Vous êtes sur la page 1sur 8

Abdul Muiz Maulana

115020301111014
KASUS 5 PENGUJIAN ATAS PENGENDALIAN
PERTANYAAN DISKUSI
1. Bagaimana kualitas bukti lisan hasil wawancara dan seberapa kompetenkah bukti
tersebut?
Berdasarkan PSA No. 07 SA 326, Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas
bentuknya, harus sah dan relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan
dengan pemerolehan bukti tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum
mengenai dapat diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian
penting yang ada. Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut
ini mengenai keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat
saling meniadakan, dapat bermanfaat:
a. Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan
audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih
daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
b. Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai
keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
c. Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik,
pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan
dengan yang diperoleh secara tidak langsung.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bukti yang diperoleh dari wawancara memiliki
tingkat keandalan dan kompetensi yang lebih rendah dibanding dengan bukti yang diperoleh
dari pihak diluar perusahaan atau dari pengujian subtantif yang dilakukan sendiri oleh
auditor terhadap bukti transaksi yang ada. Apabila ditanya mengenai kondisi perusahaan,
kecenderungan yang ada karyawan akan menjawab seolah-olah kondisi perusahaan baik dan
pengendlian berjalan efektif meski kondisi sebenarnya belum tentu seperti itu.
2. Beberapa contoh kecurangan yang dapat dilakukan terkait dengan piutang usaha
adalah sebagai berikut :

a. Kemungkinan adanya pelaporan penjualan fiktif terkait dengan pelanggan fiktif, karena
dimungkinkan tidak terjadi penjualan tetapi seolah-olah terjadi penjualan.
b. Penentuan penghapusan piutang diluar prosedur, karena penghitungan umur piutang dan
penghapusan piutang dilakukan oleh orang yang sama yakni Agus Kuncoro tanpa ada
yang memeriksa terlebih dahulu mengenai piutang tak tertagih perusahaan dan tidak ada
review terhadap laporan kredit. Selain itu dasar penetapan estimasi piutang tak tertagih
juga tanpa didasari penghitungan yang jelas.
c. Adanya kemungkinan salah harga, barang, perhitungan diskon, dll pada faktur, karena
faktur dibuat oleh divisi penjualan dan diperiksa kembali oleh divisi yang sama.
d. Pelunasan piutang yang tidak dicatat mengingat jika terjadi complain akan diselesaikan
secara personal oleh bagian treasurer.
3. Bagaimana dan mengapa pencatatan penjualan fiktif dilakukan?
Pencatatan penjualan fiktif bisa dikategorikan sebagai bentuk fraud. Pada umumnya fraud
terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara bersama, yaitu:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
2. Peluang untuk melakuakn fraud
3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle) berikut:

Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian inernal di


organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau
kelompok yang sebelumnya tidak memiliki motif untuk melakukan fraud.

Pressure atau motivasi pada seseorang atau individu akan membuat mereka mencari
kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul karena masalah
keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba, berhutang berlebihan dan
tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.
Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya yang
mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa
tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang memang
merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak
untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku
tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang
sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.
Penjualan fiktif biasanya dilakukan untuk meninggikan target penjualan, hal ini terkait
dengan perhitungan penggajian agen penjualan, dimana komisi yang diperoleh
diperhitungkan dari persentase total penjualan yang telah mereka lakukan. Tekanan untuk
mendapatkan insentif yang lebih tinggi inilah yang menjadi alasan kuat terjadinya
penyimpangan pada pencatatan piutang. Sehingga ada kemungkinan penjualan dengan
sengaja dimanipulasi seolah-olah penjualan tinggi agar komisi agen penjualan juga ikut
tinggi.
Penjualan fiktif bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1. Pelanggan benar ada, tetapi ada manipulasi pada harga, kuantitas penjualan atau diskon
atas penjualan yang dilakukan.
2. Pelanggan fiktif sehingga sebenarnya tidak terjadi penjualan tetapi tercatat telah
dilakukan penjualan.
4. Informasi apa yang diberikan (atau gagal diberikan) oleh Agus Kuncoro yang dapat
menyebabkan masalah bagi auditor?
Informasi mengenai seberapa sering Bpk Langgeng Santoso menyetujui penjualan pada
pelanggan yang tidak bisa dijawab dengan pasti Oleh Agus Kuncoro. Hal ini sangat
berpengaruh sebagai dasar penilaian auditor terhadap pengendalian internal PT Maju
Makmur yang ada, terutama dalam prosedur persetujuan penjualan. Jika persetujuan
penjualan hanya dilakukan oleh Langgeng Santoso, maka ada besar kemungkinan terjadi
penjualan fiktif yang seperti yang ditakutkan oleh auditor.

5. Pada kondisi bagaimana seorang auditor dapat mengabaikan tes pengujian efektivitas
prosedur pengendalian?
Menurut Mulyadi (1998:189), menyatakan bahwa akuntan melaksanakan prosedur
pemahaman struktur pengendalian intern dengan cara mengumpulkan informasi tentang
rancangan struktur pengendalian intern dan informasi apakah rancangan tersebut
dilaksanakan. Disamping itu akuntan seharusnya melakukan pengujian terhadap efektivitas
struktur pengendalian intern dalam mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Pengujian ini disebut dengan istilah pengujian kepatuhan (Compliance Test) atau sering
disebut dengan pengujian pengendalian (Test of Control).
Adapun pendapat dari Jusuf (2001:316), tes pengujian pengendalian adalah prosedur
pengauditan yang dilakukan untuk memantapkan efektivitas pencanangan dan atau
pengoperasian kebijakan dan prosedur struktur pengendalian.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa, tes pengujian efektivitas prosedur
pengendalian bisa diabaikan jika pengendalian internal klien benar-benar bagus dan berjalan
efektif, sehingga control risk menjadi rendah dan detection risk tinggi. Dengan demikian
kecil sekali kemungkinan terjadinya kesalahan baik bentuk penyimpangan maupun
kecurangan.
6. Jika perusahaan tidak mampu mengurangi risiko pengendalian dibawah level
maksimum, bagaimana pengaruhnya terhadap risiko deteksi yang diharapkan?
Bagaimana dampak risiko deteksi yang diharapkan apabila risiko inheren dan risiko
pengendaliannya tinggi?
Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko pengendalian. Semakin
kecil risiko risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi
yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko
pengendalian yang diyakini auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.
Jika risiko pengendalian berada di level maksimum, maka risiko deteksinya diharapkan bisa
berada di tingkat moderat atau bahkan di level minimum agar risiko audit juga tidak terlalu
tinggi.
AR = IR x CR x DR
Dimana : AR = Audit Risk
IR = Inherent risk

CR = Control risk
DR = Detection Risk
Sehingga jika risiko inheren dan risiko pengendalian tinggi maka risiko deteksinya
diharapkan rendah agar risiko audit yang dihadapi tidak terlalu tinggi, sehingga prosedur dan
program audit yang akan dilaksanakan mampu mengcover semua risiko yang ada.
7. Apakah perbedaan konfirmasi positif atau negative terhadap piutang usaha? Kapan
konfirmasi tersebut digunakan?
Menurut PSA No. 07 SA 330, dijelaskan bahwa, Terdapat dua bentuk permintaan
konfirmasi: (a) bentuk positif dan (b) bentuk negatif.
1. Konfirmasi positif, yaitu konfirmasi yang meminta debitur untuk member jawaban,
baik jika jumlah yang tercantum dalam konfirmasi itu disetujui atau tidak disetujui oleh
2.

debitur
Konfirmasi negatif, yaitu konfirmasi yang meminta debitur untuk member jawaban,
hanya apabila jumah yang tercantum dalam konfrimasi tidak disetujui.

Perbedaan anatara keduanya :


Konfirmasi Positif :

Beberapa konfirmasi bentuk positif meminta responded untuk menunjukkan apakah ia


setuju dengan informasi yang dicantumkan dalam permintaan konfirmasi.

Bentuk konfirmasi positif lainnya tidak menyebutkan jumlah (atau informasi lain) pada
permintaan konfirmasi, tetapi meminta responden untuk mengisi saldo atau informasi
lain pada ruang kosong yang disediakan dalam formulir permintaan konfirmasi.

Bentuk konfirmasi positif menyediakan bukti hanya jika jawaban diterima oleh auditor
dari penerima permintaan konfirmasi.

Permintaan konfirmasi yang tidak dijawab tidak memberikan bukti audit mengenai
asersi laporan keuangan yang dituju oleh prosedur konfirmasi.

Konfirmasi Negatif :

Bentuk konfirmasi negatif meminta penerima konfirmasi untuk memberikan jawaban


hanya jika ia tidak setuju dengan informasi yang disebutkan dalam permintaan
konfirmasi.

Permintaan konfirmasi negatif dapat menghasilkan jawaban yang menunjukkan adanya


salah saji, dan kemungkinan besar akan terjadi demikian jika auditor mengirim
permintaan konfirmasi negatif dalam jumlah yang banyak dan tersebar secara luas.

Meskipun konfirmasi negatif yang dikembalikan dapat memberikan bukti mengenai


asersi laporan keuangan, konfirmasi negatif yang tidak kembali jarang memberikan
bukti signifikan tentang asersi laporan keuangan selain aspek tertentu asersi keberadaan.

Bentuk konfirmasi mana yang akan digunakan tergantung pada pertimbangan auditor. Dalam
mengambil keputusan,, auditor harus mempertimbankan tingkat resiko deteksi yang
diterapkan serta komposisi saldo-saldo debitur. Bentuk positif digunakan apabila risiko
deteksi rendah atau saldo-saldo individual pelanggan berjumlah relative besar. SA 330,
menyebutkan bahwa bentuk negative sebaiknya digunakan hanya apabila ketiga kondisi
berikut terpenuhi:
1. Gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran adalah rendah,
sehingga tingkat resiko deteksi bisa diterima untuk asersi-asersi bersangkutan adalah
moderat atau tinggi.
2. Sebagian besar saldo debitur berjumlah kecil.
3. Auditor tidak yakin bahwa penerima permintaan konfirmasi (Responden) akan
mempertimbankan permintaan.
Seringkali auditor menggunakan kedua bentuk konfirmasi di atas dalam satu
penugasan. Sebagai contoh, dalam suatu audit atas perusahaan daerah air minum, auditor
memutuskan untuk mengirim konfirmasi negative kepada pelanggan rumah tangga dan
konfirmasi positif untuk pelanggan-pelanggan komersial. Jika digunakan bentuk positif,
auditor kadang-kadang harus menirim konfrimasi kedua atau permintaan tambahan kepada
para debtor yang tidak member jawaban atas konfirmasi pertama.
8. Atribut apa yang menunjukkan bahwa suatu piutang usaha harus dikonfirmasi?
Konfirmasi piutang merupakan prosedur audit yang umum berlaku. Umumnya
dianggap bahwa bukti yang diperoleh dari pihak ketiga akan memberikan bukti audit yang
bermutu lebih tinggi kepada auditor dibandingkan dengan bukti yang diperoleh dari dalam
entitas yang diaudit. Oleh karena itu, terdapat anggapan bahwa auditor akan meminta

konfirmasi piutang usaha dalam suatu audit, kecuali jika terdapat salah satu dari keadaan
berikut ini:
a. Piutang usaha merupakan jumlah yang tidak material dalam laporan keuangan.
b. Penggunaan konfirmasi akan tidak efektif.
c. Gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran sedemikian rendah, dan
tingkat risiko taksiran tersebut, bersamaan dengan bukti yang diharapkan untuk diperoleh
dari prosedur analitik atau pengujian substantif rinci, adalah cukup untuk mengurangi
risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk asersi laporan keuangan yang
bersangkutan. Dalam banyak situasi, baik konfirmasi piutang usaha maupun pengujian
substantif rinci diperlukan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah
bagi asersi laporan keuangan yang bersangkutan.
9. Item apa saja yang menjadi jejak audit dan informasi apa yang dapat dikumpulkan
dari masing-masing Jejak Audit?
Jejak audit merupakan catatan harian yang dapat didesain untuk mencatat aktivitas pada
sistem, aplikasi dan pada tingkat pemakai. Bila diimplementasikan dengan benar, jejak
audit menjadi kontrol deteksi yang penting untuk membantu pencapaian tujuan dari
kebijakan keamanan sistem. Jejak audit biasanya terdiri dari dua jenis : (1) catatan rinci
tentang keystrokes individual dan (2) catatan yang berorientasi peristiwa. Jejak audit dapat
diperoleh dari faktur yang berfungsi sebagai formulir permintaan, formulir verifikasi
ketersediaan barang, faktur penjualan dengan verifikasi agus kuncoro, catatan persediaan
perpetual, faktur penjualan yag sudah dilengkapi dengan harga.
10. Pengujian apa yang biasanya digunakan untuk menguatkan taksiran akuntansi?
Estimasi piutang tidak tertagih menurut Agus kuncoro ada pada kisaran 0,7% dari
penjualan, namun tidak ada perhitungan jelas bagaimana nominal ini ditentukan. Estimasi
terhadap piutang tak tertagih hanya didasarkan pada perhitungan tahun-tahun sebelumnya,
tanpa dievaluasi lagi apakah jumlah yang dicadangkan ini telah sesuai dengan kondisi riil
yang ada atau malah lebih atau bahkan kurang. Tidak ada teknik khusus yang digunakan
menentukan dasar penentuan piutang tak tertagih, sehingga menurut saya perhitungan
semacam ini sangat tidak rasional. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan bagi auditor
karena dasar perhitungan yang tidak jelas bisa menyebabkan informasi yang dihasilkanpun

tidak akurat, dan dikhawatirkan bisa mempengaruhi kewajaran laporan keuangan tetapi
auditor gagal mendeteksi risiko tersebut.
Pengujian yang biasanya digunakan untuk menguatkan taksiran akuntansi adalah
dengan subtantif tes terhadap akun piutang dengan melakukan vouching terhadap bukti,
pengujian terhadap umur piutang dan ketepatan pelunasan piutang oleh pelanggan. Dengan
demikian dapat diperoleh bukti memadai untuk penilaian terhadap seberapa besar
kemungkinan piutang menjadi tidak tertagih.
11. Apa Rekomendasi Indah Sanjaya mengenai konfirmasi akun piutang usaha?
Karena pada tanggal 30 September 2010 telah dilakukan prosedur analitis terhadap pada
akun piutang dan terdapat indikasi ketidakwajaran. Sehingga konfirmasi sebaiknya
dilakukan setelah prosedur analitis dilakukan untuk mengetahui saldo piutang sesungguhnya
berapa. Hal ini juga terkait dengan syarat kredit yang diajukan oleh PT maju Makmur yakni
pembayaran dilakukan maksimal 45 hari. Harapannya dilakukan konfirmasi pada akhir
tahun agar lebih mencerminkan saldo yang sesungguhnya karena batas pelunasan piutang
yang sudah jatuh tempo.
12. Apakah Agus kuncoro telah membuat keputusan yang benar dalam mendesain system
dan kewenangan yang dimilikinya?
Menurut saya system yang telah didesain kurang sesuai, karena masih terdapat double fungsi
yang masih dirangkap oleh Agus Kuncoro. Penentuan penghapusan piutang diluar prosedur,
karena penghitungan umur piutang dan penghapusan piutang dilakukan oleh orang yang
sama yakni Agus Kuncoro tanpa ada yang memeriksa terlebih dahulu mengenai piutang tak
tertagih perusahaan dan tidak ada review terhadap laporan kredit.

Vous aimerez peut-être aussi