Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun :
1. NORNANOVIANA R A
2. DEVI RIANA
3. DEWI LESTARI
4. IDA MARHAENI
5. ERA PUTRI
6. JEFRI S
7. DIAN PUSPITA
B. Penyebab
anak-anak.
Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan
pada anak
Gangguan metabolisme dan nutrisi.
Riwayat intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
Riwayat demam tinggi.
Adanya riwayat keracunan (karbon monoksida)
C. Faktor Resiko
Faktor risiko epilepsi adalah jika ada :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan risiko epilepsi sampai 4%-6%;
kombinasi faktor risiko tersebut meningkatkan risiko epilepsi menjadi 10%49%.
Risiko epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat/profilaksis
pada kejang demam
D. Klasifikasi
Ada 2 golongan utama epilepsi yaitu serangan parsial atau fokal yang
mulai pada satu tempat tertentu di otak, biasanya di daerah kortek selebri : dan
serangan
umum
yang
agaknya
mencangkup
seluruh
kortek
selebri
diensevalon(prince,1995).
1. Epilepsi parsial dapat bermanifestasi dengan gejala-gejal dasar ataupun
kompleks.Epilepsi persial dengan gejala-gejala dasar adalah mencangkup
gejala-gejala motorik atau sensorik
Pada epilepsi
bergetar atau mulut dapat tersentak tak terkontrol individu ini bicara yuang
tidak dapat di pahami,pusing,mengalamisinar,rasa yang tidak umum atau
tidak nyaman.
Epilepsi persial yang kompleks melibatkan gangguan fungsional
selebral pada tingkat yang lebih tinggi seperti proses ingatan dan proses
berfikir,individu tidak bergerak atau bergerak secara otomatis tetapi tidak
tepat dengan waktu dan tempat,atau mengalami emosi berlebihan yaitu
takut,marah kegirangan atau peka rangsang.fokos epileptik pada jenis
epilepsi ini sering kali pada lobus temporalis.kedua jenis epilepsi persial
tersebut dapat menyebar menjadi serangan umum motorik utama.
2. Kejang umum di sebut sebagai kejang grend mall,melibatkan 2 hemisfer
otak yang menyebabkan ke 2 sisi tubuh bereaksi.mungkin ada ke kakuan
pada seluruh tubuh yang di ikuti dengan kejang yang bergantian dengan
relaksasi dan relasi otot(kontraksi tonik/klonik umum
Epilepsi tonik/klonik baru merupakan serangan epilepsi yang
klasik.serangan epilepsi di tandai dengan adanya aura dan di ikuti oleh
hilangnya kesadaran dan kejang tonik/klonik.aura merupakan suatu indikasi
sensorik yang menyatakan akan datangnya serangan epilepsy.aura ini dapat
berupa suatu sensasi penglihatan,pendengaran atau penciuman yang hanya
berlangsung beberapa saat.
Serangan epilepsy di mulai dengan hilangnya kesadaran secara
cepat. Klien kehilangan kemampuannya untuk tetaqp mempertahankan
posisi tubuhnya dalam keadaan tegak, gerakan tonik kemudian klonik,
inkontinensia urine dan feses, disertai dengan disfungsi otonom lainnya.
Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh dapat terganggu.
Fase ini hanya berlangsung dalam beberapa detik. Fase klonik berupa
kontraksi dan relaksasi kelompok otot-otot yang berlawanan sehingga
menimbulkan gerakan yang tersentak sentak. Kontraksi sedikit demi sedikit
akan berkurang frekuensinya tetapi tidak kekuatannya. Lidah dapat tergigit
seperti yang terjadi pada separuh dari klien yang mengalami kejang(spasme
rahang dan lidah). Serangan itu berulang sekitar 3-5 menit dan di ikuti
dengan periode tidak sadar yang berlangsung selama beberapa menit sampai
sekitar setengah jam. Klien sadar kembali tampak bingung, stupor, atau
bodoh. Stadium ini di sebut stadium postiktal. Biasanya klien tidak dapat
mengingat serangan yang telah di alaminya.
E. Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem listrik
dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-sel tersebut
memberikan muatan listrik yang abnormal,berlebihan,secara berulang,dan
disritmia.
Aktivitas serangan epilepsidapat terjadi setelah suatu gangguan pada
otak dan sebagian ditentukan oleh derajat lokasi dari lesi. Lesi pada
mesensefalon, talamus dan kortek selebri kemingkinan besar bersifat
epileptogenik sedangkan lesi pada serebellum dan batang otak biasanya tidak
menimbulkan serangan epilepsi(brunner,2003)
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik di tandai oleh fenomena
biokimia tertentu beberapa di antaranya
1. Ketidak setabilan membran sel saraf sehingga sel lebih mudah di aktifkan.
2. Neuron hipersensitif dengan ambang yang menurun sehingga mudah
terangsang berlebihan
3. Terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi,
terjadi hentinya repolarisasi).
4. Ketidak seimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron.
Pada waktu serangan,keseimbangan elektrolit pada tingkat neuronal
mengalami perubahan.ketidak seimbangan ini akan menyebabkan membran
neuron mengalami depolarisasi
Gangguan pada system listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak
Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan secara berulang dan
tidak terkontrol(disritmia)
Periode pelepasan impuls yang tidak diinginkan
Gangguan
pernapasan
Hipoksia otak
Kerusakan otak
permanen
Edema
Kejang parsial
Kejang umum
Peka rangsang
Kejang berulang
5.
Resiko
tinggi injuri
Penurunan kesadaran
Respon fisik:
Konfusi dan sulit bangun
Keluhan sakit kepala/ sakit
otot
3.
4.
Nyeri akut
Defisit
perawatan diri
Respon patologis:
Ketakutan
Respon penolakan
Penurunan nafsu makan
Depresi
Menarik diri
1.
2.
Ketakutan
Koping individu tidak
efektif
Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan
adalah indicator yang paling sensitifuntuk disfungsi system
persarafan. Beberapa system di gunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.
Fungsi serebral
Status mental:observasi penampilan dan tingkah laku klien,
nilai gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas
motorik pada klien epilepsy tahap lanjut biasanya mengalami
perubahan status mental seperti adanya gangguan prilaku,
alam perasaan, dan presepsi.
Pemeriksaan saraf cranial
Saraf I: biasanya pada klien epilepsy tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman
sarafII: tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
sarafIII, IV,dan VI: dengan alas an yang tidak di ketahui klien
epilepsy mengalami fotofobia(sensitive berlabihan terhadap
cahaya)
saraf V :pada klien epilepsy umumnya tidak di dapatkan
paralisis pada otot wajah dan reflex kornea biasanya tidak
ada kelainan
sarafVII: presepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
Saraf VIII: tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli
perspsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius
Saraf XII: lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi indra pengecapan normal.
System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan
koordinasi pada epilepsy tahap lanjut mengalami perubahan.
Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum, atau periosteum derajat reflex pada respons
normal.
Gerakan involunter
Tidak di temukannya adanya tremor, tic, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum,
pada anak dengan epilepsy disertai dengan peningkatan suhu
tubuh ynag tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan epilepsy. Kejang terjadi sekunder
akubat area foksl kortikal yang peka.
System sensorik
Pemeriksaan sensorik pada epilepsy biasanya didapatkan
perasaan raba normal,perasaan suhu normal,tidak ada
perasaan upnormal di permukaan tubuh,perasaan
propriorseptif normal dan perasaan diskriminatif perasaan
normal.Peka rangsang cahaya merupakan tanda khas dari
epilepsy.Pascakejang sering dikeluhkan adanya nteri kepala
yang bersifat akut.
d)B4(Bladder)
Pemerikasaan pada system kemih biasaaya didapatkan berkurangnya
volume output urine,hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi
dan penurunan curah jantung ke ginjal.
e)B5(Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkata produksi asam
lambung.Pemenuhan nutisi pada klien epilepsy menurun karena
anoreksia dan adnya kejang.
f)B6(Bone)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic bertujuan dalam menentukan tipe
kejang,frekuensi,dan beratnya, serta factor-faktor pencetus.
Riwayat perkembangan yang mencakup kejadian kehamilan dan kelahiran,
untuk mencari kejadian cedera sebelum kejang. Sebuah penelitian di buat untuk
penyakit atau cidera kepala yang dapat mempengaruhi otak. Selain itu di lakukan
pengkajian fisik dan neurologis, hematologi serta pemeriksaan serologi.
CT scan di gunakan untuk mendeteksi adanya lesi pada otak, vocal
abnormal, cerebrovaskular abnormal, dan perubahan degenerative cerebral.
Elekrtoencephalogram(EEG) melengkapi bukti diagnostic dalam proporsi
subtancial dari klien epilepsy dan membantu dalam mengklasifikasi kan tipe kejang.
Keadaan abnormal pada EEG selalu terus menerus terlihat di antara kejang, atau
juika letupan muncul mungkin akibat dari hiperventilasi atau selama tidur.
DIAGNOSTIK KEPERAWATAN
1. Resiko tinngi injuri yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidak
tahuan tentang epilepsy dan cara penanganan saat kejang, penurunan
tingkat kesadaran.
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respon pasca
kejang.
3. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan konfusi, malas bangun
sekunder, respon pasca kejang.
4. Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang.
5. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat
epilepsy
Rencana Intervensi
Rasionalisasi
Data dasar untuk intervensi selanjutnya
mengontrol demam.
kejang
demam harus diintruksikan tentang
metode untuk mengontrol demam
(dilantin)
Nyeri akut yang berhubunfan dengan nyeri kepala sekunder respons pasca
kejang (postikal)
Tujuan : dalam 1 x 24 jam keluhan nyeri berkurang /rasa sakit teradaptasi
(terkontrol)
Kriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenang,wajah rileks dank lien
memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
Intervensi
Rasionalisasi
Usahakan membuat lingkungan yang
beristirahat
Membantu menurunkan (memutuskan )
dalam
Lakukan latihan gerak aktiv atau pasif
hati.
Kalaborasi pemberian analgesik
sakit/tidak nyaman.
Mungkin di perlukan untuk menurunkan
rasa cakit.
Catatan : Narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada
status neurologis sehingga sukar untuk
di kaji.
Tujuan : Dalam waktu 1 x24 jam setelah intervensi klien hilang atau berkurang.
Kriteria hasil : mengenal perasaannya,dapat mengidentifikasi penyebab atau factor
yang memengaruhinya dan menyatakan ketakutan berkurang/hilang.
Intervensi
Rasionalisasi
Bantu klien mengekspresikan perasaan Ketakutan berkelanjutan memberikan
takut
Lakukan kerja sama dengan keluarga
Hindari konventrasi.
di hindari.
Mengurangi rangsangan eksternal yang
tidak perlu.
Keadaan tegang (ansietas,
frustasi)mengakibatkan kejang pada
beberapa klien. Pengklasifikasian
penatalaksanaan stres akan bermanfaat.
Karena kejang di ketahui akibat asupan
alkohol, maka kebiasaan ini harus di
hindari. Terapi paling baik adalah
mengikuti rencana pengobatanuntuk
menghindari stimuli yang mencetuskan
kejang.
Kontrol sensasi klien (dan dalam
menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
klien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri),yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan dan memberikan respons
mengungkapkan ansietasnya.
diekspresikan.
Memberikan waktu untuk
terdekat.
mengekspresikan perasaan,
mampuan.
Identifikasi arti dari kehilang atau
pemilihan intervensi.
Beberapa klien dapat menerima dan
kemarahan.
tersebut.
Mendukung penolakan terhadap bagian
kematian.
dukungan emosional.
Membantu klien untuk melihat bahwa
yang sehat.
Bantu dan anjurkan perawatan yang
dirinya sebanyak-banyaknya.
withdrawal.
lebih lanjut.
Dapat memfasilitasi perubahan peran
indikasi.
perasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC,
Jakarta.
Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta