Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Nama
NIM
1511015050
SEMESTER 3 B
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2016
RESPONDEN 1
Nama
: Rohimah
Umur
: 43 tahun
Pekerjaan
Pendidikan Akhir
: Sekolah Dasar
No. Handphone
: 082244976690
Alamat
Identifikasi Penyakit
Masalah kesehatan yang pernah dialami oleh Ibu Rohimah selama satu
tahun bertempat tinggal di pemukiman TPA Bukit Pinang adalah ISPA seperti
Batuk dan Flu. ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit yang
menyerang sistem pernapasan yang sering disebabkan oleh virus dan bakteri.
Penyakit ini menyebabkan fungsi pernapasan tergangggu. ISPA ditandai dengan
hidung tersumbat atau berair, batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit. Penyakit
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah.
2.
Penyebab Penyakit
ISPA disebabkan jika seseorang menghirup udara yang mengandung virus
atau bakteri. Jenis Virus dan bakteri yang menyebabkan ISPA diantaranya
Adenovirus, Rhinovirus, Koronavirus, Pikornovirus, Mikoplasma, Herpesvirus,
influenza dan bakteri Pneumokokus, Stafilokokus, Streptokokus dan lain-lain.
Udara di lingkungan tempat tinggal Ibu Rohimah merupakan udara yang tidak
bersih, karena selain terkontaminasi oleh bau tidak sedap dari sampah, udara di
sekitar Gang Karet juga terkontaminasi oleh asap yang berasal dari terbakarnya
tumpukan sampah di TPA yang terjadi secara tidak langsung yaitu karena
pengaruh cuaca di musim kemarau.
3.
Reservoir
Reservoir merupakan perantara penularan penyakit diantaranya hewan,
tumbuhan, manusia dan sumber-sumber lingkungan lainnya. Reservoir atau
perantara menjadi sumber penyakit menular, karena merupakan tempat agent
biasanya hidup dan berkembang biak. Reservoir penyakit ISPA diantaranya :
Kondisi lingkungan yang tidak sehat dan terkontaminasi oleh virus dan
bakteri penyebab ISPA, seperti udara yang terkontaminasi.
Pada kasus ini, reservoir penyakit ISPA yang dialami Ibu Rohimah
merupakan kondisi lingkungan yang buruk yaitu udara yang terkontaminasi oleh
asap.
4.
Cara Penularan
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, serta udara sisa pernapasan
penderita yang mengandung kuman dan terhirup oleh seseorang yang sehat ke
saluran pernapasan, selain itu penularan penyakit ISPA juga dapat ditularkan
secara tidak langsung yaitu cairan yang mengandung virus atau bakteri penyebab
penyakit ISPA yang menempel pada permukaan benda dan dapat menularkan ke
orang lain saat orang tersebut menyentuhnya. Pada kasus ini, Ibu Rohimah
terserang ISPA secara langsung karena menghirup udara yang terkontaminasi
oleh asap yang berasal dari terbakarnya gunung sampah di TPA yang terjadi
secara tidak langsung yaitu karena pengaruh cuaca di musim kemarau beberapa
bulan yang lalu. Jika ISPA ditularkan melalui udara yang terkontaminasi dan
masuk ke saluran pernapasan maka ISPA termasuk golongan Air borne disease.
5.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit ISPA adalah 14 hari.
6.
Lingkungan
sekitar
memperbaiki
kondisi
lingkungan
untuk
ISPA pada Ibu Rohimah. Udara yang terkontaminasi oleh bau tidak sedap yang
berasal dari sampah dan kandang sapi serta asap dari gunung sampah yang terbakar
mempengaruhi kesehatan sistem pernapasan Ibu Rohimah dan anggota keluarganya.
Air yang digunakan oleh Ibu Rohimah merupakan air PDAM yang dibeli dengan
harga Rp 30.000,- untuk 3 drum atau 1 tandon. Air tersebut digunakan untuk mandi,
cuci dan kakus. Sedangkan untuk air minum dan masak, Ibu Rohimah merebusnya
terlebih dahulu. Penampungan air menggunakan drum yang tertutup sehingga tidak
memungkinkan
jentik-jentik
berkembang
biak.
Faktor Resiko
Dari hasil analisa kejadian ISPA pada Ibu Rohimah, yang menjadi faktor
resiko diantaranya kondisi lingkungan yang buruk, letak kandang sapi yang
berdekatan dengan rumah responden, minimnya ventilasi di rumah responden
sehingga tidak terdapat sirkulasi udara, terdapat anggota keluarga yang
merokok, musim hujan juga menjadi faktor resiko karena menurut responden
saat musim hujan asap yang berasal dari gunung sampah tersebut semakin
banyak, serta perilaku responden seperti tidak memakai masker pasca terjadi
kebakaran gunung sampah.
Faktor Pencetus
Faktor pencetus terjadinya ISPA yang dialami Ibu Rohimah diantaranya asap
yang berasal dari gunung sampah yang terbakar saat musim kemarau beberapa
bulan lalu.
Faktor Pendorong
Adanya kesadaran dari responden untuk menjaga daya tahan tubuhnya agar
tidak menurun dengan rutin meminum air putih, terutama saat musim hujan.
Responden juga protektif terhadap anggota keluarganya, terutama anaknya
yang masih berusia 4 tahun dengan membatasi anaknya untuk keluar rumah
saat asap mulai mengepul di musim hujan. Responden juga tidak membiarkan
anggota keluarganya merokok di dalam rumah.
dengan kandang sapi. Menurut Responden, Gang Karet merupakan salah satu
gang yang mendapat pengaruh asap cukup banyak terutama setelah turun
hujan. Sehingga tempat tinggal responden sangat berpengaruh terhadap
kejadan ISPA yang dialaminya.
Responden yang bernama Ibu Rohimah tersebut merupakan ibu rumah
tangga, berusia 43 tahun dengan pendidikan akhir Sekolah Dasar. Beberapa
perilaku responden mendukung kejadian ISPA yang dialaminya diantaranya
tidak menggunakan masker pasca kebakaran gunung sampah, meskipun
petugas kesehatan telah membagikan masker saat penyuluhan pasca
kebakaran gunung sampah. Tetapi, pengetahuan responden mengenai upaya
pencegahan termasuk baik diantaranya responden rutin meminum air putih,
dan tidak membiarkan anggota keluarganya merokok di dalam rumah. Jadi,
sebenarnya pengetahuan responden mengenai upaya pencegahan ISPA sudah
cukup, tetapi perilaku responden yang menjadi faktor resiko berkaitan dengan
tidak terbiasanya responden menggunakan masker. Menurut responden,
penggunaan masker dianggap tidak nyaman, karena tidak terbiasa. Daya tahan
tubuh responden juga berpengaruh pada frekuensi terserangnya ISPA.
Kekebalan responden termasuk baik, dan berdasarkan penelitian rata-rata
responden memiliki kekebalan tubuh yang baik karena mereka telah
bertempat tinggal di pemukiman TPA dalam waktu yang cukup lama sehingga
telah terbiasa dengan lingkungan TPA.
anak dan balita tetapi tidak menutup kemungkinan pada orang dewasa juga.
Hal ini berkaitan dengan daya tahan tubuh serta keadaan gizi. Pada kasus ini,
rumah responden terletak di Gang Karet. Berdasarkan hasil wawancara, Gang
Karet merupakan kawasan yang paling banyak terpapar asap pasca hujan
turun dan keberadaan kandang sapi di Gang Karet menambah buruk udara di
tempat tersebut. Rumah yang dihuni oleh responden juga minim ventilasi
sehingga sirkulasi udara terhambat.
Determinan penyakit ISPA diantaranya udara yang terkontaminasi.
Pada kasus ini, yang menjadi determinan merupakan udara kotor di
pemukiman TPA yang tercemar oleh asap dari gunung sampah yang terbakar,
minimnya ventilasi di rumah responden, serta perilaku responden yang
mendukung terjadinya ISPA seperti tidak memakai masker pasca kejadian
terbakarnya gunung sampah serta adanya anggota keluarga yang merokok.
4. Analisa Determinan HAE (Host, Agent dan Environment)
Host
Faktor penyebab penyakit ISPA yang berasal dari host diantaranya berkaitan
dengan perilaku, daya tahan tubuh. Pada kasus ini, perilaku host seperti tidak
menggunakan masker pasca kebakaran gunung sampah menjadi faktor
penyebab
terjadinya
ISPA
meskipun
perilaku
responden
dalam
mempertahankan daya tahan tubuhnya cukup baik tetapi paparan asap yang
diterima setiap hari akan memudahkan terjadinya ISPA.
Agent
Virus dan bakteri penyebab ISPA diantaranya seperti Adenovirus, Rhinovirus,
Coronavirus, Pneumokokus, streptococus, dan yang paling umum adalah virus
influenza. Selain itu bakteri, jamur, dan pajanan debu juga dapat menjadi
penyebab terjadinya ISPA. Pada kasus ini, agent penyebab kejadian ISPA
responden merupakan udara yang tercemar oleh asap.
Environment
Faktor penyebab yang berasal dari lingkungan diantaranya kondisi rumah
yang minim ventilasi sehingga sirkulasi udara terhambat, jarak antar rumah
yang dekat juga mempersulit sirkulasi udara. Kondisi lingkungan yang paling
mempengaruhi kejadian ISPA pada responden yaitu asap yang berasal dari
kebakaran gunung sampah.
5. Riwayat Alamiah Penyakit
Pre pathogenesis
Pada tahap ini, telah terjadi kontak antara bibit penyakit dengan host. Tetapi
bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh host, sehingga kondisi host masih
dikatakan sehat. Pada kasus ini, responden mulai kontak dengan penyebab
ISPA yaitu asap dari kebakaran gunung sampah saat musim kemarau yang
terjadi sekitar bulan Juni. Tetapi responden belum merasakan efeknya.
Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Pada tahap ini, udara kotor dan tercemar telah masuk ke dalam tubuh
host dan mengendap.
b) Tahap penyakit dini
Host mulai merasakan gejala ISPA seperti tenggorokan sakit, hidung
terasa berair, tenggorokan terasa gatal saat terkena asap.
c) Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini, gejala yang dirasakan host semakin parah seperti batuk,
hidung tersumbat, tenggorokan sakit dan tubuh terasa lemah dan lelah.
Pasca pathogenesis
Akhir dari perjalanan penyakit ISPA yang dialami oleh responden berakhir
dengan kesembuhan.
6. 5 Level Prevention
PRIMARY
a) Health Promotion
Pada tingkat ini, upaya pencegahan yang dapat dilakukan
diantaranya penyuluhan mengenai bahaya ISPA serta cara pencegahan dan
penanganannya, penyuluhan mengenai pengaruh asap yang berasal dari
kebakaran gunung
sampah tersebut
pada
kesehatan pernapasan,
SECONDARY
a) Early diagnose
Pada tahap ini, upaya yang dapat dilakukan berkaitan dengan
mengetahui gejala-gejala awal ISPA seperti batuk, pilek, tenggorokan
terasa sakit, tubuh terasa lelah.
b) Prompt Treatment
Pada tahap ini upaya yang dapat dilakukan diantaranya pengobatan
yang sesuai dengan gejala-gejala yang timbul. Cukup istirahat serta
mengkonsumsi makanan-makanan yang dapat memulihkan kondisi tubuh.
TERSIERY
Dengan melakukan upaya pemeliharaan, istirahat cukup, konsumsi makanan
bergizi, membatasi kontak dengan asap agar ISPA tidak bertambah parah.
Pencegahan
Memenuhi kebutuhan gizi, tidak harus dengan mengonsumsi makananmakanan mahal. Misal mengonsumsi buah-buahan dengan harga murah tetapi
memiliki gizi yang baik seperti pisang, papaya serta rutin mengonsumsi sayursayuran. Mencukupi konsumsi air putih. Membuka pintu rumah saat
beraktivitas di dalam rumah untuk sirkulasi udara, karena rumah responden
Penanganan
Melakukan pengobatan yang tepat, berobat ke Puskesmas.
Pemeliharaan
Istirahat cukup, konsumsi makanan bergizi dan sehat untuk pemulihan kondisi
tubuh, membatasi kontak dengan asap.
RESPONDEN 2
Nama
: Ali Sadikin
Umur
: 38 tahun
Pekerjaan
Pendidikan Akhir
No. Handphone
: 08125580579
Alamat
1. Identifikasi Penyakit
Masalah kesehatan yang pernah dialami oleh anggota keluarga Bapak Ali Sadikin
salah satunya adalah diare. Diare merupakan penyakit yang menyerang sistem
pencernaan, dimana frekuensi buang air besar meningkat dan tekstur faeces menjadi cair.
2. Penyebab Penyakit
Diare disebabkan oleh agen biologi maupun agen non biologi. Agen biologi
seperti bakteri, virus dan parasit (cacing, protozoa). Agen non biologi misalnya
keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri atau bahan kimia,
immunodefisiensi, alergi dan malabsorbsi. Diare yang disebabkan oleh agen non biologi
merupakan diare yang bersifat tidak menular. Diare yang disebabkan oleh agen biologi
adalah diare yang dapat menular. Penyebab diare pada orang dewasa dan anak-anak
umumnya adalah infeksi usus. Infeksi usus bisa terjadi ketika kita mengonsumsi makanan
atau minuman yang kotor dan terkontaminasi. Mikroorganisme yang sering menyebabkan
infeksi usus adalah bakteri. Salah satu bakteri penyebab diare adalah bakteri E. Coli. Pada
kasus ini, penyebab diare pada anggota keluarga responden adalah konsumsi air yang
terkontaminasi.
3. Reservoir
Perantara penularan penyakit diare pada kasus ini yaitu lalat dan air. Lalat yang
berpindah dari tempat kotor hinggap di makanan. Air yang digunakan oleh responden
merupakan air yang tercemar oleh E. Coli.
4. Cara Penularan
Penyakit diare dapat ditularkan oleh kuman, dari orang satu ke orang lain secara
langsung melalui fecal-oral dengan media penularan utama adalah makanan atau
minuman yang terkontaminasi agen penyebab diare. Penderita diare berat akan
mengeluarkan kuman melalui tinja, jika pembuangan tinja tidak baik dilakukan pada
jamban yang tertutup, maka berpotensi sebagai sumber penularan. Penyakit diare dapat
juga ditularkan secara tidak langsung melalui air yang terkontaminasi kuman, yaitu
bakteri E.coli. Jika air tersebut digunakan orang untuk keperluan sehari-hari tanpa
direbus atau dimasak terlebih dahulu, maka kuman akan masuk ke tubuh orang yang
memakainya, sehingga orang tersebut dapat terkena diare.
5. Masa Inkubasi
Masa inkubasi bakteri berkisar antara tiga sampai delapan hari, rata-rata empat hari.
Sebagian besar pasien dapat sembuh dalam 10 hari.
6. Penanganan Penderita/Kontak/Lingkungan Sekitar
Penanganan yang dapat dilakukan untuk penderita diantaranya pemberian oralit untuk
mencegah dehidrasi, pemberian obat secara tepat sesuai penyebab diare. Pada kasus ini,
penanganan yang dilakukan responden adalah dengan berobat ke Puskesmas. Sedangkan
untuk penanganan kontak adalah dengan tidak mengkonsumsi air yang telah tercemar
bakteri penyebab diare, memasak air dengan benar dan matang agar bakteri dapat benarbenar mati, pengawasan terhadap anak-anak agar tidak bermain di tempat yang
memungkinkan kontak dengan bakteri dan segera mencuci tangan setelahnya. Upaya
penanganan untuk lingkungan sekitar adalah dengan perbaikan kondisi lingkungan, air
bekas pengolahan sampah di alirkan menuju penampungannya agar tidak mengalir ke
bawah rumah penduduk.
Faktor Resiko
Faktor resiko pada kasus ini diantaranya, letak gudang pengolahan sampah
yang berdekatan dengan rumah responden sehingga banyak lalat di sekitar
rumah responden dan air bekas pengolahan sampah mengalir ke parit. Parit
yang berada dibawah rumah responden, serta penggunaan jamban cemplung
oleh responden.
Faktor Pencetus
Penggunaan air sumur yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja dan
air bekas pengolahan sampah.
Faktor Pendorong
Meskipun menggunakan air sumur untuk mandi, cuci dan kakus. Responden
tidak menggunakannya untuk air minum, melainkan menggunakan air galon.
Penyimpanan makanan responden menggunakan tudung makan dan lemari
yang tertutup sehingga meminimalisir penularan kuman melalui lalat.
Host
Faktor penyebab yang berasal dari host pada kasus ini diantaranya perilaku
yang tidak bersih seperti penggunaan air sumur yang tercemar untuk
memasak, dikhawatirkan bakteri yang terdapat dalam air tersebut belum mati
pada proses pemasakan.
Agent
Agent penyebab diare pada kasus ini berasal dari feses dan air bekas
pengolahan sampah yang mengkontaminasi air sumur responden.
Environment
Kondisi lingkungan responden sangat buruk, berdekatan dengan gudang
pengolahan sampah, air sumur yang berdekatan dengan jamban cemplung dan
parit.
Pre Pathogenesis
Pada tahap ini, host telah melakukan kontak dengan agent penyakit. Tetapi
belum ada gejala serta efek sehingga host masih dikatakan sehat. Host
melakukan kontak saat mengonsumsi makanan yang dimasak menggunakan
air sumur.
Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Pada tahap ini, bakteri penyebab diare telah masuk ke tubuh host.
Rentang waktu hingga menimbulkan efek biasanya 3-8 hari dan ratarata 4 hari.
b) Tahap penyakit dini
Pada tahap ini, host mulai merasakan efek tetapi belum parah seperti
frekuensi buang air besar bertambah.
c) Tahap penyakit lanjut
Host mulai merasakan gejala yang berlebih, selain frekuensi buang air
besar yang meningkat selama beberapa hari, tubuh juga terasa lemah,
dan nafsu makan berkurang.
Pasca Pathogenesis
Tahap ini merupakan akhir dari perjalanan penyakit. Pada kasus ini, akhir dari
penyakit diare yang diderita host berangsur-ansur sembuh setelah mendapat
pengobatan di Puskesmas.
6. 5 Level Prevention
PRIMARY
a) Health promotion
Upaya yang dapat dilakukan diantaranya mengaplikasikan perilaku
hidup bersih dan sehat, jadi meskipun responden bertempat tinggal di
lingkungan yang kotor setidaknya responden dapat meminimalisri
resiko masalah kesehatan dengan memperbaiki perilaku hidup sehat.
Pemenuhan makanan bergizi agar daya tahan tubuh tidak menurun dan
mudah terserang penyakit.
b) Specific protection
Upaya yang dapat dilakkan diantaranya dengan mencuci tangan
sebelum makan dan setelah melakukaan aktifitas misal setelah dari wc,
setelah membersihkan rumah dan aktifitas lain yang berhubungan
dengan bibit penyakit.
SECONDARY
a) Early diagnose
Mengetahui gejala-gejala diare, seperti frekuensi buang air besar
meningkat.
b) Prompt treatment
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanganan
diare, memberikan oralit agar tidak terjadi dehidrasi, dan segera
berobat jika bertambah parah.
TERSIERY
Pada tahap ini, upaya yang dilakukan bertujuan untuk memulihkan keadaan
host diantaranya dengan istirahat yang cukup, menghindari faktor-faktor yang
menyebabkan diare semakin parah seperti makanan pedas, atau makanan dan
minuman yang terkontaminasi, perbanyak konsumsi air putih.
Penanganan : jika telah terjadi diare segera obati setelah beberapa kali buang
air besar, dan memberi larutan oralit agar tidak dehidrasi terutama pada anakanak.
RESPONDEN 3
Nama
: Santi
Umur
: 26 tahun
Pekerjaan
Pendidikan Akhir
: Sekolah Dasar
No. Handphone
:-
Alamat
Faktor Resiko
Pekerjaan suami responden sebagai pemulung yang menyebabkan frekuensi
kontak dengan penyebab dermatitis meningkat.
Faktor Pencetus
Perilaku host yang tidak bersih, seperti tidak selalu menggunakan sarung
tangan saat bekerja memilah sampah.
Faktor Pendorong
Kesadaran responden untuk mengingatkan perilaku bersih terhadap suaminya
seperti mencuci tangan setelah memilah sampah serta menggunakan alat
pelindung lainnya seperti sepatu boots.
Host
Faktor penyebab yang berasal dari host diantaranya adalah perilaku host yang
tidak bersih, tidak menggunakan sarung tangan saat memilah sampah, jarang
membersihkan diri/mandi setelah memilah sampah.
Agent
Agent penyebab dermatitis merupakan kuman yang terdapat di sampah dan
pindah ke tubuh host saat host melakukan pemilahan sampah tanpa
menggunakan sarung tangan.
Environment
Lingkungan di tempat kerja host menjadi faktor penyebab paling besar
terhadap kejadian dermatitis yang menyerangnya karena frekuensi kontak
dengan agent paling banyak terjadi saat host berada di tempat kerja.
Pre pathogenesis
Pada tahap ini, host telah melakukan kontak dengan agent penyakit saat
memilah sampah. Tetapi belum ada efek yang dirasakan.
Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Agent mulai masuk ke tubuh host dan berinkubasi selama 5-7 hari. Belum
ada gejala yang timbul.
Pasca pathogenesis
Tahap ini merupakan akhir dari perjalanan penyakit. Pada kasus ini, akhir dari
penyakit dermatitis pada host berakhir dengan kesembuhan setelah mendapat
pengobatan dari klinik.
6. 5 Level Prevention
PRIMARY
a) Health promotion
Upaya yang dapat dilakukan diantaranya dengan menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat, memperbaiki kualitas lingkungan.
b) Specific protection
Menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boots
saat memilah sampah untuk meminimalisir kontak dengan agent.
Membersihkan diri setelah memilah sampah.
SECONDARY
a) Early diagnose
Dengan mengetahui gejala-gejala dermatitis, seperti gatal-gatal di kulit,
kulit memerah.
b) Prompt treatment
Dengan melakukan pengobatan secara tepat, pada kasus ini responden
berobat ke klinik.
TERSIERY
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi agar dermatitis tidak
semakin parah, setelah mendapat pengobatan sebaiknya host tidak melakukan
RESPONDEN 4
Nama
: Suryansyah
Umur
: 36 tahun
Pekerjaan
: Driver DKP
Pendidikan Akhir
: Sekolah Dasar
No. Handphone
: 082350245800
Alamat
3. Reservoir
Reservoir merupakan perantara penularan penyakit diantaranya hewan, tumbuhan,
manusia dan sumber-sumber lingkungan lainnya. Reservoir atau perantara menjadi
sumber penyakit menular, karena merupakan tempat agent
Kondisi lingkungan yang tidak sehat dan terkontaminasi oleh virus dan
bakteri penyebab ISPA, seperti udara yang terkontaminasi.
Pada kasus ini, reservoir penyakit ISPA yang dialami responden merupakan
kondisi lingkungan yang buruk yaitu udara yang terkontaminasi oleh asap.
4. Cara Penularan
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, serta udara sisa pernapasan
penderita yang mengandung kuman dan terhirup oleh seseorang yang sehat ke saluran
pernapasan, selain itu penularan penyakit ISPA juga dapat ditularkan secara tidak
langsung yaitu cairan yang mengandung virus atau bakteri penyebab penyakit ISPA
yang menempel pada permukaan benda dan dapat menularkan ke orang lain saat
orang tersebut menyentuhnya. Responden terserang ISPA secara langsung karena
menghirup udara yang terkontaminasi oleh asap yang berasal dari terbakarnya gunung
sampah di TPA yang terjadi secara tidak langsung yaitu karena pengaruh cuaca di
musim kemarau beberapa bulan yang lalu. Jika ISPA ditularkan melalui udara yang
terkontaminasi dan masuk ke saluran pernapasan maka ISPA termasuk golongan Air
borne disease.
5. Masa Inkubasi
Terjadi selama 14 hari setelah kontak dengan agent.
6. Penanganan Penderita/Kontak/Lingkungan Sekitar
Pada penderita, penanganan yang dapat dilakukan diantaranya melakukan
pengobatan atau dengan melakukan upaya-upaya terapi di rumah misal saat hidung
tersumbat hirup uap air hangat, meminum minuman hangat. Berdasarkan hasil
wawancara, upaya penanganan yang telah dilakukan responden adalah berobat ke
Puskesmas atau Bidan serta konsumsi air putih dengan cukup saat tubuh terasa mulai
lemah. Membatasi kontak dengan asap dengan cara membatasi keluar rumah dan
berada di kawasan tempat asap mengepul, menggunakan masker saat asap mengepul.
Perbaikan lingkungan dapat dilakukan dengan rutin membersihkan rumah, menanam
tanaman-tanaman di halaman rumah untuk penambahan sumber oksigen.
SITUASI DAN KONDISI LINGKUNGAN BERPOTENSI PENYAKIT
1. Gambaran Situasi Kondisi Rumah
Responden bernama Bapak Suryansyah tinggal di Jl. P. Suryanata Gang Karet
Pemukiman TPA Bukit Pinang sejak 10 tahun lalu. Rumah yang dihuni responden
memiliki ukuran cukup luas untuk 3 orang yaitu responden dan istri serta 1 orang
anak. Memiliki 1 jendela mati (jendela kaca yang tidak dapat dibuka), serta 2 jendela
di kamar dan di dapur. Ventilasi cukup baik. Responden menggunakan air PDAM
yang dibeli dengan harga Rp 30.000,- untuk mandi, cuci dan kakus. Sedangkan untuk
air minum dan memasak menggunakan air galon. Pembuangan tinja yang digunakan
adalah septic tank, penampungan air menggunakan drum-drum tertutup.
Rumah
responden berada di Gang Karet. Gang tersebut merupakan gang yang paling terpapar
asap dari gunung sampah yang terbakar, terutama setelah hujan.
Faktor Resiko
Terbakarnya gunung sampah. Musim hujan, karena saat musim hujan asap
mengepul lebih banyak. Responden merokok di dalam rumah. Perilaku
responden yang tidak menggunakan masker saat asap mengepul. Keberadaan
kandang sapi di Gang Karet. Daya tahan tubuh host yang menurun.
Faktor Pencetus
Asap yang berasal dari gunung sampah yang terbakar.
Faktor Pendorong
Ventilasi di rumah responden cukup baik, kesadaran responden untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi air putih cukup, jarak
rumah responden dengan rumah penduduk lainnya tidak terlalu berdekatan
sehingga sirkulasi udara tidak terhambat.
Host
Faktor penyebab penyakit ISPA yang berasal dari host diantaranya berkaitan
dengan perilaku, daya tahan tubuh. Pada kasus ini, perilaku host seperti tidak
menggunakan masker pasca kebakaran gunung sampah menjadi faktor
penyebab
terjadinya
ISPA
meskipun
perilaku
responden
dalam
mempertahankan daya tahan tubuhnya cukup baik tetapi paparan asap yang
diterima setiap hari akan memudahkan terjadinya ISPA, serta responden yang
merokok di dalam rumah.
Agent
Virus dan bakteri penyebab ISPA diantaranya seperti Adenovirus, Rhinovirus,
Coronavirus, Pneumokokus, streptococus, dan yang paling umum adalah virus
influenza. Selain itu bakteri, jamur, dan pajanan debu juga dapat menjadi
penyebab terjadinya ISPA. Pada kasus ini, agent penyebab kejadian ISPA
responden merupakan udara yang tercemar oleh asap.
Environment
Faktor penyebab yang berasal dari lingkungan diantaranya. Kondisi
lingkungan yang paling mempengaruhi kejadian ISPA pada responden yaitu
asap yang berasal dari kebakaran gunung sampah.
Pre pathogenesis
Pada tahap ini, telah terjadi kontak antara bibit penyakit dengan host. Tetapi
bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh host, sehingga kondisi host masih
dikatakan sehat. Pada kasus ini, responden mulai kontak dengan penyebab
ISPA yaitu asap dari kebakaran gunung sampah saat musim kemarau yang
terjadi sekitar bulan Juni. Tetapi responden belum merasakan efeknya.
Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Pada tahap ini, udara kotor dan tercemar telah masuk ke dalam tubuh
host dan mengendap.
Pasca pathogenesis
Akhir dari perjalanan penyakit ISPA yang dialami oleh responden berakhir
dengan kesembuhan.
6. 5 Level Prevention
PRIMARY
a) Health Promotion
Pada tingkat ini, upaya pencegahan yang dapat dilakukan
diantaranya penyuluhan mengenai bahaya ISPA serta cara pencegahan dan
penanganannya, penyuluhan mengenai pengaruh asap yang berasal dari
kebakaran gunung
sampah tersebut
pada
kesehatan pernapasan,
SECONDARY
a) Early diagnose
Pada tahap ini, upaya yang dapat dilakukan berkaitan dengan
mengetahui gejala-gejala awal ISPA seperti batuk, pilek, tenggorokan
terasa sakit, tubuh terasa lelah.
b) Prompt Treatment
Pada tahap ini upaya yang dapat dilakukan diantaranya pengobatan
yang sesuai dengan gejala-gejala yang timbul. Cukup istirahat serta
mengkonsumsi makanan-makanan yang dapat memulihkan kondisi tubuh.
TERSIERY
Dengan melakukan upaya pemeliharaan, istirahat cukup, konsumsi makanan
bergizi, membatasi kontak dengan asap agar ISPA tidak bertambah parah.
c) ADVICE
UPAYA
PENCEGAHAN,
PENANGANAN
DAN
PEMELIHARAAN
Pencegahan
Memenuhi kebutuhan gizi, tidak harus dengan mengonsumsi makananmakanan mahal. Misal mengonsumsi buah-buahan dengan harga murah tetapi
memiliki gizi yang baik seperti pisang, papaya serta rutin mengonsumsi sayursayuran. Mencukupi konsumsi air putih. Rutin membersihkan rumahnya dari
debu-debu yang dapat menjadi faktor resiko ISPA. Menggunakan masker saat
asap mengepul.
Penanganan
Melakukan pengobatan yang tepat, berobat ke Puskesmas. Melakukan
swamedikasi atau pengobatan sendiri di rumah, misalnya jika hidung
tersumbat ditangani dengan menghirup uap air hangat, jika demam kompres
dengan air hangat. Jika ISPA bertambah parah, segera berobat ke Puskesmas.
Pemeliharaan
Istirahat cukup, konsumsi makanan bergizi dan sehat untuk pemulihan kondisi
tubuh, membatasi kontak dengan asap.
RESPONDEN 5
Nama
: Siti Anisa
Umur
: 36 tahun
Pekerjaan
Pendidikan Akhir
: Sekolah Dasar
No. Handphone
: 085252354022
Alamat
3. Reservoir
Reservoir merupakan perantara penularan penyakit diantaranya hewan,
tumbuhan, manusia dan sumber-sumber lingkungan lainnya. Reservoir atau
perantara menjadi sumber penyakit menular, karena merupakan tempat agent
biasanya hidup dan berkembang biak. Reservoir penyakit ISPA diantaranya :
Kondisi lingkungan yang tidak sehat dan terkontaminasi oleh virus dan
bakteri penyebab ISPA, seperti udara yang terkontaminasi.
Pada kasus ini, reservoir penyakit ISPA yang dialami Ibu Rohimah
merupakan kondisi lingkungan yang buruk yaitu udara yang terkontaminasi oleh
asap.
4. Cara Penularan
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, serta udara sisa pernapasan
penderita yang mengandung kuman dan terhirup oleh seseorang yang sehat ke
saluran pernapasan, selain itu penularan penyakit ISPA juga dapat ditularkan
secara tidak langsung yaitu cairan yang mengandung virus atau bakteri penyebab
penyakit ISPA yang menempel pada permukaan benda dan dapat menularkan ke
orang lain saat orang tersebut menyentuhnya. Pada kasus ini, resonden terserang
ISPA secara langsung karena menghirup udara yang terkontaminasi oleh asap
yang berasal dari terbakarnya gunung sampah di TPA yang terjadi secara tidak
langsung yaitu karena pengaruh cuaca di musim kemarau beberapa bulan yang
lalu. Jika ISPA ditularkan melalui udara yang terkontaminasi dan masuk ke
saluran pernapasan maka ISPA termasuk golongan Air borne disease.
5. Masa Inkubasi
Masa inkubasi ISPA selama 14 hari.
6. Penanganan Penderita/Kontak/Lingkungan Sekitar
Lingkungan
sekitar
memperbaiki
kondisi
lingkungan
untuk
Faktor Resiko
Dari hasil analisa kejadian ISPA pada responden, yang menjadi faktor resiko
diantaranya kondisi lingkungan yang buruk, letak kandang sapi yang
Faktor Pencetus
Asap yang berasal dari gunung sampah yang terbakar saat musim kemarau
beberapa bulan lalu.
Faktor Pendorong
Adanya kesadaran dari responden untuk menjaga daya tahan tubuhnya agar
tidak menurun dengan rutin meminum air putih, terutama saat musim hujan.
Host
Faktor penyebab penyakit ISPA yang berasal dari host diantaranya berkaitan
dengan perilaku, daya tahan tubuh. Pada kasus ini, perilaku host seperti tidak
menggunakan masker pasca kebakaran gunung sampah menjadi faktor
penyebab
terjadinya
ISPA
meskipun
perilaku
responden
dalam
mempertahankan daya tahan tubuhnya cukup baik tetapi paparan asap yang
diterima setiap hari akan memudahkan terjadinya ISPA.
Agent
Virus dan bakteri penyebab ISPA diantaranya seperti Adenovirus, Rhinovirus,
Coronavirus, Pneumokokus, streptococus, dan yang paling umum adalah virus
influenza. Selain itu bakteri, jamur, dan pajanan debu juga dapat menjadi
penyebab terjadinya ISPA. Pada kasus ini, agent penyebab kejadian ISPA
responden merupakan udara yang tercemar oleh asap.
Environment
Faktor penyebab yang berasal dari lingkungan diantaranya jarak antar rumah
yang dekat juga sehingga mempersulit sirkulasi udara. Kondisi lingkungan
yang paling mempengaruhi kejadian ISPA pada responden yaitu asap yang
berasal dari kebakaran gunung sampah.
Pre pathogenesis
Pada tahap ini, telah terjadi kontak antara bibit penyakit dengan host. Tetapi
bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh host, sehingga kondisi host masih
dikatakan sehat. Pada kasus ini, responden mulai kontak dengan penyebab
ISPA yaitu asap dari kebakaran gunung sampah saat musim kemarau yang
terjadi sekitar bulan Juni. Tetapi responden belum merasakan efeknya.
Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Pada tahap ini, udara kotor dan tercemar telah masuk ke dalam tubuh
host dan mengendap.
b) Tahap penyakit dini
Host mulai merasakan gejala ISPA seperti tenggorokan sakit, hidung
terasa berair, tenggorokan terasa gatal saat terkena asap.
c) Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini, gejala yang dirasakan host semakin parah seperti batuk,
hidung tersumbat, tenggorokan sakit dan tubuh terasa lemah dan lelah.
Pasca pathogenesis
Akhir dari perjalanan penyakit ISPA yang dialami oleh responden berakhir
dengan kesembuhan setelah mendapat pengobatan dengan melakukan
swamedikasi atau pengobatan sendiri yaitu konsumsi obat yang dibeli di
apotek.
6. 5 Level Prevention
PRIMARY
a) Health Promotion
Pada tingkat ini, upaya pencegahan yang dapat dilakukan
diantaranya penyuluhan mengenai bahaya ISPA serta cara pencegahan dan
penanganannya, penyuluhan mengenai pengaruh asap yang berasal dari
kebakaran gunung
sampah tersebut
pada
kesehatan pernapasan,
SECONDARY
a) Early diagnose
Pada tahap ini, upaya yang dapat dilakukan berkaitan dengan
mengetahui gejala-gejala awal ISPA seperti batuk, pilek, tenggorokan
terasa sakit, tubuh terasa lelah.
b) Prompt Treatment
Pada tahap ini upaya yang dapat dilakukan diantaranya pengobatan
yang sesuai dengan gejala-gejala yang timbul. Cukup istirahat serta
TERSIERY
Dengan melakukan upaya pemeliharaan, istirahat cukup, konsumsi makanan
bergizi, membatasi kontak dengan asap agar ISPA tidak bertambah parah.
Pencegahan
Memenuhi kebutuhan gizi, tidak harus dengan mengonsumsi makananmakanan mahal. Misal mengonsumsi buah-buahan dengan harga murah tetapi
memiliki gizi yang baik seperti pisang, papaya serta rutin mengonsumsi sayursayuran. Mencukupi konsumsi air putih. Membuka pintu rumah saat
beraktivitas di dalam rumah untuk sirkulasi udara, karena rumah responden
tidak memiliki jendela dan ventilasi. Rutin membersihkan rumahnya dari
debu-debu yang dapat menjadi faktor resiko ISPA. Menggunakan masker saat
asap mengepul.
Penanganan
Melakukan pengobatan yang tepat, berobat ke Puskesmas. Melakukan upaya
penanganan sendiri di rumah, misalnya saat hidung tersumbat menghirp uap
air panas, meminum minuman hangat untuk melegakan tenggorokan.
Pemeliharaan
Istirahat cukup, konsumsi makanan bergizi dan sehat untuk pemulihan kondisi
tubuh, membatasi kontak dengan asap.