Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
I.
PENDAHULUAN
II.
TINJAUAN PUSTAKA
dijual dengan ukuran tangki dengan kapasitas 10 dan 20 ton. Minyak goreng ini di pasar
tradisional biasanya dapat diperoleh dalam bentuk drum dan kemudian ditimbang dalam plastik
dengan berat sesuai permintaan konsumen (Anonim, 2014).
Minyak goreng curah bermutu rendah karena mengalami penyaringan sederhana sehingga
warnanya tidak jernih. Selain itu, minyak goreng curah umumnya mengandung asam lemak
jenuh yang lebih tinggi. Asam lemak jenuh akan meningkatkan kolesterol dalam darah yang
dapat membahayakan kesehatan. Minyak goreng curah akan mengalami penurunan kualitas jauh
lebih cepat daripada minyak goreng berkualitas bagus karena adanya proses oksidasi. Minyak
bermutu tinggi mengalami proses penyaringan dua bahkan sampai tiga kali, sehingga harganya
jauh lebih mahal dibandingkan dengan minyak goreng curah (Dewi, 2012).
Minyak goreng curah biasanya memiliki warna yang lebih keruh. Minyak goreng curah
ini tidak digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga kehitam-hitaman.
Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan, sangat tidak baik bagi kesehatan. Selain
itu minyak goreng yang sering digunakan secara berkali-kali sampai minyaknya berubah warna
menjadi hitam, kondisi ini tidak membahayakan kesehatan hanya membuat nilai gizi makanan
yang digoreng menjadi turun dan mempengaruhi rasa. Vitamin A dan D dalam makanan itu
sudah
hancur (Bundakata, 2007).
Perbedaan mendasar dari minyak kelapa sawit kemasan dengan minyak kelapa sawit
curah adalah pada proses pemurnian, penyulingan, penghilangan bau. Setelah kelapa sawit
berubah menjadi CPO, maka proses selanjutnya adalah mengolah CPO menjadi minyak goreng
sawit Secara garis besar proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng sawit, terdiri dari dua
tahap yaitu tahap pemurnian (refinery) dan pemisahan (fractionation) untuk mendapatkan fraksi
bahan padat (stearin) dan bahan cair (olein) dari minyak sawit. Tahap pemurnian terdiri dari
penghilangan gum (degumming). Minyak lalu disaring dan dijernihkan (bleaching). Setelah itu
penghilangan bau. Sehingga sebagai produk akhirnya minyak kelapa sawit kemasan memiliki
warna yang lebih bening dari minyak curah dan kandungan asam lemak bebasnya sedikiT
(Qurrota, 2013)
II.3. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak atau
trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Kerusakan
minyak atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi, yaitu terjadinya kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak, yang biasanya dimulai dengan pembentukan
peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya, terurainya asam-asam lemak disertai dengan
hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Asam lemak bebas
yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan
pada konsentrasi sampai 15%, belum menghasilkan rasa yang tidak disenangii. Lemak dengan
kadar asam lemak bebas lebih dari 1%, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada
1.
2.
3.
4.
permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan
bertambahnya jumlah asam lemak bebas (Ketaren, 1986).
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak
atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan
mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel. Semakin besar angka
asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sampel semakin tinggi,
besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses
hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. (Julisti, 2010)
Tim penulis (1997) memaparkan factor-faktor yang menyebabkan peningkatan kadar
ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
penumpukan buah yang terlalu lama
proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik
Peningkatan kadar ALB juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik.
Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada
kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan membantu
dalam proses pengolahan. Akan tetapi, proses pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan
efek samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu
bukan membantu proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu, setelah
akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan suhu 90 oC. Sebagai ukuran
standar mutu dalam perdagangan untuk ALB ditetapkan sebesar 5% (Darnoko D. S, 2003)
Minyak goreng memiliki kandungan asam lemak bebas yang berbeda beda. Hal ini dapat
terjadi karena proses dari pembuatan masing-masing minyak tidaklah sama. Sebagai indikator
besar kecilnya kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak adalah berdasarkan
jumlah NaOH yang diperlukan untuk titrasi. Sebelum memasuki proses titrasi,minyak dicampur
terlebih dahulu dengan etanol netral. Tujuanya adalah agar asam lemak bebas dapat terikat pada
etanol sehingga lebih mudah terdeteksi oleh NaOH saat titrasi. Etanol bersifat asam dan NaOH
bersifat basa. Penambahan indikator PP adalah untuk mengetahui tingkat equivalen larutan
tersebut atau larutan menjadi netral (Qurrota, 2013).
Penentuan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Prinsip
dari titrasi asam basa yaitu Analisis jumlah asam lemak bebas dalam suatu sampel ekuivalen
dengan jumlah basa (NaOH) yang ditambahkan dalam titrasi yang ditandai dengan berubahnya
warna sampel menjadi warna merah jambu (Maligan, 2014)
II.4. Alkohol Netral
Fungsi penambahan alkohol adalah untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel
agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Alkohol digunakan untuk melarutkan minyak, sehingga
konsentrasi alkohol (etanol) yang digunakan berada di kisaran 95-96%. Etanol 95% merupakan
pelarut lemak yang baik. Fungsi pemanasan (refluks) saat percobaan adalah agar reaksi antara
alkohol dan minyak tersebut bereaksi dengan cepat, sehingga pada saat titrasi diharapkan alkohol
(etanol) larut seutuhnya (Himka, 2011).
Alkohol netral panas digunakan sebagai pelarut netral supaya tidak memengaruhi pH
karena titrasi ini merupakan titrasi asam basa. Alkohol dipanaskan untuk meningkatkan kelarutan
asam lemak (Indah, 2013).
Pelarut alkohol digunakan dalam analisis kadar asam lemak bebas karena alkohol
merupakan pelarut asam lemak bebas dan dapat memberhentikan kerja enzim lipase sebelum
titrasi. Alkohol akan melarutkan asam lemak yang bersifat asam agar dapat bereaksi dengan
larutan KOH yang bersifat basa sehingga terjadi reaksi sesuai dengan prinsip titrasi asam-basa.
Senyawa yang dapat terekstrak oleh alhohol hanya asam lemak bebas yang dapat terlarut dalam
pelarut atau dengan kata lain asam lemak bebas yang terekstrak merupakan asam lemak bebas
yang mempunyai tingkat kepolaran yang sama dengan pelarut (Firmansyah, 2014).
II.5. Indikator PP (phenolphtealin)
Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan dan fenolftalein ini
merupakan bentuk asam lemah yang lain. Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ionnya berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi
kesetimbangan ke arah kiri dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion
hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk
menggantikannya. Mengubah indikator menjadi merah muda. Setengah tingkat terjadi pada pH
9,3. Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah
muda yang pucat, hal ini sulit untuk mendeteksinya dengan akurat. Indikator ini banyak
digunakan karena harganya murah. Indikator PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam) dan
berwarna merah jambu dalam bentuk In (basa) (Cahyati, 2012).
II.6. NaOH (Natrium Hidroksida)
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai alkali kaustik soda. Natriom
Hidroksida (NaOH) juga merupakan kaustik logam dasar. Natrium hidroksida adalah basa yang
umum di laboratorium kimia. Natrium hidroksida (NaOH) banyak digunakan di banyak industri,
terutama sebagai basa kuat kimia dasar dalam pembuatan pulp dan kertas, tekstil, air minum,
sabun dan deterjen dan sebagai pembersih drain (Faiz, 2011).
Titrasi dilakukan menggunakan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu
yang tidak hilang dalam 30 detik. Penggunaan NaOH berfungsi untuk mengukur beberapa
besar asam lemak yang bebas dari minyak. Basa NaOH mampu menghidrolisis minyak
menjadi gliserol dan asam lemak (Hadi, 2012).
III.
METODE PRAKTIKUM
erlenmeyer 250 ml
hot plate
pipet volume
batang pengaduk
biuret digital
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
minyak curah
minyak sawit
alkohol netral
indikator PP (phenolphthalein)
larutan NaOH 0,1 N
III.3. Prosedur Praktikum
1.
2.
3.
4.
IV.
IV.1. Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 18. Hasil praktikum uji asam lemak
% FFA
No
Kelompok
Minyak curah
Minyak sawit
1
I
0,332 %
0,163 %
2
II
0,353 %
0,163 %
3
III
0,286 %
0,247 %
4
IV
0,201 %
0,199 %
5
V
0,399 %
0,337 %
Sumber: Data Sekunder Praktikum Aplikasi Teknik Laboratorium, 2014.
IV.2. Pembahasan
Minyak sawit adalah salah satu bahan yang digunakan dalam praktikum ini. Minyak
sawit merupakan minyak nabati yang dibuat melalui proses fraksinasi, rafinasi dan hidrogenasi.
Di dalam minyak sawit terdapat 40% asam oleat, 10% asam linoleat, 44% asam palmitat dan
4,5% asam stearat. Kandungan asam lemak linoleat yang rendah pada minyak kelapa sawit
membuat minyak sawit lebih tahan lama dan tidak berbau tengik. Hal ini sesuai dengan
pernyaraan Fauzi (2010) yang menyatakan bahwa minyak kelapa sawit pada pembuatannya
melalui proses fraksinasi, rafinasi, hidrogenasi. Kandungan asam linoleat dan linolenatnya
rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari minyak kelapa sawit sebagai minyak goreng
yang bersifat awet dan makanan yang digoreng dengan minyak sawit tidak cepat tengik dan
didukung oleh pernyataan Hariyadi (2014) bahwa minyak sawit mempunyai komposisi asam
lemak jenuh dan tidak jenuh dengan proporsi yang seimbang. Komposisi asam lemak minyak
sawit terdiri dari sekitar 40% asam oleat (asam lemak tidak jenuh tunggal), 10% asam linoleat
(asam lemak tidak jenuh ganda), 44% asam palmitat (asam lemak jenuh) dan 4,5% asam stearat
(asam lemak jenuh).
Bahan lain yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak curah. Minyak curah
merupakan minyak yang juga berasal dari minyak nabati, namun pada proses pembuatannya
hanya melalui penyaringan yang sederhana, hal itu membuat mutu dari minyak curah ini kurang
baik. Selain itu, minyak goreng curah juga mengandung asam lemak jenuh yang lebih tinggi dan
pada penggunaannya, minyak curah tidak baik digunakan berkali-kali karena tidak baik bagi
kesehatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dewi (2012) yang menyatakan bahwa minyak
goreng curah bermutu rendah karena mengalami penyaringan sederhana sehingga warnanya
tidak jernih. Selain itu, minyak goreng curah umumnya mengandung asam lemak jenuh yang
lebih tinggi dan didukung oleh pernyataan Bundakata (2007) bahwa minyak goreng curah ini
tidak digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga kehitam-hitaman.
Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan, sangat tidak baik bagi kesehatan. Selain
itu minyak goreng yang sering digunakan secara berkali-kali sampai minyaknya berubah warna
menjadi hitam, kondisi ini tidak membahayakan kesehatan hanya membuat nilai gizi makanan
yang digoreng menjadi turun dan mempengaruhi rasa. Vitamin A dan D dalam makanan itu
sudah hancur.
Praktikum analisa asam lemak bebas ini menggunakan minyak sawit dan minyak curah
sebagai bahan yang akan dianalisa. Dari hasil praktikum didapatkan hasil bahwa kandungan
asam lemak bebas (%FFA) pada minyak curah lebih tinggi dibandingkan dengan minyak sawit.
Kandungan asam lemak bebas pada minyak curah yaitu 0,332% sedangkan minyak sawit yaitu
0,163%. Kandungan asam lemak bebas menunjukkan mutu dari suatu minyak goreng sesuai
dengan SNI 7709:2012 tentang standar mutu minyak goreng yang telah ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Indonesia (BSNI), dimana batas maksimum kandungan ALB pada minyak
goreng adalah 0,3%. Tingginya kandungan ALB pada minyak curah menandakan bahwa mutu
minyak curah rendah disebabkan karena pada proses pembuatan minyak curah yang mengalami
penyaringan sederhana atau bahkan hanya mengalami satu kali penyaringan berbeda dengan
minyak kelapa sawit yang bermerk yang melalui tiga tahapan penyaringan. Proses penyaringan
pada pembuatan minyak goreng berpengaruh terhadap asam lemak bebas karena pada minyak
goreng hanya dilakukan satukali penyaringan masih tersisa paritkel-partikel atau serabut yang
berukuran kecil yang tidak bisa hilang jika hanya satu kali penyaringan saja karena berat
jenisnya sama dengan minyak sawit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Qurrota (2013) yang
menyatakan bahwa perbedaan mendasar dari minyak kelapa sawit kemasan dengan minyak
kelapa sawit curah adalah pada proses pemurnian, penyulingan, penghilangan bau.
Pada pengujian asam lemak bebas ini dilakukan pengujian pada lima sampel minyak
goreng sawit dengan merek yang berbeda. Dari hasil pengujian, didapatkan kandungan free fatty
acid (FFA) yang berbeda tiap sampelnya. Sampel yang kandungan asam lemak bebasnya tinggi
adalah sampel minyak goreng yang diujikan oleh kelompok V, yaitu 0,337% dan yang paling
rendah adalah sampel yang diujikan oleh kelompok I dan II yaitu 0,163%. Adanya persamaan
kandungan ALB pada sampel kelompok I dan II adalah karena menggunakan minyak kelapa
sawit dengan merek yang sama. Begitupula dengan pengujian kadar ALB pada lima sampel
minyak
curah,
hasilnya
berbeda-beda
tiap kelompok, kelompok V adalah yang paling tinggi ALB nya sedangkan kelompok IV adalah
yang paling rendah. Perbedaan kadar ALB tiap sampel dipengaruhi oleh jumlah NaOH yang
dibutuhkan dalam proses titrasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Qarrota (2013) yang
menyatakan bahwa minyak goreng memiliki kandungan asam lemak bebas yang berbeda beda.
Hal ini dapat terjadi karena proses dari pembuatan masing-masing minyak tidaklah sama.
Sebagai indikator besar kecilnya kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak
adalah berdasarkan jumlah NaOH yang diperlukan untuk titrasi.
Asam lemak bebas merupakan asam lemak yang terbentuk dari proses hidrolisis dan
oksidasi. Kandungan asam lemak bebas pada minyak goreng merupakan parameter dari mutu
suatu minyak goreng. Penentuan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan metode titrasi basa
(NaOH). Pada prinsipnya, metode ini menganalisis asam lemak bebas berdasarkan dengan
jumlah NaOH yang digunakan dalam titrasi hingga membentuk warna sampel menjadi merha
jambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maligan (2014) yang menyatakan bahwa prinsip dari
titrasi asam basa yaitu Analisis jumlah asam lemak bebas dalam suatu sampel ekuivalen dengan
jumlah basa (NaOH) yang ditambahkan dalam titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna
sampel menjadi warna merah jambu.
Lemak merupakan golongan lipida yang bersifat non polar dan hanya dapat larut dalam
larutan organik. Pada praktikum ini, digunakan alkohol netral sebagai pelarut organiknya.
Alkohol digunakan agar dapat melarutkan lemak sehingga sampel dapat bereaksi dengan NaOH.
Sebelum dititrasi, dilakukan pemasan agar minyak dan alkohol dapat bereaksi dengan cepat agar
alkohol dapat larut seutuhnya. Hal ini sesuai dengan penyataan Himka (2011) yang menyatakan
bahwa fungsi penambahan alkohol adalah untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel
agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Fungsi pemanasan (refluks) saat percobaan adalah agar
reaksi antara alkohol dan minyak tersebut bereaksi dengan cepat, sehingga pada saat titrasi
diharapkan alkohol (etanol) larut seutuhnya.
Indikator PP (phenolphthalein) merupakan senyawa organik yang juga digunakan dalam
pengujian asam lemak bebas sebelum sampel dititrasi dengan NaOH. Indikator pp merupakan
asam lemah yang tidak berwarna. Pada larutan asam atau netral, indikator PP tidak berwarna
sedangkan saat bercampur dengan zat yang bersifat basa seperti NaOH maka akan mengubah
warna larutan menjadi merah jambu. Dalam hal ini penambahan ion hidroksida menghilangkan
ion hydrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan sehingga mengubah indikator
menjadi merah jambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cahyati (2012) yang menyatakan
bahwa fenolftalein adalah bentuk asam lemah. Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan
ion-nya berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi
kesetimbangan ke arah kiri dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion
hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk
menggantikannya. Mengubah indikator menjadi merah jamb. Setengah tingkat terjadi pada pH
9,3. Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah
muda yang pucat.
NaOH (Natrium hidroksida) merupakan larutan basa yang digunakan pada proses akhir
pengujian asam lemak bebas. Pada tahapan ini, NaOH 0,1 N diteteskan pada larutan minyak
hingga membentuk warna merah jambu. Jumlah volume yang digunakan untuk menitrasi
larutan minyak dan alkohol digunakan dalam proses penentuan asam lemak bebas. Penggunaan
NaOH berfungsi untuk mengukur beberapa besar asam lemak yang bebas dari minyak karena
NaOH mampu menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hadi (2012) yang menyatakan bahawa Titrasi dilakukan menggunakan NaOH 0,1 N
sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang dalam 30 detik. Penggunaan NaOH
berfungsi untuk mengukur beberapa besar asam lemak yang bebas dari minyak. Basa NaOH
mampu menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak.
V.
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pengujian asam lemak bebas pada bahan pangan dapat dilakukan dengan metode titrasi, yaitu
pada tahap pertama sampel ditambahkan dengan alkohol netral, dipanaskan, kemudian
ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah jambu. Dari
dari volume NaOH yang digunakan pada titrasi dihitunglah ALB sampel dengan rumus:
2. Kandungan asam lemak bebas pada minyak goreng sawit adalah 0,163% sedangkan pada minya
curah yaitu 0,163%.
3. Berdasarkan kandungan asam lemak bebas, minyak yang baik digunakan adalah minyak goreng
kelapa sawit.
V.2. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah agar teliti pada saat melakukan titrasi dan juga
diharapkan berhati-hati. Serta sebelum memulai praktikum sebaiknya alat dan bahan yang
ddibutuhkan sudah tersedia. Pada saat melakukan analisa asam lemak bebas ini, praktikan juga
diharapkan agar tidak bermain didalam laboratorium agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Angga,
Gery.
2012. Laboratorium. http://www.scribd.com/doc/103138808/
Dasar-Teory-PALM-OIL. Diakses pada tanggal 28 November 2014. Makassar.
Badan Standar Nasional Indonesia. SNI 7709:2012. Syarat Mutu Minyak Goreng
Kelapa Sawit. Dewan Standar Nasional: Jakarta.
Bundakata, 2007. Minyak Goreng Curah dan Kemasan. http://bundakata.
blogspot.com/2012/06/minyak-gorengcurahdankemasan.html. Diakses pada
tanggal 19 Oktober 2012, Makassar.
Darnoko D. S. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit
Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan
Dan Produk
Dewi, Mega Twilana Indah. 2012. Peningkatan Mutu Minyak Goreng Curah
Menggunakan
Adsorben
Bentonit
Teraktivasi. http://www.scribd.com/doc/
118556336/PENINGKATAN-MUTU-MINYAK-GORENG-CURAH-MENG
GUNAKAN-ADSORBEN-BENTONIT-TERAKTIVASI-BULK-COOKING-OIL-QUALITYIMPROVEMENT-USING-ADSORBENT-ACTIVATED-BENTONI#
download. Diakses pada tanggal 28 November 2014. Makassar
Fauzi, Y.dkk. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Cetakan XIV. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Hadi,
Himka.
2011. Kimia
Organik. http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-organik/89-2/.
Diakses pada tanggal 19 Oktober 2012. Makassar.
Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan Aspek
Pemasaran.Jakarta: Penebar Swadaya.
Qurrota, Hilma. 2013. Kerusakan Minyak. https://www.academia.edu/8072515/
Laporan_Praktikum_Kimia_Pangan_1_-_Kerusakan_Minyak. Di akses pada
tanggal 08 Desember 2014. Makassar