Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh
Kelompok 13
1. Kadek Rista Purnama Sari
14.321.2033
14.321.2034
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat
rahmat-NYA, kami dapat menyelesaikan laporan ini yang berjudul Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan pada Pasien Dengan Pioderma.
Kami menyadari bahwa tulisan dari laporan ini jauh dari kesan sempurna, karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh sebab itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan. Kami juga
tidak lupa mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca, jika pada laporan ini
ada kesalahan cetak, susunan, dan sistematika yang lolos dari pengamatan kami. Kami
berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
2
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A.
Latar Belakang..........................................................................................................1
B.
Rumusan Masalah.....................................................................................................1
C.
Tujuan.........................................................................................................................2
D.
Manfaat......................................................................................................................2
A.
Pengertian Pioderma.............................................................................................3
2.
Epidemiologi...........................................................................................................3
3.
Etiologi....................................................................................................................3
4.
Faktor Predisposisi................................................................................................4
5.
Klasifikasi...............................................................................................................4
6.
Patofisiologi............................................................................................................7
7.
8.
Pemeriksaan Diagnostik........................................................................................8
9.
Pengobatan.............................................................................................................9
10.
Tindakan Perawatan...........................................................................................10
11.
Komplikasi............................................................................................................11
B.
Diagnosa................................................................................................................13
2.
Rencana Tindakan..................................................................................................13
3.
Implementasi..........................................................................................................17
4.
Evaluasi..................................................................................................................17
A.
Kesimpulan..............................................................................................................18
B.
Saran..........................................................................................................................18
Lampiran Pathway...................................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem integumen, khususnya kulit, merupakan organ terluas permukaannya yang
membungkus seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya
bahan kimia, bahaya fisik, maupun oleh bakteri, dan yang lain-lainnya. Cahaya matahari
3
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang telah dibebankan
kepada kami dalam mata kuliah Sistem Integumen. Selain itu, tugas ini juga bertuuan
untuk membuat kami paham tentang bagaimana konsep teori dan konsep dasar asuhan
keperawatan pada pasien dengan pioderma.
D. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PIODERMA
A. Konsep Dasar Teori Penyakit
1. Pengertian Pioderma
Pioderma adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh staphylococcus aureus
atau streptococcus beta hemoliticus. Pioderma itu berasal dari kata pio dan derma.
Pio berarti nanah, dan derma berarti kulit, dengan kata lain artinya kulit bernanah.
Nanah dalam pioderma berisi bakteri hidup dan bisa menular.
Pioderma yang merupakan infeksi bakteri pada kulit ini dapat bersifat
superficial (hanya sebatas di epidermis) atau profunda (lebih dalam mencapai
dermis).
Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan infeksi bakteri pada folikel
(akar) rambut di kulit yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus.
Jadi pioderma adalah terminologi umum untuk penyakit-penyakit infeksi
kulit yang disebabkan oleh kuman (bakteri), terutama Streptococcus beta
hemolyticus atau Staphylococcus aureus.
2. Epidemiologi
Bisul merupakan penyakit ringan, tapi sangat mengganggu. Dalam sebuah
penelitian Departemen Kesehatan (Depkes RI) pada 2001 terungkap dari 326
responden, ternyata 26 persen pernah bisulan. Angka tersebut dianggap cukup tinggi
mengingat bisul bukan penyakit berat, dan rata-rata bisa sembuh dengan sendirinya.
Di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, insidennya menduduki tempat ketiga, dan berhubungan erat dengan
keadaan sosial ekonomi.
3. Etiologi
Penyebab yang utama ialah Staphylococcus aureus dan Staphylococcus B
hemolitikus. Penyebab pioderma adalah infeksi bakteri pada folikel (akar) rambut
di kulit, yang disebabkan oleh bakteri misalnya Staphylococcus aureus yang
merupakan sel-sel berbentuk bola atau coccus Gram positif yang berpasangan
berempat dan berkelompok. Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase
positif, ini yang membedakannya dari spesies lain, dan merupakan patogen utama
bagi manusia. Pada Staphylococcus koagulase negatif merupakan flora normal
manusia. Staphylococcus menghasilkan katalase yang
membedakannya dengan
streptococcus.
4. Faktor Predisposisi
a. Higiene yang Buruk
Seseorang dengan higiene yang buruk. Kulit yang kotor banyak mengandung
bakteri yang didapat di luar, wajah yang jarang dicuci dapat menjadi tempat
kolonisasi bakteri. Bila jumlah koloni bakteri telah mencukupi, bakteri dapat saja
masuk dan menginfeksi kulit itu mengapa kita harus rajin membersihkan wajah.
tentu dengan sabun yang tepat
b. Daya Tahan Tubuh yang Lemah
Seseorang dengan daya tahan tubuh yang lemah. Semua infeksi akan dilawan
dengan sistem imun tubuh, namun bila imun tubuh kita lemah maka infeksi akan
merajalela, itu mengapa pada orang dengan imun yang lemah seperti pada orang
HIV AIDS, malnutrisi, terkena penyakit kronik, kanker, diabetes melitus, akan
lebih mudah terserang infeksi kulit.
c. Penyakit Lain di Kulit
Seseorang dengan penyakit lain di kulit. Penyakit kulit lain dapat mengganggu
fungsi proteksi dari kulit, sehingga seseorang yang sedang memiliki sakit kuliy
rentan untuk terserang penyakit kulit lainnya.
d. Luka pada Kulit
Seseorang dengan luka pada kulit. Sekecil apapun luka dapat menjadi celah jalan
masuk kuman.
5. Klasifikasi
a. Impetigo
Impetigo merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh stafilokokus aurea atau
kadang-kadang oleh streptokokus dan hanya terjadi pada lapisan kulit dermis.
Biasanya tak disertai gejala konstitusi (gejala infeksi pada tubuh manusia seperti
demam, nyeri, lesu,dan lainnya). Pada kulit penderita terlihat lepuh dan
4
gelembung yang berisi cairan. Penyakit ini mudah menular pada anak lain atau
dirinya sendiri. Impetigo ada 2, yaitu :
1) Impetigo krustosa/kontagiosa (istilah awamnya, cacar madu) merupakan kelainan
yang terjadi di sekitar lubang hidung dan mulut. Ciri-cirinya, yaitu kemerahan kulit
dan lepuh yang cepat memecah sehingga meninggalkan keropeng tebal warna kuning
serupa madu. Bila keropeng dilepaskan, terlihat luka lecet di bawahnya.
Pengobatanna meliputi; obat topikal : salep antibiotik eritromisin 1% atau mupirosin
2% 3x sehari, obat sistemik : Klosasilin (50 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4 dosis) 4 x
250-500 mg sebelum makan.
2) Impetigo bulosa/vesiko bulosa (cacar monyet atau cacar api) yang sering terjadi di
ketiak, dada, dan punggung. Ciri-cirinya yaitu kemerahan di kulit dan gelembunggelembung (seperti kulit yang tersundut rokok hingga dikenal dengan cacar api),
berisi nanah yang mudah pecah. Cacar api sangat mudah menular dan berpindah dari
satu bagian kulit ke bagian lain. Jika terjadi pada bayi baru lahir, infeksi dapat
menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. kelainan ini dapat disertai demam
dan menimbulkan infeksi serius. pengobatannya meliputi; obat topikal : bula
diaspirasi, lalu diberi salep antibiotik eritromisin 1% atau mupirosin 2% 3x sehari,
obat sistemik: Klosasilin (50 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4 dosis) 4 x 250-500 mg
sebelum makan
b. Folikuitis
Folikuitis adalah infeksi yang mengenai satu folikel rambut. Ciri-cirinya berupa
bintil padat atau bintil bernanah yang kemerahan dengan rambut di tengahnya.
Biasanya sering ditemukan pada tungkai bawah. Pengobatannya meliputi: obat
topikal: salep antibiotik eritromisin 1% atau mupirosin 2% 3x sehari, obat
sistemik: Klosasilin (50 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4 dosis) 4 x 250-500 mg
sebelum makan.
c. Furunkel
Furunkel adalah radang pada folikel yang meluas ke jaringan di sekitar folikel
rambut. Ciri-cirinya, yaitu di kulit akan terlihat benjolan kemerahan dengan mata
di bagian tengah yang dapat melunak menjadi abses. Kelainan terutama terjadi di
daerah yang sering mengalami gesekan dan banyak berkeringat seperti ketiak,
bokong, leher, dada, dan paha. Biasanya terdapat keluhan rasa nyeri, apalagi bila
kelainan terjadi di dasar yang keras misalnya di hidung atau liang telinga luar.
Pengobatan yang diberikan sama dengan pengobatan pada folikuitis.
d. Karbunkel
5
bagian belakang, bokong, dan lainnya, banyak terjadi pada anak. Pengobatan
dapat diberikan dengan; obat sistemik: Klosasilin (50 mg/KgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis) 4 x 250-500 mg sebelum makan.
k. Staphylococcal scalded skin syndrome
Merupakan infeksi kulit oleh staphylococcus aureus galur tertentu dengan ciri
yang khas berupa epidermolisis. Pada umumnya terdapat demam tinggi disertai
infeksi di saluran napas bagian atas. Kelainan kulit awalnya berupa eritema yang
timbul mendadak pada muka, leher, ketiak, telapak tangan dan kaki serta lipat
paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24-48 jam. Pengobatan dapat dilakukan
dengan obat: Klosasilin (50 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4 dosis) 4 x 250-500
mg sebelum makan
6. Patofisiologi
Banyak hal yang mempengaruhi seseorang sampai terjadinya pioderma
antara lain faktor host, agent, dan lingkungan seperti yang telah dipaparkan diatas
dimana adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor tersebut. Staphylococcus
mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigen yang merupakan
substansi penting di dalam struktur dinding sel. Peptidoglikan, suatu polimer
polisakarida yang mengandung subunit-subunit yang terangkai, merupakan
eksoskeleton kaku pada dinding sel. Peptidoglikan dihancurkan oleh asam kuat atau
lisozim. Hal ini merupakan penting dalam potogenitas infeksi : zat ini menyebabkan
monosit membuat interleukin-1 (pirogen endogen) dan antibodi opsonik, dan zat ini
juga menjadi zat kimia penarik (kemotraktan) untuk leukosit polimorfonuklear,
mempunyai aktifitas mirip endotoksin, mengaktifkan komplement.
Patologi prototipe lesi staphylococcus adalah furunkel atau abses setempat
lainnya. Kelompok-kelompok S. aureus yang tinggal dalam folikel rambut
menimbulkan nekrosis jaringan. Koagulase dihasilkan dan mengkoagulasi fibrin
disekitar lesi dan didalam saluran getah bening, mengakibatkan pembentukan
dinding yang membatasi proses dan diperkuat oleh penumpukan sel radang dan
kemudian jaringan fibrosis. Di tengah-tengah lesi, terjadi pencairan jaringan
nekrotik (dibantu oleh hipersensitivitas tipe lambat) dan abses mengarah pada daerah
yang daya tahannya paling kecil, setelah jaringan nekrotik mengalir keluar, rongga
secara perlahan-lahan diisi dengan jaringan granulasi dan akhirnya sembuh.
Bakteri masuk ke dalam folikel rambut sehingga menimbulkan folikulitis
dan perifolikulitis, tampak sebagai nodus kemerahan dan sangat nyeri. Pada keadaan
7
yang berat dapat disertai gejala demam, malaise, dll. Setelah 2-4 hari terjadi proses
supurasi dan terbentuk abses ini dapat diketahui dengan adanya fluktuasi. Pada
bagian tengah lesi terdapat bintik kekuningan yang merupakan jaringan nekrotik,
dan disebut mata bisul (core). Bila abses pecah inti jaringan nekrotik tersebut akan
keluar. Perawatan khusus ialah pada furunkel maligna yaitu furunkel yang timbul
pada daerah segitiga yang dibatasi oleh bibir atas dan pinggir lateral kedua mata,
oleh karena dapat meluas ke dalam intra kranial. Masalah lain yaitu bisa terjadi
penyebaran bakteri yang lebih dalam atau lebih luas sehingga bisa juga terjadi
selulitis atau bakterimia. Dan apabila higinis penderita jelek atau menderita diebetes
militus, furunkel menjadi sering kambuh. Predileksi penyakit ini biasanya pada
daerah yang berambut misalnya pada wajah, punggung, kepala, ketiak, bokong dan
ekstrimitas, dan terutama pada daerah yang banyak bergesekan.
(Pathway terlampir)
7. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada fase ringan/biasa:
a. Ada benjolan merah di kulit, membesar dan menjadi bernanah setelah beberapa hari
dan akan pecah dengan sendirinya.
b. Nyeri yang berdenyut-denyut
Pada keadaan yang berat dapat disertai gejala seperti :
a. Demam
b. Malaise
c. Nyeri
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis. Pada kasus yang
kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan
penyebabnya bukan stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil tes resistensi
hanya bersifat menyokong.
9. Pengobatan
Pada pengobatan umum kasus pioderma , faktor hygiene perorangan dan lingkungan
harus diperhatikan. untuk pengobatan secara sistemik, ada berbagai obat yang dapat
digunakan, meliputi:
a. Penisilin G prokain dan semisintetiknya
1) Penisilin G prokain,
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin
merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-kota besar
8
perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi
karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi
syok anafilaktik.
2) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
3) Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga
cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma
lebih tinggi.
4) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin.
Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis flukloksasilin untuk
anak anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
b. Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu
dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin untuk anak
yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16
mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4
dosis. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resistenpenisilinase.
Efek
samping
yang
disebut
di
kepustakaan
berupa
colitis
pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak dipakai lagi dan
diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek
sampingnya lebih sedikit, pada pemberian pe oral tidak terlalu dihambat oleh adanya
makanan dalam lambung.
c. Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan
linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering member rasa
tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-5mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3-4 dosis.
d. Sefalosporin
Pada pioderma yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan
tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk
kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV. Contohya sefadroksil dari
generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x 500 m sehari atau 2 x 1000 mg
sehari (per oral), sedangkan dosis untuk anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis.
Selain obat sistemik, obat-obatan topikal (salep) juga sering diberikan. Bermacammacam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan pioderma. Obat topical anti
mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi
resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin.
Neomisin juga berkhasiat untuk kuman negatif-gram.Neomisin, yang di negeri barat
dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan
kloramfenikol tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obatobat tersebut digunakan sebagai salap atau krim. Sebagai obat topical juga kompres
terbuka, contohnya: larutan permangas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan
yodium povidon 7,5 % yangndilarutkan 10 x. yang terakhir ini lebih efektif, hanya
pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempunyai
kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit.
10. Tindakan Perawatan
Selain penanganan dengan menggunakan obat, tindakan perawatan pada pioderma
(bisul) dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
a.
b.
Setelah bisul pecah, jaga bagian tersebut selalu bersih sampai kulit sembuh
c.
d.
11. Komplikasi
a. Furunkel malignan : yaitu furunkel yang timbul pada daerah segitiga yang dibatasi
oleh bibir atas dan pinggir lateral kedua mata, oleh karena dapat meluas ke dalam
intra kranial melalui vena facialis dan anguular emissary dan juga pada vena
tersebut tidak mempunyai katup sehingga menyebar ke sinus cavernosus yang
nantinya bisa menjadi meningitis.
b. Selulitis bisa terjadi apabila furunkel menjadi lebih dalam dan meluas.
c. Bakterimia dan hematogen : bakteri berada di dalam darah dapat mengenai katup
jantung, sendi, spine, tulang panjang, organ viseral khususnya ginjal.
d. Furunkel yang berulang, hal ini disebabkan oleh hygiene yang buruk
b. Riwayat kesehatan: Pada umumnya pasien mengeluh Pasien mengeluh nyeri, badan
terasa panas, gatal-gatal pada kulit, terdapat luka pada kulit.
c. Riwayat penyakit saat ini : Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering
muncul ialah pada gejala awal : mengeluh nyeri, badan terasa panas, mual muntah,
gatal-gatal pada kulit, terdapat luka pada kulit, tidak bisa tidur/kurang tidur, malu
dengan kondisi sakitnya, dan mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya.
d. Riwayat penyakit dahulu : Perlu dikaji apakah klien pernah menderita infeksi pada
kulit, dermatitis, tumor kulit.
e. Riwayat penyakit keluarga : Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah
mengalami penyakit yang sama / penyakit kulit yang lain.
Pemeriksaan fisik:
B1 (Breath)
a) Inspeksi : bentuk simetris. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman
pernafasan, adakah penumpukan sekresi. dipsnea (-), retraksi dada (-), takipnea
(-)
b) Palpasi : kaji adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan.
c) Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas,
nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit
penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
B2 (Blood)
a) Palpasi : peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena, nadi
meningkat.
b) Perkusi : batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke
arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
c) Auskultasi : s1s2 tunggal
B3 (Brain)
a) Inspeksi : px cukup, yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien.
Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit.
Kesadaran diamati komposmentis, apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma.
b) Palpasi : adakah parese, anesthesia.
c) Perkusi : refleks fisiologis dan refleks patologis.
d) Kepala : kesemitiras muka, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala.
Wajah tampak pucat.
e) Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata
dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang
lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-).
f) Hidung : dapat membedakan bau wangi,busuk.
g) Telinga : bisa mendengarkan suara dengan baik.
11
B4 (Bladder)
a) Inspeksi : testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apakah labiomayor menutupi
labio minor, pembesaran scrotum (-), rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau
serta cara pengeluaran kencing spontan atau mengunakan alat. Observasi output
tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
b) Palpasi : adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
B5 (Bowel)
a) Inspeksi : BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam
sehari, adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun,
retraksi dan kesemitrisan abdomen. Ada konstipasi atau diare.
b) Auskultasi : Bising usus
c) Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak
membesar suara tymphani.
d) Palpasi : adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah.
B6 (Bone)
a) Inspeksi : pada kulit pasien yang terkena infeksi tampak merah, terdapat pus jika
sudah parah,adanya odem di kulit yang terkena infeksi.
b) Palpasi : teraba adanya pus di kulit yang terkena infeksi dan peningkatan suhu
kulit di atas massa. Adanya rasa gatal.
c) Perkusi : nyeri dan atau mati rasa pada kulit yang terkena.
Pola Nutrisi
Kebiasaan pola makan yang kurang bersih (misalnya : makanan yang kurang
higinies). Anoreksia, mual/muntah. Perubahan pada kelembapan/turgor kulit, edema.
Pola eliminasi
Perubahan pola defikasi, BAB dan BAK dilakukan sendiri.
Pola istirahat
Perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur seperti : nyeri, ansietas, dan gagal-gatal.
Pola aktivitas
Px nampak gelisah, cemas, malu dengan kondisi penyakitnya
sehingga
Rasional
Suhu diatas 37,50C menunjukkan proses
infeksius.
untuk
mengurangi
demam
Pengolesan
cream
atau
lotion
untuk
dalam
topical/sistemik.
pemberian
obat
Mencegah atau mengontrol infeksi.
Rasional
13
kembali
pehatian,
indikasi.
nyeri .
Dx 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x... diharapkan gangguan citra
diri teratasi, dengan KH; Px mampu mengembangkan peningkatan kemauan untuk
menerima keadaan diri, mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan
mandiri, melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi, menguatkan kembali
dukungan positif dari diri sendiri, mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang
lebih sehat, nampak tidak begitu memprihatinkan kondisi, menggunakan tekhnik
menyembunyikan kekurangan dan menekankan tekhnik untuk meningkatkan penampilan
Intervensi
Rasional
Kaji adanya gangguan pada citra diri
Gangguan citra diri akan menyertai setiap
pasien.
penyakit atau keadaan yang tampak nyata
bagi pasien. Kesan seseorang terhadap
dirinya sendiri akan berpengaruh pada
konsep diri.
Berikan kesempatan untuk pengungkapan,
dengarkan dengan cara terbuka dan tidak
menghakimi
untuk
mengekspresikan
untuk
mengekspresikan
14
perasaan.
perasaan.
Bantu
pasien
mengembangkan
yang
cemas
dalam
kemampuan
untuk
mengatasi masalah.
Dorong pasien untuk bersosialisasi dengan
orang lain dan Bantu pasien kea rah
penerimaan diri.
Rasional
Memberikan data dasar untuk mengetahi
tingkat pemahaman pasien.
perbuat
dan
merasakan
manfaatnya.
Beri nasehat kepada pasien untuk menjaga
agar kulit tetap lembab dan fleksibel
penerapan
terapi
yang
Memungkinkan pasien untukmemperoleh
kesempatan untuk menunjukkan cara yang
tepat untuk melakukan terapi.
3. Implementasi
15
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah dibuat sebelumnya.
4. Evaluasi
a. Dx. : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
1) panas px turun
2) suhu tubuh px normal (36,50-37,50C)
3) pasien tidak menggigil
4) akral teraba hangat
b. Dx. : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
1) pasien dapat mempertahankan integritas kulit
2) lesi, bula pada kulit pasien hilang
c. Dx. : Nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit.
1) nyeri px hilang/terkendali
2) pasien tidak tampak meringis
3) skala nyeri 0-1
4) pasien tampak lebih rileks
5) ukuran pioderma mengecil
d. Dx. : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
1) gangguan citra diri teratasi
2) pasien mampu mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan
3)
4)
5)
6)
7)
diri
pasien mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan mandiri
pasien melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi
menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri
pasien dapat mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat
pasien dapat menggunakan tekhnik menyembunyikan kekurangan dan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pioderma adalah terminologi umum untuk penyakit-penyakit infeksi kulit yang
disebabkan oleh kuman (bakteri), terutama Streptococcus beta hemolyticus atau
Staphylococcus aureus. Pioderma yang merupakan infeksi bakteri pada kulit ini dapat
bersifat superfisial (hanya sebatas di epidermis) atau profunda (lebih dalam mencapai
dermis). pioderma memang kebanyakan menyerang anak-anak namun orang dewasa juga
dapat mengalaminya.
16
Ada beberapa jenis pioderma, dimana tiap jenisna memiliki ciri-ciri dan juga
pengobatan yang berbeda.
seseorang dapat terkena pioderma jika ia memiliki hygiene yang buruk, kondisi
kesehatan yang menurun, dan juga tinggal di lingkungan yang kotor.
Tanda dan gejala pioderma meliputi gatal, nyeri, kulit kemerahan, dan juga terdapat
benjolan yang didalamnya berisi nanah. pada tahap yang sudah parah, penderitanya dapat
mengalami demam, nyeri, dan malaise. Prognosis penyakit ini umumnya baik, namun
dapat memburuk jika perawatan hygiene kurang baik.
Asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien dengan pioderma meliputi
pengkajian, diagnosa, rencana tindakan, implementasi, dan terakhir dievaluasi.
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa perawat agar lebih memahami konsep dasar penyakit
Pioderma dan konsep dasar asuhan keperawatan sehingga dapat meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan mahasiswa serta mempersiapkan mahasiswa dalam
menghadapi pasien dengan pioderma.
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 3. Jakarta :
EGC
Djuanda A. 2008.Pioderma Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta: FKUI
Doenges, Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC
Guyton, Arthur C.2002.Fisiologi Manusia dan mekanisme Penyakit Edisi 3.Jakarta:EGC
Price, SA, Wilson,LM.2006. Patofisiologi Edisi 6 Vol. 2. Jakarta. EGC
Nurarif, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction
17
Lampiran Pathway
Ketidakseimbangan
host,agent,lingkungan
PIODERMA
Bakteri masuk
Folikulitis dan Perifolikulitis
Nekrosis jaringan
Abses Pecah
Nyeri
18
Ulkus
Informasi tidak
adekuat, pengungkapan
tidak mengetahui
penyakit dan
penanganannya
Penumpukan sel
radang
Radang bertambah
parah
Reaksi inflamasi
oleh tubuh
Suhu meningkat
Kerusakan
integritas kulit
Gangguan
Citra Tubuh
Kurang
pengetahuan
Hipertermi
19