Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Sains
Sains formal[tampilkan]
Sains fisik[tampilkan]
Sains kehidupan[tampilkan]
Ilmu sosial[tampilkan]
Ilmu terapan[tampilkan]
Antardisiplin[tampilkan]
Portal
Kategori
Formasi bintang yang membentuk awan magellan besar, sebuah galaksi tak beraturan
Nebula Kepiting, sekumpulan sisa-sisa supernova. Citra diabadikan oleh teleskop Hubble.
Astronomi ialah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti
halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi) serta fenomena-fenomena
alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi (misalnya radiasi latar belakang kosmik (radiasi
CMB)). Ilmu ini secara pokok mempelajari pelbagai sisi dari benda-benda langit seperti
asal-usul, sifat fisika/kimia, meteorologi, dan gerak dan bagaimana pengetahuan akan
benda-benda tersebut menjelaskan pembentukan dan perkembangan alam semesta.
Astronomi sebagai ilmu adalah salah satu yang tertua, sebagaimana diketahui dari artifakartifak astronomis yang berasal dari era prasejarah; misalnya monumen-monumen dari Mesir
dan Nubia, atau Stonehenge yang berasal dari Britania. Orang-orang dari peradabanperadaban awal semacam Babilonia, Yunani, Cina, India, dan Maya juga didapati telah
melakukan pengamatan yang metodologis atas langit malam. Akan tetapi meskipun memiliki
sejarah yang panjang, astronomi baru dapat berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan
modern melalui penemuan teleskop.
Cukup banyak cabang-cabang ilmu yang pernah turut disertakan sebagai bagian dari
astronomi, dan apabila diperhatikan, sifat cabang-cabang ini sangat beragam: dari astrometri,
pelayaran berbasis angkasa, astronomi observasional, sampai dengan penyusunan kalender
dan astrologi. Meski demikian, dewasa ini astronomi profesional dianggap identik dengan
astrofisika.
Pada abad ke-20, astronomi profesional terbagi menjadi dua cabang: astronomi observasional
dan astronomi teoretis. Yang pertama melibatkan pengumpulan data dari pengamatan atas
benda-benda langit, yang kemudian akan dianalisis menggunakan prinsip-prinsip dasar fisika.
Yang kedua terpusat pada upaya pengembangan model-model komputer/analitis guna
menjelaskan sifat-sifat benda-benda langit serta fenomena-fenomena alam lainnya. Adapun
kedua cabang ini bersifat komplementer astronomi teoretis berusaha untuk menerangkan
hasil-hasil pengamatan astronomi observasional, dan astronomi observasional kemudian akan
mencoba untuk membuktikan kesimpulan yang dibuat oleh astronomi teoretis.
Astronom-astronom amatir telah dan terus berperan penting dalam banyak penemuanpenemuan astronomis, menjadikan astronomi salah satu dari hanya sedikit ilmu pengetahuan
di mana tenaga amatir masih memegang peran aktif, terutama pada penemuan dan
pengamatan fenomena-fenomena sementara.
Astronomi harus dibedakan dari astrologi, yang merupakan kepercayaan bahwa nasib dan
urusan manusia berhubungan dengan letak benda-benda langit seperti bintang atau rasinya.
Memang betul bahwa dua bidang ini memiliki asal usul yang sama, namun pada saat ini
keduanya sangat berbeda.[1]
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Leksikologi
o 1.1 Penggunaan istilah "astronomi" dan "astrofisika"
2 Sejarah
o 2.1 Revolusi ilmiah
3 Astronomi observasional
o 3.1 Astronomi radio
o 3.2 Astronomi inframerah
o 3.3 Astronomi optikal
o 3.4 Astronomi ultraungu
o 3.5 Astronomi sinar-X
o 3.6 Astronomi sinar-gamma
o 3.7 Cabang-cabang yang tidak berdasarkan panjang gelombang
o 3.8 Astrometri dan mekanika benda langit
4 Astronomi teoretis
5 Cabang-cabang spesifik
o 5.1 Astronomi surya
o 5.2 Ilmu keplanetan
o 5.3 Astronomi bintang
6 Penelitian-penelitian interdisipliner
7 Astronomi amatir
9 Lihat pula
10 Referensi
11 Daftar pustaka
12 Pranala luar
o 12.1 Organisasi Dalam Negeri
o 12.2 Organisasi Internasional
bidang fisika.[4] Untuk ilustrasi lebih lanjut, salah satu jurnal ilmiah terkemuka pada cabang
ilmu ini bernama Astronomy and Astrophysics (Astronomi dan Astrofisika).
Peta angkasa dari abad ke-17, karya kartografer Belanda Frederik de Wit.
Pada awalnya, astronomi hanya melibatkan pengamatan beserta prediksi atas gerak-gerik
benda-benda langit yang terlihat dengan mata telanjang. Pada beberapa situs seperti
Stonehenge, peradaban-peradaban awal juga menyusun artifak-artifak yang diduga memiliki
kegunaan astronomis. Observatorium-observatorium purba ini jamaknya bertujuan
seremonial, namun dapat juga dimanfaatkan untuk menentukan musim, cuaca, dan iklim
sesuatu yang wajib diketahui apabila ingin bercocok tanam atau memahami panjang
tahun.[8]
Sebelum ditemukannya peralatan seperti teleskop, penelitian harus dilakukan dari atas
bangunan-bangunan atau dataran yang tinggi, semua dengan mata telanjang. Seiring dengan
berkembangnya peradaban, terutama di Mesopotamia, Cina, Mesir, Yunani, India, dan
Amerika Tengah, orang-orang mulai membangun observatorium dan gagasan-gagasan
mengenai sifat-sifat semesta mulai ramai diperiksa. Umumnya, astronomi awal disibukkan
dengan pemetaan letak-letak bintang dan planet (sekarang disebut astrometri), kegiatan yang
akhirnya melahirkan teori-teori tentang pergerakan benda-benda langit dan pemikiranpemikiran filosofis untuk menjelaskan asal usul Matahari, Bulan, dan Bumi. Bumi kemudian
dianggap sebagai pusat jagat raya, sedang Matahari, Bulan, dan bintang-bintang berputar
mengelilinginya; model semacam ini dikenal sebagai model geosentris, atau sistem Ptolemaik
(dari nama astronom Romawi-Mesir Ptolemeus).[9]
Jam Matahari Yunani, dari Ai-Khanoum (sekarang di Afghanistan), abad 3-2 SM.
Dimulainya astronomi yang berdasarkan perhitungan matematis dan ilmiah dulu dipelopori
oleh orang-orang Babilonia.[10] Mereka menemukan bahwa gerhana bulan memiliki sebuah
siklus yang teratur, disebut siklus saros.[11] Mengikuti jejak astronom-astronom Babilonia,
kemajuan demi kemajuan kemudian berhasil dicapai oleh komunitas astronomi Yunani Kuno
dan negeri-negeri sekitarnya. Astronomi Yunani sedari awal memang bertujuan untuk
menemukan penjelasan yang rasional dan berbasis fisika untuk fenomena-fenomena angkasa.
[12]
Pada abad ke-3 SM, Aristarkhos dari Samos melakukan perhitungan atas ukuran Bumi
serta jarak antara Bumi dan Bulan, dan kemudian mengajukan model Tata Surya yang
heliosentris pertama kalinya dalam sejarah. Pada abad ke-2 SM, Hipparkhos berhasil
menemukan gerak presesi, juga menghitung ukuran Bulan dan Matahari serta jarak antara
keduanya, sekaligus membuat alat-alat penelitian astronomi paling awal seperti astrolab.[13]
Mayoritas penyusunan rasi bintang di belahan utara sekarang masih didasarkan atas susunan
yang diformulasikan olehnya melalui katalog yang waktu itu mencakup 1.020 bintang.[14]
Mekanisme Antikythera yang terkenal (ca. 150-80 SM) juga berasal dari periode yang sama:
komputer analog yang digunakan untuk menghitung letak Matahari/Bulan/planet-planet pada
tanggal tertentu ini merupakan barang paling kompleks dalam sejarah sampai abad ke-14,
ketika jam-jam astronomi mulai bermunculan di Eropa.[15]
Di Eropa sendiri selama Abad Pertengahan astronomi sempat mengalami kebuntuan dan
stagnansi. Sebaliknya, perkembangan pesat terjadi di dunia Islam dan beberapa peradaban
lainnya, ditandai dengan dibangunnya observatorium-observatorium di belahan dunia sana
pada awal abad ke-9.[16][17][18] Pada tahun 964, astronom Persia Al-Sufi menemukan Galaksi
Andromeda (galaksi terbesar di Grup Lokal) dan mencatatnya dalam Book of Fixed Stars
(Kitab Suwar al-Kawakib).[19] Supernova SN 1006, ledakan bintang paling terang dalam
catatan sejarah, berhasil diamati oleh astronom Mesir Ali bin Ridwan dan sekumpulan
astronom Cina yang terpisah pada tahun yang sama (1006 M). Astronom-astronom besar dari
era Islam ini kebanyakan berasal dari Persia dan Arab, termasuk Al-Battani, Tsabit bin
Qurrah, Al-Sufi, Ibnu Balkhi, Al-Biruni, Al-Zarqali, Al-Birjandi, serta astronom-astronom
dari observatorium-observatorium di Maragha dan Samarkand. Melalui era inilah nama-nama
bintang yang berdasarkan bahasa Arab diperkenalkan.[20][21] Reruntuhan-reruntuhan di
Zimbabwe Raya dan Timbuktu[22] juga kemungkinan sempat memiliki bangunan-bangunan
observatorium[23] melemahkan keyakinan sebelumnya bahwa tidak ada pengamatan
astronomis di daerah sub-Sahara sebelum era kolonial.[24][25][26][27]
Sketsa Bulan oleh Galileo. Melalui pengamatan, diketahui bahwa permukaan Bulan berbukitbukit.
Pada Zaman Renaisans, Copernicus menyusun model Tata Surya heliosentris, model yang
kemudian dibela dari kontroversi, dikembangkan, dan dikoreksi oleh Galileo dan Kepler.
Galileo berinovasi dengan teleskop guna mempertajam pengamatan astronomis, sedang
Kepler berhasil menjadi ilmuwan pertama yang menyusun secara tepat dan mendetail
pergerakan planet-planet dengan Matahari sebagai pusatnya.[28] Meski demikian, ia gagal
memformulasikan teori untuk menjelaskan hukum-hukum yang ia tuliskan, sampai akhirnya
Newton (yang juga menemukan teleskop refleksi untuk pengamatan langit) menjelaskannya
melalui dinamika angkasa dan hukum gravitasi.[28][29]
Seiring dengan semakin baiknya ukuran dan kualitas teleskop, semakin banyak pula
penemuan-penemuan lebih lanjut yang terjadi. Melalui teknologi ini Lacaille berhasil
mengembangkan katalog-katalog bintang yang lebih lengkap; usaha serupa juga dilakukan
oleh astronom Jerman-Inggris Herschel dengan memproduksi katalog-katalog nebula dan
gugusan. Pada tahun 1781 ia menemukan planet Uranus, planet pertama yang ditemui di luar
planet-planet klasik.[30] Pengukuran jarak menuju sebuah bintang pertama kali dipublikasikan
pada 1838 oleh Bessel, yang pada saat itu melakukannya melalui pengukuran paralaks dari 61
Cygni.[31]
Abad ke-18 sampai abad ke-19 pertama diwarnai oleh penelitian atas masalah tiga-badan oleh
Euler, Clairaut, dan D'Alembert; penelitian yang menghasilkan metode prediksi yang lebih
tepat untuk pergerakan Bulan dan planet-planet. Pekerjaan ini dipertajam oleh Lagrange dan
Laplace, sehingga memungkinkan ilmuwan untuk memperkirakan massa planet dan satelit
lewat perturbasi/usikannya.[32] Penemuan spektroskop dan fotografi kemudian mendorong
kemajuan penelitian lagi: pada 1814-1815, Fraunhoffer menemukan lebih kurang 600 pita
spektrum pada Matahari, dan pada 1859 Kirchhoff akhirnya bisa menjelaskan fenomena ini
dengan mengatribusikannya pada keberadaan unsur-unsur. Pada masa ini bintang-bintang
dikonfirmasikan sebagai Matahari-matahari lain yang lebih jauh letaknya, namun dengan
perbedaan-perbedaan pada suhu, massa, dan ukuran.[20]
Baru pada abad ke-20 Galaksi Bima Sakti (di mana Bumi dan Matahari berada) bisa
dibuktikan sebagai kelompok bintang yang terpisah dari kelompok-kelompok bintang
lainnya. Dari pengamatan-pengamatan yang sama disimpulkan pula bahwa ada galaksigalaksi lain di luar Bima Sakti dan bahwa alam semesta terus mengembang, sebab galaksigalaksi tersebut terus menjauh dari galaksi kita.[33] Astronomi modern juga menemukan dan
berusaha menjelaskan benda-benda langit yang asing seperti kuasar, pulsar, blazar, galaksigalaksi radio, lubang hitam, dan bintang neutron. Kosmologi fisik maju dengan pesat
sepanjang abad ini: model Dentuman Besar (Big Bang) misalnya, telah didukung oleh buktibukti astronomis dan fisika yang kuat (antara lain radiasi CMB, hukum Hubble, dan
ketersediaan kosmologis unsur-unsur).
Observatorium Very Large Array (VLA) di New Mexico, AS: contoh teleskop radio
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Astronomi radio
Astronomi observasional jenis ini mengamati radiasi dengan panjang gelombang yang lebih
dari satu milimeter (perkiraan).[35] Berbeda dengan jenis-jenis lainnya, astronomi
observasional tipe radio mengamati gelombang-gelombang yang bisa diperlakukan
selayaknya gelombang, bukan foton-foton yang diskrit. Dengan demikian pengukuran fase
dan amplitudonya relatif lebih gampang apabila dibandingkan dengan gelombang yang lebih
pendek.[35]
Gelombang radio bisa dihasilkan oleh benda-benda astronomis melalui pancaran termal,
namun sebagian besar pancaran radio yang diamati dari Bumi adalah berupa radiasi
sinkrotron, yang diproduksi ketika elektron-elektron berkisar di sekeliling medan magnet.[35]
Sejumlah garis spektrum yang dihasilkan dari gas antarbintang (misalnya garis spektrum
hidrogen pada 21 cm) juga dapat diamati pada panjang gelombang radio.[7][35]
Beberapa contoh benda-benda yang bisa diamati oleh astronomi radio: supernova, gas
antarbintang, pulsar, dan inti galaksi aktif (AGN - active galactive nucleus).[7][35]
Teleskop Subaru (kiri) dan Observatorium Keck (tengah) di Mauna Kea, keduanya contoh
observatorium yang bisa mengamati baik cahaya tampak atau cahaya hampir-inframerah. Di
kanan adalah Fasilitas Teleskop Inframerah NASA, yang hanya beroperasi pada panjang
gelombang hampir-inframerah.
Dikenal juga sebagai astronomi cahaya tampak, astronomi optikal mengamati radiasi
elektromagnetik yang tampak oleh mata telanjang manusia. Oleh sebab itu, ini merupakan
cabang yang paling tua, karena tidak memerlukan peralatan.[38] Mulai dari penghujung abad
ke-19 sampai kira-kira seabad setelahnya, citra-citra astronomi optikal memakai teknik
fotografis, namun sebelum itu mereka harus digambar menggunakan tangan. Dewasa ini
detektor-detektor digitallah yang dipergunakan, terutama yang memakai CCD (chargecoupled devices, peranti tergandeng-muatan).
Cahaya tampak sebagaimana diketahui memiliki panjang dari 4.000 sampai 7.000 (400700 nm).[38] Namun, alat-alat pengamatan yang dipakai untuk mengamati panjang gelombang
Selama dekade 1990-an, teknik pengukuran goyangan bintang dalam astrometri digunakan
untuk mendeteksi keberadaan planet-planet luar surya yang mengelilingi bintang-bintang di
dekat Matahari kita.[44]
Yang dijelaskan/diprediksi
Gravitasi
Teleskop radio
Efek Nordtvedt
(sistem gravitasi
yang mandiri)
Fusi nuklir
Spektroskopi
Evolusi bintang
Teleskop luar
Dentuman Besar
angkasa Hubble,
(Big Bang)
COBE
Fluktuasi
kuantum
Inflasi kosmik
Relativitas umum
Keruntuhan
gravitasi
Astronomi sinarX
Siklus CNO
pada bintangbintang
Wacana yang tengah hangat dalam astronomi pada beberapa tahun terakhir adalah materi
gelap dan energi gelap penemuan dan kontroversi mengenai topik-topik ini bermula dari
penelitian atas galaksi-galaksi.[47]
Citra ultraviolet dari fotosfer aktif Matahari, hasil tangkapan teleskop TRACE oleh NASA.
Matahari adalah bintang yang terdekat dari Bumi pada sekitar 8 menit cahaya, dan yang
paling sering diteliti; ia merupakan bintang katai pada deret utama dengan klasifikasi G2 V
dan usia sekitar 4,6 miliar tahun. Walau tidak sampai tingkat bintang variabel, Matahari
mengalami sedikit perubahan cahaya melalui aktivitas yang dikenal sebagai siklus bintik
Matahari fluktuasi pada angka bintik-bintik Matahari selama sebelas tahun. Bintik
Matahari ialah daerah dengan suhu yang lebih rendah dan aktivitas magnetis yang hebat.[48]
Luminositas Matahari terus bertambah kuat secara tetap sepanjang hidupnya, dan sejak
pertama kali menjadi bintang deret utama sudah bertambah sebanyak 40%. Matahari juga
telah tercatat melakukan perubahan periodik dalam luminositas, sesuatu yang bisa
menyebabkan akibat-akibat yang signifikan atas kehidupan di atas Bumi.[49] Misalnya periode
minimum Maunder, yang sampai menyebabkan fenomena zaman es kecil pada Abad
Pertengahan.[50]
Permukaan luar Matahari yang bisa kita lihat disebut fotosfer. Di atasnya ada lapisan tipis
yang biasanya tidak terlihat karena terangnya fotosfer, yaitu kromosfer. Di atasnya lagi ada
lapisan transisi di mana suhu bisa naik secara cepat, dan di atasnya terdapatlah korona yang
sangat panas.
Di tengah-tengah Matahari ialah daerah inti; ada tingkat suhu dan tekanan yang cukup di sini
sehingga fusi nuklir dapat terjadi. Di atasnya terdapat zona radiatif; di sini plasma akan
menghantarkan panas melalui proses radiasi. Di atas zona radiatif adalah zona konvektif;
materi gas di zona ini akan menghantarkan energi sebagian besar lewat pergerakan materi gas
itu sendiri. Zona inilah yang dipercaya sebagai sumber aktivitas magnetis penghasil bintikbintik Matahari.[48]
Terdapat angin surya berupa partikel-partikel plasma yang bertiup keluar dari Matahari secara
terus-menerus sampai mencapai titik heliopause. Angin ini bertemu dengan magnetosfer
Bumi dan membentuk sabuk-sabuk radiasi Van Allen dan di mana garis-garis medan
magnet Bumi turun menujur atmosfer menghasilkan aurora.[51]
Titik hitam di atas ialah sebuah setan debu (dust devil) yang tengah memanjat suatu kawah di
Mars. Ini serupa dengan tornado yang berpilin dan berpindah-pindah, menghasilkan "ekor"
yang panjang dan gelap. Citra oleh NASA.
Tata Surya dibagi menjadi beberapa kelompok: planet-planet bagian dalam, sabuk asteroid,
dan planet-planet bagian luar. Planet-planet bagian dalam adalah planet-planet bersifat
kebumian yaitu Merkurius, Venus, Bumi dan Mars. Planet-planet bagian luar adalah raksasaraksasa gas Tata Surya yaitu Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.[53] Apabila kita pergi
lebih jauh lagi, maka akan ditemukan benda-benda trans-Neptunus: pertama sabuk Kuiper
dan akhirnya awan Oort yang bisa membentang sampai satu tahun cahaya.
Terbentuknya planet-planet bermula pada sebuah cakram protoplanet yang mengitari
Matahari pada periode-periode awalnya. Dari cakram ini terwujudlah gumpalan-gumpalan
materi melalui proses yang melibatkan tarikan gravitasi, benturan, dan akresi; gumpalangumpalan ini kemudian lama-kelamaan menjadi kumpulan protoplanet. Karena tekanan
radiasi dari angin surya terus mendorong materi-materi yang belum menggumpal, hanya
planet-planet yang massanya cukup besar yang mampu mempertahankan atmosfer berbentuk
gas. Planet-planet muda ini terus menyapu dan memuntahkan materi-materi yang tersisa,
menghasilkan sebuah periode penghancuran yang hebat. Sisa-sisa periode ini bisa dilihat
melalui banyaknya kawah-kawah tabrakan di permukaan Bulan. Adapun dalam jangka waktu
ini sebagian dari protoplanet-protoplanet yang ada mungkin bertabrakan satu sama lain;
kemungkinan besar tabrakan seperti itulah yang melahirkan Bulan kita.[54]
Ketika suatu planet mencapai massa tertentu, materi-materi dengan massa jenis yang
berlainan mulai saling memisahkan diri dalam proses yang disebut diferensiasi planet. Proses
demikian bisa menghasilkan inti yang berbatu-batu atau terdiri dari materi-materi logam,
diliputi oleh lapisan mantel dan lalu permukaan luar. Inti planet ini bisa terbagi menjadi
daerah-daerah yang padat dan cair, dan beberapa mampu menghasilkan medan magnet
mereka sendiri, sehingga planet dapat terlindungi dari angin surya.[55]
Panas di bagian dalam sebuah planet atau bulan datang dari benturan yang dihasilkan sendiri
oleh planet/bulan tersebut, atau oleh materi-materi radioaktif (misalnya uranium, torium, atau
26
Al), atau pemanasan pasang surut. Beberapa planet dan bulan berhasil mengumpulkan
cukup panas untuk menjalankan proses-proses geologis seperti vulkanisme dan aktivitasaktivitas tektonik. Apabila planet/bulan tersebut juga memiliki atmosfer, maka erosi pada
permukaan (melalui angin atau air) juga dapat terjadi. Planet/bulan yang lebih kecil dan tanpa
pemanasan pasang surut akan menjadi dingin lebih cepat dan kegiatan-kegiatan geologisnya
akan berakhir, terkecuali pembentukan kawah-kawah tabrakan.[56]
Nebula Semut. Gas yang dimuntahkan dari bintang sekarat di tengahnya tidak biasa karena
membentuk pola yang simetris, bukan semrawut seperti ledakan pada umumnya.
Untuk memahami alam semesta, penelitian atas bintang-bintang dan bagaimana mereka
berevolusi sangatlah fundamental. Astrofisika yang berkenaan dengan bintang sendiri bisa
diketahui baik lewat segi pengamatan maupun segi teoretis, serta juga melalui simulasi
komputer.[57]
Bintang terbentuk pada awan-awan molekul raksasa, yaitu daerah-daerah yang padat akan
debu dan gas. Ketika kehilangan kestabilannya, serpihan-serpihan dari awan-awan ini bisa
runtuh di bawah gaya gravitasi dan membentuk protobintang. Apabila bagian intinya
mencapai kepadatan dan suhu tertentu, fusi nuklir akan dipicu dan akan terbentuklah sebuah
bintang deret utama.[58]
Nyaris semua unsur yang lebih berat dari hidrogen dan helium merupakan hasil dari proses
yang terjadi di dalam inti bintang-bintang.[57]
Ciri-ciri yang akan dimiliki oleh suatu bintang secara garis besar ditentukan oleh massa
awalnya: semakin besar massanya, maka semakin tinggi pula luminositasnya, dan semakin
cepat pula ia akan menghabiskan bahan bakar hidrogen pada inti. Lambat laun, bahan bakar
hidrogen ini akan diubah menjadi helium, dan bintang yang bersangkutan akan mulai
berevolusi. Untuk melakukan fusi helium, diperlukan suhu inti yang lebih tinggi, oleh sebab
itu intinya akan semakin padat dan ukuran bintang pun berlipat ganda bintang ini telah
menjadi sebuah raksasa merah. Fase raksasa merah ini relatif singkat, sampai bahan bakar
heliumnya juga sudah habis terpakai. Kalau bintang tersebut memiliki massa yang sangat
besar, maka akan dimulai fase-fase evolusi di mana ia semakin mengecil secara bertahap,
sebab terpaksa melakukan fusi nuklir terhadap unsur-unsur yang lebih berat.[59]
Adapun nasib akhir sebuah bintang bergantung pula pada massa. Jika massanya lebih dari
sekitar delapan kali lipat Matahari kita, maka gravitasi intinya akan runtuh dan menghasilkan
sebuah supernova;[60] jika tidak, akan menjadi nebula planet, dan terus berevolusi menjadi
sebuah katai putih.[61] Yang tersisa setelah supernova meletus adalah sebuah bintang neutron
yang sangat padat, atau, apabila materi sisanya mencapai tiga kali lipat massa Matahari,
lubang hitam.[62] Bintang-bintang biner yang saling berdekatan evolusinya bisa lebih rumit
lagi, misalnya, bisa terjadi pemindahan massa ke arah bintang rekannya yang dapat
menyebabkan supernova.[63]
Nebula-nebula planet dan supernova-supernova diperlukan untuk proses distribusi logam di
medium antarbintang; kalau tidak demikian, seluruh bintang-bintang baru (dan juga sistemsistem planet mereka) hanya akan tersusun dari hidrogen dan helium saja.[64]
Citra di atas menampilkan beberapa benda biru berbentuk lingkaran; ini adalah gambargambar dari galaksi yang sama, tergandakan oleh efek lensa gravitasional yang disebabkan
oleh gugusan galaksi-galaksi kuning pada bagian tengah foto. Efek lensa itu dihasilkan
medan gravitasi gugusan dan membelokkan cahaya sehingga gambar salah satu benda yang
lebih jauh diperbesar dan terdistorsi.
Penelitian benda-benda yang berada di luar galaksi kita astronomi ekstragalaksi
merupakan cabang yang mempelajari formasi dan evolusi galaksi-galaksi, morfologi dan
klasifikasi mereka, serta pengamatan atas galaksi-galaksi aktif beserta grup-grup dan
gugusan-gugusan galaksi. Ini, terutama yang disebutkan belakangan, penting untuk
memahami struktur alam semesta dalam skala besar.
Kebanyakan galaksi akan membentuk wujud-wujud tertentu, sehingga pengklasifikasiannya
bisa disusun berdasarkan wujud-wujud tersebut. Biasanya, mereka dibagi-bagi menjadi
galaksi-galaksi spiral, elips, dan tak beraturan.[68]
Persis seperti namanya, galaksi elips berbentuk seperti elips. Bintang-bintang berputar pata
garis edarnya secara acak tanpa menuju arah yang jelas. Galaksi-galaksi seperti ini
kandungan debu antarbintangnya sangat sedikit atau malah tidak ada; daerah penghasil
bintangnya tidak banyak; dan rata-rata penghuninya bintang-bintang yang sudah tua.
Biasanya galaksi elips ditemukan pada bagian inti gugusan galaksi, dan bisa terlahir melalui
peleburan galaksi-galaksi besar.
Galaksi spiral membentuk cakram gepeng yang berotasi, biasanya dengan tonjolan atau
batangan pada bagian tengah dan lengan-lengan spiral cemerlang yang timbul dari bagian
tersebut. Lengan-lengan ini ialah lapangan berdebu tempat lahirnya bintang-bintang baru, dan
penghuninya adalah bintang-bintang muda yang bermassa besar dan berpijar biru. Umumnya,
galaksi spiral akan dikelilingi oleh cincin yang tersusun atas bintang-bintang yang lebih tua.
Contoh galaksi semacam ini adalah Bima Sakti dan Andromeda.
Galaksi-galaksi tak beraturan bentuknya kacau dan tidak menyerupai bangun tertentu seperti
spiral atau elips. Kira-kira seperempat dari galaksi-galaksi tergolong tak beraturan, barangkali
disebabkan oleh interaksi gravitasi.
Sebuah galaksi dikatakan aktif apabila memancarkan jumlah energi yang signifikan dari
sumber selain bintang-bintang, debu, atau gas; juga, apabila sumber tenaganya berasal dari
daerah padat di sekitar inti kemungkinan sebuah lubang hitam supermasif yang
memancarkan radiasi benda-benda yang ia telan.
Apabila sebuah galaksi aktif memiliki radiasi spektrum radio yang sangat terang serta
memancarkan jalaran gas dalam jumlah besar, maka galaksi tersebut tergolong galaksi radio.
Contoh galaksi seperti ini adalah galaksi-galaksi Seyfert, kuasar, dan blazar. Kuasar sekarang
diyakini sebagai benda yang paling dapat dipastikan sangat cemerlang; tidak pernah
ditemukan spesimen yang redup.[69]
Struktur skala besar dari alam semesta sekarang digambarkan sebagai kumpulan dari grupgrup dan gugusan-gugusan galaksi. Struktur ini diklasifikasi lagi dalam sebuah hierarki
pengelompokan; yang terbesar adalah maha-gugusan (supercluster). Kemudian kelompokkelompok ini disusun menjadi filamen-filamen dan dinding-dinding galaksi, dengan
kehampaan di antara mereka.[70]
Astronom amatir bisa membangun peralatan mereka sendiri dan menyelenggarakan pestapesta dan pertemuan astronomi, contohnya komunitas Stellafane.
Sebagaimana disebutkan, astronomi ialah salah satu dari sedikit cabang ilmu di mana tenaga
amatir dapat berkontribusi banyak.[76] Secara keseluruhan, astronom-astronom amatir
mengamati berbagai benda dan fenomena angkasa, terkadang bahkan dengan peralatan yang
mereka buat sendiri. Yang jamak diamati yaitu Bulan, planet, bintang, komet, hujan meteor,
dan benda-benda langit dalam seperti gugusan bintang, galaksi, dan nebula. Salah satu
cabang astronomi amatir adalah astrofotografi amatir, yang melibatkan mengambilan fotofoto langit malam. Banyak yang memilih menjadi astrofotografer yang berspesialis dalam
obyek atau peristiwa tertentu.[77][78]
Kebanyakan astronom amatir bekerja dalam astronomi optikal, walau sebagian kecil ada juga
yang mencoba bereksperimen dengan panjang gelombang di luar cahaya tampak, misalnya
dengan penyaring inframerah pada teleskop biasa, atau penggunaan teleskop radio. Pelopor
radio astronomi amatir adalah Karl Jansky, yang memulai kegiatan ini pada dekade 1930-an.
Amatir jenis seperti Jansky ini memakai teleskop buatan sendiri atau teleskop radio
profesional yang sekarang sudah boleh diakses oleh amatir seperti halnya Teleskop Satu Mil
(One-Mile Telescope).[79][80]
Sumbangsih astronom amatir tidak sepele, sebab banyak hal seperti pengkuran okultasi
guna mempertajam catatan garis edar planet-planet kecil bergantung pada pekerjaan
astronomi amatir. Para amatir dapat pula menemukan komet atau melakukan penelitian rutin
atas bintang-bintang variabel. Seiring dengan perkembangan teknologi digital, astrofotografi
amatir juga semakin efektif dan semakin giat memberikan sumbangan ilmu.[81][82][83]
Apakah asal usul spektrum massa bintang? Maksudnya, mengapa astronom terus
mengamati persebaran massa yang sama yaitu, fungsi massa awal yang sama
walaupun keadaan awal terwujudnya bintang-bintang berbeda-beda?[84] Diperlukan
pemahaman yang lebih dalam akan pembentukan bintang dan planet.
Adakah wujud kehidupan lain di alam semesta? Adakah wujud kehidupan cerdas lain
di alam semesta? Kalau ada, apa jawaban dari paradoks Fermi? Apabila ada
kehidupan lain di luar Bumi, implikasinya, baik ilmiah maupun filosofis, sangat
penting.[85][86] Apakah Tata Surya kita termasuk normal ataukah ternyata tidak biasa?
Apa yang menyebabkan terbentuknya alam semesta? Apakah premis yang melandasi
hipotesis "alam semesta yang tertala dengan baik" (fine-tuned universe) tepat?
Apabila tepat, apakah ada semacam seleksi alam dalam skala kosmologis? Apa
sebenarnya yang menyebabkan inflasi kosmik dini, sehingga alam menjadi homogen?
Kenapa terdapat asimetri barion di alam semesta?
Apa hakikat sebenarnya dari materi gelap dan energi gelap? Mereka telah
mendominasi proses perkembangan dan, pada akhirnya, nasib dari jagat raya, tapi
sifat-sifat mendasar mereka tetap belum dipahami.[87] Apa yang akan terjadi di
penghujung waktu?[88]
Astronot
Kosmonot
Planet
Roket
Taikonot
Tata surya
Rasi bintang
International Astronomical
Union
American Astronomical
Society
European Southern
Observatory
Astronomi di Indonesia
Himpunan Astronomi
Amatir Jakarta
Portal
Astronomi
Departemen Astronomi
Observatorium Bosscha
^ Unsld, Albrecht; Baschek, Bodo; Brewer, W.D. (translator) (2001). The New Cosmos: An
Introduction to Astronomy and Astrophysics. Berlin, New York: Springer. ISBN 3-540-67877-8.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
^ a b c Shu, F. H. (1982). The Physical Universe. Mill Valley, California: University Science
Books. ISBN 0-935702-05-9.
8.
^ Forbes, 1909
9.
10.
11.
^ "Eclipses and the Saros". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 May 2012. Diakses
tanggal 28 October 2007.
12.
^ Krafft, Fritz (2009). "Astronomy". Di Cancik, Hubert; Schneider, Helmuth. Brill's New
Pauly.
13.
14.
15.
16.
^ Kennedy, Edward S. (1962). "Review: The Observatory in Islam and Its Place in the
General History of the Observatory by Aydin Sayili". Isis 53 (2): 237239. doi:10.1086/349558.
17.
18.
^ Nas, Peter J (1993). Urban Symbolism. Brill Academic Publishers. p. 350. ISBN 9-00409855-0.
19.
^ Kepple, George Robert; Glen W. Sanner (1998). The Night Sky Observer's Guide, Volume 1.
Willmann-Bell, Inc. p. 18. ISBN 0-943396-58-1.
20.
^ a b Berry, Arthur (1961). A Short History of Astronomy From Earliest Times Through the
Nineteenth Century. New York: Dover Publications, Inc. ISBN 0486202100.
21.
^ Hoskin, Michael, ed. (1999). The Cambridge Concise History of Astronomy. Cambridge
University Press. ISBN 0-521-57600-8.
22.
^ McKissack, Pat; McKissack, Frederick (1995). The royal kingdoms of Ghana, Mali, and
Songhay: life in medieval Africa. H. Holt. ISBN 9780805042597.
23.
^ Clark, Stuart; Carrington, Damian (2002). "Eclipse brings claim of medieval African
observatory". New Scientist. Diakses tanggal 3 February 2010.
24.
^ "Cosmic Africa explores Africa's astronomy". Science in Africa. Diakses tanggal 3 February
2002.
25.
^ Holbrook, Jarita C.; Medupe, R. Thebe; Urama, Johnson O. (2008). African Cultural
Astronomy. Springer. ISBN 9781402066382.
26.
^ "Africans studied astronomy in medieval times". The Royal Society. 30 January 2006.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 June 2008. Diakses tanggal 3 February 2010.
27.
^ Star sheds light on African 'Stonehenge'. December 05, 2002|Richard Stenger CNN
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
^ Belkora, Leila (2003). Minding the heavens: the story of our discovery of the Milky Way.
CRC Press. pp. 114. ISBN 9780750307307.
^ "Electromagnetic Spectrum". NASA. Diakses tanggal 8 September 2006.
35.
36.
^ Staff (11 September 2003). "Why infrared astronomy is a hot topic". ESA. Diakses tanggal
11 August 2008.
37.
38.
^ a b Moore, P. (1997). Philip's Atlas of the Universe. Great Britain: George Philis Limited.
ISBN 0-540-07465-9.
39.
^ Penston, Margaret J. (14 August 2002). "The electromagnetic spectrum". Particle Physics
and Astronomy Research Council. Diakses tanggal 17 August 2006.
40.
^ Gaisser, Thomas K. (1990). Cosmic Rays and Particle Physics. Cambridge University Press.
pp. 12. ISBN 0521339316.
41.
42.
^ Calvert, James B. (28 March 2003). "Celestial Mechanics". University of Denver. Diakses
tanggal 21 August 2006.
43.
44.
^ Wolszczan, A.; Frail, D. A. (1992). "A planetary system around the millisecond pulsar
PSR1257+12". Nature 355 (6356): 145147. Bibcode:1992Natur.355..145W. doi:10.1038/355145a0.
45.
^ Roth, H. (1932). "A Slowly Contracting or Expanding Fluid Sphere and its Stability".
Physical Review 39 (3): 525529. Bibcode:1932PhRv...39..525R. doi:10.1103/PhysRev.39.525.
46.
^ Eddington, A.S. (1926). Internal Constitution of the Stars. Cambridge University Press.
ISBN 9780521337083.
47.
^ "Dark matter". NASA. 2010. Diakses tanggal 2 November 2009. third paragraph, "There is
currently much ongoing research by scientists attempting to discover exactly what this dark matter is"
48.
^ a b Johansson, Sverker (27 July 2003). "The Solar FAQ". Talk.Origins Archive. Diakses
tanggal 11 August 2006.
49.
^ Lerner, K. Lee; Lerner, Brenda Wilmoth. (2006). "Environmental issues : essential primary
sources.". Thomson Gale. Diakses tanggal 11 September 2006.
50.
^ Pogge, Richard W. (1997). "The Once & Future Sun" (lecture notes). New Vistas in
Astronomy. Diakses tanggal 3 February 2010.
51.
^ Stern, D. P.; Peredo, M. (28 September 2004). "The Exploration of the Earth's
Magnetosphere". NASA. Diakses tanggal 22 August 2006.
52.
^ Bell III, J. F.; Campbell, B. A.; Robinson, M. S. (2004). Remote Sensing for the Earth
Sciences: Manual of Remote Sensing (3rd ed.). John Wiley & Sons. Diakses tanggal 23 August 2006.
53.
^ Grayzeck, E.; Williams, D. R. (11 May 2006). "Lunar and Planetary Science". NASA.
Diakses tanggal 21 August 2006.
54.
^ Montmerle, Thierry; Augereau, Jean-Charles; Chaussidon, Marc et al. (2006). "Solar System
Formation and Early Evolution: the First 100 Million Years". Earth, Moon, and Planets (Spinger) 98
(1-4): 3995. Bibcode:2006EM&P...98...39M. doi:10.1007/s11038-006-9087-5.
55.
56.
^ Beatty, J.K.; Petersen, C.C.; Chaikin, A., ed. (1999). The New Solar System. Cambridge
press. p. 70edition = 4th. ISBN 0-521-64587-5.
^ a b Harpaz, 1994, hal. 718
57.
58.
^ a b Smith, Michael David (2004). "Cloud formation, Evolution and Destruction". The Origin
of Stars. Imperial College Press. pp. 5386. ISBN 1860945015.
59.
^ Harpaz, 1994
60.
61.
62.
^ Audouze, Jean; Israel, Guy, ed. (1994). The Cambridge Atlas of Astronomy (3rd ed.).
Cambridge University Press. ISBN 0-521-43438-6.
63.
64.
65.
66.
^ Smith, Michael David (2004). "Massive stars". The Origin of Stars. Imperial College Press.
pp. 185199. ISBN 1860945015.
67.
^ Van den Bergh, Sidney (1999). "The Early History of Dark Matter". Publications of the
Astronomy Society of the Pacific 111 (760): 657660. arXiv:astro-ph/9904251.
Bibcode:1999PASP..111..657V. doi:10.1086/316369.
68.
^ Keel, Bill (1 August 2006). "Galaxy Classification". University of Alabama. Diakses tanggal
8 September 2006.
69.
70.
^ Zeilik, Michael (2002). Astronomy: The Evolving Universe (8th ed.). Wiley. ISBN 0-52180090-0.
71.
72.
^ Hinshaw, Gary (13 July 2006). "Cosmology 101: The Study of the Universe". NASA
WMAP. Diakses tanggal 10 August 2006.
73.
74.
75.
^ Preuss, Paul. "Dark Energy Fills the Cosmos". U.S. Department of Energy, Berkeley Lab.
Diakses tanggal 8 September 2006.
76.
^ Mims III, Forrest M. (1999). "Amateur ScienceStrong Tradition, Bright Future". Science
284 (5411): 5556. Bibcode:1999Sci...284...55M. doi:10.1126/science.284.5411.55. Diakses tanggal 6
December 2008. Astronomy has traditionally been among the most fertile fields for serious amateurs
[...]
77.
78.
^ Lodriguss, Jerry. "Catching the Light: Astrophotography". Diakses tanggal 24 August 2006.
79.
^ Ghigo, F. (7 February 2006). "Karl Jansky and the Discovery of Cosmic Radio Waves".
National Radio Astronomy Observatory. Diakses tanggal 24 August 2006.
80.
81.
82.
^ "Edgar Wilson Award". IAU Central Bureau for Astronomical Telegrams. Diakses tanggal
24 October 2010.
83.
84.
^ Kroupa, Pavel (2002). "The Initial Mass Function of Stars: Evidence for Uniformity in
Variable Systems". Science 295 (5552): 8291. arXiv:astro-ph/0201098. Bibcode:2002Sci...295...82K.
doi:10.1126/science.1067524. PMID 11778039. Diakses tanggal 28 May 2007.
85.
86.
^ "The Quest for Extraterrestrial Intelligence". Cosmic Search Magazine. Diakses tanggal 12
August 2006.
87.
^ "11 Physics Questions for the New Century". Pacific Northwest National Laboratory.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 February 2006. Diakses tanggal 12 August 2006.
88.
^ Hinshaw, Gary (15 December 2005). "What is the Ultimate Fate of the Universe?". NASA
WMAP. Diakses tanggal 28 May 2007.