Vous êtes sur la page 1sur 24

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN

VASKULARISASI SISTEM PERSARAFAN


(STROKE HAEMORHAGIK)

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2002). Menurut
Doenges (2000) stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa
kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena
terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral
(stroke) yaitu iskemik (Non haemoragik) dan hemoragik. Stroke non hemorgik
(cerebral infraction), secara Klinis terdiri dari: TIA, RIND (Reversible Ischemic
Neurologic Deficit), Progessing stroke = stroke in evolusi, Complete stroke. Secara
kausal: Stroke trombotik dan Stroke emboli/non trombotik. Sedangkan Stroke
haemorhagik terdiri dari PSD (Perdarahan Sub Dural), PSA (Perdarahan Sub
Arachnoid) dan PIS (Perdarahan Intra Cerebral).
Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama
kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian.
B. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi
perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan,

sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak,
edema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:

Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital


Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,

sehingga darah arteri langsung masuk vena


Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al

(2005), yaitu:

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)


Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi
hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan

hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral,
dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Menurut (Israr, 2008) Faktor risiko stroke dibagi atas 2 jenis, faktor risiko

yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.


Faktor risiko yang dapat diubah antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi)


kolesterol
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
gangguan jantung
diabetes
riwayat stroke dalam keluarga
migrain
merokok (aktif &pasif)
makanan tidak sehat (junk food, fast food)
alkohol
kurang olahraga
mendengkur
kontrasepsi oral
2

n.
o.

narkoba
obesitas
Faktor resiko yang tak dapat diubah:
a. Umur
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia hingga makin bertambah usia makin tinggi
kemungkinan mendapat stroke. Dalam statistic factor ini menjadi 2x
lipat setelah usia 55 tahun.
b. Jenis
Stroke diketahui lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Kecuali
umur 35-44 tahun dan diatas 85 tahun, lebih banyak diderita
perempuan.

Hal

inidiperkirakan

karena

pemakaian

obat-obat

kontrasepsi dan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi


dibanding laki-laki.
c. Berat Lahir Yang Rendah
Statistik di Inggris memungkinkan orang dengan beratbayi lahir
rendah menunjukkan angka kematian yang lebih tinggi disbanding
orang yang lahir dengan berat normal. Namun apa hubungan antara ke
duanya belum diketahui secara pasti.
d. Ras
Penduduk Afrika - Amerika dan Hispanic - Amerika berpotensi stroke
lebih tinggi dibanding Eropa - Amerika. Pada penelitian penyakit
artherosklerosis terlihat bahwa penduduk kulit hitam mendapat
serangan stroke 38 % lebih tinggi dibanding kulit putih.
e. Faktor Keturunan
Adanya riwayat stroke pada orang tua menaikkan faktor resiko stroke.
Hal ini diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain:
Faktor genetik
Faktor life style
Penyakit-penyakit yang ditemukan
Interaksi antara yang tersebut diatas
f. Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui
sebelum terjadi stroke.
C. Epidemiologi

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan
gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan
penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu dan keadaan penduduk.
Stroke ditemukan pada semua golongan usia namun sebagian besar akan
dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa insiden stroke
meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia, dimana akan terjadi
peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang berusia 80-90 tahun. Insiden usia 80-90
adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000 pada golongan usia 30-40 tahun.
Stroke banyak ditemukan pada pria dibandingkan pada wanita. Variasi gender ini
bertahan tanpa pengaruh umur.
Pada tanggal 29 Oktober diperingati sebagai hari stroke dunia, saat ini
diingatkan bahwa 1 dari 6 orang menderita stroke dan hampir setiap 6 detik seseorang
meninggal karena stroke. Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir 85% orang yang
mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi
faktor resiko tersebut sejak dini.
Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan
meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6
juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030.
Menurut WHO (2011), Indonesia telah menempati peringkat ke-97
dunia untuk jumlah penderita stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian
mencapai 138.268 orang atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011.
Setelah tahun 2000 kasus stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004,
b e b e r a p a penelitian di sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang
disebabkan stroke berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang
tidak dibawa ke rumah sakit tidak diketahui jumlahnya (Kompas, 2008)
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan
dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika,setiap tahun
terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Berdasarkan datatersebut menunjukkan
bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yangterkena serangan stroke dan 4
dari 5 keluarga di Amerika terkena stroke.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh
4

no.1di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Kejadian stroke di Indonesia


punselalu meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 33 % pasien stroke membutuhkan
bantuan orang lain untuk aktivitas pribadi, 20 % membutuhkanbantuan orang lain
untuk dapat berjalan kaki, dan 75 % kehilangan pekerjaan.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi

(Dewanto, 2009)

E. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma,
prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan
tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan
resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang
buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).

F. Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area
otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi
energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan
menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007).
Dengan

menambah

Na+/K+-ATPase,

defisiensi

energi

menyebabkan

penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel
sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl - di
dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan
pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na + dan Ca2+
(Silbernagl, 2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun
pada

kenyataannya

penyebab

primernya

telah

dihilangkan.

Kematian

sel

menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah
deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan
persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus
kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan
terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis
karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah
yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior
7

tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus


optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans
posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas
dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.
Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2007):
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol,
dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial.
Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya
proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis
serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).
H. Penatalaksanaan Medis
a. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan
pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
a) Konsensus amerika : 6 jam
9

b) Konsensus eropa: 1,5 jam


c) Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
a) Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi
iskhemik.
b) Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
b. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut :
a) Menstabilkan tanda tanda vital
(1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam ,
O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
(2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing masing individu ;
termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara
ini telah diganti dengan kateterisasi keluar masuk setiap 4 sampai 6 jam.
d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
(1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
(2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh
sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada
daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan
mata kaki)
c. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,
tPA.
a) Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b) Neuroprotektan
(1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
(2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel,
ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki
perfusi jaringan otak
(3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal
bebas dan biosintesa lesitin
Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
d. Pengobatan konservatif

10

Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi
belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di
tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada
pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat,
tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan
berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
e. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi
yang baik dapat dipertahankan.
I. Perawatan Pasca Stroke
Sekali terkena serangan stroke, tidak membuat seseorang terbebas dari stroke.
Di samping dampak menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserang
kembali di kemudian hari.
Penanganan pasca stroke yang biasa dilakukan adalah:
1. Rehabilitasi. Penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti
terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu di
unitortotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti berbagi
rasa,terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga dilakukan Community
based rehabilitation (rehabilitasi bersumberdaya masyarakat) dengan
melakukan penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar
mampumenolong, setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan
meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat.
2. Penerapan gaya hidup sehat. Bahaya yang menghantui penderita stroke
adalah serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang
lebih buruk dari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami
serangan stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak
mengendalikan faktor risiko stroke. Penerapan gaya hidup sehat sangat
penting bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, agar
tidakkembali diserang stroke seperti berhenti merokok, diet rendah lemak
atau kolesterol dan tinggi serat, berolahraga teratur 3 kali seminggu (3045menit),

makan

secukupnya,

dengan

memenuhi

kebutuhan

gizi
11

seimbang,menjaga berat badan jangan sampai kelebihan berat badan,


berhenti minumalkohol dan atasi stres.
3. Konsumsi bahan-bahan makanan yang dapat mengurangi resiko timbulnya
kembali serangan stroke juga sangat diperlukan.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan,
status pekawinan, diangnosa medis dll.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan
diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
(4) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan
pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering
merasakan sterss dan cemas.
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Rambut dan hygiene kepala
(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
(4) Leher,
(5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
i.
Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
12

CMC dasar akan diri dan punya orientasi penuh


APATIS tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
LATARGIE tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
DELIRIUM penurunan kesadaran disertai pe abnormal aktifitas

psikomotor gaduh gelisah


SAMNOLEN keadaan pasien yang selalu mw tidur diransang
bangun lalu tidur kembali
KOMA kesadaran yang hilang sama sekali
ii.
Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
i.
Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau,
ii.

kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup
satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan,
klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung

iii.

memberitahu klien melihat benda tersebut.


Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).

13

Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),


menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah
belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang
lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan.
Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan
iv.

kanan tanpa menengok.


Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa

v.

melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.


Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
Otonom, lakrimasi dan salvias
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara

vi.

pemeriksa berusaha membukanya.


Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan

vii.

lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.


Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X,
14

mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum


viii.

lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.


Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha

ix.

menahan test otot trapezius.


Nervus XII (Hypoglosus)
Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat

dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.


(3) Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan
i.

tangan, tubuh kaki


Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal

(4) Pemeriksaan reflek


Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi
respon klien dengan menggunakan skala 0 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
i.

Reflek Fisiologis
Reflek Tendon
o Reflek patella
15

Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang


lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan
Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa
kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
o Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif
maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
o Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep,
sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila
ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot
otot bahu.
o Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
o Reflek Superfisial
Reflek kulit perut
Reflek kremeaster
Reflek kornea
Reflek bulbokavernosus
Reflek plantar
Reflek Patologis
o Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki
dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah
fleksi plantar pada semua jari kaki.
16

Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:


Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral
maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari
dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah
mengurut kebawah (distal)
Cara Gonda
Memencet (menekan) satu

jari

kaki

dan

kemudian

melepaskannya sekonyong koyong.


e) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di
dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di
fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi
lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
f) Data Penunjang
(1) Laboratorium
Hematologi
Kimia klinik
(2) Radiologi
CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya
infark
17

MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.


Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
2. perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
C. Rencana keperawatan
No
1.

Diagnosa
Kerusakan

Tujuan/Kh
NOC

mobilitas

Ambulasi/ROM

fisik

Intervensi
: NIC :

b.d normal

Rasional

1.Terapi latihan

Pergerakan aktif/pasif

Mobilitas sendi

penurunan

dipertahankan.

kekuatan

Setelah

klien&kelg

otot

dilakukan

latihan

tindakan

sendi.

keperawatan

bertujuan

o Jelaskan

pada mempertahankan
tujuan fleksibilitas sendi
pergerakan

o Monitor lokasi dan

5x24 jam

ketidaknyamanan

KH:

selama latihan

o Sendi tidak
kaku

untuk

o Gunakan

pakaian

yang longgar

o Tidak

o Kaji

kemampuan

terjadi

klien

terhadap

atropi otot

pergerakan
o Encourage ROM aktif
o Ajarkan
aktif/pasif

ROM
pada

klien/keluarga.
o Ubah posisi klien tiap
2 jam.
18

o Kaji
perkembangan/kemaj
uan latihan
Ketidakmampuan

2. Self care Assistance

o Monitor kemandirian fisik dan psikologis


klien

klien

dapat

o bantu perawatan diri menurunkan


klien

dalam

makan,mandi,

hal: perawatan diri seharihari


dan
dapat
terpenuhi

toileting.
o Ajarkan
dalam

agar
keluarga bantuan
pemenuhan kebersihan diri klien

perawatan diri klien.


2.

Perfusi

o NOC: perfusi

NIC : Perawatan sirkulasi

jaringan

jaringan

Peningkatan

cerebral

cerebral.

jaringan otak

tidak efektif

Setelah

b.d

dilakukan

Aktifitas :

perdarahan

tindakan

1. Monitor

otak, oedem

keperawatan

dengan

perfusi

dapat terjaga
1. mengetahui
kecenderungan
kesadaran

dan

potensial
peningkatan
status

neurologik

TIK

dan

mengetahui

lokasi.

Luas

dan

selama 5 x 24

2. monitor status respitasi

kemajuan

jam

3. monitor bunyi jantung

kerusakan SSP

perfusi

jaringan

4. letakkan kepala dengan 2. Ketidakteraturan

adekuat

posisi agak ditinggikan

pernapasan

dengan

dan dalam posisi netral

memberikan

indikator :
o Perfusi
jaringan yang
adekuat

tk

dapat

5. kelola obat sesuai order

gambaran

6. berikan Oksigen sesuai

kerusakan/peningka

indikasi

lokasi

tan TIK
3. Bradikardi

dapat

didasarkan

terjadi

sebagai

pada tekanan

akibat

adanya

nadi

kerusakan otak.

perifer,

kehangatan

4. Menurunkan
19

kulit,

urine

tekanan

arteri

output

yang

dengan

adekuat

dan

meningkatkan

tidak

ada

drainase

&

gangguan

meningkatkan

pada respirasi

sirkulasi
5. Pencegahan/pengob
atan penurunan TIK
6. Menurunkan
hipoksia

3.

Resiko
infeksi

NOC : Risk NIC : Cegah infeksi


b.d Control Setelah 1. Mengobservasi

infeksi

&

system

penurunan

dilakukan

melaporkan

pertahan

tindakan

gejala infeksi, seperti

imun diaktivasi &

primer

keperawatan

kemerahan,

tanda

selama 3 x 24

rabas dan peningkatan

jam klien tidak

suhu badan

mengalami

2. mengkaji

tanda

& 1. Onset

hangat,

dengan

infeksi

muncul
2. Klien

suhu

klien

dengan

netropeni

tidak

infeksi

netropeni setiap 4 jam,

memproduksi

KH:

melaporkan

cukup

o Klien
dari

jika

respon

bebas

temperature lebih dari

inflamasi karena itu

tanda-

380C

panas
&

sering

thermometer elektronik

merupakan

satu-

menjelaskan

atau

satunya tanda

tanda&gejala

mengkaji suhu

tanda infeksi
o Klien mampu

infeksi

3. Menggunakan
merkuri

tanda

biasanya

untuk

3. Nilai suhu memiliki

4. Catat dan laporkan nilai


laboratorium
5. Kaji

warna

kelembaban
tekstur
lakukan

dan

konsekuensi
penting

yang

terhadap

kulit,

pengobatan

kulit,

tepat

yang

turgor 4. Nilai

dokumentasi

lab

berkorelasi

dgn

yang tepat pada setiap

riwayat

klien

perubahan

pemeriksaan
20

&
fisik

6. Dukung untuk konsumsi


diet

seimbang,

penekanan pada protein


untuk

utk

memberikan

pandangan
menyeluruh

pembentukan 5. Dapat

system imun

mencegah

kerusakan

kulit,

kulit

utuh

yang

merupakan
pertahanan pertama
terhadap
mikroorganisme
6. Fungsi

imun

dipengaruhi

oleh

intake protein
4.

Defisit

NOC : Self Care NIC : Self Care

perawatan

Assistance( man 1. Observasi

diri

b.d di,

berpakaian,

kelemahan

makan, toileting.

fisik

Setelah

klien

kemampuan

untuk

mandi,

berpakaian dan makan.


2. Bantu klien dalam posisi

1. Dengan
menggunakan
intervensi
langsung

dapat

dilakukan

duduk, yakinkan kepala

menentukan

tindakan

dan bahu tegak selama

intervensi

keperawatan

makan dan 1 jam setelah

tepat untuk klien

selama 5 x 24

makan

jam Klien dapat 3. Hindari

yang

2. Posisi
kelelahan

duduk

membantu proses

memenuhi

sebelum makan, mandi

menelan

kebutuhan

dan berpakaian

mencegah aspirasi

perawatan diri
KH:

dan

4. Dorong klien untuk tetap


makan sedikit tapi sering

3. Konservasi energi

-Klien terbebas

meningkatkan

dari bau, dapat

toleransi aktivitas

makan

dan

sendiri,

peningkatan

dan berpakaian

kemampuan

sendiri

perawatan diri
4. Untuk
meningkatkan
21

nafsu makan
5.

Resiko

NOC:

NIC: Berikan manajemen

kerusakan

mempertahanka

tekanan

intagritas

n integritas kulit

1. Lakukan

kulit

b.d Setelah

1. Meningkatkan

gatal-gatal

dan

mekanik

perawatan 5 x

yang sesuai

tetap

adekuat dengan
indikator :
Tidak

dan

mengurangi resiko

dilakukan

kulit

kenyamanan

alat tenun setiap hari

faktor

24 jam integritas

penggantian

tempatkan

kasur

2. Menandakan

2. Monitor kulit adanya


area kemerahan/pecah2
3. monitor

area

yang

tertekan

gejala

awal

lajutan kerusakan
integritas kulit
3. Area yang tertekan

terjadi

4. berikan masage pada

kerusakan kulit

punggung/daerah yang

sirkulasinya

ditandai dengan

tertekan serta berikan

kurang

optimal

tidak

pelembab pad area yang

shg

menjadi

pecah2

pencetus lecet

adanya

kemerahan, luka
dekubitus

5. monitor status nutrisi

biasanya

4. Memperlancar
sirkulasi
5. Status nutrisi baik
dapat

membantu

mencegah
keruakan integritas
6

Kerusakan

NOC

komunikasi

Kemampuan

: NIC : Mendengar aktif:

kulit.
1. Memudahkan dalam

memberikan asuhan
kemampuan 2.Memberikan kejelasan
verbal b.d komunikasi.
berkomunikasi
sehingga
pasien
kerusakan
Setelah
2. Jelaskan tujuan interaksi
kooperatif
otak
dilakukan
verbal
3.
Perhatikan
tanda 3.Gangguan
askepx
24
dapat meningkatkan
nonverbal klien
jam,
penggunaan
kemamapuan
komunikasi
komunitas
nonverbal
4.
Hindari
barrier/
verbal
4.Memudahkan pasien
halangan komunikasi
meningkat, KH:
berkomunikasi
1. Kaji

22

Penggunaan

isyarat
Nonverbal
Penggunaan
bahasa
tulisan,

dengan lancar
Peningkatan

komunikasi:

Defisit bicara

1. Bantuan

1. Libatkan keluarga untuk


memahami pesan klien

gambar
Peningkatan

orang

terdekat
memudahkan klien
berkomunikasi
dengan

bahasa lisan

lingkungannya
2. Perhatian
2.

Perhatikan bicara klien


dg cermat

menandakan
kepedulian terhadap

3. Gunakan kata sederhana


dan pendek

kebutuhan klien
3. Memudahkan klien
memahami dengan

4.

Berdiri di depan klien


saat

bicara,

gunakan

isyarat tangan.
5. Dorong keluarga
selalu

utk

mengajak

komunikasi denga klien

cepat
4. Membantu
komunikasi

agar

semakin jelas
5. Melatih
klien
sehingga
komunikasi

dapat

berlangsung

terus

menerus.

23

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dewanto, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC.
Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
NANDA, 2014. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2012-2014. Jakarta : EGC.
Silbernagl, S., Florian Lang. 2007.Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa:
Widyawati dkk. Jakarta:EGC.

24

Vous aimerez peut-être aussi