Vous êtes sur la page 1sur 18

ACTIVITY BASED BUDGETING

Oleh:

ANDINI UTARI PUTRI (01022681519002)


KELAS BKU AKUNTANSI REGULER PAGI
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI
2016
I.

PENDAHULUAN

Budgeting merupakan salah satu Sistem Pengendalian Manajemen, atau sistem


Perencanaan Kegiatan suatu organisasi untuk mewujudkan visi organisasi. Penyusunan
Budgeting dapat berdasarkan Fungsional atau berdasarkan Activitas.
Dengan adanya Lingkungan bisnis yang telah berubah memerlukan paradigma baru
untuk menghadapinya. Paradigma baru yang berkembang dalam manajemen untuk
menghadapi Lingkungan bisnis global adalah: Customer Value strategy, Continuous
improvement, organizational system.
Perubahan kendali bisnis ke tangan Customers juga semakin tajam dan
bervariasinya persaingan di pasar, menyebabkan banyak produsen mengubah secara
radikal prinsip-prinsip manajemen yang diterapkan dalam menjalankan organisasi
perusahaan. Struktur organisasi diubah menjadi fleksibel dengan membangun tim lintas
fungsional, untuk memungkinkan focus usaha seluruh personal tercurah ke kepuasan
customer dan untuk menjadikan organisasi responsive terhadap setiap perubahan yang
terjadi atau yang berpotensial akan terjadi di lingkungan bisnis.
Dengan perubahan pengorganisasian sumber daya manusia tersebut, pengelolaan
berbasis fungsi yang telah biasa digunakan oleh manajemen di masa lalu diubah menjadi
pengelolaan berbasis aktivitas (activity based management). Manajemen berbasis aktivitas
menuntut eksekutif untuk mengubah cara yang digunakan untuk menyusun anggaran, dari
Fuctional-based budgeting ke Activity based Budgeting.
Activity based Budgeting yaitu proses penyusunan anggaran yang berfokus ke
improvement terhadap system yang digunakan oleh organisasi untuk menghasilkan value
bagi customers.
Oleh karena improvement terhadap system hanya dapat diwujudkan melalui
perencanaan program pengelolaan berbasis aktivitas yang membentuk system, maka
perencanaan program pengelolaan berbasis aktivitas dilaksanakan melalui penyusunan
anggaran berbasis aktivitas.
II.

KAJIAN TEORI
1. Pengertian Activity Based Budgeting
Activity-based budgeting merupakan pendekatan baru dalam proses penyusunan

anggaran. Pendekatan ini merupakan proses merencanakan dan mengendalikan aktivitas


yang diharapkan dapat mencapai efektivitas biaya dalam anggaran, sehingga memenuhi
beban kerja yang diramalkan dan tujuan strategik yang telah disepakati. Activity-based
budgeting merupakan

proses

pada improvementterhadap

sistem

penyusunan
yang

digunakan

anggaran
oleh

yang

organisasi

berfokus
agar

dapat

menghasilkan value bagi pelanggan (Brimson dan Antos, 1999) dan berfokus pada proses
secara integral terhadap suatu organisasi (McClenahen, 1995), serta merupakan proses
1

perencanaan dan pengendalian aktivitas-aktivitas yang diharapkan oleh organisasi agar


mencapai anggaran yang cost-effective dan memenuhi workload sesuai dengan tujuan dan
strategi organisasi (Antos,1997).
Activity-based budgeting dapat diaplikasikan pada semua organisasi dan fungsi,
termasuk untuk perusahaan jasa, dan fungsi-fungsi overhead, sedangkan pada perusahaan
manufaktur, konsep ini mula-mula diterapkan (lihat misalnya, Newberry dan Bacon, 1994;
dan Brinson dan Antos, 1998). Adanya tantangan baru mendorong semua organisasi
komersial ataupun non komersial memusatkan perhatiannya pada overall cost.
Activity-based

budgeting berbeda

secara

signifikan

jika

dibandingkan

dengan traditional budgeting. Secara ringkas perbedaan traditional budgeting dan activitybased budgeting dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Perbedaan
Fokus
Penyusun
Anggaran
(Budgetees

Traditional Budgeting
Fungsi

Manajer Fungsional

Activity-Based Budgeting
Sistem
Manajer system, Ketua
tim, Manajer fungsi
utama, Manajer fungsi pendukung

Tujuan

Menjalankan bagian dari sistem

Melakukan improvement terhadap

yang ada, Memenuhi kebutuhan

system, Memuaskan

fungsi,Melaksanakan

kebutuhancustomers, Meraih

pengendalian, Cost control


Sumber: Brimson dan Antos (1999)

kesempatan, Cost reduction

Perbedaan Anggaran Tradisional Dengan Activity Based Budgeting


Perbedaan
Unit penganggaran

Penganggaran Tradisional
Diekspresikan sebagai biaya

Activity Based Budgeting


Diekspresikan sebagai

fungsional atau kategori

biaya pelaksanaan aktivitas

Fokus

pengeluaran
Sumber daya yang dibutuhkan

Keluaran atau pekerjaan

Orientasi
Peran pemasok dan

Historis
Tidak secara normal

yang dilakukan
Countinuous improvement
Melakukan koordinasi

pelanggan

mempertimbangkan pemasok

dengan pemasok dan

dan pelanggan dalam

mempertimbangkan

penganggaran

kebutuhan pelanggan
dalam proses
penganggaran
2

Tujuan pengendalian

Dasar anggaran

Memaksimalakan kinerja

Menyelaraskan aktivitas

manajer

perusahaan secara

Berdasarkan kinerja manajer

keseluruhan
Berdasarkan kemanfaatan
kapasitas

Sumber: Blocher, et. al. (2005)


Berdasarkan tabel di atas, perbedaan yang paling mendasar antara traditional
budgeting dan activity based budgeting adalah banyaknya informasi yang dibutuhkan untuk
membangun anggaran.
2. Prinsip prinsip Activity Based Budgeting
Prinsip-prinsip Activity Based Budgeting (ABB) sebagai berikut:
a. ABB harus menggambarkan apa yang dilakukan, aktivitas atau proses usaha (business
processes), bukan unsur biaya (cost elements). Sumber daya yang dibutuhkan atau
elemen biaya harus berasal dari aktivitas yang diharapkan atau proses usaha dan
beban kerja (workload). Workload adalah jumlah unit dari suatu aktivitas yang
dibutuhkan. Misalnya, dalam departemen sumber daya manusia, beban kerja untuk
aktivitas merekrut karyawan adalah merekrut 30 orang karyawan. Biaya untuk
melakukan aktivitas tersebut adalah gaji dan tunjangan dari perekrut, perjalanan,
advertensi, testing, peralatan kantor, dan biaya lain termasuk untuk ruang yang
ditempati perekrut dan untuk wawancara. Apabila rencana perekrutan batal, beban kerja
untuk aktivitas tersebut akan nihil.
b. Anggaran berbasis aktivitas harus didasarkan pada beban kerja (workload) mendatang
agar

dapat

memenuhi;

persyaratan

pelanggan,

tujuan

dan

strategi

organisasi/departemen, jasa dan bauran jasa (service mix) yang baru atau yang diubah,
perubahan dalam proses usaha, perbaikan dalam efesiensi dan efektifitas, perubahan
dalam tingkat layanan (service level), mutu, fleksibilitas dan tujuan siklus waktu.
c. Anggaran akhir harus menggambarkan perubahan dalam biaya sumber daya (resource
cost).
d. Sebagai bagian dari proses pengganggaran, perusahaan perlu memberi perhatian pada
usaha perbaikan yang berkesinambungan. Setiap departemen harus mengidentifikasi
aktivitas atau proses usaha untuk melakukan perbaikan, jumlah perbaikan, dan
bagaimana merencanakan mencapai target perbaikan.
Menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007:375), ada tiga prinsip
dasar Activity Based Budgeting (ABB) sebagai berikut:
a. Activity based budgeting berfokus pada pemahaman tentang aktivitas dan hubungannya
untuk mencapai tujuan strategik.

Activity-based budgeting ini diawali dengan manajemen mendefinisikan visi, misi,


strategi dan usulan nilai dari produk/jasa. Strategi dirumuskan berbasis pada
analisis customer requirement, pengetahuan pasar dan persaingan untuk menentukan
nilai (value) yang dapat diberikan kepada customer. Melalui serangkaian langkah,
strategi ini didefinisikan untuk mendukung atribut performance yang mengusulkan nilai
suatu produk/jasa. Proses cascading dapat digunakan untuk mengartikulasi bagaimana
strategi seharusnya direfleksikan dalam proses dan aktivitas. Untuk mencapai visi,
perusahaan perlu mengidentifikasi berbagai desain strategi yang mengarah ke area
kunci. Kesuksesan akan dapat dicapai jika strategi difokuskan pada proses-proses ktitis.
Melalui feature costing, activity-based budgeting mengidentifikasi proses-proses yang
berbeda akibat persyaratan dan kondisi yang unik (feature) dari setiap produk/jasa.
Dengan mengkombinasikan activity-based budgeting dan feature costing, organisasi
dapat menyusun rencana pemacu nilai (a value-driven planning).
b. Activity based budgeting berfokus ke penciptaan nilai.
Nilai dapat diciptakan ketika costumer bersedia menggunakan produk/jasa. Sasaran
yang diperlukan untuk menciptakan nilai yaitu:

Pemerolehan/pertumbuhan pangsa pasar


Dapat dilakukan dengan pengenalan produk/jasa baru, penempatan perusahaan
pada ceruk pasar tertentu, pembukaan wilayah pemasaran baru, pembangunan

kerjasama operasi dengan perusahaan lain, dan pemerolehan bisnis pesaing.


Peningkatan laju pertumbuhan penjualan
Dapat dilakukan dengan penawaran baru atau melakukan perbaikan secara

berkelanjutan atas produk dan jasa yang disediakan costumer.


Peningkatan profit margin
Penciptaan nilai mrnuntut personel untuk menungkatkan pendapatan yang diikuti

dengan penurunan biaya, sehingga profit margin menjadi lebih besar.


Pengurangan biaya
Biaya yang dapat dikurangi meliputi biaya pokok produksi (seperti biaya bahan

mentah, tenaga kerja danoverhead pabrik).


Pengurangan pajak penghasilan
Pengurangan pajak penghasilan dapat diwujudkan jika personel memahami
dampak setiap keputusan yang diambilnya terhadap biaya dan pendapatan, yang
pada gilirannnya akan menentukan besarnya tax loss dan tax saving berdasarkan

peraturan perpajakan yang berlaku.


Peningkatan produktivitas aktiva
Saat perputaran modal kerja naik maka pendapatan juga akan naik dan

mengurangi cost of capital dan biaya.


Pengurangan biaya modal
Pengurangan biaya modal dapat diperoleh dengan mencari pinjaman dengan
tingkat bunga yang rendah.

c. Activity based budgeting merupakan proses yang mengarahkan seluruh aktivitas


perusahaan untuk menciptakan nilai.
Aktivitas perusahaan untuk penciptaan nilai dikelompokkan pada 4 golongan yaitu
aktivitas yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan produk dan jasa bagi
costumer luar,

aktivitas

yang

meberikan

dukungan

secara

langsung

kepada result producting activities dalam penyediaan produk dan jasa bagicostumer,
pusat jasa yang menyediakan layanan bagi result producing activities dan result
contributing activities, dan pusat jasa yang menyediakan layanan kebersihan dan
kerumahtanggaan bagi ketiga aktivitas lainnya.
3. MINDSET YANG MELANDASI ACTIVITY-BASED BUDGETING
Activity-based budgeting dilandisi oleh lima buah mindset antara lain :
a. Customer Value Mindset
Dalam penyusunan anggaran, penyusun anggaran (budgetees) yang terdiri dari manajer
sistem, ketua tim, manajer fungsi utama, dan manajer fungsi pendukung, merencanakan
aktivitas selama tahun anggaran dengan dilandasi semangat untuk memuaskan
kebutuhan customer.

Fokus

perhatian

penyusun

anggaran

harus

diletakan

pada

pengelolaan aktivitas yang terdiri dari: (1) activity elimination, penghilangan aktivitas yang
tidak menambah nilai bagi customer, (2) activity reduction, pengurangan aktivitas yang tidak
menambah nilai bagi customer, (3) activity sharing, pemanfaatan aktivitas penambah nilai
yang belum secara optimum digunakan, dan (4) activity selection, pemilihan aktivitas
penambah nilai yang paling efisien.
b. Continuous Improvement Mindset
Dalam penyusunan anggaran, manajer sistem memimpin anggota timnya dalam
melakukan continuous

improvement terhadap

sistem

yang

digunakan

untuk

melayani customer. Manajer fungsi utama dan manajer fungsi pendukung memimpin
karyawan fungsinya dalam melakukan improvement kualitas sumber daya manusia dan
sumber daya lain (prasarana, sarana, informasi, dan teknologi) yang dimanfaatkan oleh
manajer sistem. Continuous improvement mindset juga digunakan untuk memerangi rasa
puas personel atas kinerja sumber daya manusia dan kinerja sistem yang sekarang dicapai.
c. Cross-functional Mindset
Organisasi difokuskan untuk memuaskan kebutuhan customer, melalui pembentukan
tiga sistem permanen, yaitu: sistem inovasi, sistem operasi, dan sistem layanan purna jual.
Setiap sistem dijalankan oleh suatu tim lintas fungsional, yang anggotanya berasal dari
berbagai fungsi utama organisasi. Penyusunan anggaran dilandasi oleh cross-fungctional
mindset. Mindset ini mampu menghasilkan perencanaan aktivitas yang kompleks, cepat,
terintegrasi, dan andal untuk mengasilkan value bagi customer.
5

d. Employee Empowerment Mindset


Karyawan berada di garis depan dalam pemberian layanan kepada customer. Dalam
proses penyusunan anggaran diperlukan pengikutsertaan dan pemberian kesempatan
kepada

karyawan

untuk

merencanakan

aktivitas

yang

digunakan

untuk

melayani customer dalam proses penyusunan anggaran.


e. Opportunity Mindset
Hasil ekonomi (economic result) diperoleh organisasi dari pengeksploitasian peluang,
bukan dari pemecahan masalah. Hasil diperoleh organisasi karena produk dan jasa yang
dihasilkan oleh organisasi memiliki value bagi customer. Customer lah yang memutuskan
bahwa

suatu

hasil

mempunyai value baginya.

Unggul

(distinct)

jika

hasil

ber value dibandingkan dengan hasil yang diproduksi oleh organisasi lain, memiliki
keunggulan atau leadership (berani tampil beda). Suatu hasil yang mediocre tidak akan
mempunyaivalue bagi customer sehingga akan diabaikan oleh pelanggannya.
4. KEUNGGULAN ACTIVITY-BASED BUDGETING
Dibandingkan

dengan traditional

budgeting,

activity-based

budgeting memiliki

keunggulan sebagai berikut ini (disarikan dari Connally dan Ashworth, 1994; Lukens, 1995;
dan Cooper dan Kaplan, 1998) :
a. Orientasi personel diarahkan ke pemenuhan kebutuhan customers
Proses penyusunan anggaran mengarahkan perhatian seluruh personel organisasi ke
pencarian berbagai peluang untuk melakukan improvement (process way of thinking)
terhadap sistem yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customers. Keadaan
seperti ini menjanjikan tercapainya efektivitas kegiatan bisnis perusahaan yang pada
gilirannya

diharapkan

akan

menghasilkan financial

perkembangan organisasi melalui loyalitas pelanggan.


b. Fokus penyusunan anggaran pada perencanaan

return yang
aktivitas,

memadai
digunakan

bagi
untuk

menghasilkan value bagi customers


Penyusunan anggaran akan memperoleh gambaran yang jelas antara penyebab dan
akibat. Biaya timbul sebagai akibat dari adanya aktivitas. Jika personel akan
mengurangi biaya, cara efektif yang dapat ditempuh dengan mengelola penyebab
timbulnya biaya tersebut, yaitu aktivitas. Anggaran merupakan langkah strategik untuk
melaksanakan

pengurangan

biaya

(cost

reduction)

melalui

perencanaan

aktivitas yang mengkonsumsi biaya. Kejelasan hubungan sebab-akibat menyebabkan


personel mempunyai target yang jelas yang harus dicapai selama tahun anggaran.
Kejelasan target, seperti target aktivitas, cost reduction target, dan target peningkatan
penghasilan (revenue enhancement target), akan meningkatkan kejelasan peran yang
disandang oleh personel. Kondisi ini akan membangkitkan semangat dalam diri
personel dalam mewujudkan tujuannya (empowerment).
6

c. Activity-based budgeting mendorong personel untuk mengimplementasikan cara


berpikir berbasis sistem (system thinking)
Keputusan improvement di satu bidang tidak dapat dilepaskan pengaruhnya terhadap
bidang lainnya. Keseluruhan lebih penting daripada sekedar bagian-bagiannya. Hal ini
berbeda dengan dengan traditional budgetingyang memandang bagian atau fungsi lebih
penting daripada keseluruhan
d. Mencapai keunggulan dengan menghilangkan pemborosan
Untuk memacu nilai, suatu organisasi seharusnya berupaya

menghilangkan

pemborosan. Organisasi perlu sistem penganggaran dan pelaporan yang mampu


mengidentifikasi dan menyoroti pemborosan dalam organisasi. Oleh karena biaya timbul
sebagai akibat adanya aktivitas, maka cara yang efektif untuk mengatasi pemborosan
tersebut adalah mengelola penyebab timbulnya biaya tersebut.
e. Mencapai keunggulan dengan mengurangi beban kerja
Upaya memacu nilai memerlukan cara menentukan pengurangan biaya tanpa harus
mengurangi kualitas output. Ini dapat dilakukan dengan menyesuaikan tingkat layanan
atau dengan mengurangi unit output. Untuk mengurangi beban kerja adalah dengan
memperoleh pemahaman yang mendalam tentang output yang diinginkan customer.
Tujuannya selain mengetahui keinginan customer, juga untuk memahami kebutuhan
atas output dan bagaimana hal tersebut dapat dimanfaatkan perusahaan.
5. PROSES ACTIVITY-BASED BUDGETING
Menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007:375) tahap dalam
proses Activity-based budgetingmeliputi :
a. Menganalisa Strategi
Fokus

penyusunan

anggaran activity-based-budgeting adalah

merencanakan

aktivitas yang digunakan untuk mendapatkan value bagi customer. Untuk mengarahkan nilai
(driving value) ini, diawali dengan tahap pendefinisian tujuan dan perumusan strategi
organisasi oleh manajemen senior. Kemudian melalui beberapa tahap, strategi ini
diterjemahkan ke dalam proses bisnis, aktivitas, dan kondisi (feature) yang sesuai.

Menterjemahkan Customer Requirements Kepada Target


Proses perumusan strategi diawali dengan analisis customer requirements dan
pengetahuan pasar serta persaingan, seperti halnya usulan value (nilai) yang akan
disampaikan. Berdasar analisis ini kemudian dapat ditetapkan secara strategik.
Perusahaan mesti memahami dengan benar berapa harga yang diterima
oleh customer (pasar bersedia membayar untuk produk/jasa spesifik). Setelah harga
diterima pasar (market price) telah ditentukan, maka organisasi kemudian dapat
menghitung berapa biaya yang sesuai untuk mencapai profit margin yang diinginkan.
Hal ini dikenal dengan proses perencanaan laba (the profit planning process) atau
anggaran yang menghasilkan targeted cost (dikenal sebagai allowable cost).
7

Target costing merupakan suatu metode penentuan biaya (cost) produk/jasa yang
didasarkan pada (target price) yang diperkirakan customer bakal bersedia untuk
menerimanya. Target ini kemudian diterjemahkan kedalam target-target tingkat
aktivitas untuk setiap aktivitas yang akan dilakukan. Biaya yang ditanggung customer
inilah yang dijadikan sebagai target cost dan dijadikan sebagai dasar untuk
merancang

berbagai

aktivitas

yang

diperlukan

untuk

mencapai target

cost tersebut. Target cost dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
Harga yang dapt diterima pasar (Price-market driven)
Rp xxx
Laba yang diharapkan (Profits target)
Rp xxx
Target cost/Allowable cost
Rp xxx
Sasaran strategik yang telah ditetapkan harus dapat diterjemahkan ke dalam
tindakan

berujud

(tangible)

dan

terukur

(measurable)

yang

mampu

meningkatkan performance bisnis organisasi. Kini banyak perusahaan besar yang


berpengalaman untuk memahami keterkaitan antara area berujud (intangible area)
dan

hasil

finansial.

Sebagaimana

diterapkan

dalam Harvard

Business

Review tentang profil perusahaan Sears. Perusahaan ini yang secara statistik dapat
menunjukkan keterkaitan bagaiman peningkatan kepuasan karyawan mampu
menghasilkan

kepuasan customer yang

tinggi,

yang

pada

akhirnya

mampu

meningkatkan penjualan (James A. Brimsons dan John Antos, 1999).


Menentukan Tujuan Realistis untuk Merumuskan Strategi Organisasi
Manajemen harus realistis ketika merumuskan target performance. Strategi ini tidak
akan sukses, jika tujuan yang diyakini tidak dapat dicapai. Manajemen memahami
pasar dan kemudian dengan kekuatan organisasi menentukan target yang akan

dicapai.
b. Menetapkan Panduan Perencanaan (Planning Guidelines)
Untuk menerjemahkan sasaran dan tujuan strategik ke dalam proses anggaran
diperlukan panduan perencanaan anggaran. Pembuatan panduan perencanaan dilakukan
oleh manajemen puncak. Panduan perencanaan kemudian disampaikan kemudian masingmasing manajer untuk ditetapkan target-target tingkat aktivitasnya secara spesifik dalam
konteks proses bisnis.
Dalam panduan perencanaan ini para manajer kemudian menyusun usulan anggaran
dan melaluiactivity-based-budgeting, panduan ini dapat diaplikasikan kepada pengertian
yang lebih rinci yakni tingkat aktivitas organisasi bukan sekedar tingkat sumber daya.
Elemen Panduan Perencanaan
Panduan perencanaan anggaran umumnya mencakup elemen berikut:
Elemen Finansial:
Perubahan ukuran pasar yang diharapkan
Pertumbuhan penjualan dan asumsi market share
Asumsi pada market pricing
8

Waktu dan dampak pengenalan produk baru


Perubahan tingkat gaji
Perubahan biaya supplier
Perencanaan capital investment
Inflasi dan asumsi biaya bunga
Perubahan tingkat pajak
Elemen Operasi:
Dampak proses baru
Perubahan ke aktivitas
Asumsi produktivitas karyawan
Elemen Strategik:
Asumsi sumber (sourcing)
Asumsi bauran produk/jasa
Penetapan Panduan perencanaan
Setelah target/tujuan dalam langkah pertama (menganalisis stretegi) dapat
dirumuskan, kemudian manajemen mendefinisikan panduan perencanaan yang diterapkan
untuk meraih tujuan tersebut. Sebagai contoh suatu organisasi dapat menentukan proses
bisnis /aktivitasnya (tingkat proyek-proyek) dengan tujuan untuk continuous improvement
(perbaikan berkelanjutan). Beban kerja yang dianggarkan dibagi menjadi tiga katagori untuk
setiap aktivitas atau proses bisnis.

Mandaroty (diperintahkan)
Discretionary (dengan kebebasan/pilihan)
Available if the customer is willing to pay for it (jika konsumen bersedia membayar)

c. Menerjemahkan Strategi ke Aktivitas


Setelah panduan perencanaan telah ditetapkan, manajemen dapat menentukan target
dari setiap aktivitas dan proses bisnisnya. Manajemen seharusnya me-review proses bisnis
untuk dapat meringkas dan mengeliminasi kemungkinan adanya aktivitas ganda (duplikasi
aktivitas).

Menterjemahkan Strategi ke dalam Aktivitas


Di sini para manajer dapat melakukan identifikasi proyek-proyek antar-departemen
dan proyek perbaikan (improvement) dari tingkat aktivitas khususnya. Mereka dapat
melakukannya melalui analisis aktivitas investasi, yang mencakup pendefinisian dan
evaluasi

proyek

menyeleksi

perbaikan

proyek-proyek

(improvement) dan
yang

dapat

memanfaatkan

memenuhi

tujuan

komite
organisasi

untuk
dan

kebutuhan customer. Perbaikan (imorovement) ini seharusnya dalam konteks


sasaran organisasi, proses bisnis dan customer satisfaction.

Analisis Aktivitas

Analisis aktivitas adalah proses pengidentifikasian, penggambaran, dan evaluasi


aktivitas yang tercantum dalam program yang akan dilaksanakan oleh tim dalam
tahun anggaran. Aktivitas yang akan dilaksanakan selama tahun anggaran adalah
aktivitas yang telah dicantumkan dalam program. Analisis aktivitas ini dilandasi
dengan target costs yang telah ditentukan.
Analisi aktivitas dilaksanakan dalam empat langkah antara lain:

Aktivitas apa yang dikerjakan


Berapa orang terlibat dalam aktivitas tersebut
Waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas tersebut
Penaksiran nilai (value) dari aktivitas tersebut bagi organisasi, termasuk
rekomendasi untuk memilih dan mempertahankan hanya pada aktivitas yang
menambah nilai.

Aktivitas penambah nilai adalah aktivitas untuk mempertahankan perusahaan atau


bagiannya tetap bertahan dalam bisnisnya. Beberapa aktivitas penambah nilai
merupakan aktivitas yang harus dilaksanakan (required activities), yaitu aktivitas
yang diwajibkan oleh peraturan yang dikeluarkan pihak yang berwenang. Beberapa
aktivitas penambah nilai lain merupakan aktivitas kebijakan (discretionary activity).
Aktivitas penambah nilai yang berupa aktivitas kebijakan yang harus memenuhi
persyaratan berikut ini:
Aktivitas tersebut menyebabkan perubahan keadaan
Perubahan keadaan tidak dapat dicapai dengan aktivitas sebelumnya
Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain dapat dilaksanakan.
d. Menyusun Rencana Aktivitas
Setelah aktivitas dapat diidentifikasi, setiap penyusun anggaran kemudian menyusun
rencana aktivitas/kegiatan untuk tahun anggaran. Aktivitas/kegiatan selama tahun anggaran
ini dapat dibagi menjadi dua tipe yakni aktivitas perbaikan (improvement) dan aktivitas rutin.
Aktivitas perbaikan (improvement) disusun berdasarkan pendekatan target costing.
Disini penyusunan anggaran menentukan aktivitas perbaikan (improvement) dengan dua
cara: (Mulyadi, 2007)

Perbaikan (improvement) terhadap aktivitas penambah nilai dilakukan dengan:

(1) activity selection targetdan (2) acvtivity sharing target.


Perbaikan (improvement) terhadap aktivitas bukan penambah nilai dilakukan dengan:
(1) activity reduction dan (2) activity elimination.
Berdasarkan

target

tersebut,

penyusun

anggaran

dapat

mengestimasi

total

pengurangan biaya yang menjadi target (total target cost reduction) yang dapat dihasilkan
dalam tahun anggaran.
e. Menetapkan Target Performance

10

Setelah aktivitas (kegiatan) berhasil disusun, penyusunan anggaran kemudian


menentukan target performance yang bakal diperoleh dari aktivitas yang dilaksanakan.
Tahap ini dapat ditempuh dengan melakukan estimasi dampak keuangan dari pelaksanaan
aktivitas (kegiatan). Estimasi ini mancakup estimasi pendapatan dan/atau estimasi biaya,
dan estimasi arus kas.
Target performance dapat diterapkan untuk proses bisnis secara keseluruhan
sebagaimana masing-masing aktivitas. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, tujuan
harus dapat dicapai dalam sudut pandang orang yang menjalankan aktivitas tersebut.
Sebagai contoh EZ Money Bank mesti berfokus pada konsumen (pasar) di kota yang
dimaksud. Di sini jelas bahwa pengukuran performance perusahaan harus memiliki
hubungan yang jelas dengan misi dan strategi.
Eliminasi Biaya
Estimasi biaya dilakukan melalui tiga tahap:

Estimasi biaya aktivitas


Estimasi biaya proses
Estimasi biaya sistem

Sebagai contoh, sistem penjualan terpadu terdiri dari empat proses sebagai berikut:

Proses pencairan order


Proses penyusunan project proposal
Proses tender
Proses perjanjian penjualan
Estimasi biaya oleh penyusun anggaran dimulai dari estimasi setiap unsur biaya

(seperti: gaji, bahan, energi) untuk setiap aktivitas. Kemudian hasil estimasi biaya aktivitas
direkap dan disajikan dalam formulir rekapitulasi biaya proses. Pada tahap ini penyusun
anggaran mengevaluasi berapa kegiatan yang menambah nilai dan yang tidak menambah
nilai, taksiran keluaran, perhitungan efisiensi, dan pemacu biaya setiap aktivitas. Hasil
rekapitulasi biaya proses ini kemudian diringkas kedalan rekapitulasi biaya sistem.
f.

Menentukan Beban Kerja dan Proyek Interdepartemental


Pada tahap ini, langkah yang dilakukan yaitu menetapkan target penjualan produk/

jasa (harga jual dan volume penjualan) untuk memproyeksikan beban kerja. Beban kerja
didefinisikan sebagai jumlah volume output dimana aktivitas atau proses diperlukan untuk
menghasilkannya. Banyak organisasi memilih cara praktis dengan menghitung ramalan
volume penjualan dibanding mengukur permintaan costumer. Ramalan tersebut digunakan
untuk menyusun anggaran pengahasilan. Ada tiga tahap utama untuk menentukan beban
kerja suatu aktivitas dan proses, yaitu:

Forecast produk menentukan aktivitas/proses bisnis

11

Tahap

untuk forecasting beban

kerja

organisasi

total

yaitu

dengan

mem-

forecast permintaan cost object(produk, jasa atau channel) dan menentukan beban
kerja untuk aktivitas produk/jasa langsung yang mencakup seluruh aktivitas yang
diperlukan untuk mendefinisikan, mendesain, mengembangkan, menguji, merelease, menghasilkan, mendistribusikan, meng-install dan mempertahankan suatu
produk atau jasa.

Forecast non produk menentukan aktivitas/proses bisnis


Tahap kedua dalam peramalan beban kerja adalah menentukan beban kerja untuk
aktivitas pendukung yang merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
departemen pendukung (support) seperti sumber daya manusia, sistem informasi
manajemen, keamanan dan akuntansi. Beban kerja harus ditentukan untuk setiap
departemen, yang mungkin merupakan satu fungsi dari:

Produk/jasa
Costumer
Non product related (seperti jumlah dan tipe pernyataan finansial)
Forecast proyek spesial
Tahap ketiga dalam ramalan beban kerja adlah menentukan beban kerja untuk
berbagai proyek spesial terbaru yang akan datang. Contoh proyek spesial
mencakup:

ISO 9000
Implementasi ABM/ABB
Inisiatif kualitas
Meng-install sistem komputer, sistem telepon terbaru, dan yang serupa
Memperluas ruang kantor

Organisasi

seharusnya

menggunakan

pendekatan

berpikir

kreatif

untuk

menghilangkan duplikasi aktivitas.


Target costing ini berfokus pada:

Kondisi yang disyaratkan


Poin harga yang diterima customer
Kekuatan dan kelemahan persaingan
Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk menetapkan beban kerja diperlukan

pertimbangan beberapa faktor berikut, meliputi:

Mempertimbangkan ramalan penghasilan dan volume penjualan


Target biaya dan laba tahunan
Feature costing untuk menentukan target biaya dan laba
Persyaratan customer mengarahkan volume penjualan dan harga jual yang
ditargetkan.
12

Menentukan beban kerja dan proyek interdepartemental

g. Menyusun Anggaran Final (Finalize the Budget)


Setelah

manajer

menyusun

anggaran,

menyusun

rancangan

aktivitas

dan

mengestimasi pendapatan dan atau penghematan biaya, biaya, dan arus kasnya masingmasing, maka data yang dihasilkan tersebut kemudian diserahkan kepada departemen
anggaran untuk dikompilasi menjadi rancangan anggaran final.Panel review anggaran
seharusnya mencakup tim lintas fungsi untuk mencapai perspektif organisasi. Activity-based
budgeting

secara sederhana

merangking

aktivitas dan

proses

bisnis disbanding

pengeluaran (expenses). Organisasi dapat menganggarkan dan melaporkan dengan


aktivitas dan merubah anggaran aktivitas ke dalam anggaran sumber daya tradisional
sampai system anggaran berbasis aktivitas dapat diciptakan.
Tahap-tahap dalam memfinalkan suatu anggaran meliputi:

Membuat rencana dan anggaran untuk seluruh proses bisnis dan setiap aktivitas
dalam proses bisnis dan aktivitas setiap departemen.
Setelah anggran berbasis aktivitas disusun, maka dilakukan review dan perlu
diujicobakan pada sebuah departemen.

Mengevaluasi performance yang dianggarkan dengan sasaran.


Anggaran yang disiapkan (anggaran pendahuluan) harus dibandingkan dengan
sasaran strategik. Perbedaan antara performance yang dianggarkan dengan sasaran
strategik seharusnya menghasilkan suatu modifikasi pada aktivitas yang dianggarkan
dan sumber daya yang dihasilkannya. Jika target biaya tidak dapat dipenuhi, manajer
proses bisnis dan aktivitas seharusnya mengidentifikasi peluang perbaikan
tambahan.

Mengevaluasi performance dan cost trade off


Jika terjadi perbedaan antara performance dari aktivitas/proses bisnis dengan target
biaya maka tradeoffperlu dibuat.

Memfinalkan biaya dari aktivitas dan proses bisnis dengan sasaran performance.
Organisasi harus mengawali anggaran dengan aktivitas. Organisasi memiliki dua
pilihan untuk menganggarkan aktivitas:

Organisasi dapat menganggarkan dan melaporkan melalui proses bisnis dan


aktivitas.

III.

PEMBAHASAN ARTIKEL

13

1.

Hubungan Antara Activity Based Costing, Activity Based Management, Activity Based
Budgeting
Bangun, P.
Jurnal Akuntansi, Vol. 6 No. 3. September 2006. Hal 245 256
ABC System membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi
terhadap aktivitas. Sistem ini menggunakan dasar pikiran bahwa produk atau jasa
perusahaan diperoleh melalui pelaksanaan aktivitas dan aktivitas tersebut membutuhkan
biaya. Setelah sumber daya dibebankan keaktivitas, aktivitas kemudian dibebankan ke
obyek biaya sesuai dengan penggunaannya.
ABM berfokus pada perbaikan effisiensi dan efektifitas bisnis, dan meningkatkan
tidak hanya nilai (value) yang diterima oleh pelanggan, tetapi juga laba perusahaan.
ABB merupakan proses perencanaan pengerahan dan pengarahan seluruh aktivitas
perusahaan ke penciptaan nilai yang tujuan utamanya bagaimana menghasilkan laba
memadai dalam periode anggaran, yang biasanya mencakup jangka waktu satu tahun atau
kurang.
ABC, ABM mengidentifikasi aktivitas-aktivitas kunci, cost driver dan cara- cara untuk
memperbaiki proses sehingga dapat menurunkan biaya, menyediakan customer
value yang unggul untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, membantu manajer dalam
mengidentifikasi peluang- peluang untuk memperbaiki nilai (value).
ABC, ABM, ABB dapat membantu manajer dalam mengembangkan strategi
pelanggan, mendukung strategi keunggulan teknologi atau menyusun strategi penentuan
harga jual dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis aktivitas kunci, proses, cost driver
dan pengembangan metode.
2.

Paradigma Total Quality Management Dalam Activity Based Budgeting


Sukmawati, S.
Jurnal Teknologi Industri. Vol. VI No. 2. April 2002. Hal 67-68
Reformasi selalu didengungkan oleh

semua

orang

baik

dalam

masalah

pemerintahan maupun dalam masalah kehidupan sehari-hari. Sejak lengsernya Soeharto,


semua aktivitas kehidupan selalu dikaitkan dengan adanya reformasi disegala bidang.
Pemerintahan Abdulrachman Wahid mengeluarkan UU no. 22 tahun 1999 untuk otonomi
pemerintahan daerah dan UU no. 25 untuk desentralisasi fiskal. Adanya UU tersebut, yang
pelaksanaannya dilakukan pada 1 Januari 2001, mengubah semua sistem kehidupan
birokrasi yang ada. Walaupun belum dapat dilaksanakan secara total dan masih banyak
hal-hal yang perlu dibenahi, perubahan paradigma pusat-daerah menjadi daerah-daerah
14

perlu didukung dengan sepenuh hati. Sebegitu mudahkah mengubah sistem pusat-daerah ke
daerah-daerah seperti

mengubah

jalur

bis

kota?

Tidak segampang seperti yang

dibayangkan banyak orang dalam mengubah sistem yang ada. Dibalik semua regulasi
yang mendukung terjadinya otonomi pemerintah daerah dan desentralisasi fiskal ada hal
yang amat penting yang perlu diresapi terlebih dahulu, yaitu mengubah mindset dan
paradigma.
Perubahan paradigma aliran komunikasi top-down menjadi bottom-up harus
dimengerti philosophinya terlebih dahulu. Pada pendekatan top-down semua diatur dari
pusat, sentralisasi, dan budaya dawuh menjadi intinya. Sebaliknya, pendekatan bottom-up
menuntut adanya desentralisasi dan otonomi dalam kreativitas dan sumbang saran
(suggestion system).
Perusahaan-perusahaan di harus menghadapi dinamika perubahan-perubahan
lingkungan. Dengan open-market mechanism dan diterapkannya kesepakatan APEC (Asia
Pacific Economy Conference) pada tahun 2003, persaingan antarperusahaan
semakin

ketat.

Persaingan

menjadi

tidak hanya terjadi dengan perusahaan lokal (negeri dan

swasta) tetapi juga dengan perusahaan asing.


Tanpa menutup mata akan adanya ketidak seimbangan antara Strategic Business
Unit (SBU) satu dengan lainnya di satu Perusahaan,

SBU yang kuat dan mapan dapat

membantu SBU yang lemah tanpa harus menghambat laju perkembangan dari SBU yang
kuat itu sendiri. Kebersamaan tetap dapat dilakukan dan we are all a family tetap dapat
diterapkan tanpa harus mengkebiri daya laju SBU mapan. Konsep ini dapat memacu SBU
belum mapan untuk melakukan efisiensi dan menghilangkan pemborosan-pemborasan serta
pada akhirnya akan maju bersama dengan SBU mapan.
Berlandaskan atas mindset dan paradigma baru serta trust building tujuan bersama
akan dapat dicapai oleh sebuah perusahaan. Tantangan yang tercerminkan pada perubahan
lingkungan justru akan menjadi derive kesuksesan.

IV.

PENUTUP
Ada umumnya dalam melakukan kegiatan operasionalnya, suatu perusahaan akan
menghadapi dua permasalahan utama yang mempunyai timbal balik sangat erat. Yaitu
permasalahan yang berhubungan dengan penjualan dan permasalahan yang berhubungan
dengan produksi.

15

Manajemen harus mempunyai alat yang tepat untuk membantunya dalam


menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut. Alat tersebut harus tidak hanya
membantu untuk mengalokasi secara optimum sumber-sumber untuk mencapai visi,
strategi, dan tujuan organisasi pada saat ini, tetapi harus sebagai jalan mencapai tujuan
akhir organisasi.
Melalui integrasi aktivitas-aktivitas yang ada, anggaran haruslah dapat merespon
kebutuhan-kebutuhan yang timbul secara dinamis. Anggaran yang paling cocok untuk
memenuhi

syarat-syarat

dinamika

perubahan

dan

mengahadapi

permasalahn-

permasalahan adalah activity-based budgeting (lihat misalnya, Brimson dan Fraser, 1991;
Bunce dan Fraser, 1997; Antos, 1997; Anonymous, 1998; dan Brimson dan Antos,
1999). Activity-based budgeting dikenal sebagai pendekatan baru yang menghasilkan
proses manajemen yang berkelanjutan secara efektif. Pendekatan ini dikembangkan oleh
konsultan Coopers and Lybrand Deloitte yang mengkombinasikan praktek-praktek
manajemen terkenal, diturunkan dari priority base budgeting dan total quality, bersamasama denganactivity-based cost management concept (Brimson dan Fraser, 1991).

16

DAFTAR PUSTAKA
Antkinson, Anthony A. Et al. 2009. Akuntansi Manajemen. Edisi 5. Jilid 1. Jakarta : PT
Indeks.
Bangun, P. 2006. Hubungan Antara Activity Based Costing, Activity Based Management,
Activity Based Budgeting. Jurnal Akuntansi, Vol. 6 No. 3. September 2006. Hal 245
256.
(http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Akun/article/download/660/642)
Diakses Pada Tanggal 13 September 2016.
Garrison, R. H., Noreen, E.W., & Brewer, P.C. 2010. Managerial Accounting Thirteenth
Edition. New York: Mcgraw-Hill/Irwin.
Hansen, D.R. & Mowen, M.M. 2007.Managerial Accounting 8e. Ohio: Thomson-South
Western.
Mulyadi, 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Edisi Ketiga. Salemba
Empat. Jakarta.
Sukmawati, S. 2002. Paradigma Total Quality Management Dalam Activity Based Budgeting
Jurnal Teknologi Industri. Vol. VI No. 2. April 2002. Hal 67-68.
(https://mbegedut.files.wordpress.com/2013/03/total-quality-management-dalamactivity-based-budgeting-paradigma.pdf) Diakses Pada Tanggal 13 September 2016.

17

Vous aimerez peut-être aussi