Vous êtes sur la page 1sur 73

Skripsi

ANALISIS MINERAL ESENSIAL (VANADIUM, KOBALT, DAN NIKEL)


DAN UJI BIO-FISIKA KIMIA PADA MADU ASAL DESA TERASA SINJAI

FARADILAH F. KARIM
H31111269

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

ANALISIS MINERAL ESENSIAL (VANADIUM, KOBALT, DAN NIKEL)


DAN UJI BIO-FISIKA KIMIA PADA MADU ASAL DESA TERASA SINJAI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar sarjana sains

Oleh:

FARADILAH F. KARIM
H31111269

MAKASSAR
2015

SKRIPSI

ANALISIS MINERAL ESENSIAL (VANADIUM, KOBALT, DAN NIKEL)


DAN UJI BIO-FISIKA KIMIA PADA MADU ASAL DESA TERASA SINJAI

Disusun dan diajukan oleh:


FARADILAH F. KARIM
H31111269

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

The Lord has inspired the Bees, to build their hives in hills, on trees and in mans
habitations, from within their bodies comes a drink of varying colors, wherein is
healing for mankind, verily in this is a Sign, for those who give thought .
(Quran, Surah An-Nahl: 6869)

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai


bakti tulusku :

untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta yang juara satu seluruh dunia
terimakasih telah menjadi anugerah terindah dalam hidupku

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Mineral
Esensial (Vanadium, Kobalt, Dan Nikel) dan Uji Bio-Fisika Kimia pada Madu
Asal Desa Terasa Sinjai. Penyelesaian tugas ini sebagai syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin. Penulis menyadari bahwa betapa banyaknya hambatan dan
beratnya menyelesaikan tugas ini. Tugas ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda, Farid Hasbullah Karim dan Sumarni Ania atas segala
perhatian, kasih sayang, pengorbanan dan motivasi yang tiada henti kepada
penulis. Keluargaku yang selalu mendukung dalam doa dan menjadi semangatku.
2. Bapak Prof. Dr. H. Alfian Noor, M.Sc selaku pembimbing utama serta Ibu Dr.
Hj. Hasnah Natsir, M.Si selaku pembimbing pertama, yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran, serta masukannya dalam mengarahkan penulis mulai
dari penyusunan proposal hingga tersusunnya skripsi ini.
3. Tim Penguji Sarjana, Bapak Dr. Firdaus Zenta (ketua), Ibu Dr. Paulina Taba,
M.Phill (sekretaris), Bapak Dr. Maming, M.Si (anggota). Terimakasih atas saran
dan masukannya.
4. Ketua dan sekretaris jurusan kimia, serta seluruh dosen yang telah membagi
ilmunya kepada penulis selama 4 tahun menempuh pendidikan, terkhusus Ibu
Dr. Hj. Hasnah Natsir, M.Si selaku pembimbing akademik penulis dari semester
awal sampai selesai.

5. Para Staf dan seluruh analis jurusan kimia fakultas MIPA Universitas Hasanuddin,
terima kasih atas bantuan dan kerja samanya.
6. Tim Peneliti Laboratorium Kimia Radiasi (Kak Rahma, Kak Asma, Pak Ajuk,
Pak Ismail, Mala, Nunu, Sarah, Met, Carol), terkhusus Tim Peneliti Madu
(Kak Sukma, Kak Ida, Kak Syamsul, Kak Aulia). Partner penelitian
honeybeegenks (Rahmi, Hikma dan Ela).
7. Sahabat juara satu seluruh dunia, Nindy Wulandari S.T. Friends like sisters
Nurul Hikmah, Rahmi, Nur Asmi, Muz, Feni, Kio, Qobel. Organic Crew
(Agustan, Alam, Kak Ikal), Sahabat seperantauan Deryawan, My BBF (Dhinda,
Nana, Thamy), My Moodbooster Akhmad Berryl Widyartha. Terimakasih atas
semangat dan kehadirannya di masa-masa sulit penulis. Kalian yang terbaik.
8. Teman-teman seangkatan Kimia 2011, terkhusus saudara-saudariku Konformasi
2011, Kulit Kacang 2011, serta Pengurus BEM FMIPA UNHAS Periode 20142015, terimakasih untuk pengalaman yang tak terlupakan. Kalian yang terhebat.
9. Teman-teman seperjuangan Kuliah Kerja Nyata (KKN Gelombang 87) Desa
Tibojong Kab. Bone, Ainun, Echy, Rara, Anita, Kak Didot, Kak Taufik, Kak
Ardhan, terimakasih untuk kenangan terindah kita.
Penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan sehingga
penulis menyadari bahwa apa yang penulis sajikan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritikan dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Penulis,

2015

ABSTRAK

Madu diketahui mengandung berbagai jenis mineral. Penelitian ini bertujuan


untuk mengetahui kandungan mineral esensial (V, Co dan Ni) serta kualitas dari madu
yang berasal dari Desa Terasa, Sinjai. Lima sampel madu diambil dari dua lokasi
berbeda, yaitu Ere Mantang (EM 1, EM 2 dan EM 3) dan Camming Dola (CM 1 dan
CM 2). Sampel madu dianalisis kandungan mineral mikro esensial-nya yaitu
vanadium, kobalt dan nikel dengan menggunakan instrument ICP-OES serta dilakukan
uji kualitas berdasarkan parameter bio-fisika kimia yaitu, kadar air, keasaman, abu,
pH, konduktivitas, protein, lemak, karbohidrat dan kalori. Konsentrasi rata-rata
vanadium dalam madu adalah 0,0118 mg/L, sedangkan konsentrasi kobalt dan nikel
masing-masing adalah 0,0348 mg/L dan 0,0106 mg/L. Kadar air dan abu dari sampel
madu masing-masing berkisar antara 21,01 sampai 28,34% dan 0,47 sampai 0,99%.
Kadar protein berkisar antara 0,41 sampai 0,67%, sedangkan kadar lemak berkisar
antara 0,01 sampai 0,05%. Total karbohidrat tertinggi adalah 78,05%. Nilai pH
minimum adalah 4,72 merupakan sampel EM 1, sedangkan nilai pH tertinggi adalah
5,23 berasal dari sampel CM 2. Total keasaman bervariasi yaitu berkisar antara 13,59
sampai 38,57 meq/kg dan konduktivitas berkisar antara 0,49 sampai 0,63 mS/cm. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketiga mineral yang dianalisis, kobalt
paling banyak terkandung dalam madu serta mengindikasikan bahwa sampel EM 1,
EM 2, EM 3 dan CM 2 memenuhi standar nasional dan standar internasional madu
yang telah ditetapkan.
Kata kunci: Bio-fisika kimia, ICP-OES, madu, mineral, Terasa.

ABSTRACT

Honey usually contains a variety of mineral subtances. This research


investigated the essential minerals concentration (V, Co and Ni) also the quality of
honey produced in Terasa Village, Sinjai. Five samples were collected from two
different location, there are Ere Mantang (EM 1, EM 2, EM 3) and Camming Dola
(CM 1 and CM 2). Honey samples were analyzed for essential micro minerals
vanadium, cobalt and nickel used ICP-OES instrument also for common biophysicochemical parameters like moisture contents, acidity, ash, pH, conductivity,
protein, fat, carbohydrate and calorie. Vanadium contents gave an average
concentration of 0,0118 mg/L, while cobalt and nickel had an average concentration
of 0,0348 mg/L and 0,0106 mg/L. Moisture and ash contents of the samples ranged
between 21,01 to 28,34% and 0,47 to 0,99% respectively. The protein contents ranged
between 0,41 to 0,67% while fat content lied between 0,01 to 0,05%. Highest total
carbohydrate contents showed values of 78,05% respectively. Minimum pH of 4,72
was observed from honey collected from EM 1, while the highest pH value of 5,23
was from honey collected from CM 2. Total acidity value obtained ranged from 13,59
to 38,57 meq/kg sample and the electrical conductivity contents ranged between 0,49
to 0,63 mS/cm. The result of this study showed that cobalt has the highest
concentration in all honey samples and also indicate that EM 1, EM 2, EM 3 and
CM 2 samples fulfill the national and international standar of honey.
Keywords: Bio-physicochemical, honey, ICP-OES, mineral, Terasa.

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA............................................................................................

ABSTRAK ................................................................................................

vii

ABSTRACT..............................................................................................

viii

DAFTAR ISI.............................................................................................

ix

DAFTAR TABEL.....................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................

xiii

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN.................................................

xiv

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................

1.1 Latar Belakang ........................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................

1.3.1 Maksud Penelitian ................................................................

1.3.2 Tujuan Penelitian..................................................................

1.4 Manfaat Penelitian...................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................

2.1 Gambaran Umum Madu..........................................................

2.2 Penggolongan Madu................................................................

2.3 Kualitas Madu .........................................................................

2.4 Komposisi Madu .....................................................................

10

2.4.1 Mineral dalam Madu ............................................................

12

2.4.1.1 Vanadium (V)....................................................................

14

2.4.1.2 Kobalt (Co)........................................................................

15

2.4.1.3 Nikel (Ni) ..........................................................................

17

2.5 Letak Geografis Desa Terasa ..................................................

18

BAB III METODE PENELITIAN............................................................

20

3.1 Bahan Penelitian......................................................................

20

3.2 Alat Penelitian .........................................................................

20

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................

20

3.4 Prosedur Penelitian..................................................................

21

3.4.1 Pengambilan Sampel Madu..................................................

21

3.4.2 Analisis Mineral V, Co dan Ni ............................................

21

3.4.3.1 Kadar Air...........................................................................

21

3.4.3.2 Kadar Abu .........................................................................

22

3.4.3.3 pH dan Keasaman..............................................................

22

3.4.3.4 Konduktivitas Elektrik ......................................................

22

3.4.3.5 Kadar Protein.....................................................................

23

3.4.3.6 Kadar Lemak .....................................................................

23

3.4.3.7 Kadar Karbohidrat.............................................................

23

3.4.3.8 Nilai Kalori........................................................................

23

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................

24

4.1 Gambaran Umum Lokasi ........................................................

24

4.2 Analisis Mineral (V, Co, Ni) ...................................................

24

4.3 Analisis Bio-Fisika Kimia Madu.............................................

29

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................

37

5.1 Kesimpulan..............................................................................

37

5.2 Saran........................................................................................

37

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

38

LAMPIRAN..............................................................................................

43

DAFTAR TABEL
Tabel

halaman

1. Kualitas Madu berdasarkan SNI 3545:2013 ..................................

2. Standar Kualitas Madu Berdasarkan IHC (2002) ..........................

3. Komposisi Rata-rata dari Madu .....................................................

11

4. Trace Elements dalam Madu..........................................................

13

5. Hasil Analisis Kandungan Mineral (V, Co dan Ni) ..

27

6. Hasil Analisis Fisika Kimia Madu Asal Terasa.. ...

29

7. Hasil Analisis Biokimia Madu Asal Terasa. ..

33

DAFTAR GAMBAR
Gambar

halaman

1. Reaksi Hidrolisis Sukrosa oleh Enzim Invertase ...........................

2. Struktur Vitamin B12.....................................................................

15

3. Konsentrasi Mineral Esensial (V, Co dan Ni)................................

25

4. Hubungan pH dan Keasaman.....................................................

31

5. Hubungan Konduktivitas dan Kadar Abu .. ...........

32

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

halaman

1. Skema Kerja Penelitian ..................................................................

43

2. Perhitungan ....................................................................................

47

3. Peta Lokasi Desa Terasa ................................................................

56

4. Dokumentasi Penelitian .................................................................

57

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

= mikrogram

= derajat Celsius

% b/b

= persen berat per berat

= gram

= liter

mg/L

= milligram per liter

mg/g

= milligram per gram

mL

= milliliter

mS/cm

= milisiemens per centimeter

meq/kg

= miliekuivalen per kilogram

pH

= derajat keasaman

ha

= hektar

EC

= electrical conductivity

BPPH

= Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan

GFAAS

= Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrometry

ICP-OES

= Inductively Coupled Plasma Atomic-Optical Emission Spectrometry

IHC

= International Honey Comission

SNI

= Standar Nasional Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengelolaan sumber daya hutan selama ini cenderung berorientasi pada
pengelolaan hasil kayu (Timber Based Management). Paradigma baru pengelolaan
sumber daya hutan pada masa mendatang tidak semata-mata menggunakan
pendekatan produksi saja, tetapi sudah dilakukan dengan pola manajemen sumber
daya alam melalui pendekatan pembangunan yang berpihak pada masyarakat
(Community Based Development). Pendekatan Community Based Development dapat
memberikan berbagai manfaat tidak hanya berfokus pada kayu, namun juga
mengembangkan hasil hutan bukan kayu (BPPH, 2012).
Salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang menjadi prioritas
pengembangan Kementrian Kehutanan Indonesia dan menjadi komoditas unggulan
adalah madu. Diperkirakan rata-rata produksi madu di seluruh Indonesia sekitar
2.000 ton setiap tahunnya dan dari produksi tersebut sekitar 75% dihasilkan dari
perburuan madu liar di hutan (Novandra dan Widnyana, 2013).
Indonesia

sebagai

negara dengan

luas

hutan

yang

mencapai

129.425.443,29 ha (Kementrian Kehutanan, 2013) memiliki potensi pengembangan


madu hutan yang cukup besar. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan
tahun 2012, terdapat beberapa provinsi di Indonesia yang menjadi daerah potensial
untuk mengembangkan komoditi madu hutan, salah satunya adalah Provinsi Sulawesi
Selatan yang memiliki luas hutan 2.725.796,00 ha (Kementerian Kehutanan, 2013).
Hal ini didukung dengan sebuah program dari Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan yang melakukan Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat (Gerbang

Emas). Kegiatan ini mengadakan program-program pengembangan budidaya lebah


madu sebagai kegiatan pengentasan kemiskinan serta kegiatan lain yang dilaksanakan
di beberapa daerah yang ada di Sulawesi Selatan seperti Gowa, Bantaeng, Sinjai,
Bulukumba, Maros, Sidrap, Palopo, Tana Toraja, Luwu, Bone, dan beberapa daerah
lainnya (Mahmud, 2008). Desa Terasa terletak di Kabupaten Sinjai, yang sebagian
besar penduduknya melakukan aktivitas pemanenan madu lebah hutan dalam jumlah
yang cukup besar. Program pemanenan madu hutan di Desa Terasa mulai dilakukan
sejak tahun 2000 dan produksi madu masyarakat Desa Terasa meningkat setiap
tahunnya antara 2.000 - 3.500 liter (Yunus, 2014).
Madu adalah cairan nektar bunga yang dihisap oleh lebah madu kedalam
kantong madu didalam tubuhnya. Nektar bunga yang telah dihisap diolah dalam tubuh
lebah dengan bantuan enzim kemudian dikeluarkan kembali ketempat penyimpanan
madu di sarang lebah (Adriani, 2011). Secara umum, madu mengandung 60 - 70%
monosakarida, disakarida, trisakarida, dan oligosakarida. Sekitar 200 senyawa
organik, termasuk asam amino, enzim, protein, vitamin, asam organik, pigmen,
fenolat, produk reaksi Maillard (MRP), dan senyawa volatil. Komposisi utama madu
terdiri dari 75 - 80% karbohidrat, 17 - 20% air, 1 - 2% mineral dan senyawa organik
(Kucuk et al., 2007; Karaman et al., 2010).
Mineral esensial adalah mineral yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk
proses fisiologis, dan dibagi ke dalam dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral
mikro. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar, yang terdiri atas Ca, Cl,
Mg, K, P, Na, dan S. Mineral mikro diperlukan tubuh dalam jumlah kecil, seperti Co,
Cu, I, Fe, Mn, Se, dan Zn. Keperluan optimum akan berbagai mineral tersebut belum
banyak diketahui dengan pasti, sedangkan mineral mikro dapat ditemukan pada
berbagai bagian tubuh walaupun dalam jumlah sedikit. Kekurangan (defisiensi)

mineral, baik pada manusia maupun hewan, dapat menyebabkan penyakit. Sebaliknya
pemberian mineral esensial yang berlebihan dapat menimbulkan gejala keracunan
(Arifin, 2008). Mineral-mineral mikro yang telah diketahui terkandung dalam madu
adalah Al, Ba, Sr, Bi, Cd, Sn, Te, Tl, Sb, Cr, Ni, Ti, V, Co, dan Mo (Conti 2000;
Stocker et al., 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Conti et al., (2014) tentang kandungan mineral
dalam 17 sampel madu asal Argentina, menunjukkan bahwa madu asal Argentina
mengandung mineral kalium terbesar (92,5%) dari total sampel dengan konsentrasi
rata-rata 832,0 dan 816,2 mg/g masing-masing untuk madu unifloral dan multifloral.
Natrium adalah mineral yang paling banyak kedua dalam sampel dengan nilai rata-rata
32,16 dan 33,19 mg/g masing-masing untuk madu unifloral dan multifloral. Beberapa
mineral seperti Mg, Ca, Fe, Mn, Zn dan Cu terdapat pada konsentrasi rendahmenengah. Selain itu juga ditemukan beberapa mineral lain dalam penelitian ini yaitu
Be, Cd, Co, Cr, Ni, Se, Tl dan V, dengan konsentrasi rata-rata yang sangat rendah.
Khaliqurahman et al., (2014) dalam penelitiannya tentang analisis kontaminan
dalam madu asal Pakistan, menemukan bahwa madu Pakistan mengandung mineral Ni
dan Co, dengan konsentrasi masing-masing 0,49 g/kg dan 0,15 g/kg. Selain itu, pada
tahun yang sama, Moniruzzaman et al., meneliti tentang kandungan mineral, trace
element, dan level pestisida dalam sampel madu asal Malaysia menggunakan
instrument GFAAS. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa madu tersebut
mengandung beberapa mineral mikro seperti Cu, Cd, Co dan As.
Perbedaan konsentrasi trace elements dan mineral dalam madu dipengaruhi
oleh faktor botani dan letak geografis asal madu tersebut (Bengsch, 1992). Sedangkan
menurut Vanhanen (2011), penyerapan mineral dipengaruhi oleh komposisi tanah
dimana sumber nektar berada.

Beberapa mineral telah lama diteliti untuk diketahui hubungannya dengan


kesehatan manusia. Mineral-mineral seperti vanadium, kobalt dan nikel telah
teridentifikasi memiliki pengaruh terhadap kesehatan dan gizi pada manusia (Walker,
1996). Vanadium diketahui memiliki kegunaan untuk mengobati penyakit jantung.
Selain itu vanadium juga memiliki keterlibatan dalam produksi sel darah merah dan
direkomendasikan untuk pengobatan diabetes. Kobalt merupakan bagian tak
terpisahkan dari vitamin B12 yang diketahui mampu meningkatkan produksi sel darah
merah (Haas, 2015). Kobalt juga merupakan kofaktor enzim yang terlibat dalam
biosintesis DNA dan metabolisme asam amino (Arinola et al., 2008). Sementara Nikel
dalam tubuh diketahui terkandung dalam asam nukleat, khususnya RNA, dan diduga
terlibat dalam struktur protein. Mineral ini juga dapat mengaktifkan enzim tertentu
yang terkait dengan kerusakan atau pemanfaatan glukosa (Haas, 2015).
Data hasil penelitian kandungan mineral esensial masih sangat jarang
ditemukan di Indonesia dan diketahui bahwa tidak semua jenis madu mengandung V,
Co, dan Ni. Sehubungan dengan hal tersebut maka dianggap perlu untuk melakukan
penelitian tentang analisis kandungan mineral esensial (V, Co, dan Ni) dengan
menggunakan instrument ICP-OES serta uji kualitas madu berdasarkan parameter biofisika kimia yang meliputi uji kadar air, abu, protein, karbohidrat, lemak, pH,
keasaman dan konduktivitas sampel madu yang berasal dari Desa Terasa, Kabupaten
Sinjai.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Berapakah konsentrasi mineral esensial (V, Co, dan Ni) dalam madu asal Desa
Terasa?
2) Bagaimanakah kualitas madu asal Desa Terasa berdasarkan uji bio-fisika
kimia?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


1.3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mempelajari tentang
kandungan beberapa mineral esensial yaitu vanadium (V), kobalt (Co) dan nikel (Ni)
dalam madu asal Desa Terasa, serta mengetahui kualitas madu tersebut berdasarkan
uji bio-fisika kimia.

1.3.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1)

Menganalisis dan menentukan konsentrasi mineral esensial (V, Co, dan Ni)
dalam sampel madu asal Desa Terasa

2)

Mengetahui kualitas madu Desa Terasa berdasarkan uji bio-fisika kimia.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi
mengenai kualitas dan kandungan mineral esensial dari madu asal Desa Terasa,
Kabupaten Sinjai. Serta diharapkan bisa menjadi acuan dan sumber referensi untuk
penelitian dan riset selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Madu


Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar
bunga. Diperlukan dua faktor untuk menghasilkan madu. Pertama, bunga yang
nektarnya merupakan bahan baku pembuatan madu. Kedua, serangga yaitu lebah yang
merupakan tenaga ahlinya. Nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar
tanaman dalam bentuk larutan gula (Sarwono, 2001).
Madu merupakan hasil sekresi lebah, karena madu ditempatkan dalam bagian
khusus di perut lebah yang disebut perut madu yang terpisah dari perut besar. Nektar
yang dihisap mengandung 60% air sehingga lebah harus menurunkan menjadi 20%
atau lebih rendah lagi untuk membuat madu. Proses penurunan kadar air mulai terjadi
saat lebah menjulurkan lidahnya (proboscis) untuk memindahkan madu dari perut
madu ke sarang lebah, di sarang kadar air terus diturunkan melalui putaran sayapsayap lebah yang menyirkulasikan hawa hangat ke dalam sarang lebah. Proses
selanjutnya terjadi di dalam perut lebah dimana enzim invertase mengubah sukrosa
(disakarida) menjadi glukosa dan fruktosa yang keduanya merupakan monosakarida
(Hariyati, 2010).

Gambar 1. Reaksi hidrolisis sukrosa oleh enzim invertase (Hafidiana, 2006)

Sejak ribuan tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai
salah satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting
dalam kehidupan. Madu memiliki manfaat dalam berbagai aspek, antara lain dari segi
pangan, kesehatan dan kecantikan. Madu sering digunakan sebagai bahan pemanis,
penyedap makanan dan campuran saat mengonsumsi minuman. Selain itu, madu
sering pula digunakan untuk obat-obatan. Madu merupakan salah satu obat tradisional
tertua yang dianggap penting untuk pengobatan penyakit pernafasan, infeksi saluran
pencernaan dan bermacam macam penyakit lainnya. Madu juga dapat digunakan
secara rutin untuk membalut luka, serta mengurangi rasa sakit dan bau dengan cepat
(Mulu et al., 2004).

2.2 Penggolongan Madu


Menurut Hariyati (2010), di Indonesia jenis lebah yang paling banyak
digunakan sebagai penghasil madu adalah lebah lokal (Apis cerana), lebah hutan (Apis
dorsata) dan lebah Eropa (Apis melifera). Ada banyak jenis madu yang dibedakan
berdasarkan sumber nektar, letak geografi, dan teknologi pemrosesannya. Jenis madu
berdasarkan sumber nektarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu monoflora dan poliflora
(Suranto, 2007).
Madu monoflora merupakan madu yang diperoleh dari satu tumbuhan utama.
Madu ini biasanya dinamakan berdasarkan sumber nektarnya, seperti madu
kelengkeng, madu rambutan dan madu randu. Madu monoflora juga disebut madu
ternak, karena madu jenis ini pada umumnya diternakkan. Sedangkan madu poliflora
merupakan madu yang berasal dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga. Contoh
dari madu jenis ini adalah madu hutan. Madu hutan adalah madu yang diproduksi oleh
lebah liar yang bernama Apis dorsata. Sumber pakan dari lebah ini adalah tumbuh-

tumbuhan obat yang banyak tumbuh di dalam hutan hujan tropis di Indonesia. Madu
hutan juga sangat baik untuk kesehatan karena mengandung antibiotik alami yang
diproduksi oleh lebah-lebah liar (Suranto, 2007).
Selain madu monoflora dan poliflora, terdapat jenis madu yang ketiga yang
disebut madu ekstraflora. Madu ekstraflora atau madu embun adalah madu yang
dihasilkan dari nektar di luar bunga, seperti daun, cabang, dan batang tanaman. Madu
embun dihasilkan dari cairan hasil sekresi serangga, yang kemudian eksudatnya
diletakkan dibagian tanaman. Selanjutnya cairan itu dihisap dan dikumpulkan oleh
lebah madu. Madu ini berwarna gelap dengan aroma merangsang (Sarwono, 2001)

2.3 Kualitas Madu


Kualitas madu ditentukan oleh beberapa hal diantaranya waktu pemanenan
madu, kadar air, warna madu, rasa dan aroma madu. Waktu pemanenan madu harus
dilakukan pada saat yang tepat, yaitu ketika madu telah matang dan rongga rongga
madu mulai ditutup oleh lebah. Madu bersifat menyerap air sehingga akan bertambah
encer dan akan menyerap kelembaban udara sekitarnya. Madu yang normal dengan
kadar air 18,8% atau kurang akan menyerap kelembaban dari udara lebih dari 60%.
Pemrosesan atau penyimpanan akan berpengaruh pada higroskopisitas disebabkan
kandungan air yang akan bertambah (Olaitan et al., 2007).
Di Indonesia, kualitas madu ditentukan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).
Tabel berikut adalah beberapa parameter kualitas madu berdasarkan SNI nomor
3545:2013, tahun 2013.

Tabel 1. Kualitas madu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI nomor 35452013)
No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis Uji
Air
Gula pereduksi
Sukrosa
Keasaman
Padatan yang tak larut air
Abu
Cemaran Logam
7.1 Timbal (Pb)
7.2 Cadmium (Cd)
7.3 Merkuri (Hg)
Cemaran Arsen (As)

Satuan

Syarat

% b/b
% b/b
% b/b
mL NaOH/kg
% b/b
% b/b

maks 22
min 65
maks 5
maks 50
maks 0,5
maks 0,5

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

maks 2,0
maks 0,2
maks 0,03
maks 1,0

Sedangkan standar madu internasional ditentukan dalam European Directive


Honey dan Codex Alimentarius Standar Madu yang telah dipublikasikan sejak tahun
1997. Beberapa standar dan metode dikembangkan dengan lebih modern dalam
Harmonised Method of the International Honey Comission tahun 2002, mencakup
standar dan metode untuk penentuan faktor kualitas meliputi kadar air, abu, keasaman,
HMF dan aktivitas diastase dan bahan tidak larut dalam air seperti terlihat pada Tabel
2 (IHC, 2002).

Tabel 2. Standar Kualitas Madu Berdasarkan International Honey Comission (2002)


Kriteria Kualitas

Syarat

Kadar Air
Kadar Abu
Keasaman
pH
Konduktivitas elektrik
Aktivitas Diastase
5-Hidroksimetil-2-Furfural (HMF)

25 g/100g
1,2 g/100g
50 meq/kg
3,6-5,6
0,8 mS/cm
8
60 mg/kg

Tujuan utama dari penentuan kualitas madu adalah untuk mengetahui


pemalsuan yang mungkin dilakukan. Sejumlah sifat fisika dan kimia madu diteliti
untuk mengetahui keaslian madu. Beberapa uji yang dilakukan adalah kadar air,
aktivitas enzim (diastase dan invertase), hidroksimetilfurfural (HMF), konduktivitas
listrik, kandungan gula (glukosa, fruktosa, dan sukrosa), prolin, asam amino dan
protein (Boukraa, 2014). Beberapa konstituen ini sangat penting untuk industri madu,
karena mereka mempengaruhi kualitas penyimpanan, granulasi, tekstur, rasa, kualitas
gizi dan sifat medisinal dari madu (Joshi et al., 2000)

2.4 Komposisi Madu


Komposisi kimia madu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
komposisi nektar asal madu, keadaan iklim, topografi, jenis lebah, cara pengolahan
dan penyimpanan (Sihombing, 1997). Pada umumnya madu memiliki komposisi
sebagai berikut: air 17%, fruktosa 38,19%, glukosa 31,29%, sukrosa 1,31%, gula
lainnya 8,8%, total asam 0,57%, abu 0,169%, nitrogen 0,041%, dan lain-lain 2,43%
(Bogdanov et al., 1997).
Zat-zat yang terkandung dalam madu sangatlah kompleks dan kini telah
diketahui tidak kurang dari 181 macam zat yang terkandung dalam madu. Dari jumlah
tersebut karbohidrat merupakan komponen terbesar yang terkandung dalam madu,
yaitu berkisar lebih dari 75%. Jenis karbohidrat yang paling dominan dalam hampir
semua madu adalah dari golongan monosakarida yang biasanya terdiri levulosa dan
dekstrosa. Levulosa dan dekstrosa mencakup 85 - 90% dari total karbohidrat yang
terdapat dalam madu, sisanya terdiri dari disakarida dan oligosakarida (Sihombing,
1997). Ada tiga jenis heksosa yang penting yang terkandung dalam madu, yaitu
glukosa, fruktosa dan galaktosa (Silitonga, 2011).

Menurut Hamad (2007), di dalam madu terdapat berbagai jenis enzim, antara
lain enzim glukosa oksidase dan enzim invertase yang dapat membantu proses
pengolahan sukrosa untuk diubah menjadi glukosa dan fruktosa yang keduanya mudah
diserap dan dicerna. Begitu pula enzim amilase, enzim lipase dan minyak volatil,
seperti hidroksimetilfurfural.
Tabel berikut menunjukkan komposisi rata-rata dari madu untuk masingmasing komponen pada madu Amerika.

Tabel 3. Komposisi Rata-rata dari Madu (Bogdanov, 2008)

Komponen
Kandungan air
Fruktosa
Glukosa
Sukrosa
Disakarida lainnya
Melezitose
Erlose
Oligosakarida lainnya
Gula total
Mineral
Asam amino, protein
Asam
pH

Madu Hutan
Nilai rata-rata (g/100g)
Rentang nilai (g/100g)
16,3
15-20
31,8
28-40
26,1
19-32
0,5
0,1-4,7
4,0
1-6
4,0
0,3-22,0
1,0
0,1-6
3,0
0,1-6
80,5
0,9
0,6-2,0
0,6
0,4-0,7
1,1
0,8-1,5
5,2
4,5-6,5

Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah
zat gizi dalam madu yang mudah diserap oleh sel-sel tubuh. Sejumlah mineral yang
terdapat dalam madu seperti magnesium, kalium, kalsium, natrium, klor, sulfur, besi
dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin, seperti vitamin E dan vitamin C serta
vitamin B1, B2 dan B6 (Winarno, 1982). Selain itu madu juga mengandung zat

antibiotik yang berguna untuk melawan bakteri patogen penyebab penyakit infeksi
(Molan, 1992).

2.4.1 Mineral dalam Madu


Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh
makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin, juga dikenal
sebagai zat anorganik atau kadar abu (Davis dan Mertz, 1987). Berbagai unsur mineral
terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti
esensial, sehingga ada mineral esensial dan non esensial. Mineral esensial yaitu
mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk
membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam
tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro
yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat
dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral makro meliputi Ca, P, K, Na,
Cl, S, dan Mg. Mineral mikro yaitu Fe, Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se. Mineral non
esensial adalah mineral yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui
dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat
merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Di samping mengakibatkan
keracunan, mineral juga dapat menyebabkan penyakit defisiensi (McDonald et al.,
1988; Spears, 1999; Inoue et al., 2002).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui kandungan total
mineral dalam madu adalah sekitar 0,04 0,02%. Banyak faktor yang mempengaruhi
komposisi mineral madu, termasuk jenis tanah, sumber bunga, kondisi iklim,
pemupukan, dan variabilitas yang besar (White, 1978; Anklam, 1998). Menurut

Bogdanov et al., (2008) madu mengandung sejumlah mineral yang berbeda mulai dari
0,02 - 1,03 gram, dengan kalium yang paling melimpah dan terdiri dari sekitar
sepertiga dari total kandungan mineral.
Berikut adalah tabel yang berisi total kandungan mineral-mineral trace dalam
madu menurut beberapa sumber.
Tabel 4. Trace Elements dalam Madu (Bogdanov et al., 2008)
Mineral

mg/100 g

Mineral

mg/100 g

Aluminium (Al)
0,01-2,4
Timbal (Pb)*
0,001-0,03
Arsen (As)
0,014-0,026
Litium (Li)
0,225-1,56
Barium (Ba)
0,01-0,08
Molibdenum (Mo)
0-0,004
Boron (B)
0,05-0,3
Nikel (Ni)
0-0,051
Bromin (Br)
0,4-1,3
Rubidium (Rb)
0,04-35
Cadmium (Cd)*
0-0,001
Silikon (Si)
0,05-24
Klorin (Cl)
0,4-56
Stronsium (Sr)
0,04-0,35
Kobalt (Co)
0,1-0,35
Sulfur (S)
0,7-26
Fluor (F)
0,4-1,34
Vanadium (V)
0-0,013
Iod (I)
10-100
Zirkonium
0,05-0,08
*-elemen yang dianggap beracun, dapat berasal dari perbuatan manusia

Madu dapat mencerminkan kandungan kimia dari tanaman tempat lebah


mengumpulkan makanan, dan komponen mineral dalam madu seluruhnya berasal dari
tanah dimana bunga tersebut tumbuh sehingga secara tidak langsung kandungan
mineral dalam madu dapat menunjukkan asal botani madu tersebut (Alqarni et al.,
2011). Kandungan mineral dalam madu dapat dilihat berdasarkan nilai abunya. Secara
umum madu dengan kandungan mineral yang tinggi akan berwarna lebih gelap dari
madu dengan kandungan mineral yang lebih rendah. Nilai abu suatu madu akan
berbeda-beda tergantung jenisnya dan biasanya berkisar antara 0,02 - 1% (Doner,
2003).

2.4.1.1 Vanadium (V)


Di dalam tubuh, kandungan mineral vanadium berkisar antara 20 - 25 mg.
Mineral ini tidak terdapat pada semua jaringan, karena hanya ada di sejumlah kecil
bagian tubuh seperti jaringan lemak. Ditinjau dari aspek farmakologis pada manusia,
vanadium berfungsi dalam metabolisme lipid dan glukosa dengan meningkatkan
oksidasi glukosa, glikogen sintesis, dan glukosa hepatik. Vanadium juga dapat
bertindak sebagai insulinmimetic agent, yaitu meningkatkan aktivitas dan sensitivitas
insulin dalam tubuh (Okochi dan Okpuzor, 2005)
Saat vanadium masuk ke dalam tubuh, penyerapan vanadium di usus hanya
sekitar 5 - 10% dari total yang tertelan. Sementara vanadium yang terserap dan tidak
dipakai oleh tubuh akan dibuang lewat urin. Cadangan vanadium penyimpanannya
terutama di jaringan lemak (Haas, 2015).
Makanan yang menjadi sumber vanadium cukup banyak yang sebagian besar
ada pada lemak dan minyak nabati. Contohnya kedelai, minyak bunga matahari,
safflower, jagung, dan zaitun. Jumlah vanadium yang terdapat di dalam makanan ini
masih dalam kadar wajar. Selain itu, vanadium ditemukan pula pada peterseli,
gandum, beras, kacang hijau, wortel, dan kubis. Jumlah vanadium lebih besar ada pada
lobak. Konsentrasi vanadium yang lebih rendah terdapat pada ikan dan beberapa
hewan air (Haas, 2015).
Informasi yang mengupas tentang manfaat vanadium belum banyak
ditemukan. Tapi diduga mineral ini mempengaruhi katekolamin dan metabolisme
lipid. Pasalnya, vanadium terbukti menurunkan produksi lemak kolesterol. Mineral ini
memiliki kegunaan untuk mengobati aterosklerosis dan penyakit jantung. Vanadium
dikenal pula memiliki keterlibatan dalam metabolisme kalsium, pertumbuhan,
reproduksi, regulasi gula darah, dan produksi sel darah merah. Vanadium

direkomendasikan untuk pengobatan diabetes, neurasthenia, dan kanker menurut


Kamus Kedokteran Dorland edisi 1932 dan 1957. Enzim yang mendapat stimulasi dari
vanadium terlibat dalam pembentukan gigi dan tulang dengan produksi koenzim A.
Rendahnya vanadium dalam tubuh dapat mempengaruhi kerentanan terhadap penyakit
jantung, kanker, kolesterol tinggi, dan kenaikan trigliserida. Kebutuhan harian mineral
ini sebaiknya tidak lebih dari 2 mg/hari (Haas, 2015).

2.4.1.2 Kobalt (Co)


Kobalt diperlukan sebagai konstituen dari vitamin B12 dan berperan dalam
metabolisme vitamin B12. Sebagai tambahan perannya dalam vitamin B12, kobalt juga
merupakan kofaktor enzim yang terlibat dalam biosintesis DNA dan metabolisme
asam amino (Arinola et al., 2008).

Gambar 2. Struktur Vitamin B12 (Kaim dan Schwederski, 1951)

Kobalt dikenal sebagai perangsang pembentukan sel darah merah yang baik.
Ion Co+2 dalam CoCl2 diketahui dapat meningkatkan produksi sel darah merah. Kobalt
dalam bentuk vitamin B12 juga mendukung proses metabolisme dan pembentukan sel
darah merah (Perez-Espinosa, 2004).

Kebutuhan seseorang terhadap mineral kobalt memang sedikit. Namun


keberadaannya sangat penting untuk menunjang berbagai fungsi kerja bagian tubuh.
Sebagian ahli menganggap bahwa kobalt termasuk salah satu nutrisi yang sebaiknya
tidak dipisahkan dari kebutuhan nutrisi harian karena perannya yang menjadi bagian
vitamin B12. Dalam keadaan normal, tubuh manusia biasa ditemukan kobalt sebanyak
0,08 0,3 mg. Kobalt termasuk mineral yang tidak mudah diserap oleh saluran
pencernaan. Kobalt yang masuk ke tubuh akan disimpan pada sel-sel darah merah dan
plasma. Tempat penyimpanan lainnya yaitu di liver, ginjal, limpa, dan pankreas (Haas,
2015).
Mineral Co mudah ditemukan pada berbagai jenis makanan alami, seperti
daging, hati, kerang, tiram, dan susu. Hampir semua ikan laut memiliki kandungan
kobalt. Jika diambil dari unsur sayuran, mineral ini dapat diperoleh dengan
mengonsumsi kacang-kacangan, bayam, kubis, selada, sayuran, dan buah ara (Haas,
2015).
Sebagai terapi, orang yang mengalami anemia kerap pula diberi resep kobalt
untuk membantu kesembuhan. Terutama, pemberian kobalt untuk kasus anemia
pernisiosa. Dapat pula mineral ini digunakan untuk membantu masalah kelelahan,
gangguan pencernaan, dan masalah yang berhubungan dengan otot. Sementara itu,
radioaktif kobalt-60 dipakai untuk mengatasi beberapa jenis kanker (Haas, 2015).
Defisiensi kobalt pada manusia, dapat menyebabkan penyakit atau gejala
toksisitas termasuk gondok, hipotiroidisme dan gagal jantung (Murray et al.,
2000). Kebutuhan harian kobalt berkisar 5 8 g. Kebutuhan ini sangat rendah bagi
tubuh dan bisa dicukupi dari makanan ketimbang suplemen. Tubuh tidak disarankan
memiliki asupan berlebihan dari kobalt karena efek yang dapat muncul yaitu
pembesaran jantung sampai gagal jantung kongestif. Selain itu, asupan berlebihan

akan mempengaruhi peningkatan produksi tiroid, darah lebih kental, dan peningkatan
aktivitas pada sumsum tulang (Haas, 2015).

2.4.1.3 Nikel (Ni)


Nikel diketahui memiliki peranan penting dalam mikroorganisme biologis dan
tumbuhan. Hal ini dibuktikan bahwa dalam urease (enzim yang berperan dalam
hidrolisis urea) mengandung nikel (US Department of Health and Human Services,
2005). Keberadaan nikel dalam tubuh manusia hanya ditemukan pada sebagian besar
jaringan. Namun kalau pada hewan, mineral ini ada di seluruh jaringan. Banyak
ilmuwan mengatakan, mineral yang banyak ditemukan pada kerak bumi ini bukan zat
yang bersifat mengontaminasi manusia (Haas, 2015). Nikel memiliki peran dalam
pemeliharaan struktur membran, kontrol prolaktin (air susu ibu), metabolisme asam
nukleat atau sebagai kofaktor enzim. Sebagian besar asupan makanan akan
memberikan jumlah nikel yang cukup untuk tubuh (Hurley, 1976).
Konsentrasi tertinggi nikel ada di dalam asam nukleat, terutama RNA. Nikel
berguna mengaktifkan enzim tertentu yang dikaitkan pada kerusakan atau
pemanfaatan glukosa. Mineral nikel tidak mudah diserap melalui usus. Jumlah yang
bisa diserap mungkin hanya 10%. Nikel biasanya melekat pada protein lalu
membentuk molekul nickeloplasmin. Tubuh yang berlebihan nikel biasanya langsung
dibuang melalui urin, keringat, dan tinja. Organ ginjal mampu mengatasi kelebihan
nikel dengan baik tanpa terbebani (Haas, 2015).
Makanan yang merupakan sumber alami dari nikel adalah kelapa, buahbuahan, kedelai dan gandum, serta tiram atau salmon. Nikel dalam konsentrasi yang
lebih tinggi dapat ditemukan dalam sayuran seperti kacang-kacangan, bayam, kubis,
dan selada (Muarip, 2012).

Studi ilmiah terkait dengan pengaruh nikel pada kesehatan saat jumlahnya
dalam tubuh sangat kurang belum ditemukan. Menurut US Department of Health and
Human Services (2005), apabila kandungan nikel yang diserap dalam tubuh berlebih
akan menyebabkan gangguan pernafasan, asma, sakit perut, kanker, dan gangguan
kehamilan.

2.5 Letak Geografis Desa Terasa


Secara geografis, wilayah Kabupaten Sinjai terletak di bagian timur Provinsi
Sulawesi Selatan, dengan potensi sumber daya alam yang cukup menjanjikan untuk
dikembangkan, disamping memiliki luas wilayah yang relatif luas. Kabupaten Sinjai
secara astronomis terletak 5 2 56 - 5 21 16 Lintang Selatan (LS) dan antara
119 56 30 - 120 25 33 Bujur Timur (BT), yang berada di Pantai Timur Bagian
Selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Secara administrasi Kabupaten Sinjai terdiri dari 9
(sembilan) kecamatan, dan sebanyak 80 (delapan puluh) desa/kelurahan (Yunus,
2014).
Desa Terasa adalah salah satu desa yang berada di Kabupaten Sinjai, tepatnya
di Kecamatan Sinjai Barat. Luas wilayah Desa Terasa adalah 24,38 km. Desa Terasa
mekar menjadi sebuah desa pada tahun 2002, lepas dari Desa Bonto Salama. Berada
pada keadaan topografi lembah yang diapit oleh bukit. Jarak Desa Terasa dengan
ibukota Kabupaten Sinjai adalah 80 km. Jarak Desa Terasa ke Kota Makassar adalah
132 km. Desa Terasa berbatasan dengan Kabupaten Bone (sebelah utara), Desa
Turungan Baji dan Desa Bonto Salama (Sebelah timur), Kabupaten Maros (Sebelah
barat), dan Kabupaten Gowa (Sebelah selatan) (Yunus, 2014).
Desa Terasa terbagi menjadi 8 dusun. Dusun yang menjadi ibukota adalah
Dusun Kalelembang, selanjutnya Dusun Kasimpuran, Dusun Pattiro, Dusun

Bontosunggu, Dusun Rumbia, Dusun Laha-Laha, Dusun Cenre, dan Dusun Tonrong.
Jarak dusun terdekat yaitu Kasimpuran sejauh 2 km dan dusun terjauh adalah Cenre
dan Tonrong sekitar 8 km dari dusun Kalelembang (Anonim, 2011).
Growing Potential dari desa ini sangat banyak, dengan suhu udara antara 15 25 C dan tanah yang gembur, banyak jenis buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan yang
sesuai untuk tumbuh dengan suhu seperti ini. Akan tetapi faktor penghalang utama
adalah buruknya akses jalan yang berdampak pada mahalnya biaya distribusi hasil
tanam dan menyebabkan turunnya harga produksi. Oleh karena itu, masyarakat Desa
Terasa lebih memilih untuk menanam padi, coklat dan bertani madu sebagai sumber
penghasilan utama. Program budidaya madu mulai dilakukan sejak tahun 2000.
Produksi madu masyarakat Terasa yang meningkat setiap tahunnya antara 2.000 3.500 liter (Yunus, 2014).
Warga Terasa pergi kehutan mencari lebah madu secara perorangan, dilakukan
pada musim kemarau yaitu pada bulan Agustus sampai Desember, mereka bebas tidak
ditentukan tempat dan lokasinya, mereka menggunakan kebiasaan sebelumnya,
menyusuri hutan-hutan tersebut sambil memperhatikan satu persatu pohon di hutan itu
yang biasa ditempati lebah bersarang. Pencarian tersebut memakan waktu sekitar satu
sampai dua hari pencairan, apabila sedang beruntung, mereka akan mendapatkan hasil
yang banyak tapi terkadang tidak mendapatkan sedikitpun (Darampa, 2011).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah madu asal Desa
Terasa, Kabupaten Sinjai, HNO3, H2C2O4, NaOH, kloroform, akuades, akuabides,
akuademineralisasi, indikator pp, buffer pH 4, larutan induk BSA 1 mg/mL, Lowry B
(Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N, larutan Na-K-Tartrat 2% dan larutan CuSO4.5H2O
1%), Lowry A (larutan Folin Ciocalteu dan akuades), kertas label, tissue roll, dan
kertas saring.

3.2 Alat Penelitian


Alat-alat yang digunakan terdiri dari peralatan gelas yang umum digunakan
dalam laboratorium, ICP-OES, tanur isotherm muffle fernace 182, cawan porselin,
desikator, neraca analitik Mettler AE 100, penjepit, waterbath, Lutron pH-meter 201,
hotplate Maspion S-300, spektronik 20D+, Refraktometer Atigo, konduktometer
Bench Mi 180, oven WTC Binder 260, freezer, batu didih.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 bertempat di
Laboratorium Kimia Analitik Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Kimia
Radiasi dan Laboratorium Kimia Fisika Universitas Hasanuddin, Makassar.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Pengambilan Sampel Madu
Pengambilan sampel madu dilakukan di hutan Desa Terasa, Kecamatan Sinjai
Barat, Kabupaten Sinjai. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari 5 titik, 2 titik berasal
dari bukit Camming Dola (CM 1 dan CM 2), dan 3 titik berasal dari bukit Ere Mantang
(EM 1, EM 2 dan EM 3). Sampel yang telah diambil selanjutnya di tempatkan pada
wadah yang bebas kontaminasi dan disimpan di dalam freezer pada suhu 4 5 C
sebelum dianalisis.

3.4.2 Analisis Mineral V, Co dan Ni pada Madu (AOAC International, 1990)


Sebanyak 1 g madu dimasukkan ke dalam gelas piala 50 mL lalu ditambahkan
2 mL HNO3 0,1 M, diaduk diatas penangas sampai hampir habis. Kemudian
ditambahkan lagi 10 mL HNO3 0,1 M dan diaduk. Setelah ditepatkan dalam labu ukur
100 mL sampai tanda batas dengan akuabides, selanjutnya dianalisis dengan ICP-OES.

3.4.3 Analisis Bio-Fisika Kimia Madu (Bogdanov, 2009)


3.4.3.1 Kadar Air
Beberapa sampel madu diteteskan pada permukaan prisma sampel
refraktometer lalu ditutup. Suhu refraktometer diatur hingga mencapai 20 oC. Dicari
zona bening dan gelap yang jelas. Pengukuran indeks bias dicatat.
Kandungan air dalam sampel madu ditetapkan dengan membandingkan nilai
indeks bias dan air pada tabel hubungan indeks bias (lampiran 2). Apabila Nilai
indeks bias tidak terdapat pada tabel, maka ditetapkan berdasarkan perhitungan
standar regresi.

3.4.3.2 Kadar Abu


Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven pada
suhu 150 0C, kemudian didinginkan di dalam desikator, lalu ditimbang. Sampel
ditimbang sebanyak 5 g dan diletakkan ke dalam cawan. Sampel tersebut dipijarkan
di atas hot plate sampai tidak berasap. Kemudian dimasukkan kedalam tanur listrik
pada suhu 600 0C hingga diperoleh abu berwarna putih. Sampel didinginkan dalam
desikator kemudian ditimbang.

3.4.3.3 pH dan Keasaman


Sebelum dilakukan titrasi keasaman, standarisasi NaOH terlebih dahulu
dilakukan dengan menggunakan H2C2O4. Selain itu, kalibrasi pH meter dilakukan
dengan menggunakan buffer pH 4, pH 9 dan pH 14. Setiap sebelum dan setelah
digunakan pH-meter dibilas dengan akuademineralisasi.
Sampel madu ditimbang 5 g, dan pH diukur menggunakan pH-meter hingga
pembacaan tetap selama 10 detik dan pH di catat. Setelah itu, dilarutkan dengan 35
mL akuabides bebas CO2 lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan
4-5 tetes indikator PP. Dititar dengan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir tetap yang
ditandai dengan perubahan warna dan pH menunjukkan 8,3 selama 10 detik. Volume
NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi dicatat untuk menghitung keasaman madu.

3.4.3.4 Konduktivitas Elektrik


Sebanyak 10 gram sampel madu dilarutkan dengan akuademineralisasi
dalam labu ukur 50 mL kemudian ditepatkan. Dipipet sebanyak 20 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian sel elektroda dicelupkan ke dalam
sampel uji dan diatur suhu hingga mencapai 20 C. Dicatat hasil pengujian. Setiap
sebelum dan setelah digunakan sel elektroda dibilas dengan akuademineralisasi.

3.4.3.5 Kadar Protein


Sebanyak 10 g sampel di himpitkan dalam labu ukur 50 mL. Kemudian
dipipet sebanyak 0,1 mL dan dihimpitkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades.
Lalu dibuat pula larutan BSA sebagai standar dengan konsentrasi 0,02; 0,04; 0,06; 0,08
0,10 dan 0,12 mg/mL, serta akuades sebagai larutan blanko. Masing-masing larutan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda sebanyak 5 mL dan ditambah
dengan 6,87 mL reagen Lowry B, kemudian dikocok dan didiamkan selama 15 menit.
Lalu ditambah lagi dengan 0,63 mL larutan Lowry A, dikocok dan didiamkan pada
suhu kamar selama 30 menit. Diukur absorbansinya dengan spektronik 20D+.
3.4.3.6 Kadar Lemak (Metode Batch Solvent Extraction)
Sebanyak 1 g madu di ekstraksi dengan kloroform sebanyak 10 mL.
Sementara itu, cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 110 0C selama 1
jam. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobot tetapnya. Setelah itu
sampel dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam cawan porselin lalu
dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C selama 4 jam kemudian didinginkan dalam
desikator lalu dilakukan penimbangan sampai diperoleh bobot tetap.
3.4.3.7 Penentuan Kadar Karbohidrat.
Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat adalah:
% Karbohidrat = [100 - kadar ( protein + lemak + abu + air )] %.

3.4.3.8 Penentuan Nilai Kalori


Nilai kalori per 100 g contoh:
Nilai Kalori (kal) = (9 x % lemak) + (4 x % protein) + (4 x % karbohidrat ) kal.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi


Pengambilan sampel madu di Desa Terasa, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten
Sinjai dilakukan pada bulan Desember 2014 dan April 2015. Lokasi pengambilan
sampel berada pada titik koordinat -5,152388, 120.04188 dengan jarak sekitar 700
meter diatas permukaan laut. Terdapat lima sampel madu yang diambil dari dua bukit
di hutan Desa Terasa, yaitu bukit Ere Mantang sebanyak 3 sampel (EM 1, EM 2, dan
EM 3) dan bukit Camming Dola sebanyak 2 sampel (CM 1 dan CM 2). Peta lokasi
pengambilan sampel di Desa Terasa dapat dilihat di lampiran 3.

4.2 Analisis Mineral (V, Co, dan Ni)


Konsentrasi unsur runutan dan perilaku metabolismenya pada tubuh manusia
merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian biomedik. Sekalipun unsur
tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, tetapi merupakan kunci penentu
kehidupan. Penelitian ini akan menentukan konsentrasi unsur runutan yang tergolong
sebagai mineral esensial, yaitu vanadium, kobalt dan nikel dalam madu asal Desa
Terasa dengan menggunakan instrument ICP-OES. Instrumen ini dipilih karena dinilai
lebih baik dibandingkan AAS dalam penentuan kandungan mineral dan unsur runutan
sampai batas submikrogram dalam suatu sampel.
Gambar 3 menunjukkan konsentrasi ketiga mineral esensial (V, Co dan Ni)
pada masing-masing sampel madu asal Desa Terasa.

Vanadium

Kobalt

Nikel

0.06

Konsentrasi (mg/L)

0.051
0.05
0.04

0.037
0.032
0.028

0.03
0.02
0.01

0.026
0.017

0.017
0.012
0.01

0.011

0.01

0.007

0.011

0.012

0.005

EM 1

EM 2

EM 3

CM 1

CM 2

Sampel Madu

Gambar 3. Konsentrasi Mineral Esensial (V, Co dan Ni) dalam Sampel

Data hasil analisis kandungan mineral esensial (V, Co dan Ni) pada madu asal
Desa Terasa menunjukkan bahwa mineral kobalt paling besar konsentrasinya dalam
kelima sampel dengan nilai konsentrasi rata-rata mencapai 0,0348 mg/L, kemudian
vanadium sebagai terbesar kedua yaitu 0,0118 mg/L, tidak berbeda jauh dengan nikel
yaitu 0,0106 mg/L.
Berdasarkan gambar 3, diketahui bahwa konsentrasi mineral vanadium
terbesar ditemukan pada sampel EM 2, yaitu mencapai 0,017 mg/L, sedangkan
konsentrasi paling kecil ditemukan pada sampel EM 1 dan EM 3, dimana keduanya
memiliki nilai yang sama untuk konsentrasi mineral vanadium yaitu 0,01 mg/L.
Berdasarkan penelitian analisis mineral pada tanah asal Desa Terasa yang dilakukan
oleh Qadar (2015), diketahui bahwa tanah yang bersumber dari Ere Mantang memiliki
kandungan vanadium yang cukup tinggi dibanding lokasi Camming Dola, yaitu
berkisar antara 1,-078 - 1,312 mg/L. Kemudian untuk mineral kobalt, konsentrasi

paling besar terdapat pada sampel EM 2, yaitu mencapai 0,051 mg/L, sedangkan untuk
konsentrasi mineral kobalt terkecil ditemukan pada sampel CM 2 yaitu 0,026 mg/L.
Mineral nikel paling banyak ditemukan pada sampel CM 1 yaitu 0,017 mg/L dan
paling sedikit terdapat pada sampel EM 3 yaitu 0,005 mg/L.
Perbedaan konsentrasi mineral dalam madu dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain: udara, air, tanah dan nektar bunga yang dikonsumsi oleh lebah. Kandungan
mineral yang ada dalam madu alam akan tergantung dari sari bunga yang dikonsumsi
lebah dan lahan tanam sumber sari bunga tersebut. Kondisi geografis juga memiliki
pengaruh terhadap kandungan mineral dalam madu (Saputra, 2012).
Desa Terasa merupakan bagian dari Kecamatan Sinjai Barat, Manipi. Menurut
Jusri (2014), Manipi merupakan daerah yang menarik, dimana terdapat pertemuan tiga
formasi batuan gunungapi yaitu formasi vulkanik Camba (Tmcv), formasi vulkanik
Baturape-Cindako (Tpbv) dan formasi Lompobattang (Qlv). Batuan vulkanik dapat
memberikan banyak manfaat, seperti pembawa mineral-mineral, logam, dan
kesuburan tanah.
Hasil analisis mineral dalam madu diperoleh kandungan kobalt dengan
konsentrasi yang lebih besar dibanding mineral vanadium dan nikel. Hal ini dapat
dikaitkan dengan kondisi tanah yang kaya akan mineral kobalt. Menurut Surtipantri,
et al., (1995), kandungan Co dalam tanah biasanya berkisar antara 1 40 g/g tanah
kering. Hal ini menunjukkan bahwa secara alamiah tanah yang tidak dipupuk sudah
mengandung Co. Mineral kobalt juga diperlukan oleh tanaman, maka Co dalam tanah
sebagian diserap oleh tanaman dan sebagian lagi tercuci oleh air tanah (leaching).
Hasil yang didapatkan cukup menarik karena jika dibandingkan dengan madu
lain yang telah diteliti, madu asal Desa Terasa memiliki kelebihan bila dilihat dari
kandungan mineral vanadium-nya. Bogdanov et al., (2007) melakukan penelitian

tentang kandungan trace minerals pada madu asal Swiss dan didapatkan hasil
beberapa mineral seperti Mn, Fe, Ni, Cu dan Zn tetapi tidak ditemukan mineral
vanadium. Berbeda halnya dengan madu spanyol yang terbukti mengandung
vanadium, kobalt dan nikel dan beberapa trace minerals lainnya (Bogdanov, et al.,
2007).
Jika dibandingkan dengan trayek kandungan mineral madu menurut Bogdanov
(2008) pada Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa kandungan ketiga mineral dalam
sampel madu asal Desa Terasa masih dalam batas ambang yang wajar, karena berada
diantara trayek tersebut.
Tabel 5. Hasil Analisis Kandungan Mineral (V, Co dan Ni) dalam Madu Asal Desa
Terasa
Sampel (mg/L)
Mineral

Rata-rata
(mg/L)

Trayek mineral
madu (Bogdanov,
2008)

EM 1

EM 2

EM 3

CM 1

CM 2

Vanadium (V)

0,01

0,017

0,01

0,011

0,011

0,0118

0 - 0,13

Kobalt (Co)

0,032

0,051

0,028

0,037

0,026

0,0348

0,1 - 0,35

Nikel (Ni)

0,007

0,012

0,005

0,017

0,012

0,0106

0 - 0,051

Keterangan: EM 1 (Ere Mantang 1); EM 2 (Ere Mantang 2); EM 3 (Ere Mantang 3); CM
1 (Camming Dola 1); CM 2 (Camming Dola 2)

Menurut National Academy of Sciences, USA, tentang Recommended Dietary


Allowances (RDA) mineral-mineral esensial yang dibutuhkan tubuh pada usia dewasa,
kobalt dibutuhkan sekitar 0,2 mg per hari, dan untuk bayi dibutuhkan sekitar 0,001 mg
per hari. Sedangkan untuk vanadium dan nikel sebaiknya tidak lebih dari 2 mg/hari.
Hal ini karena diketahui di dalam tubuh manusia telah terdapat mineral-mineral mikro
esensial tersebut, yang artinya kita hanya membutuhkan sedikit saja asupan mineral
tersebut dari makanan ataupun minuman yang dikonsumsi. Kelima sampel madu asal

Desa Terasa yang telah dianalisis menunjukkan jumlah mineral esensial yang
tergolong aman untuk dikonsumsi dan baik untuk kesehatan tubuh.
Penelitian mengenai khasiat mineral-mineral mikro esensial seperti vanadium
dan nikel dalam tubuh manusia masih jarang dilakukan. Meskipun terdapat dalam
konsentrasi yang kecil, namun vanadium dan nikel cukup berpengaruh terhadap kerja
enzim dalam tubuh. Salah satu manfaat vanadium yang dikemukakan oleh Haas (2015)
yaitu vanadium dapat menurunkan produksi lemak kolesterol dalam tubuh. Selain itu
diketahui bahwa kobalt berperan dalam metabolisme vitamin B12 juga dalam
pembentukan sel darah merah. Artinya dapat disimpulkan bahwa madu asal Desa
Terasa berpotensi untuk mengobati penyakit anemia, dan berbagai fungsi kesehatan
lainnya.
Ditinjau dari fungsinya unsur runutan esensial pada umumnya merupakan
bagian dari sistem enzim, yaitu berupa metaloenzim dan kompleks logam-enzim. Pada
metaloenzim unsur logam terdapat dalam jumlah tertentu dan merupakan bagian
integral dari molekul enzim. Kompleks logam-enzim merupakan golongan yang relatif
luas. Berbeda dengan metaloenzim, dalam kompleks logam-enzim ikatan antara enzim
dengan unsur logam lebih renggang. Dalam hal ini logam bertindak sebagai
pembentuk ikatan sementara antara enzim dengan substrat selama reaksi berlangsung.
Selain bertindak sebagai penstabil kompleks enzim-substrat, logam juga dapat
menstabilkan produk reaksi, jadi memfasilitasi reaksi yaitu sebagai kofaktor enzim.
Kobalt dan nikel termasuk unsur runutan yang telah teridentifikasi sebagai kofaktor
enzim. Walaupun demikian semua unsur runutan baik yang esensial maupun yang
non-esensial apabila limit keamanannya dilampaui dapat menjadi toksik (Sofyan,
2007).

4.3 Analisis Bio-Fisika Kimia


Analisis bio-fisika kimia meliputi beberapa uji seperti uji fisika kimia (kadar
air, abu, keasaman, daya hantar listrik) dan uji biokimia (kadar protein, karbohidrat,
lemak dan kalori), yang bertujuan untuk mengetahui kualitas dan nilai gizi madu yang
dianalisis.
Kondisi geografis, iklim, asal bunga atau nektar yang dikonsumsi oleh lebah
cenderung memberikan pengaruh terhadap kualitas fisika kimia dari madu. Oleh sebab
itu, madu yang berbeda jenisnya memiliki komposisi yang berbeda pula (Eleazu et al.,
2013). Berdasarkan hasil analisis fisika kimia pada madu yang berasal dari 5 titik
sampling yang berbeda di Desa Terasa, terdapat perbedaan yang cukup besar pada
beberapa parameter yaitu kadar air, kadar abu dan keasaman madu. Berikut adalah
hasil analisis beberapa uji fisika kimia pada madu asal Desa Terasa.
Tabel 6. Hasil Analisis Fisika Kimia Madu Asal Desa Terasa
Parameter

Standar

EM 1

EM 2

EM 3

CM 1

CM 2

21,05

21,40

21,64

28,34

21,01

25

Kadar Abu (%)

0,49

0,48

0,47

0,99

0,53

1,2

Keasaman

38,57

35,46

31,87

20,64

13,59

50

pH

4,72

4,76

4,78

4,79

5,23

3,6-5,6

Konduktivitas

0,58

0,56

0,57

0,63

0,49

0,8

Kadar Air

IHC (2002)

(%)

(meq/kg)

(mS/cm)

Keterangan: EM 1 (Ere Mantang 1); EM 2 (Ere Mantang 2); EM 3 (Ere Mantang 3);
CM 1 (Camming Dola 1); CM 2 (Camming Dola 2)

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Banyaknya air dalam madu menentukan keawetan madu.
Madu yang kadarnya airnya tinggi, gampang berfermentasi. Menurut International

Honey Comission, kadar air normal madu berkisar antara 14 - 25%, sedangkan
menurut Standar Nasional Indonesia kandungan air pada madu adalah maksimal 22%.
Jika dibandingkan dari kelima sampel madu yang berasal dari Desa Terasa, diketahui
bahwa Sampel CM 1 memiliki kandungan air paling besar dan melewati standar yang
ditetapkan oleh IHC dan SNI, yaitu 28,34%. Sedangkan kadar air pada sampel lainnya
dapat dikategorikan normal menurut standar SNI dan IHC. Sampel EM 1 dan CM 2
memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding sampel lainnya, yaitu 21,05% dan
21,01%. Kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim, suhu dan lama
penyimpanan. Selain itu kadar air yang terkandung dalam madu juga sangat
berpengaruh terhadap kualitas madu. Menurut Sihombing (1997), madu yang baik
adalah yang mengandung kadar air sekitar 17 21%. Kandungan air dibawah 17%
akan menyebabkan madu mudah berfermentasi sehingga akan sangat menurunkan
kualitas madu itu sendiri.
Hasil analisis kadar abu pada madu asal Desa Terasa berkisar antara 0,4
0,9%. Kadar abu tertinggi adalah 0,99% merupakan sampel madu yang berasal dari
CM 1 dan sangat signifikan perbedaannya dengan sampel EM 3 yang memiliki kadar
abu terendah yaitu 0,47%. Tetapi tidak ada perbedaan signifikan antara EM 3 dengan
sampel lainnya (Tabel 6). Menurut SNI, kadar maksimal untuk abu madu adalah
0,57% yang berarti bahwa sampel madu CM 1 telah melampaui batas maksimal SNI.
Tetapi menurut IHC, kadar abu madu 1,2 g/100g, yang artinya kelima sampel madu
asal Desa Terasa memiliki kadar abu yang memenuhi standar internasional. Kadar abu
merepresentasikan total residu anorganik pada proses karbonisasi madu. Perbedaan
kandungan abu dalam madu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah kondisi geografis dari nektar madu.

Hasil analisis keasaman pada madu asal Desa Terasa menunjukkan perbedaan
yang signifikan antara satu dan lainnya. Sampel dengan keasaman paling tinggi adalah
EM 1 yaitu 38,57 meq/kg dan terendah adalah CM 2 yaitu 13,59 meq/kg. Menurut SNI
dan IHC, keasaman maksimal madu adalah 50 meq/kg, artinya keseluruhan sampel
masih memenuhi standar yang ditetapkan. Keasaman berbanding terbalik dengan pH,
artinya semakin besar keasaman maka semakin kecil pH madu. Berikut adalah gambar

50

5.5

45

40

4.5

35

30

3.5

25

20

2.5

15

10

pH

Keasaman meq/kg)

hubungan antara pH dan keasaman madu asal Desa Terasa.

1.5
EM 1

EM 2

EM 3

CM 1

CM 2

Sampel Madu Terasa


Keasaman (meq/kg)

pH

Gambar 4. Hubungan pH dan Keasaman Madu Desa Terasa

Keasaman menunjukkan banyaknya asam bebas yang terdapat dalam larutan.


Asam bebas dalam madu bersumber dari asam organik yang banyak terkandung dalam
madu seperti asam asetat dan asam oksalat dan sebagian kecil dari mineral-mineral
seperti Ca, K, Mg, dan Na (Sihombing, 1997). Semakin besar nilai keasaman
menandakan semakin banyak volume NaOH yang diperlukan saat menitrasi sampel,
artinya sampel madu tersebut memiliki pH yang rendah. Berdasarkan gambar 4, hasil
yang didapatkan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa keasaman berbanding
terbalik dengan pH.

Konduktivitas atau daya hantar listrik sampel madu berkisar antara


0,49 - 0,63 mS/cm. Nilai daya hantar listrik terendah terdapat pada sampel Camming
Dola 2, sedangkan sampel madu yang memiliki daya hantar listrik paling tinggi
dibanding lainnya adalah sampel madu CM 1. Konduktivitas dipengaruhi oleh asal
botani madu dan memiliki korelasi dengan kadar abu pada madu. Hal ini terbukti
dengan hasil yang diperoleh dimana kadar abu dari sampel CM 1 merupakan yang
paling besar dibandingkan sampel lainnya. Berikut adalah gambar hubungan kadar abu
dan konduktivitas madu asal Desa Terasa.
1.2

1.2
1

0.8

0.8

0.6

0.6

0.4

0.4

0.2

0.2

Konduktivitas (mS/cm)

Kadar Abu (%)

0
EM 1

EM 2

EM 3

CM 1

CM 2

Sampel Madu Terasa


Kadar abu (%)

Konduktivitas (mS/cm)

Gambar 5. Hubungan Konduktivitas dan Kadar Abu Madu Desa Terasa

Konduktivitas atau daya hantar listrik (DHL) adalah kemampuan suatu


material dalam menghantarkan arus listrik. DHL terdapat pada seluruh makanan,
tanah, pupuk dan air. DHL bersumber dari komposisi mineral bebas atau ion-ion yang
terkandung di dalamnya. Konduktivitas dapat dijelaskan berdasarkan parameter kadar
abu, semakin besar kandungan abu dalam madu maka semakin tinggi nilai
konduktivitas yang dihasilkan (Naman et al., 2005).

Menurut IHC kisaran normal konduktivitas pada madu adalah antara 0,1 0,8
mS/cm yang berarti bahwa sampel madu Terasa tidak melampaui batas maksimal yang
telah ditetapkan. Sementara menurut Talpay (1985), madu hutan memiliki nilai
konduktivitas yang sama atau lebih besar dari 0,8 mS/cm, sedangkan madu bunga
memiliki nilai konduktivitas lebih rendah yaitu 0,5 mS/cm. Konduktivitas listrik (EC)
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, geografis dan botani. Selain itu
konduktivitas listrik (EC) berkorelasi dengan kandungan mineral dalam madu dan
sering digunakan untuk karakterisasi asal botani madu (Bogdanov et al., 2004).
Analisis kandungan zat gizi menyeluruh tidak hanya meliputi kadar air,
kadar abu, dan pH, tetapi juga kadar protein, kadar lipida, dan kadar karbohidrat.
Karbohidrat biasanya dianalisis secara by difference. Analisis ini penting untuk
mengetahui komposisi gizi suatu makanan yang nantinya dapat digunakan untuk
menyusun nutrition fact yang dicantumkan dalam label kemasan makanan (Lestari
et al., 2013). Berikut adalah tabel hasil analisis beberapa uji biokimia (proksimat)
pada madu asal Desa Terasa.
Tabel 7. Hasil Analisis Biokimia Madu Desa Terasa
Parameter

EM 1

EM 2

EM 3

CM 1

CM 2

Protein (%)

0,59

0,67

0,47

0,58

0,41

Bogdanov
(2008)
0,4-0,7

Lemak (%)

0,05

0,01

0,02

0,03

0,01

KH (%)

77,82

77,44

77,39

70,07

78,05

70-80,5

Kalori (kal.)

314,086

312,543

311,676

282,878

313,94

Energi (KJ)

1314,77

1308,31

1304,68

1184,13

1314,15

Keterangan: EM 1 (Ere Mantang 1); EM 2 (Ere Mantang 2); EM 3 (Ere Mantang 3);
CM 1 (Camming Dola 1); CM 2 (Camming Dola 2)

Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup, yang fungsi
primernya adalah sebagai pembentuk struktur sel seperti membran sel, jaringan
penghubung, kolagen, rambut dan sebagainya (Patong, 2013). Hasil analisis kadar
protein pada sampel madu menunjukkan bahwa sampel EM 2 memiliki kadar protein
yang paling besar (0,67%) dibanding sampel lainnya. Jika dibandingkan dengan
kisaran kandungan protein dari beberapa madu mancanegara yang diteliti oleh
Bogdanov (2008), dapat disimpulkan bahwa madu asal Desa Terasa memiliki
kandungan protein yang hampir sama dengan madu asal mancanegara. Perbedaan
kandungan protein dalam madu dapat disebabkan oleh perbedaan asal nektar yang
dikonsumsi oleh lebah.
Menurut Patong (2013), kebutuhan tubuh akan protein ditentukan oleh tingkat
pertumbuhan dan ukuran tubuh. Pada masa pertumbuhan diperlukan protein dalam
jumlah yang lebih banyak per satuan berat badan dibandingkan dengan masa dewasa.
Anak-anak usia 1-5 tahun membutuhkan sekitar 3-3,5 gram protein/kg berat badan.
Sedangkan untuk usia dewasa 17-21 tahun membutuhkan kurang lebih 1-1,5 gram
protein/kg berat badan.
Hasil analisis kadar lemak madu asal Desa Terasa berkisar antara 0,01 0,05%.
Nilai ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Astuti (2014) yang
menganalisis kadar lemak madu trigona asal Sulawesi Selatan, dan mendapatkan kadar
lemak sebesar 0,06%. Beberapa bahan makanan di Indonesia dapat mengandung 10%
atau lebih ekstrak eter (lemak), pengaruh penyimpanan akan menyebabkan ketengikan
dan dapat mengurangi nilai dari bahan tersebut. Madu memiliki kandungan lemak
yang rendah. Oleh karena itu jarang ditemui sumber dan referensi yang menyatakan
kisaran kadar lemak pada madu

Kandungan karbohidrat madu asal Desa Terasa memiliki kisaran yang sesuai
dengan madu asal mancanegara yaitu antara 70 - 80%. Total karbohidrat paling tinggi
ditemukan pada sampel CM 2 (78,05%) dan paling rendah CM 1 (70,07%).
Karbohidrat merupakan komposisi terbanyak dalam madu. Monosakarida (fruktosa
dan glukosa) mencapai 85 - 90% dari karbohidrat yang terdapat dalam madu,
sedangkan disakarida, oligosakarida dan polisakarida hanya sebagian kecil
(Sihombing, 2005). Fruktosa dan glukosa selama proses pencernaan, dapat dengan
cepat ditransportasikan ke dalam darah sehingga cepat pula dimanfaatkan tubuh
sebagai sumber energi (Bogdanov, 2011). Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai
penghasil energi dalam tubuh. Hal ini mengindikasikan madu dapat dijadikan sebagai
makanan penyuplai energi karena kandungan karbohidratnya yang cukup besar.
Energi dalam bahan makanan berasal dari oksidasi karbohidrat, lemak dan
protein, dan dinyatakan dengan suatu panas yang disebut kalori. Total energi dan kalori
yang terkandung dalam madu masing-masing berkisar antara 289,8401 - 321,601 KJ
dan 284,6469 - 314,1114 kal. Madu memiliki kandungan energi yang tinggi dan gula
dalam madu sangat mudah dicerna dalam tubuh seperti yang biasa ditemukan dalam
buah-buahan. Alasan inilah yang menyebabkan madu sebagai makanan yang
disarankan untuk bayi dan remaja. Blasa (2006) menyebutkan bahwa kandungan kalori
dalam madu adalah sekitar 303kkal/100 g.
Kebutuhan akan kalori sehari-hari oleh manusia sangat bergantung pada
kegiatannya, yang dapat berkisar antara 2000 dan 3500 kkal per hari. Selain itu
kebutuhan akan kalori juga dipengaruhi oleh usia. Untuk seorang laki-laki atau
perempuan usia 15 tahun keatas, tinggal di daerah iklim sedang dan tidak melakukan
kerja kasar, jumlah kalori yang dianjurkan sebanyak 2400 per hari (Patong, 2013). Jika
dibandingkan dengan kalori madu asal Desa Terasa yang berkisar antara 200-300 kkal

per 100 gram madu, artinya konsumsi kurang lebih 6 sendok madu hampir dapat
memenuhi kebutuhan kalori orang dewasa dalam satu hari.
Beberapa analisis bio-fisika kimia yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
kandungan zat gizi mayor dalam sampel madu asal Desa Terasa. Data kandungan
karbohidrat, lipida, dan protein secara bersama-sama dapat digunakan untuk
mengkalkulasi nilai kalori suatu bahan pangan. Selain itu juga bermanfaat dalam
membandingkan kualitas komoditas sejenis yang berpotensi digunakan sebagai
bahan makanan sumber kalori, sumber protein, sumber mineral, dan sebagainya
(Lestari et al., 2013).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi rata-rata ketiga mineral esensial (V, Co, dan Ni) dalam madu adalah
0,0118 mg/L; 0,0348 mg/L; dan 0,0106 mg/L. Sampel EM 2 mengandung mineral
paling banyak dibanding sampel lainnya, dengan konsentrasi rata-rata 0,0266%.
Madu yang berasal dari Ere Mantang (EM 1, EM 2 dan EM 3) dan Camming
Dola 2 (CM 2) memenuhi standar kualitas madu yang ditetapkan oleh SNI dan
International Honey Comission.

5.2 Saran
Perlu dilakukan studi penelitian lebih lanjut mengenai kondisi geografi, faktor
botani dan lingkungan tempat pengambilan sampel agar bisa dikorelasikan dengan
kandungan mineral yang dianalisis. Selain itu juga dibutuhkan variasi metode analisis
dan instrument analisis unsur runut selain ICP-OES agar berfungsi sebagai
pembanding hasil yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, R., 2011, Identifikasi dan Karakterisasi Sifat Kimia dan Sifat Fisik dari Madu
Asli dengan Madu yang Dijual di Pasaran Medan, Skripsi, Departemen Kimia,
FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alqarni, A.S., Hannan, M.A., Owayss, A.A., and Engelm, S., 2011, The Indigenous
Honey Bees of Saudi Arabia (Hymenoptera, Apidae, Apis mellifera jemenitica
Ruttner): Their natural history and role in beekeeping.- Zookeys, 134; 83-98.
Anklam, E., 1998, A review of the Analytical Methods to Determine the Geographical
and Botanical Origin of Honey, Food Chem., 63; 549562.
Anonim, 2011, Desa Terasa, (online), (http://www.desaterasa.blogspot.com / 2011_
08_ 01_ archive.html, diakses 10 Februari 2015).
AOAC International, 1990, Official Methods of Analysis Volume 1, The Executive
Director Office of the Federal Register, Washington.
Arifin, Zainal., 2008, Beberapa Unsur Mineral Esensial Mikro Dalam Sistem Biologi
dan Metode Analisisnya, Jurnal Litbang Pertanian, 27 (3); 99-104.
Arinola, O.G., 2008, Essential Trace Elements and Metal Binding Proteins in Nigerian
Consumers of Alcohol Beverages, Pakistan J. Nutr., 7 (6); 763-765.
Astuti, N., 2014, Kajian Senyawa Volatil Madu Trigona Sulawesi Selatan sebagai
Antimikroba, Skripsi, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan, 2012, Roadmap Penelitian Perlebahan,
Kementrian Kehutanan, Riau.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2013, SNI-3545-2013 : Madu, Badan
Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta.
Bengsch, E., 1992, Connaissance du miel Des oligo-lments pour la sant, Review of
France Apiculture, 569; 383386.
Blasa, M., Candiracci, M., Accorsi, A., Piacentini, M., Albertini, M., and Piatti E.,
2006, Millefiori honey is packed full of antioxidants, Food Chem J., 97; 217222,
Bogdanov, S., 2009, Harmonised Methods of the International Honey Comissions,
World Network of Honey Science, Switzerland.
Bogdanov, S., 2011, Functional and Biological Properties of the Bee Products: a
Review, www.bee-hexagon.net.

Bogdanov, S., Haldimann, M., Luginbuhl, W., and Gallmann, P., 2007, Minerals in
Honey: Environmental, Geographical, and Botanical Aspect, J. of Apicultural
Research and Bee World, 46 (4); 269-275.
Bogdanov, S., Jurendic, T., Sieber, R., and Gallmann, P., 2008, Honey for Nutrition
and Health: a review, J. Am. Coll. Nutr., 27; 677-689.
Bogdanov, S., Martin, P., and Lullman, C., 1997, Harmonised Method of the European
Honey Comission, Apidologie (extra issue), 1-59.
Bogdanov, S., Ruoff, K., and Persano, O., 2004, Physico-chemical Methods for the
Characterisation of Unifloral Honeys: a review, Apidologie35 (Specialissue); 417.
Boukraa, L., 2014, Honey in Traditional and Modern Medicine, CRC Press, United
States.
Codex Alimentarius Commission, 1998, Draft Revised Standard for Honey at Step 6
of the Codex Procedure, CX 5/10.2, CL 1998/12-S.
Conti, M.E., 2000, Lazio region (central Italy) honeys: A survey of mineral content
and typical quality parameters, J. Food Contr., 11; 459463.
Conti, M.E., Finoia, M.G., Fontana, L., Mele, G., Botre, F., and Iavicoli, I., 2014,
Characterization of Argentine Honeys on the Basis of Their Mineral Content and
Some Typical Quality Parameters, Chem.Central. J, 8 (44); 1-10.
Darampa, S., 2011, Menelusuri Hutan, Memetik Madu, (online),
(http://sulawesichannel.blogspot.com/2011/04/menelusuri-hutan-memetikmadu.html, diakses 10 Februari 2015).
Davis, G.K. and Mertz, W., 1987, Trace Elements in Human and Animal Nutrition,
Academic Press, 301-364.
Doner, L.W., 2003, Honey, Elsevier Science Ltd, 3125-3130
Eleazu, C.O., Iroaganachi, M., and Okoronkwo, J., 2013, Determination of the
Physico-chemical Composition, Microbial Quality and Free Radical Scavenging
Activities of Some Commercially Sold Honey Samples in Aba, Nigeria: The
Effect of Varying Colors J. Nutr. Food Sci., 3 (2); 189.
Gmez-Daza, D., Navazaa, J.M., and Quintns-Riveiro, L.C. 2009, Effect of
Temperature on the Viscosity of Honey, Int. J. Food Prop., 12 (2); 396404.
Gonzalez-Miret, M.L., Terrab, A., Hernanz, D., Fernandez-Recamales, M.A., and
Heredia, F.J., 2005, Multivariate Correlation Between Color and Mineral
Composition of Honey and Their Botanical Origin, J. Agric. Food Chem., 53;
25742580.

Haas,

E.M.,
2015,
Staying
Healthy
with
Nutrition,
(Online),
(http://www.healthy.net/Health/Article/Vanadium/1812, diakses 17 Maret
2013).

Hafidiana. R., 2006, Inhibisi Aktivitas Invertase Pada Sukrosa dengan Menggunakan
Tembaga Sulfat (CuSO4), Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Teknologi
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hamad, S., 2007, Terapi Madu, Pustaka Iman, Jakarta.
Hariyati, L.F., 2010, Aktivitas Antibakteri Berbagai Jenis Madu Terhadap Mikroba
Pembusuk (Pseudomonas Fluorescens Fncc 0071 dan Pseudomonas Putida
Fncc 0070), Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hurley, L.S., 1976, Manganese and other Trace Elements. In: Present Knowledge
in Nutrition (Nutrition Reviews), Fourth Edition, The Nutrition Foundation,
Inc., New York, Washington.
Inoue, Y., Osawa, T., Matsui, A., Asai, Y., Murakami, Y., Matsui, T., and Yano, H.,
2002, Changes of Serum Mineral Concentration in Horses During Exercise,
Asian Aust. J. Anim. Sci, 15 (4); 531536.
Joshi, S.R., Pechhacker, H., Willam, A., and Von der Ohe, W., 2000, Physicochemical
Characteristics of Apis dorsata, A. cerana and A. mellifera Honey from Chitwan
District, Central Nepal, Apidologie, 31; 367 375.
Jusri, 2014, Karakteristik Batuan Gunungapi Daerah Manipi Kecamatan Sinjai Barat
Kabupaten Sinjai, Prosiding Seminar Nasional Geofisika, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Kaim, W., and Schwederski, B., 1951, Bioinorganic Chemistry: Inorganic Elements
in the Chemistry of Life, John Wiley & Sons Ltd, New York.
Karaman, T., Buyukunal, S.K., Vurali, A., and Altunatmaz, S.S., 2010,
Physicochemical Properties in Honey from Different Regions of Turkey, Food
Chem., 123; 4144.
Kaya, A., and Belibal, K.B., 2002, Rheology of Solid Gaziantep Pekmez, J. Food
Eng., 54; 221226.
Kementrian Kehutanan, 2013, Statistik Kementrian Kehutanan, Kementrian
Kehutanan RI, Jakarta.
KhaliqurRahman, Muhammadzai, I., Hussain, A., HalimurRahman, and Ali, H., 2014,
Contaminants Analysis of Different Branded and Unbranded Honey of khyber
pukhtounkhwa Pakistan, Life Sci. J., 11 (3); 227-231.

Kk, M., Kolayli, S., Karaoglu, ., Ulusoy, E., Baltac, C., and Candan, F., 2007,
Biological Activities and Chemical Composition of Three Honeys of Different
Types from Anatolia, Food Chem., 100; 526534.
Lestari, L.A., Nisa, F.Z., dan Sudarmanto, S., 2013, Modul Tutorial Analisis Zat Gizi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mahmud, A., 2008. Pengembangan Lebah Madu Dalam Rangka Gerakan
Pembangunan Masyarakat Di Provinsi Sulawesi Selatan Dinas Kehutanan
Provinsi Sulawesi Selatan, Jurnal Hutan Dan Masyarakat, 3 (1); 1-11.
McDonald, P., Edwards, R.A., and Greenhalgh, J.F.D., 1988, Animal Nutrition, John
Willey and Sons Inc., New York.
Molan, P.C., 1992, The Antibacterial Activity of Honey, Bee World.
Moniruzzaman, M., Chowdhury, M.A.Z., Rahman, M.A., Sulaiman, S.A., and Gan,
S.H., 2014, Determination of Mineral, Trace Element, and Pesticide Levels in
Honey Samples Originating from Different Regions of Malaysia Compared to
Manuka Honey, Biomed Res. Int., 1-9.
Muarip, 2012, Kompleks Kobalt (Co) dan Nikel dalam Tubuh, (online), (http://alchemi.blogspot.com/2012/06/kompleks-kobalt-co-dan-nikel-ni-dalam.html,
diakses 27 Maret 2015).
Mulu, A., Tessema, B., and Derby, F., 2004, In vitro Assesment of The Antimicrobial
Potential of Honey on Common Human Pathogens, Ethiop.J. Health Dev, 18 (2).
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., and Rodwell, V.W., 2000, Harpers
Biochemistry, 25 th Edition, McGraw-Hill, Health Profession Division, USA.
Naman, M.F., and El-Adlouni, C., 2005, Microbiological and Physico-chemical
Properties of Moroccan Honey, Int. J.of Agric and Bio, 5; 773-776.
Novandra A., dan Widnyana, I.M., 2013, Peluang pasar produk perlebahan Indonesia,
Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, Jakarta.
Okochi, V.I., and Okpuzor, J., 2005, Micronutrients as Therapeutic Tools in the
Management of Sickle Cell Disease, Malaria and Diabetes, African J.
Biotechnol., 4 (13); 1568-1579.
Olaitan, P.B., Adeleke, O.E., and Ola, I.O., 2007, Honey: A reservoir for
microorganisms and an inhibitory agent for microbes, African Health Sci., 7;
159165.
Patong, R., 2013, Analisis Kimia Pangan, Dua Satu Press, Makassar.
Qadar, S., 2015, Karakterisasi Madu Mallawa Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia
dan Kandungan Mineralnya, Thesis, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Saputra, A.A., 2012, Pembuatan Madu Kering dari Kristal Madu dengan Kasein
Sebagai Bahan Anti Caking, Skripsi, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, Depok.
Sarwono, B., 2001, Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu, Cetakan
Pertama, Agro Media Pustaka, Jakarta.
Sihombing, D., 1997, Ilmu Ternak Lebah Madu, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Sihombing, L., 2005, Food Security : Analisis Ketersediaan dan Akses (Studi Kasus
Propinsi Sumatera Utara), Prosiding Seminar Sehari Strategi Penguatan
Ketahanan Pangan, Medan.
Siswandono, dan Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal, Airlangga University Press,
Surabaya.
Sofyan, R., 2007, Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam
Sains Biomedik, Maj. Kedokt. Indon., 57 (1); 16-24.
Spears, J.W., 1999, Revalution of the Metabolic Essensiality of Minerals, Asian Aust.
J. Anim.Sci, 12 (6); 1.0021.008.
Suranto, A., 2007, Terapi Madu, Penebar Plus, Jakarta.
Sutripantri, S., Rasyid, H., Mellawati, J., Yumiarti, S., dan Suwirma, S., 1995, Studi
Tentang Kandungan Logam Berat di Tanah Sawah, Prosiding Pertemuan dan
Presentasi Ilmiah, BATAN, Yogyakarta.
Talpay, B., 1985, Spezifikationen fr Trachthonige. Deutsche Lebensmittel
Rundschau, 81 (5); 148152.
United States Department of Health and Human, 2005, Dietary Guidelines for
Americans, Government Printing Office, Washington DC.
Vanhanen, L.P., Emmertz, A., and Savage, G.P., 2011, Savage Mineral Analysis of
Mono-floral New Zealand Honey, Food Chem., 128; 236240.
Walker, M.J., 1996, What Doctors Dont Tell You, The Wallace Press, London.
White, J.W., 1978, Honey, J. Apicultural Sci., 17; 234238.
Winarno, F.G., 1982, Madu, Teknologi, Khasiat dan Analisis, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Yunus, 2014, Geografis Desa Terasa, (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/ Desa _
Terasa,_Sinjai_Barat, diakses 10 Februari 2015).

Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian


1. Analisis Kandungan Mineral dalam Madu (ICP-OES)
1 g Madu
dimasukkan ke dalam gelas piala 50 mL
ditambahkan 2 mL HNO3 0,1 M, diaduk diatas hot plate
ditambahkan lagi 10 mL HNO3 0,1 M, diaduk
dihimpitkan dengan akuabides dalam labu ukur 100 mL
dianalisis dengan ICP-OES
Larutan

dianalisis dengan ICP-OES.


Hasil

2. Analisis Kadar Air


Madu
Diambil beberapa tetes menggunakan pipet tetes
Diteteskan pada permukaan prisma refraktometer
Suhu refraktometer diatur menjadi 20 C
setelah 2 menit hasil pengukuran indeks bias dicatat
Hasil

3. Analisis kadar Abu


5 g Madu
dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobot tetapnya
sampel tersebut dipijarkan di atas hot plate sampai tidak berasap.
dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 500-550 0C ( 1 jam) hingga abu
berwarna putih.
sampel didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
Hasil

4. pH dan Keasaman
5 g Sampel
diukur pH madu menggunakan pH-meter
dilarutkan dengan 35 mL akuades dalam erlenmeyer 250 mL
ditambahkan 4-5 tetes indikator PP.
elektroda pH direndam dalam larutan
dititar dengan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir yang tetap selama 10
detik dan pH-meter menunjukkan pembacaan 8,3
Dicatat volume NaOH
Hasil

5. Daya hantar Listrik


10 g Madu
dilarutkan dengan akuademineralisasi kedalam labu ukur 50 mL,
dihimpitkan
dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan kedalam gelas kimia
sel elektroda dibilas dengan sampel madu, kemudian dicelupkan ke
dalam sampel sampai konduktometer menunjukkan pembacaan yang
tetap (pada suhu 20 C).
dicatat hasil pengukuran
Hasil

6. Analisis Kadar Protein

Larutan Standar

Blanko

Larutan sampel

- dipipet masing-masing 5 mL
- dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi.
- ditambahkan dengan 6,87 mL larutan Lowry B.
- didiamkan selama 15 menit.
- ditambahkan dengan 0,63 mL larutan Lowry A.
- didiamkan selama 30 menit.
- diukur

absorbannya

spektrofotometer
Data

dengan

menggunakan

7. Analisis Kadar Lemak (Metode Batch Solvent Extraction)


8. 1 g sampel (B)

Hasil

Dimasukkan kedalam tabung reaksi berskala 15 mL

Diambahkan kloroform mendekati skala 10 ml

Ditutup rapat kemudian dikocok dan dibiarkan bermalam

Dihimpitkan hingga skala 10 mL dengan kloroform

Lalu dikocok kembali

Diaring dengan kertas saring kedalam tabung reaksi

Dipipet 5 mL kedalam cawan yang telah diketahui beratnya (a gram)

Diovenkan pada suhu 100 C selama 4 jam

Dikeluarkan lalu dimasukkan ke dalam eksikator jam

Kemudian ditimbang ( b gram )

Lampiran 2. Perhitungan
1. Kadar Air
Berdasarkan Tabel hubungan indeks bias dan kadar air yang terdapat pada SNI
01-3545-2013, maka dibuat grafik regresi untuk menentukan kadar air yang indeks
biasnya tidak tercantum di dalam Tabel.

Grafik Hubungan Indeks Bias dan Kadar Air (SNI 01-3545-2013)


30.0000

Kadar Air

25.0000
20.0000
15.0000

Series1
y = -396.1370x + 608.8740
R = 0.9999

10.0000

Linear (Series1)

5.0000
-

1.47

1.48

1.49

1.5

1.51

Indeks Bias

y =-396.1370 x + 608.8740
y = kadar air
x = indeks bias
Sampel EM 1
y = (-396.137 x 1,4839) + 608.874
= 21,0463

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Sampel
EM 1
EM 2
EM 3
CM 1
CM 2

Indeks Bias
1,4839
1,4830
1,4824
1,4655
1,4840

Kadar Air
21,0463
21,4028
21,6405
28,3352
21,0067

Tabel Hubungan Indeks Bias dengan Kadar Air pada Madu (SNI 01-3545-2013)
No.

Indeks bias

1.
2.
3.
4.
5.

1.5044
1.5038
1.5033
1.5028
1.5023

Kadar air
(20 C)
13.0
13.2
13.4
13.6
13.8

No.

Indeks bias

31.
32.
33.
34.
35.

1.4890
1.4885
1.4880
1.4875
1.4870

6.
7.
8.
9.
10

1.5018
1.5012
1.5007
1.5002
1.4997

14.0
14.2
14.4
14.6
14.8

36.
37.
38.
39.
40.

1.4865
1.4860
1.4855
1.4850
1.4845

11.
12.
13.
14.
15.

1.4992
1.4987
1.4982
1.4976
1.4971

15.0
15.2
15.4
15.6
15.8

41.
42.
43.
44.
45.

1.4840
1.4835
1.4830
1.4825
1.4820

16.
17.
18.
19.
20.

1.4966
1.4961
1.4956
1.4951
1.4946

16.0
16.2
16.4
16.6
16.8

46.
47.
48.
49.
50.

1.4815
1.4810
1.4805
1.4800
1.4795

21.
22.
23.
24.
25.

1.4940
1.4935
1.4930
1.4925
1.4920

17.0
17.2
17.4
17.6
17.8

51.
52.
53.
54.
55.

1.4790
1.4785
1.4780
1.4775
1.4770

26.
27.
28.
29.
30.

1.4915
1.4910
1.4905
1.4900
1.4895

18.0
18.2
18.4
18.6
18.8

56.
57.
58.
59.
60.

1.4765
1.4760
1.4755
1.4750
1.4745

61.

1.4740

Kadar air
(20 C)
19.0
19.2
19.4
19.6
19.8
20.0
20.2
20.4
20.6
20.8
21.0
21.2
21.4
21.6
21.8
22.0
22.2
22.4
22.6
22.8
23.0
23.2
23.4
23.6
23.8
24.0
24.2
24.4
24.6
24.8
25.0

a) Nilai untuk 20 C merupakan nilai perhitungan Wedmoris (Bee World 36,197 (1955). Nilai
Sumber
: Badan SNI
Madu
22 % diperoleh
dari 01-3545-2013
FAO/WHO Codex
Committee on Methods of Analysis and Sampling
(1968).
b) Jika nilai indeks bias diukur pada suhu dibawah 20 C tambahkan 0,000023 C pada angka
tabel, bila pengukuran dilakukan pada suhu diatas 20 C, kurangkan 0,00023/ C dari angka
tabel.

2. Kadar Abu
Rumus :
% Kadar Abu =

Bobot sampel setelah diabukan-bobot kosong


bobot sampel

x 100%

1) Sampel EM 1
% Kadar Abu =

29,3072 - 29,2733
5,0153

x 100%

= 0,6759 %

% Kadar Abu =

34,5873 - 34,5713
5,0026

x 100%

= 0,3198%
Rata-rata

Sampel

0,6759 %+0,3198%
2

= 0,4979 %

b. cawan
kosong
29.2733
34.5713

b. setelah b. sampel
diabukan
29.3072 5.0153
34.5873 5.0026

EM 2

33.9237
44.1183

33.952
44.138

EM 3

44.1275
44.1291

CM 1

CM 2

EM 1

Abu
0.0339
0.016

Kadar
Abu (%)
0.6759
0.3198

Rata-Rata
(%)
0.4979

5.0499
5.0010

0.0283
0.0197

0.5604
0.3939

0.4772

44.1574
44.147

5.0530
5.0669

0.0299
0.0179

0.5917
0.3533

0.4725

33.924
34.5753

33.9651
34.633

5.0160
5.0001

0.0411
0.0577

0.8194
1.1540

0.9867

34.5752
34.5766

34.5993
34.606

5.1069
5.0701

0.0241
0.0294

0.4719
0.5799

0.52589

3. Keasaman
Rumus :
Keasaman =

V NaOH - N NaOH
gram sampel

x 1000

1) Sampel EM 1
Keasaman

1,3 mL x 0,1242
5,1259 g

x 1000

= 31, 4988 meq/kg


Keasaman

1,9 mL x 0,126
5,2464 g

x 1000

= 45,6313 meq/kg
Rata-rata

Sampel

31,4988 + 45,6313
2

= 38,5651 mEq/kg

Volume
N.
NaOH (mL)
NaOH
1,3
0,1242
1,9
0,126

b. sampel
(gram)
5,1259
5.2464

Keasaman
(meq/kg)
31,4988
45,6313

Rata-Rata
(meq/kg)
38,5651

EM 2

1,8
1,1

0,1242
0,126

5.0422
5.0010

44,3202
26,5945

35,4574

EM 3

1,1
1,5

0,1242
0,1242

5.0299
5.0937

27,1616
36,5746

31,8681

CM 1

0,8
0,9

0,1242
0,1242

5.0611
5.1629

19,6321
21,6506

20,6414

CM 2

0,6
0,5

0,1242
0,1242

5.0115
5.1102

14,8698
13,3283

13,5991

EM 1

4. Kadar Protein
Tabel Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang Gelombang ()
610
620
630
640

Absorbansi
0,165
0,167
0,170
0,168

ABSORBANSI

Grafik Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


0.171
0.17
0.169
0.168
0.167
0.166
0.165
0.164

600

610

620

630

640

650

PANJANG GELOMBANG

Tabel Nilai Konsentrasi dan Absorbansi Standar


Konsentrasi (ppm)
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12

Absorbansi
0,016
0,089
0,197
0,268
0,354
0,376

ABSORBANSI

Grafik Deret Standar

0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0

y = 3.8086x - 0.0499
R = 0.9779
Series1
Linear (Series1)
0

0.05

0.1

KONSENTRASI

0.15

5. Kadar Lemak

Rumus :
Kadar Lemak =

P x (b - a)
gram sampel

x 100%

Keterangan :
P = pengenceran (10/5) = 2
b = bobot sampel setelah diovenkan
a = bobot kosong

1) Sampel EM 1
Kadar Lemak =

2 x (11,3706 - 11,3698)
3,0403

x 100%

= 0,0526%

Sampel

b. cawan
kosong (gram)

EM 1

11,3698

b. setelah
diovenkan
(gram)
11,3706

b. sampel
(gram)

Kadar
Lemak (%)

3,0403

0,0526

EM 2

11,1957

11,1958

1,5904

0,0126

EM 3

10,0037

10,0039

1,5584

0,0257

CM 1

12,3486

12,3489

1,8128

0,0331

CM 2

11,6786

11,6788

2,8294

0,0141

6. Kadar Karbohidrat
Rumus :
Kadar Karbohidrat

= 100 (%Protein + %Lemak + %Abu + %Air)

1) Sampel EM 1
Kadar Karbohidrat

= 100 (0,5877 + 0,05 + 0,4979 + 21,0463)


= 77,8155%

Sampel

% Protein

% Lemak

% Abu

% Air

% Karbohidrat

EM 1

0,5877

0,05

0,4979

21,0463

77,8155

EM 2

0,6676

0,01

0,4772

21,4028

77,4398

EM 3

0,4654

0,0257

0,4725

21,6405

77,3959

CM 1

0,5760

0,0331

0,9867

28,3352

70,0690

CM 2

0,4075

0,0141

0,5259

21,0067

78,0458

7. Kalori
Rumus :
Kalori = (9 x %Lemak) + (4 x %Protein) + (4 x %Karbohidrat)
1) Sampel EM 1
Kalori = (9 x 0,05%) + (4 x 0,5877%) + (4 x 77,8155%)
= 314,086 kal.

Sampel

9 x % Protein

4 x % Lemak

4 x % KH

Kalori (kal.)

EM 1

5,2893

0,2

311,262

314,086

EM 2

6,0084

0,04

309,7592

312,543

EM 3

4,1886

0,1028

309,5836

311,676

CM 1

5,184

0,1324

280,276

282,878

CM 2

3,6675

0,0564

312,1832

313,94

8. Energi
Rumus :
Energi = 4,186 x [(9 x %Lemak) + (4 x %Protein) + (4 x %Karbohidrat)]
1) Sampel EM 1
Energi = 4,186 x [(9 x 0,05%) + (4 x 0,5877%) + (4 x 77,8155%)]
= 1314,765 KJ

Sampel

9 x % Protein

4 x % Lemak

4 x % KH

Energi (KJ)

EM 1

5,2893

0,2

311,262

1314,765

EM 2

6,0084

0,04

309,7592

1308,305

EM 3

4,1886

0,1028

309,5836

1304,678

CD 1

5,184

0,1324

280,276

1184,127

CD 2

3,6675

0,0564

312,1832

1314,154

Lampiran 3. Peta Lokasi Desa Terasa

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian


1. Pengambilan Sampel

2. Analisis ICP-OES

3. Analisis Kadar Air

4. Analisis Kadar Abu

5. Analisis pH dan Keasaman

6. Analisis Konduktivitas Elektrik

7. Analisis Protein

8. Analisis Kadar Lemak

Vous aimerez peut-être aussi