Vous êtes sur la page 1sur 9

ACARA XX

(DEEP FRYING)

A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara XX Deep Frying adalah :
1

Mengetahui konstruksi dasar alat penggorengan, bagian-bagian utama alat

berikut fungsi masing-masing bagian utama.


Mengetahui cara-cara pengoperasian alat atau mesin berikut cara

pengaturan alat sesuai yang dikehendaki atau disyaratkan.


Mengetahui penampilan teknis mesin, yang meliputi:
a Kapasitas alat atau mesin
b Kualitas penggorengan
c Kebutuhan minyak penggoreng

B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Deep-frying, adalah metode menggoreng dengan minyak berjumlah
banyak sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam
minyak panas. Deep frying diklasifikasikan ke dalam metode memasak
kering sebab tidak ada air yang digunakan dalam proses memasak tersebut.
Deep-frying banyak digunakan untuk mendapatkan hasil penggorengan
yang optimal. Deep frying secara meluas telah banyak digunakan oleh
industri pangan dengan menggunakan alat yang lebih canggih yaitu
pressure fryer atau vacuum fryer (Mulyatiningsih, 2007).
Waktu penggorengan tergantung pada proses pindah panas dari
minyak goreng ke produk. Pindah panas dari minyak ke produk tergantung
pada suhu minyak disekitar produk. Suhu minyak di sekitar produk di
pengaruhi oleh desain penggoreng yaitu tinggi minyak dalam penggoreng
dan desain elemen pemanas. Penempatan sebagian elemen pemanas di
bagian atas penggoreng akan mempengaruhi pergerakan minyak dalam
penggoreng (Tandilittin, 2008).
Bila penggorengan terus dilakukan panas akan mencapai bagian
dalam dari bahan pangan tersebut, maka air pada bagian dalam bahan

pangan akan ikut teruapkan seluruhnya sehingga bahan menjadi kering.


Minyak goreng yang digunakan berguna sebagai penghantar panas,
penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Namun
dengan adanya minyak yang digunakan untuk menggoreng kerupuk
terdapat kontak terhadap bahan pangan dengan minyak sehingga ada
sebagian minyak yang tertinggal pada bahan pangan dan minyak yang
tertinggal pada bahan pangan akan dapat memacu terjadinya oksidasi bila
pengemasan tidak dilakukan di ruang yang kedap oksigenatau hampa
udara, cahaya dan panas. (Winarno, 1980)
Pengolahan makanan adalah kumpulan metode dan teknik yang
digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi makanan atau
mengubah makanan menjadi bentuk lain untuk konsumsi oleh manusia
atau hewan di rumah atau oleh industri pengolahan makanan. Pengolahan
makanan membutuhkan ladang bersih dan telah panen atau produk hewan
yang disembelih dan penjual daging dan menggunakannya untuk
memproduksi produk makanan menarik, dapat dipasarkan dan tahan lama.
Proses yang sama digunakan untuk membuat pakan hewan. Contoh
ekstrem pengolahan makanan meliputi penyiapan ikan fugu mati atau
konsumsi dibawah gravitasi nol. Pengertian pengolahan makanan pada
dasarnya sama , yaitu membuat bahan makanan yang mentah menjadi
matang melalui proses pemanasan. Secara definitif pengolahan makanan
dapat diartikan sebagai sebuah proses pemanasan pada makanan hingga
menjadi lebih enak, mudah dikunyah, dan mengubah bentuk penampilan
dari bahan makanan itu, serta mematikan bakteri yang merugikan
kesehatan (Suhardjo, 1992).
Menggoreng adalah memasak bahan makanan dengan minyak
dengan suhu sekitar 140-190 derajat celcius. Metode menggoreng
berbeda-beda tergantung jumlah minyak yang digunakan. Memasak bahan
makanan dengan cara ini mengakibatkan meningkatnya kandungan lemak
di dalam bahan makanan. Semakin lama makanan digoreng, semakin
banyak lemak yang diserap. Untuk mengatasinya, tiriskan bahan makanan

setelah menggoreng, jangan menggunakan minyak untuk menggoreng


lebih dari sekali dan jangan gunakan minyak goreng yang telah berasap
karena telah mengandung radikal bebas (Ngili, 2013).
Yang perlu diwaspadai dari memasak bahan makanan dengan cara
menggoreng adalah terbentuknya acrylamide. Acrylamide terbentuk dari
protein dan gula yang terkandung di dalam kentang dan produk sereal
lainnya pada suhu di atas 100 derajat celcius. Senyawa ini merupakan
senyawa karsinogenik. Cara untuk mencegah terbentuknya acrylamide
adalah jangan menggoreng bahan makanan sampai terlalu coklat, rebuslah
kentang sebelum digoreng, goreng dengan suhu maksimal 170 derajat
celcius, dan untuk memasak kentang goreng, kentang dengan potongan
besar lebih baik dari potongan kecil (Yusrin, 2010).
Deep-frying adalah metode menggoreng dengan minyak jumlah
banyak sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam
minyak panas. Deep frying diklasifikasikan ke dalam metode memasak
kering sebab tidak ada air yang digunakan dalam proses memasak tersebut.
Deep-frying banyak digunakan untuk mendapatkan hasil penggorengan
yang optimal. Deep frying secara meluas telah banyak digunakan oleh
industri pangan dengan menggunakan alat yang lebih canggih yaitu
pressure fryer atau vacum fryer. Makanan yang digoreng dengan cara deep
frying, telah menjadi kegemaran masyarakat untuk semua kelompok umur.
Selain prosesnya cepat, metode ini juga dapat dilakukan secara terus
menerus untuk memasak makanan dalam jumlah banyak. Dalam keadaan
darurat, makanan yang digoreng dengan teknik deep frying cukup aman
dikonsumsi karena bakteri telah mati pada suhu panas. Makanan yang
telah digoreng menjadi lebih steril dan kering sehingga masa simpan
menjadi lebih lama. Apabila makanan digoreng dalam minyak untuk
waktu lama, maka kandungan air dalam makanan tersebut akan berkurang
dan minyak mulai masuk ke dalam makanan (Sadiyah, 2009).
Pengertian dari deep frying adalah memasak bahan makanan
dengan menggunakan minyak yang banyak hingga bahan makanan benar

benar terendam oleh minyak atau lemak. Teknik ini dapat digunakan oleh
berbagai bahan makanan termasuk daging dan unggas, ikan, sayur
sayuran dan buah. Bahan makanan yang dalam keadaan beku dapat
langsung dimasak dengan metode ini (Leszczyski, 2004).
Makanan yang dimasak dengan teknik ini memiliki karakteristik
yang berbeda dengan memasak dengan teknik basah. Pada metode kering
ini karena dipanaskan dalam suhu tinggi maka akan terjadi perubahan
tekstur, warna serta rasanya. Pada proses pengolahan pada metode deep
frying ini beberapa kandungan gizi akan rusak, tetapi kandungan energinya
akan tinggi karena mengandung lemak. Proses deep frying juga biasanya
lebih sedikit kehilangan kandungan vitamin yang larut dalam air, karena
dalam proses ini tidak terdapat air yang melarutkan. Sebagai contoh,
keripik kentang lebih banyak mengandung vitamin C dibandingkan
kentang rebus (Eduardo, 2013).
Pada umumnya deep frying memiliki 2 cara. Cara pertama, bahan
makanan dimasak langsung. Dan cara kedua yaitu bahan makanan
dimasak 2 cara, langkah pertama biasa disebut dengan (blanching) yaitu
makanan di masak dengan suhu rendah untuk menyakinkan bahwa bagian
tengah makanan telah matang sehingga pada saat dimatangkan warna dan
kematangannya seimbang. Contohnya : dalam pembuatan chip potato,
dimana kentang digoreng dalam minyak dengan api kecil hingga setengah
matang, lalu dikeluarkan dan dikeringkan dengan tise atau lap dan
kemudian digoreng kembali hingga kering. Biasanya proses blanching ini
digunakan untuk memasak chiken drumstick, maupun ikan goreng
(Akpa and Dagde, 2012).
Proses pemasukan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak
yang masuk kedalam bahan pangan. Proses pemasakan ini dapat
mengubah atau tidak merubah karakter bahan pangan, tergantung dari
bahan pangan yang diperoleh. Hasil gorengan yang berukuran tipis seperti
kripik merupakan pengecualian. Permukaan lapisan luar (outer zone
surface) akan berwarna coklat keemasan akibat penggorengan atau yang

disebabkan oleh reaksi browning. Tingkat intensitas warna browning


(pencoklatan) ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga
komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan. Jika bahan segar
digoreng maka bagian luar kulit akan mengkerut akibat proses dehidrasi
bagian luar bahan pangan pada waktu menggoreng. Pembentukannya
terjadi akibat panas dari lemak panas sehingga menguapkan air yang
terdapat pada bagian luar bahan pangan. Selama proses menggoreng
dengan sistem deep frying berlangsung, sebagian minyak masuk ke bagian
kerak dan bagian luar sehingga outer zone dan mengisi ruang kosong yang
pada mulanya diisi air (Ketaren, 1986).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggorengan antara lain jenis
bahan atau makanan yang digunakan, beberapa jenis makanan yang mudah
rusak dengan panas maka harus dilakukan penggorengan dalam waktu
yang singkat, seperti misalnya krupuk atau telur dengan konduktivitas
tinggi maka waktu penggorengan perlu dikurangi. Kondisi minyak,
minyak yang digunakan sudah dipanaskan terlebih dahulu atau
belum.Suhu

dan

waktu

penggorengan,

bila

terlalu

tinggi

suhu

penggorengan dapat mendukung terjadinya oksidasi danhidrolisis. Makin


tinggi suhu penggorengan maka makin cepat penggorengan bahan pangan.
Metode penggorengan, untuk deep fat frying yang lebih cepat merata
panasnya maka akan butuh waktu yang lebih singkat daripada shallow
contact frying. Ukuran, kelembapan dan karakteristik permukaan bahan,
semakin besar ukuran bahan (tebal) yang digoreng maka semakin lama
waktu

penggorengannya

dan

sebaliknya.

Perlakuan

sebelum

penggorengan, perlakuan sebelum penggorengan misalnya direndam di


larutan air garam atau air kapur terlebih dahulu (Aniedu, 2012).
Penggorengan pada umumnya merupakan cara memasak makanan
dengan menggunakan minyak, atau lemak (margarin, shortening, mentega)
sebagai medium penghantar panas. Lemak sama dengan minyak, dan
hanya berbeda wujud karena perbedaan titik lebur. Pengorengan adalah
suatu pengolahan bahan pangan yang banyak diminati oleh para konsumen

karena dapat meningkatkan citrasa, tekstur bahan pangan sehingga bahan


pangan menjadi lebih renyah. Suhu penggorengan yang dianjurkan adalah
177 - 201 C, atau tergantung jenis bahan yang digoreng (Richana, 2004).
2. Tinjauan Bahan
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) menghasilkan umbi
sebagai komoditas sayuran yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan
berpotensi untuk dipasarkan di dalam negeri dan diekspor. Tanaman
kentang merupakan salah satu tanaman penunjang program diversifikasi
pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Sebagai bahan
makanan, kandungan nutrisi umbi kentang dinilai cukup baik, yaitu
mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial, mineral, dan
elemen-elemen mikro, di samping juga merupakan sumber vitamin C
(asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6), dan
mineral P, Mg, dan K (Kadarisman, 2011).
Beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya produksi kentang
di Indonesia adalah masih kurang tersedianya bibit bermutu dalam jumlah
yang cukup sehingga petani terpaksa menggunakan bibit bermutu rendah,
teknik bercocok tanam, teknik pengendalian hama dan penyakit yang
rendah serta tingginya biaya produksi untuk usaha tani. Biaya produksi
yang tinggi antara lain diakibatkan oleh harga bibit yang tinggi karena
bibit masih diimpor. Biaya untuk bibit mencapai 40 50% dari total biaya
produksi. Oleh karena itu salah satu usaha untuk menurunkan biaya
produksi yang tinggi yaitu dengan mengadakan bibit kentang bermutu di
dalam negeri secara kontinyu, sehingga dapat menghemat devisa yang
digunakan untuk memberi bibit impor setiap tahun dan merangsang petani
untuk meningkatkan usahanya (Ani, 2004).
Minyak yang diserap untuk mengempukkan bahan makanan, sesuai
dengan jumlah air yang menguap pada saat menggoreng. Lapisan
permukaan merupakan hasil reaksi Maillard yang terdiri dari polimer yang
larut dan tidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan. Biasanya
senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan asam amino,

protein dan atau senyawa yang mengandung nitrogen digoreng secara


bersamaan. Pada beberapa makanan seperti kentang dan kulit ayam
memiliki natural coating, sehingga tidak membutuhkan breading dan
battering dahulu sebelum dilakukan penggorengan (Sartika, 2009).
Bahan makanan yang banyak mengandung tepung atau pati seperti
kentang dan choux pastry dapat digoreng tanpa diberi lapisan, tetapi
banyak bahan makanan yang lain harus dilapisi dengan bahan makanan
yang mengandung protein, seperti telur dan tepung roti atau susu dan
tepung berbumbu sebelum dimasak dengan minyak banyak, agar dapat
mempertahankan bentuknya setelah mengalami proses pemasakan
(Herawati, 2004).
Minyak goreng yang telah digunakan pada panas yang terlalu
tinggi dan berkali-kali sudah tak baik digunakan untuk menggoreng lagi.
Minyak yang telah digunakan berkali-kali akan mengalami kerusakan.
Titik asap minyak yang telah digunakan berkali-kali akan semakin turun.
Tanda-tanda titik asap yang telah turun dapat diamati yaitu ketika minyak
dipanaskan sebentar, minyak sudah berasap dan bila digunakan untuk
menggoreng hasil gorengan cepat gosong. Minyak yang disimpan lama
dalam keadaan terbuka dapat menyebabkan rancid (tengik) karena telah
terjadi oksidasi, polimerisasi dan gangguan lain yang tidak diharapkan atau
bahkan tercampur racun seperti acrylamide dari makanan yang bertepung.
Beberapa hasil pengujian dan indikator yang menunjukkan adanya
kerusakan minyak yang dapat dilihat dengan kasat mata adalah kotor,
berasap, berbusa, mengental, dan berasa tengik (Therdthai, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Akpa and Dagde. 2012. Modification Of Cassava Starch For Industrial Uses.
Journal Of Engineering and Technology. Vol. 2 No. 6 : 913-914.

Ani, Nurma. 2004. Pengaruh Konsentrasi Paclobutrazol Dan Urea Pada Stek
Kentang Terhadap Produksi Tuberlet Varietas Granola. Jurnal Penelitian
Bidang Ilmu Pertanian. Vol. 2, No. 1: 29-31.
Aniedu and Omodamiro. 2012. Use Of Newly Bred -Carotene In Production Of
Value-Added Products: Implication For Food Security In Nigeria. Global
Journal Of Science Frontier Research Agriculture And Veterinary Science.
Vol. 12 No.10.
Eduardo. 2013. Effect Of Cassava Flour Characteristics On Porperties OF
Cassava-Wheat-Maize Composite Bread Types. International Journal Of
Food Science. Vol. 2013 : 1-2.
Endang Mulyatiningsih. 2007. Teknik-teknik Dasar Memasak. Yogyakarta.
Herawati, Heny. 2010. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna Sebagai
Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian : 31-32.
Kadarisman. 2011. Peningkatan Laju Pertumbuhan Dan Produktivitas Tanaman
Kentang (Solanum Tuberosum L.) Melalui Spesifikasi Variabel Fisis
Gelombang Akustik Pada Pemupukan Daun ( Melalui Perlakuan Variasi
Peak Frekuensi). Jurnal Fisika. Vol. 1, No.2: 1-3.
Ketaren. S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Leszczyski, Wactaw. 2004. Resistant Starch Classification, Sturcture,
Production. Polish Journal Of Food And Nutrtion Sciences. Vol. 13 No. 54 :
37-39.
Ngili, Yohanis. 2013. Biokimia Dasar. Rekayasa Sains. Bandung.
Richana dan Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi Dan
Tepung Pati Dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi kelapa dan Gembili. Jurnal
Pascapanen. Vol. 1 No.1 : 29-30.
Sadiyah SE, Chalimatus dan Herliana STP, Ersi. 2009. Membuat Kripik Tempe
Aneka Rasa. Penerbit Swadaya. Bogor.
Sakidja. 1989. Kimia Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Sartika. R.A.D. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep
Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makassar, Sains. Vol.
13, no. 1, April 2009 : 23-28. CV Yasaguna. Jakarta.
Suhardjo dan Kusharto. 1992. Prinsip Prinsip Ilmu Gizi. Kanisius. Yogyakarta.
Tandililitan. H. 2008. Desain dan Uji Penggoreng Open Deep Frying dengan
Perubahan Posisi Elemen Pemanas. Tesis IPB. Bandung.
Therdthai, Nantawan and Jangchud, Anuvat. 2007. Optimization of Vacuum
Frying Condition for Shallot. Kasetsart J. (Nat. Sci). Vol 41 (338-342).
Winarno, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. 1980. Jakarta.
Yusrin dan Mukaromah. 2010. Proses Hidrolisis Onggok Dengan Variasi Asam
Pada Pembuatan Ethanol. Jurnal Unimus : 20-22.

Vous aimerez peut-être aussi