus
di perhatikan putaran yang digunakan adalah 50 rpm. Putaran tersebut harus
berada pada rentang 50 100 rpm jika putarannya lebih dari 100 rpm maka %
disolusi yang dihasilkan penyimpangannya akan lebih dari 4% adanya putaran ini
dianalogikan sebagai gerakan peristaltik pada usus. Selain itu, pada uji disolusi
suhu yang dipakai yaitu 37oC, suhu tersebut dapat memudahkan suatu tablet untuk
cepat melarut selain itu suhu yang dipakai 37oC hal ini dikarenakan suhu tubuh
manusia yaitu 37oC. Sedangkan tinggi dasar dayung ke dasar media diatur dengan
jarak 2,5 cm tujuannya untuk memperkecil kemungkinan tablet melayang-layang
selama pengujian dan untuk mencegah terjadinya gesekan antara dasar media
dengan dasar dayung.
Ketika pengambilan cuplikan sampel menurut waktu yang telah ditentukan,
pengambilannya harus berada pada posisi yang sama dan posisi yang baik yaitu
berada pada 10 25 mm dari dinding labu. Jika pengambilan sampel tidak berada
pada tempat yang sama dikhawatirkan kadar yang akan diuji pada
spektrofotometri tidak akan sesuai seharusnya semakin menitnya bertambah maka
semakin besar nilai absorban yang dihasilkan karena makin banyaknya senyawa
yang terlarut dalam media tersebut.

15

VI.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C., (1985), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press,
Jakarta, 91,92.
Anief, Moh., 1997. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Cairns, Donald. 2008. Intisari Kimia Farmasi edisi 2, Alih bahasa oleh Jojor
Simanjuntak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

16

Gennaro, A. R., et all., (1990), Remingtos Pharmaceutical Sciensces , Edisi


18th, Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591.
LeonShargel,AndrewB.C.YU.Biofarmasetikadanfarmakokinetikaterapan
,Edisikedua,Surabaya:Airlangga University Press, 1988.
Martin, A., et.all., (1993), Farmasi Fisika , Edisi III, Bagian II, Penerbit UI
Jakarta, 827.

17

Vous aimerez peut-être aussi

  • Steril Propionat
    Steril Propionat
    Document30 pages
    Steril Propionat
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Translet
    Translet
    Document29 pages
    Translet
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Tabel
    Daftar Tabel
    Document1 page
    Daftar Tabel
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Cover
    Cover
    Document1 page
    Cover
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Cover
    Cover
    Document2 pages
    Cover
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • FLUKS
    FLUKS
    Document7 pages
    FLUKS
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document4 pages
    Daftar Pustaka
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Vetri Ner
    Vetri Ner
    Document22 pages
    Vetri Ner
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Steril Glukosa
    Steril Glukosa
    Document27 pages
    Steril Glukosa
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Cover Botani
    Cover Botani
    Document1 page
    Cover Botani
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Kata Pengantar Botfar
    Kata Pengantar Botfar
    Document2 pages
    Kata Pengantar Botfar
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Teori Kologi Diare
    Teori Kologi Diare
    Document5 pages
    Teori Kologi Diare
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Soal Psba
    Soal Psba
    Document1 page
    Soal Psba
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Cover Teksol
    Cover Teksol
    Document1 page
    Cover Teksol
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • KLT
    KLT
    Document26 pages
    KLT
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Tugasvet
    Tugasvet
    Document21 pages
    Tugasvet
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Soal Psba
    Soal Psba
    Document1 page
    Soal Psba
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Bab 6
    Bab 6
    Document25 pages
    Bab 6
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Pembahasan Ditta
    Pembahasan Ditta
    Document12 pages
    Pembahasan Ditta
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Document 444
    Document 444
    Document3 pages
    Document 444
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Bac Teri
    Bac Teri
    Document25 pages
    Bac Teri
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Liquid
    Liquid
    Document10 pages
    Liquid
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Lap or Aaaaa NNN
    Lap or Aaaaa NNN
    Document1 page
    Lap or Aaaaa NNN
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Document 2222222
    Document 2222222
    Document17 pages
    Document 2222222
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Kimia Klinik Faal Ginjal
    Kimia Klinik Faal Ginjal
    Document14 pages
    Kimia Klinik Faal Ginjal
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Kimia Klinik Faal Ginjal
    Kimia Klinik Faal Ginjal
    Document14 pages
    Kimia Klinik Faal Ginjal
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Document 1
    Document 1
    Document14 pages
    Document 1
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Aspirin
    Aspirin
    Document3 pages
    Aspirin
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation
  • Didanosine
    Didanosine
    Document8 pages
    Didanosine
    dittarestiany
    Pas encore d'évaluation