Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang
timbul setelah trauma.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS):
1. Cedera Kepala Ringan
GCS 13 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
GCS 9 12
Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
GCS 3 8
hematoma epidural
hematoma subdural
hematoma intraserebral
over hidrasi
- Sepsis/septik syok
- Anemia
- Syok
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cedera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:
Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis
dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral,
pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara
duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam 2 hari atau 2
minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi
pupil, perubahan tanda-tanda vital.
Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan
otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.
Penatalaksanaan Cedera Kepala
Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama
dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
2. mencegah komplikasi
3. pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
Diagnosa Keperawatan Pada Cedera Kepala:
1)
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,
hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia
jantung)
2)
Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3)
Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau
defisit neurologis).
4)
5)
Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
6)
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7)
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8)
Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang
hasil/harapan.
9)
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang
pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Rencana Tindakan Keperawatan Pada Cedera Kepala
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
Tujuan:
Kriteria hasil:
Intervensi :
1. Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK.
Rasional : Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah
serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.
2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
Rasional : Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan
apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
4. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
Rasional : Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang
membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral.
Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan
perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan
ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang
akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
6. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
Rasional : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan
meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
7. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Rasional : Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat
meningkatkan TIK.
8. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti
dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
9. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
Rasional : Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
10. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume
darah serebral yang meningkatkan TIK.
11. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif,
antipiretik.
Rasional : Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak,
menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya
menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya
aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk
mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan
terhadap oksigen.
2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Intervensi:
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan
lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan
perlunya ventilasi mekanis.
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi
jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
Rasional : Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan
jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas
buatan atau intubasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya
kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
Rasional : Mencegah/menurunkan atelektasis.
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter,
warna dan kekeruhan dari sekret.
Rasional : Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan
imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea
yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat
menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada
akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan
terjadinya infeksi paru.
7. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
Rasional : Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan
terapi.
8. Lakukan ronsen thoraks ulang.
Rasional : Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang
misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
9. Berikan oksigen.
Rasional : Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan
hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
10. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
Rasional : Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase
akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan
membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi
tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi :
1.
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
Rasional : Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran
CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial.
Pengertian
Suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai / tanpa disertai perdarahan
interstitial dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas jaringan otak
Penyebab : Trauma
- Akselerasi : terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam
- Deselerasi : terjadi jika kepala membentur obyek yang diam
- Kompresi atau penekanan
Akibat :
1. Cedera local
Hanya pada jaringan fibrosa padat di atas tengkorak (galeaapponeurotika) yang
menyerap kekuatan eksternal
2. Cedera otak (kerusakan kup dan kontra kup)
Klasifikasi cedera kepala
A. Berdasar mekanisme :
1. Tertutup.
2. Penetrans.
B. Berdasar beratnya menurut The Traumatic Coma Data Bank :
1. Skor Skala Koma Glasgow (GCS).
b Ringan
- GCS 13 15
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia (kurang dari 30 menit)
- Tidak ada fraktur tengkorak
- Tidak ada kontusio serebral dan hematoma
c Sedang
- GCS 9 12
- Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tapi kurang dari 24
jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
d Berat
- GCS 3 8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
- Juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intracranial
C. Berdasar morfologi :
1. Fraktura tengkorak.
a. Kalvaria
1. Linier atau stelata.
2. Depressed atau non depressed.
b. Basiler
1. Anterior
2. Media
3. Posterior
Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga
baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang
menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih
parah dari sebelumnya. selanjutnya bisa terjadi peningkatan
kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma
Subdural.
Hematoma subdural
Berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat
atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang
lebih ringan.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering
terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah
besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak.
Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara
spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejalagejala intracranial biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Sub-arakhnoid.
Perdarahan sub arachnoid
Perdarahan pada ruang sub arachnoid
2. Konkusi klasik.
3. Cedera aksonal difusa
KOMPLIKASI
1. Edema pulmonal
2. Bocornya LCS
3. Gangguan mobilisasi
4. Hipovolemia
5. Kejang
6. Hiperthermia
7. Infeksi
8. SIADH
PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Keluhan utama : Cederakepala denganpenurunan kesadaran
3. Riwayat kesehatan
a. Sakit kepala
b. Pusing
c. Kehilangan memori
d. Bingung
e. Kelelahan
f.
Kehilangan visual
g. Kehilangan sensasi
h. Muntah proyektil
i.
GCS menurun
j.
4. Pemeriksaan fisik
a. Bingung / disorientasi
b. Penurunan kesadaran
c. Perubahan status mental
d. Gelisah
e. Perubahan motorik (hemiplegi)
f. Kejang
g. Dilatasi pupil
Disebabkan oleh penekanan pada syaraf cranial III (okulomotorius)
Edema papil
Bila TIK meningkat, CSS didesak sepanjang selaput sub arahnoid saraf optic,
tekanan ini dihantarkan pada vena sentral retina yang menyilang pada
rongga sub arahnoid. Edema head saraf terjadi dan vena retina menjadi
terbendung
Bila trejadi fraktur basis cranii :
h. Otorea
i.
Rinorea
j.
Racoon eye
k. Batle sign
l.
Refleks patologis
Gangguan sirkulasi
u. Gangguan respirasi
v. Gangguan eliminasi
5. Istirahat/ aktivitas
6. makanan / cairan
7. Psikologis, integritas ego
8. Interaksi social
9. Pemeriksaan penunjang / Pemeriksaan Diagnostik
Meminimalkan komplikasi
Battle sign
Hemotympanum
Periorbital echymosis
Rhinorrhoe
Orthorrhoe
Brill hematom
Trauma kepala tertutup
a Komosio
Cidera kepala ringan.
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam kontrol 24 jam pertama, observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak setelah keluhan hilang coba mobiliasi brtahap, duduk
berdiri pulang.
Setelah pulang kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
b Kontosio
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difusi gangguan lokal perdarahan.
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama
Komplikai pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
2.4 Gejala klinis
1. Jika klien sadar sakit kepala berat
2. Muntah proyektil
3. Papil edema
4. Kesadaran makin menurun
5. Perubahan tipe kesadaran
6. Tekanan darah menurun, bradikardia
7. Anisokor
8. Suhu tubuh yng sulit dikendalikan.
2.5 Penatalaksanaan
Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
2. TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS
3. Body of system
a. Pernafasan ( B1 : Breathing )
Hidung : Kebersihan
Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi
di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping
hidung, terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama antara
kanan dan kiri dinding dada
Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas
hepar.
Auskultasi : Peristaltik lebih cepat.
Abdomen : Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik ususnormal.
Rektum : Rectal to see
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop foot,
kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit.
Pola aktivitas sehari-hari
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat; kebiasaan merokok, riwayat
peminum alkohol, kesibukan, olah raga.
Pola nutrisi dan metabolisme; makan teratur, minum perhari, kesulitan menelan,
diet khusus, BB, postur tubuh, tinggi badan.
Pola eliminasi; BAB dengan jumlah feses, warna feses dan khas, BAK dengan
jumlah urine, warna urine dengan kejernihan, pada eliminasi alvi, relative tidak
ada gangguan buang air.
Pola tidur dan istirahat; kebiasaan sehari-hari tidur dengan suasana tenang
Pola aktivitas dan latihan; aktivitas sehari-hari bekerja
Pola hubungan dan peran; hubungan dengan orang lain dan keluarga, kooperatif
dengan sesamanya.
Pola sensori dan kognitif; mampu melihat dan mendengar serta meraba,
disorientasi, reflek.
Pola persepsi dan konsep diri; melakukan kebiasaan bekerja terlalu keras, senang
ngobrol dan berkumpul.
Pola seksual dan reproduksi
Pola mekanisme/pola penanggulangan stres dan koping; keluhan tentang
penyakit.
Pola tata nilai dan kepercayaan; adnya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh.
Personal higiene; kebiasaan mandi/hari, gosok gigi/hari, dan cuci rambut/minggu.
Ketergantungan; ketergantungan terhadap orang lain terutama keluarga.
Aspek psikologis; cemas akan penyakit, merasa terasing,dan sedikit stres.
Aspek sosial/interaksi; hubungan antar keluarga, teman kerja, maupun
masyarakat disekitar tempat tinggal.
Aspek spiritual; ajaran agama, dijalankan setiap saat, mengukui kegiatan agama,
pemenuhan kebutuhan spiritualnya.
Pemeriksaan Diagnostik:
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
Kriteria hasil :
Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas lagi.
Klien diberikan rentang skala (1-10).
1. Mengkaji keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien.
2. Kaji faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien kurang
makan makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak mengeluarkan
keringat).
3. Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan
program diet (rendah garam dan rendah lemak).
4. Membantu keluarga dalam memberikan asupan makanan peroral dan
menyarankan klien untuk menghindari makanan yang berpantangan dengan
penyakitnya.
5. Membantu memberikan vitamin dan mineral sesuai program.
6. Kolaborasi dengan Tim dokter dalam pemberian Transfusi Infus RD 5% 1500
cc/24 jam dan NaCl.
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elatisitas untuk
mengatasi adanya pukulan.
Saraf otak
Jaringan otak
Battle sign
Hemotympanum
Periorbital echymosis
Rhinorrhoe
Orthorrhoe
Brill hematom
2. Komosio
Disorientasi sementara.
Istirahat mutlak setelah keluhan hilang coba mobiliasi brtahap, duduk berdiri
pulang.
1. Kontosio
Gejala :
o Gangguan kesadaran lebih lama
o Kelainan neurologik positif, reflek patologik positif, lumpuh, konvulsi.
o Gejala TIK meningkat.
o Amnesia retrograd lebih nyata
1. Hematom epidural
1. Hematom subdural
Akut :
o Gejala 24 48 jam
o Sering brhubungan dengan cidera otak dan medulla oblongata.
o PTIK meningkat
o Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
o Sub akut
o Berkembang 7 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala TIK meningkat
kesadaran menurun.
o Kronis :
e Hematom Intrakranial
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes
Hiperventilasi
Apneu
2. Sistem Kardiovaskuler
Trauma kepala perubahn fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tekanan vaskuler.
3. Sistem Metabolisme
Trauma kepala cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah Nitrogen.
2.3 Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai
bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala permulaan disfungsi
cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebal blood flow (CBF) adalah 5060 ml/menit/100gr jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.
Cedera Kepala Menurut Patofisiologi Dibagi Menjadi Dua:
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang menyebabkan
gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
Memar otak
Laserasi
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikai pernapasan
Muntah proyektil
Papil edema
Anisokor
2.5 Penatalaksanaan
Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
2. TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS
3. Body of system
4. Pernafasan ( B1 : Breathing )
Hidung : Kebersihan
Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi di seluruh
lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping hidung,
terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama antara kanan dan
kiri dinding dada
Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan
hepar.
Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara ronchi dan
weezing.
1. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1 cm lateral
medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak..
Palpasi : Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin, berkeringat
Perkusi : Suara pekak
Auskultasi : Irama reguler, sistole/murmur, bendungan vena jugularis, oedema
1. Persyarafan ( B3 : Brain ) Kesadaran, GCS
Kepala : Bentuk ovale, wajah tampak mioring ke sisi kanan
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan bola mata
mampu mengikuti perintah.
Mulut : Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir tampak kering,
terdapat afasia.
Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak
perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
1. Perkemihan-eliminasi urine ( B4 : Bledder )
Inspeksi : Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada, pemeriksaan
genitalia eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan.
Palpasi : Pembesaran kelenjar inguinalis, nyeri tekan.
Perkusi : Nyeri pada perkusi pada daerah ginjal.
1. Pencernaan-eliminasi alvi ( B5 : Bowel )
Inspeksi : Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak ada kelainan,
keluhan nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung kadang-kadang, terdapat diare, buang air
besar perhari.
Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah hepar.
Auskultasi : Peristaltik lebih cepat.
Abdomen : Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik ususnormal.
Rektum : Rectal to see
1. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop foot, kelemahan
otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit.
Pola aktivitas sehari-hari
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat; kebiasaan merokok, riwayat peminum
alkohol, kesibukan, olah raga.
2. Pola nutrisi dan metabolisme; makan teratur, minum perhari, kesulitan menelan, diet
khusus, BB, postur tubuh, tinggi badan.
3. Pola eliminasi; BAB dengan jumlah feses, warna feses dan khas, BAK dengan jumlah
urine, warna urine dengan kejernihan, pada eliminasi alvi, relative tidak ada gangguan
buang air.
4. Pola tidur dan istirahat; kebiasaan sehari-hari tidur dengan suasana tenang
5. Pola aktivitas dan latihan; aktivitas sehari-hari bekerja
6. Pola hubungan dan peran; hubungan dengan orang lain dan keluarga, kooperatif
dengan sesamanya.
7. Pola sensori dan kognitif; mampu melihat dan mendengar serta meraba, disorientasi,
reflek.
8. Pola persepsi dan konsep diri; melakukan kebiasaan bekerja terlalu keras, senang
ngobrol dan berkumpul.
9. Pola seksual dan reproduksi
10. Pola mekanisme/pola penanggulangan stres dan koping; keluhan tentang penyakit.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan; adnya perubahan status kesehatan dan penurunan
fungsi tubuh.
12. Personal higiene; kebiasaan mandi/hari, gosok gigi/hari, dan cuci rambut/minggu.
13. Ketergantungan; ketergantungan terhadap orang lain terutama keluarga.
14. Aspek psikologis; cemas akan penyakit, merasa terasing,dan sedikit stres.
15. Aspek sosial/interaksi; hubungan antar keluarga, teman kerja, maupun masyarakat
disekitar tempat tinggal.
16. Aspek spiritual; ajaran agama, dijalankan setiap saat, mengukui kegiatan agama,
pemenuhan kebutuhan spiritualnya.
Pemeriksaan Diagnostik:
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Prioritas perawatan:
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.
Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal:
tirah baring, imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi.
Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup
(kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat
kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status
hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional.
Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
Kriteria hasil:
Rencana Tindakan :
1. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK.
2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
GCS.
3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap
cahaya.
4. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
6. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang
tenang.
7. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
8. Tinggikan kepala pasien 15o 45o sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
9. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
10. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
11. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif,
antipiretik.
Kriteria evaluasi:
Rencana tindakan :
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat
karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan
yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
7. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
8. Lakukan rontgen thoraks ulang.
9. Berikan oksigenasi.
10. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan
nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Rencana tindakan :
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi,
catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan
perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
4. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus
menerus. Observasi karakteristik sputum.
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi
1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
1. Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat
diatas abdomen.
2. R/ tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga selama
perawatan dan saat klien lemah.
3. Singkirkan pemandangan yang tidak menyenagkan dan bau yang tidak sedap dari
lingkungan klien.
4. R/ pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap merangsang
pusat muntah.
5. Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal :teh encer, air jahe,
agar-agar, air) 30-60 ml tiap -2 jam.
6. R/ cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area gastrik dan dengan
demikian tidak memperberat gejala.
7. Instruksikan klien untuk menghindari hal ini :
Keluarga mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan, yaitu makan
rendah garam dan rendah lemak.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas lagi. Klien
diberikan rentang skala (1-10).
Rencana tindakan :
1. Mengkaji keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien.
2. Kaji faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien kurang makan
makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak mengeluarkan keringat).
3. Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan program
diet (rendah garam dan rendah lemak).