Vous êtes sur la page 1sur 18

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN EPILEPSI

Disusun :
1. NORNANOVIANA R A
2. DEVI RIANA
3. DEWI LESTARI
4. IDA MARHAENI
5. ERA PUTRI
6. JEFRI S
7. DIAN PUSPITA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2010

ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI


A. Definisi

Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi


berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling

tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).


Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat

reversibel (Tarwoto, 2007).


Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan
lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel
dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).

B. Penyebab

Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu


menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami

infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.


Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang

mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.


Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada

anak-anak.
Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan

neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.


Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan
karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan

pada anak
Gangguan metabolisme dan nutrisi.
Riwayat intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
Riwayat demam tinggi.
Adanya riwayat keracunan (karbon monoksida)

C. Faktor Resiko
Faktor risiko epilepsi adalah jika ada :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan risiko epilepsi sampai 4%-6%;
kombinasi faktor risiko tersebut meningkatkan risiko epilepsi menjadi 10%49%.
Risiko epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat/profilaksis
pada kejang demam
D. Klasifikasi
Ada 2 golongan utama epilepsi yaitu serangan parsial atau fokal yang
mulai pada satu tempat tertentu di otak, biasanya di daerah kortek selebri : dan
serangan

umum

yang

agaknya

mencangkup

seluruh

kortek

selebri

diensevalon(prince,1995).
1. Epilepsi parsial dapat bermanifestasi dengan gejala-gejal dasar ataupun
kompleks.Epilepsi persial dengan gejala-gejala dasar adalah mencangkup
gejala-gejala motorik atau sensorik
Pada epilepsi

persial sederhana,hanya 1 jari atau tangan yang

bergetar atau mulut dapat tersentak tak terkontrol individu ini bicara yuang
tidak dapat di pahami,pusing,mengalamisinar,rasa yang tidak umum atau
tidak nyaman.
Epilepsi persial yang kompleks melibatkan gangguan fungsional
selebral pada tingkat yang lebih tinggi seperti proses ingatan dan proses
berfikir,individu tidak bergerak atau bergerak secara otomatis tetapi tidak
tepat dengan waktu dan tempat,atau mengalami emosi berlebihan yaitu
takut,marah kegirangan atau peka rangsang.fokos epileptik pada jenis
epilepsi ini sering kali pada lobus temporalis.kedua jenis epilepsi persial
tersebut dapat menyebar menjadi serangan umum motorik utama.
2. Kejang umum di sebut sebagai kejang grend mall,melibatkan 2 hemisfer
otak yang menyebabkan ke 2 sisi tubuh bereaksi.mungkin ada ke kakuan

pada seluruh tubuh yang di ikuti dengan kejang yang bergantian dengan
relaksasi dan relasi otot(kontraksi tonik/klonik umum
Epilepsi tonik/klonik baru merupakan serangan epilepsi yang
klasik.serangan epilepsi di tandai dengan adanya aura dan di ikuti oleh
hilangnya kesadaran dan kejang tonik/klonik.aura merupakan suatu indikasi
sensorik yang menyatakan akan datangnya serangan epilepsy.aura ini dapat
berupa suatu sensasi penglihatan,pendengaran atau penciuman yang hanya
berlangsung beberapa saat.
Serangan epilepsy di mulai dengan hilangnya kesadaran secara
cepat. Klien kehilangan kemampuannya untuk tetaqp mempertahankan
posisi tubuhnya dalam keadaan tegak, gerakan tonik kemudian klonik,
inkontinensia urine dan feses, disertai dengan disfungsi otonom lainnya.
Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh dapat terganggu.
Fase ini hanya berlangsung dalam beberapa detik. Fase klonik berupa
kontraksi dan relaksasi kelompok otot-otot yang berlawanan sehingga
menimbulkan gerakan yang tersentak sentak. Kontraksi sedikit demi sedikit
akan berkurang frekuensinya tetapi tidak kekuatannya. Lidah dapat tergigit
seperti yang terjadi pada separuh dari klien yang mengalami kejang(spasme
rahang dan lidah). Serangan itu berulang sekitar 3-5 menit dan di ikuti
dengan periode tidak sadar yang berlangsung selama beberapa menit sampai
sekitar setengah jam. Klien sadar kembali tampak bingung, stupor, atau
bodoh. Stadium ini di sebut stadium postiktal. Biasanya klien tidak dapat
mengingat serangan yang telah di alaminya.
E. Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem listrik
dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-sel tersebut
memberikan muatan listrik yang abnormal,berlebihan,secara berulang,dan
disritmia.
Aktivitas serangan epilepsidapat terjadi setelah suatu gangguan pada
otak dan sebagian ditentukan oleh derajat lokasi dari lesi. Lesi pada
mesensefalon, talamus dan kortek selebri kemingkinan besar bersifat

epileptogenik sedangkan lesi pada serebellum dan batang otak biasanya tidak
menimbulkan serangan epilepsi(brunner,2003)
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik di tandai oleh fenomena
biokimia tertentu beberapa di antaranya
1. Ketidak setabilan membran sel saraf sehingga sel lebih mudah di aktifkan.
2. Neuron hipersensitif dengan ambang yang menurun sehingga mudah
terangsang berlebihan
3. Terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi,
terjadi hentinya repolarisasi).
4. Ketidak seimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron.
Pada waktu serangan,keseimbangan elektrolit pada tingkat neuronal
mengalami perubahan.ketidak seimbangan ini akan menyebabkan membran
neuron mengalami depolarisasi

Bagan Patofisiologi Epilepsy


Faktor predisposisi:
Pascatrauma kelahiran,Asfiksisa neonatorum ,pasca cedera kepala
Riwayat bayi dari bu yang menggunakan obat antikkkonvulsan
Riwayat ibu yang mempunyai resiko tinggi
Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak
Adanya riwayat keracunan
Riwayat gangguan sirkulasi serebral
Riwayat demam tinggi
Riwayat gangguan metabolisme dan nutrisi/gizi
Riwayat intoksikasi obat-obatan atau alcohol
Riwayat tumor otak,abses dan kelainan bentuk bawaan
Riwayat keturunan epilepsi.

Gangguan pada system listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak
Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan secara berulang dan
tidak terkontrol(disritmia)
Periode pelepasan impuls yang tidak diinginkan

Aktifitas kejang umum lama akut,tanpa perbaikan


kesadaran penuh diantara serangan
Status epileptikus

Kebutuhan metabolik besar

Gangguan
pernapasan

Hipoksia otak

Kerusakan otak
permanen

Edema

Kejang parsial

Kejang umum

Peka rangsang

Respon pasca kejang


(postikal)

Kejang berulang
5.

Resiko
tinggi injuri

Penurunan kesadaran

Respon fisik:
Konfusi dan sulit bangun
Keluhan sakit kepala/ sakit
otot
3.
4.

Nyeri akut
Defisit
perawatan diri

Gangguan perilaku, alam


perasaan, sensasi, dan persepsi

Respon patologis:
Ketakutan
Respon penolakan
Penurunan nafsu makan
Depresi
Menarik diri
1.
2.

Ketakutan
Koping individu tidak
efektif

Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol, pelepasan


abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang di katakana menuju kea rah
epilepsy. Gerakan-gerakan yang tidak teratur di sebut kejang.
Akibat adanya distritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini
memberikan manifestasi pada awal serangan kejang sederhana sampai gerakan
konvulsif memanjang dengan penurunan kesadaran. Keadaan ini dapat di
hubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan, hilangnya tonus
otot, serta gerakan dan gangguan prilaku, alam, perasaan, sensasi dan presepsi.
Sehingga epilepsy bukan merupakan suatu penyakit melainkan suatu gejala.
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik (distritmia) pada sel
saraf pada salah satu bagian otak yang menyebakan sel ini mengeluarkan
muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak terkontrol. Karakteristik kejang
epileptic adalah suatu manifestasi muatan neuron berlebihan ini.
Pola awal kejang menunjukkan daerah otak dimana kejang tersebut
berasal. Juga penting untuk menunjukkan jika klien mengalami aura(suatu
sensasi tanda sebelum kejang epileptic yang dapat menunjukkan asal kejang
misalnya melihat kilatan sinar dapat menunjukkan kejang berasal dari lobus
oksipital)
F. Anamnesis
1. Identitas Klien:
Pada identitas klien berisi tentaang Nama klien, Umur, jenis kelamin,
agama, suku/bangsa, bahasa, pendidikan, alamat dari klien
2. Keluhan Utama:
keluhan utama yang menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kejang atau penurunan tingkat
kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Factor riwayat penyakit sangat penting untuk di ketahui karena untuk
mengetahiu pola dari kejang klien. Disini harus di Tanya dengan jelas
tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, stimulus yang
sering menyebabkan respons kejang, dan seberapa jauh akibat kejang
dengan respons fisik dan psikologis dari klien.
Tanyakan factor-faktor yang memungkinkan predisposisi dari serangan
epilepsi. Apakah sebelumnya pernah mengalami trauma kepala dan infeksi

serta kemana saja klien sudah meminta pertolongan setelah mengalami


keluhan. Penting di tanyakan mengenai obat-obatan yang telah di gunakan
sebelumnya seperti penggunaan obat-obatan anti kolfunsan, anti piretik, dsb.
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Penting di tanyakan riwayan antenatal, intra natal dan pasca natal dari
kelahiran klien, karena hal ini sangat mendukung adanya keluhan kejang
saat ini.
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
Pengkajian ini di tujukan untuk mengetahui apakah pihak keluarga klien ada
yang mengalami kejadian yang sama seperti klien pada klien. Tindakan ini
bertujuan untuk mengetahui penyebab penyakit ini apakah ada hubungannya
dengan penyakit keturunan.
6. Psiko-Sosio-Spiritual:
Pengkajian mekanisme koping yang di gunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap kondisi pasca kejang. Setelah
menglami kejang klien sering mengalami perubahan konsep diri, ketakutan
akan serangan kejang berulang, dan depresi akan prognosis dari kondisi
yang akan datang.
Pengkajian pada klien anak perlu memeperhatikan keberadaan family center,
perubahan tumbuh kembang, dan dampak hospitalisasi pada anak.
Pengkajian psikososial yang terbaik di laksanakan dengan mengobservasi
anak-anak pada saat bermain atau selama berinteraksi dengan orangtua.
Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan
mereka dan cenderung untuk memperlihatkan masalah mereka melelui
tingkah laku.
PEMERIKSAAN FISIK:
a) B1 (breathing):inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernafasan yang sering di dapatkan pada klien epilepsy di sertai
dengan adanya gangguan system pernafasan.
b) B2(blood):pengkajian pada system kardiovaskular terutama di
lakukn pada klien epilepsy tahap lanjut apabila klien sudah
mengalami shock.
c) B3(brain):pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap daripada pemeriksaan system lainnya.

Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan
adalah indicator yang paling sensitifuntuk disfungsi system
persarafan. Beberapa system di gunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.
Fungsi serebral
Status mental:observasi penampilan dan tingkah laku klien,
nilai gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas
motorik pada klien epilepsy tahap lanjut biasanya mengalami
perubahan status mental seperti adanya gangguan prilaku,
alam perasaan, dan presepsi.
Pemeriksaan saraf cranial
Saraf I: biasanya pada klien epilepsy tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman
sarafII: tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
sarafIII, IV,dan VI: dengan alas an yang tidak di ketahui klien
epilepsy mengalami fotofobia(sensitive berlabihan terhadap
cahaya)
saraf V :pada klien epilepsy umumnya tidak di dapatkan
paralisis pada otot wajah dan reflex kornea biasanya tidak
ada kelainan
sarafVII: presepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
Saraf VIII: tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli
perspsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius
Saraf XII: lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi indra pengecapan normal.

System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan
koordinasi pada epilepsy tahap lanjut mengalami perubahan.
Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum, atau periosteum derajat reflex pada respons
normal.
Gerakan involunter
Tidak di temukannya adanya tremor, tic, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum,
pada anak dengan epilepsy disertai dengan peningkatan suhu
tubuh ynag tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan epilepsy. Kejang terjadi sekunder
akubat area foksl kortikal yang peka.
System sensorik
Pemeriksaan sensorik pada epilepsy biasanya didapatkan
perasaan raba normal,perasaan suhu normal,tidak ada
perasaan upnormal di permukaan tubuh,perasaan
propriorseptif normal dan perasaan diskriminatif perasaan
normal.Peka rangsang cahaya merupakan tanda khas dari
epilepsy.Pascakejang sering dikeluhkan adanya nteri kepala
yang bersifat akut.
d)B4(Bladder)
Pemerikasaan pada system kemih biasaaya didapatkan berkurangnya
volume output urine,hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi
dan penurunan curah jantung ke ginjal.
e)B5(Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkata produksi asam
lambung.Pemenuhan nutisi pada klien epilepsy menurun karena
anoreksia dan adnya kejang.
f)B6(Bone)

Pada fase akut setelah kejang sering didapatkan adanya penurunan


kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehinngga
mengganggu aktivitas perawatan diri.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic bertujuan dalam menentukan tipe
kejang,frekuensi,dan beratnya, serta factor-faktor pencetus.
Riwayat perkembangan yang mencakup kejadian kehamilan dan kelahiran,
untuk mencari kejadian cedera sebelum kejang. Sebuah penelitian di buat untuk
penyakit atau cidera kepala yang dapat mempengaruhi otak. Selain itu di lakukan
pengkajian fisik dan neurologis, hematologi serta pemeriksaan serologi.
CT scan di gunakan untuk mendeteksi adanya lesi pada otak, vocal
abnormal, cerebrovaskular abnormal, dan perubahan degenerative cerebral.
Elekrtoencephalogram(EEG) melengkapi bukti diagnostic dalam proporsi
subtancial dari klien epilepsy dan membantu dalam mengklasifikasi kan tipe kejang.
Keadaan abnormal pada EEG selalu terus menerus terlihat di antara kejang, atau
juika letupan muncul mungkin akibat dari hiperventilasi atau selama tidur.
DIAGNOSTIK KEPERAWATAN
1. Resiko tinngi injuri yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidak
tahuan tentang epilepsy dan cara penanganan saat kejang, penurunan
tingkat kesadaran.
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respon pasca
kejang.
3. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan konfusi, malas bangun
sekunder, respon pasca kejang.
4. Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang.
5. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat
epilepsy
Rencana Intervensi

Resiko injuri yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktauan


tentang epilepsi dan cara penanganan saat kejang, penurunan tingkat
kesadaran.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien bebas dari injuri yang di
sebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil : Klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari
stimulus kejang, melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan intensitas
kejang.
Intervensi
Kaji tingkat pengetahuan klien dan

Rasionalisasi
Data dasar untuk intervensi selanjutnya

keluarga cara penanganan saat kejang


Ajarkan klien dan keluarga metode

Orang tua dengan anak yang mengalami

mengontrol demam.

kejang
demam harus diintruksikan tentang
metode untuk mengontrol demam

Anjurkan kontroling pascacedera kepala

(kompres dingin, obat antipiretik)


Cidera kepala merupakan salah satu
penyebab utama yang dapat dicegah.
Melalui program yang memberi
keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi

Anjurkan keluarga agar mempersiapkan

akibat cedera kepala.


Melindungi klien bila kejang terjadi

lingkungan yang aman saperti batasan


ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu barada dekat klien
Anjurkan untuk menghindari

Klien sering mengalami peka

rangsangan cahaya yang berlebihan

rangsangan terhadap cahaya yang


sangat silau.
Beberapa klien perlu menghindari
stimulasi fotik
(cahaya menyilaukan yang kelap-kelip,

menonton telivisi). Dengan


menggunakan kacamata hitam atau
menutup salah satu mata dapat
Anjurkan mempertahankan bedrest total

membantu mengontrol masalah ini.


Mengurangi resiko jatuh/terluka jika

selama fase akut.


Kalaborasi pemberian terapi fenitoin

vertigo, sincope dan ataksia terjadi.


Terapi medikasi untuk mengontrol

(dilantin)

menurunkan respons kejang berulang.

Nyeri akut yang berhubunfan dengan nyeri kepala sekunder respons pasca
kejang (postikal)
Tujuan : dalam 1 x 24 jam keluhan nyeri berkurang /rasa sakit teradaptasi
(terkontrol)
Kriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenang,wajah rileks dank lien
memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
Intervensi
Rasionalisasi
Usahakan membuat lingkungan yang

Menurunkan reaksi terhadap rangsangan

aman dan tenang

eksternal atau sensitivitas terhadap


cahaya dan menganjurkan klien untuk

Lakukan manajemen nyeri dengan

beristirahat
Membantu menurunkan (memutuskan )

metode distraksi dan relaksasi napas

stimulasi sensasi nyeri

dalam
Lakukan latihan gerak aktiv atau pasif

Dapat membantu relaksasi otot-otot

sesuai kondisi dengan lembut dan hati-

yang tegang dan dapat menurunkan rasa

hati.
Kalaborasi pemberian analgesik

sakit/tidak nyaman.
Mungkin di perlukan untuk menurunkan
rasa cakit.
Catatan : Narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada
status neurologis sehingga sukar untuk
di kaji.

Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang

Tujuan : Dalam waktu 1 x24 jam setelah intervensi klien hilang atau berkurang.
Kriteria hasil : mengenal perasaannya,dapat mengidentifikasi penyebab atau factor
yang memengaruhinya dan menyatakan ketakutan berkurang/hilang.
Intervensi
Rasionalisasi
Bantu klien mengekspresikan perasaan Ketakutan berkelanjutan memberikan
takut
Lakukan kerja sama dengan keluarga

dampak psikoligis tidak baik


Kerja sama klien dan keluarga
sepenuhnya penting. Mereka harus yakin
terhadap manfaat program yang di
tetapkan. Harus di tekan kan bahwa
medikasi antikonvulsan yang di resepkan
harus di konsumsi secara terus menerus
dan bahwa ini bukan obat yang
membentuk kebiasaan. Medikasi ini
dapat di konsumsi tanpa rasa takut
ketergantungan obat selama bertahuntahun, jika obat-obatan tersebut di
perlukan. Jika klien di bawah
pengawasan perawatan kesehatan dan di
damping, maka klien harus melakukan

Hindari konventrasi.

instruksi dengan taat.


Konventrasi dapat meningkatkan rasa
marah,menurunkan kerja sama,dan

Ajarkan kontrol kejang.

mungkin memperlambat penyembuhan.


Kontrol kejang bergantung pada aspek
pemahaman dan kerjasama klien. Gaya
hidup dan lingkungan di kaji untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
dapat mencetuskan kejang, gangguan
emosi, stressor lingkungan baru, awitan
(onset) menstrulasi pada klien wanita,
atau demam. Klien di anjurkan untuk
mengikuti gaya hidup rutin regular dan
sedang, diet (menghindari stimulant

berlebihan), latihan dan istirahat


(gangguan tidur dapat menurunkan
ambang klien terhadap kejang). Aktifitas
sedang adalah terapi yang baik dan
gangguan energi yang berlebihan dapat
Beri lingkungan yang tenang dan

di hindari.
Mengurangi rangsangan eksternal yang

suasana penuh istirahat.


Kurangi stimulus ketegangan.

tidak perlu.
Keadaan tegang (ansietas,
frustasi)mengakibatkan kejang pada
beberapa klien. Pengklasifikasian
penatalaksanaan stres akan bermanfaat.
Karena kejang di ketahui akibat asupan
alkohol, maka kebiasaan ini harus di
hindari. Terapi paling baik adalah
mengikuti rencana pengobatanuntuk
menghindari stimuli yang mencetuskan

Tingkatkan kontrol sensasi klien.

kejang.
Kontrol sensasi klien (dan dalam
menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
klien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri),yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan dan memberikan respons

Orientasikan klien terhadap prosedur

balik yang positif.


Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

rutin dan aktifitas yang diharapkan.


Beri kesempatan kepada klien untuk

Dapat menghilangkan ketegangan

mengungkapkan ansietasnya.

terhadap kekhawatiran yang tidak

Berikan privasi untuk klien dan orang

diekspresikan.
Memberikan waktu untuk

terdekat.

mengekspresikan perasaan,

menghilangkan cemas, dan prilaku


adaptasi. Adanya keluarga dan temanteman yang dipilh klien melayani
aktivitas dan pengalihan (misalnya
membaca) akan menurunkan perasaan
terisolasi.
Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat
epilepsi
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi harga diri klien meningkat .
Kriteria hasil : mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi

dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan

penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke


dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji perubahan dari gangguan persepsi
Menentukan bantuan individual dalam
dan hubungan dengan derajat ketidak

menyusun rencana perawatan atau

mampuan.
Identifikasi arti dari kehilang atau

pemilihan intervensi.
Beberapa klien dapat menerima dan

disfungsi pada klien.

mengatur perubahan fungsi secara


efektif dengan sedikit penyesuaian diri,
sedangkan yang lain mempunyai
kesulitan membandingkan, mengenal,

Anjurkan klien untuk mengekspresikan

dan mengatur kekurangan.


Menunjukkan penerimaan, membantu

perasaan termasuk hostility dan

klie untuk mengenal dan mulai

kemarahan.

menyesuaikan dengan perasaan

Catat ketika klien menyatakan

tersebut.
Mendukung penolakan terhadap bagian

terpengaruh seperti sekarat atau

tubuh atau perasaan negative terhadap

mengingkari dan menyatakan inilah

gambaran tubuh dan kemampuan yang

kematian.

menunjukkan kebutuhan intervensi serta

Pernyataan pengakuan terhadap

dukungan emosional.
Membantu klien untuk melihat bahwa

penolakan tubuh, mengingatkan

perawat menerima kedua bagian sebagai

kembali fakta kejadian tentang realitas

bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan

bahwa masih dapat menggunakan sisi

klien untuk merasakan adanya harapan

yang sakit dan belajar mengontrol sisi

dan mulai menerima situasi baru.

yang sehat.
Bantu dan anjurkan perawatan yang

Membantu meningkatkan perasaan

baik dan memperbaiki kebiasaan.

harga diri dan mengontrol lebih dari

Anjurkan orang yang dekat untuk

satu area kehidupan.


Menghidupkan kembali perasaan

mengizinkan klien melakukan hal untuk

kemandirian dan membantu

dirinya sebanyak-banyaknya.

perkembangan harga diri serta

Dukunng prilaku atau usaha seperti

memengaruhi proses rehabilitasi.


Klien dapat beradaptasi terhadap

peningkatan minat atau partisipasi

perubahan dan pengertian tentang peran

dalam aktifitas rehabilitasi.


Monitor gangguan tidur peningkatan

individu masa mendatang.


Dapat mengindikasikan terjadinya

kesulitan konsentrasi, letargi, dan

depresi umumnya terjadi sebagai

withdrawal.

pengaruh dari stroke dimana


memerlukan intervensi dan evaluasi

Kolaborasi : rujuk pada ahli

lebih lanjut.
Dapat memfasilitasi perubahan peran

neuropsikologi dan konseling bila ada

yang penting untuk perkembangan

indikasi.

perasaan.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC,
Jakarta.
Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi

  • Leaflet Meningitis
    Leaflet Meningitis
    Document3 pages
    Leaflet Meningitis
    Fyan Cuapz
    0% (2)
  • A
    A
    Document3 pages
    A
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • A
    A
    Document3 pages
    A
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • Cephalgia New
    Cephalgia New
    Document11 pages
    Cephalgia New
    Erfin Wawe
    Pas encore d'évaluation
  • DEFINISI
    DEFINISI
    Document5 pages
    DEFINISI
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • Leaflet Cva Trombosis
    Leaflet Cva Trombosis
    Document3 pages
    Leaflet Cva Trombosis
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • DEFINISI
    DEFINISI
    Document5 pages
    DEFINISI
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • GERONTIK
    GERONTIK
    Document18 pages
    GERONTIK
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • GERONTIK
    GERONTIK
    Document18 pages
    GERONTIK
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • Diabetes Mellitus
    Diabetes Mellitus
    Document24 pages
    Diabetes Mellitus
    Yuni Eun Wijaya
    Pas encore d'évaluation
  • Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
    Document16 pages
    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • Askep Gerontik Windra
    Askep Gerontik Windra
    Document26 pages
    Askep Gerontik Windra
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • Asuhan Keperawatan Gerontik Ny
    Asuhan Keperawatan Gerontik Ny
    Document27 pages
    Asuhan Keperawatan Gerontik Ny
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 1jumi New
    BAB 1jumi New
    Document6 pages
    BAB 1jumi New
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 1jumi New
    BAB 1jumi New
    Document6 pages
    BAB 1jumi New
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • Artikel
    Artikel
    Document14 pages
    Artikel
    Sumartini Rompas
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 1jumi New
    BAB 1jumi New
    Document6 pages
    BAB 1jumi New
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 2-Rev Yg BLM
    BAB 2-Rev Yg BLM
    Document31 pages
    BAB 2-Rev Yg BLM
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 2-Rev Yg BLM
    BAB 2-Rev Yg BLM
    Document31 pages
    BAB 2-Rev Yg BLM
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 3-Rev Yg BLM
    BAB 3-Rev Yg BLM
    Document11 pages
    BAB 3-Rev Yg BLM
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 2-Jumi
    BAB 2-Jumi
    Document31 pages
    BAB 2-Jumi
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 2-Rev Yg BLM
    BAB 2-Rev Yg BLM
    Document31 pages
    BAB 2-Rev Yg BLM
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 1jumi New
    BAB 1jumi New
    Document6 pages
    BAB 1jumi New
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 3-Jumi
    BAB 3-Jumi
    Document10 pages
    BAB 3-Jumi
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • Askep Epilepsi
    Askep Epilepsi
    Document18 pages
    Askep Epilepsi
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • Askep CVA
    Askep CVA
    Document22 pages
    Askep CVA
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • Askep Tumor Otak
    Askep Tumor Otak
    Document20 pages
    Askep Tumor Otak
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 1jumi New
    BAB 1jumi New
    Document6 pages
    BAB 1jumi New
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation
  • ASKEP Cedera Kepala
    ASKEP Cedera Kepala
    Document10 pages
    ASKEP Cedera Kepala
    Fyan Cuapz
    Pas encore d'évaluation