Vous êtes sur la page 1sur 20

PKMRS

GASTRITIS

Oleh:
Try Wahyudi Jeremi Loly
C111 12 296
Pembimbing :
dr. Andi Tenrisanna, Sp.A
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................

ii

DAFTAR ISI..................................................................................................

iii

I.
II.
III.
IV.
V.

DEFINISI.............................................................................................
EPIDEMIOLOGI.................................................................................
ETIOLOGI...........................................................................................
FISIOLOGI LAMBUNG ....................................................................
KLASIFIKASI.....................................................................................

1
1
1
3
8

VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
XI.

PATOMEKANISME............................................................................
GEJALA KLINIS.................................................................................
DIAGNOSIS BANDING ....................................................................
PENEGAKAN DIAGNOSIS...............................................................
TERAPI ...............................................................................................
PENCEGAHAN...................................................................................

8
9
10
10
13
17

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

18

LAMPIRAN

ii

GASTRITIS

I.

DEFINISI
Secara sederhana, definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan

submukosa lambung. Predileksi infeksi biasanya berada di antrum gaster dan


berkurang di daerah korpus karena antrum merupakan daerah reaktiiitas yang
lebih tinggi. Pada sebagian besar besar kasus inflamasi mukosa gaster tidak
berkorelasi dengan keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya, keluhan dan
gejala klinis pasien berkolerasi positif dengan komplikasi gastritis.1,2
II.

EPIDEMIOLOGI
Insidens gastritis paling sering pada anak disebabkan oleh H.pylori. Di

negara maju, prevalensi kuman H.pylori pada anak sangat rendah dibandingkan
negara berkembang.1,5,6,8
III.

ETIOLOGI
Penyebab gastritis bisa karena banyak hal: 1,2,4,8
a.
Helicobacter pylori
Faktor resiko rendahnya sosioekonomi pada anak atau anggota keluarga
mempengaruhi terjadinya gastritis pada anak. Semua anak yang terinfeksi
H.pylori memperlihatkan gambaran histopatologi gastritis kronik tetapi
asimptomatik. Infeksi kuman H.pylori merupakan kausa gastritis yang amat
penting. Gangguan fungsi sistem imun dihubungkan dengan gastritis kronik
setelah ditemukan autoantibodi terhadap faktor intrinsik dan terhadap
secretory canalicular structure sel parietal pada pasien dengan anemia
pernisiosa. Antibodi terhadap sel parietal mempunyai korelasi yang lebih

baik dengan gastritis kronik korpus dalam berbagai gradasi , dibandingkan


dengan antibodi terhadap faktor intrinsik. Masih harus dibuktikan lagi
b.

bahwa pemicu reaksi imunologis tersebut karena H. pylori.1,2


Infeksi virus
Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi mukosa lambung,
misalnya enteric rotavirus dan calcivirus. Keduanya dapat menimbulkan
gastroenteritis,

tetapi

secara

histopatologis

tidak

spesifik.

Hanya

sitomegalovirus yang dapat menimbulkan gambaran histopatologis yang


c.

khas, terutama pada organ muda dan imunokompromais.1,3


Infeksi jamur
Jamur Candida species, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae dapat
menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien imunokompromais. Pasien
yang sistem imunnya baik, biasanya tidak dapat terinfeksi jamur, karena

d.

mukosa lambung bukanlah tempat yang mudah terkena infeksi parasit. 1,2,3
Konsumsi NSAID
Penggunaan dosis tinggi atau menggunaan dua jenis NSAID dapat
menyebabkan terjadinya gastritis.Gastropati NSAID bervariasi sangat luas,
dari hanya keluhan nyeri ulu hati, sampai tukak peptik dengan komplikasi
perdarahan saluran cerna atas. 1

IV. FISIOLOGI LAMBUNG


Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di
bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung mneyerupai bentuk J, dan bila
penuh berbentuk seperti buah pir raksasa. Secara anatomis terbagi atas fundus,
korpus, pylorus. Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan
luar merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus

memanjang ke hati, membentuk omentum minus. Lapisan berikutnya adalah


tunika muscularis tersusun atas tiga lapisan dan bukan dua lapis otot polos;
lapisan longitudinal dibagian luar, lapisan sirkular dibagian tengah, dan lapisan
oblik dibagian dalam. Susunan unik ini memungkinkan berbagai macam
kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikelpartikel kecil, mengaduk, dan mencampur makanan tersebut dengan cairan
lambung, dan mendorongnya kearah duodenum. Submukosa

tersusun atas

jaringan areolar longgar yang menghubungan lapisan mukosa dan lapisan


muskularis. Lapisan ini memungkinkan lapisan mukosa bergerak dengan gerakan
peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan
saluran limfe. Mukosa lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan- lipatan
longitudinal rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi
makanan. Terdapat bermacam- macam kelenjar pada lapisan ini . Kelenjar kardia
berada di dekat orifisium kardia dan menyekresi mukus. Kelenjar fundus atau
gastric terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar
gastric memiliki tiga tipe sel utama. Sel Zimogenik (chief sel)menyekresikan
pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel parietal
menyekresikan HCl dan faktor vitamin B12 di dalam usus halus. Sel mukus
ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mucus. Hormon gastrin
diproduksi sel G yang terletak di pylorus lambung.1,2
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari saraf otonom . Suplai
parasimpatis ke lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia

seliaka. Serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh


peregangan, kontraksi otot, dan peradangan yang dirasakan disekitar epigastrium.
Serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf
mientericus (Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan intriksi
di dinding abdomen dan mengkoordinasikan aktivitas motorik dan sekresi mukosa
lambung.1,2,4
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi:2,4
a.

Tahap sefalik, diinisiasi dengan melihat, merasakan, membaui, dan menelan


makan, yang dimediasi oleh aktivitas vagal. Hal ini mengakibatkan kelenjar

b.

gastrik menyekresi HCL, pepsinogen, dan menambah mukus. 2,4


Tahap gastrik meliputi stimulasi reseptor regangan oleh distensi lambung
dan dimediasi oleh impuls vagal serta sekresi gastrin dari sel endokrin (sel
G) di kelenjar-kelenjar antral. Sekresi Gastrin dipicu oleh asam amino dan

c.

peptida di lumen dan mungkin distimulasi vagal. 2,4


Tahap intestinal terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki
proximal usus halus yang memicu faktor dan hormon. Sekresi lambung
distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum, melalui sirkulasi menuju
lambung. Sekresi dihambat oleh hormon- hormon polipeptida yang
dihasilkan duodenum jika PH di bawah 2 dan jika ada makanan berlemak.
Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin,
kolesistokiniri dan hormon pembersih enterogastron. 2,4

Gambar 1 Struktur lambung


Dikutip dari ke pustakaan 3
Faktor kimiawi, saraf, dan hormonal berperan dalam sekresi asam
lambung. Sekresi asam lambung dirangsang oleh gastrin dan oleh serabut saraf
vagal pascaganglion melalui reseptor kolinergik muskarinik pada sel parietal.
Pelepasan gastrin dihambat oleh somatostatin dan dirangsang oleh neuropeptida
pelepas gastrin. Perangsangan vagal meningkatkan sekresi asam lambung melalui
perangsangan kolinergik sekresi sel parietal. Mukosa lambung mengandung
histamin dalam jumlah besar. Histamin memegang peranan yang cukup penting
dalam sekresi asam lambung. Histamin berkerja sama dengan gastrin dan
kolinergik terhadap sel parietal. Gastrin merangsang sekresi asam lambung secara
langsung dan pelepasan histamin. Histamin merangsang asam lambung dengan
meningktakan adenosine monofosfat siklik (AMP) sel parietal dan selanjutnya
merangsang protein kinase. Gastrin dan asetil kolin merangsang sekresi asam
lambung 1,4

Gambar 2. Regulasi Sekresi Asam Lambung


Dikutip dari ke pustakaan 5
Untuk

penangkal

iritasi

tersedia

sistem

biologi

canggih,

dalam

mempertahankan keutuhan dan pembaikan mukosa lambung bila timbul


kerusakan. Sistem pertahan mukosa gastrodeudonal terdiri dari 3 rintangan yaitu :
pre-epitel, epitel dan sub-epitel:4,5
a.

Lapisan pre-epitel:
1. Sekresi mukus : lapisan tipis pada permukaan mukosa lambung. Cairan
yang mengandung asam dan pepsin keluar dari kelenjar lambung
melewati lapisan permukaan mukosa dan memasuki lumen lambung
secara langsung tanpa kontak langsung dengan sel-sel epitel permukaan
lambung. 4,5
2. Sekresi bikarbonat : sel-sel epitel permukaan lambung mensekresi
bikarbonat ke zona batas adhesi mukus, membuat PH mikrolingkungan

netral pada perbatasan dengan sel epitel. 4,5,


3. Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan
b.

hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus. 4,5


Lapisan epitel:
1. Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak dirnana terjadi migrasi sel-sel
yang sehat ke daerah yang rusak untuk pembaikan. 4,5
2. Pertahanan seluler yaitu kemampuan untuk memelihara electrical
gradient dan mencegah pengasaman sel. 4,5
3. Kemampuan transporter asam basa untuk mengangkut bikarbonat ke
dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam
keluar jaringan. 4,5
4. Prostaglandin merangsang produksi mukus dan bikarbonat, yang mana
akan menghambat sekresi asam sel parietal. Disamping itu, aksi
vasodilatasi dari prostaglandin E dan I akan meningkatkan aliran darah
mukosa. Obat-obat yang menghambat sintesis prostaglandin, misalnya
NSAID akan menurunkan sitoproteksi dan memicu perlukaan mukosa
lambung dan ulserasi. 4,5
5. Faktor pertumbuhan : Beberapa faktor pertumbuhan memegang peran
seperti : EGF, FGF, TGFa dalam membantu proses pemulihan. 4,5

c.

Lapisan sub-epitel :
1. Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi,
oksigen dan bikarbonat ke epitel sel. 4,5
2. Ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan. 4,5

V. KLASIFIKASI
Gastritis memiliki berbagai macam klasifikasi, baik berdasarkan
etiologi maupun berdasarkan perjalanan. Klasifikasi gastritis berdasarkan
etiologi gastritis dibagi menjadi gastritis karena H.pylori dan Gastritis NSAID,

gastritis karena alkohol, gastritis erosif . Sedangkan berdasarkan perjalanan


penyakit, gastritis dibagi menjadi gastritis akut dan gastritis kronik.
Gastritis akut merupakan peradangan aku mukosa lambung yang
bersifat sementara. Peradangan ini bisa disertai perdarahan mukosa. Pada
keadaan yang lebih berat dapat dijumpai terlepasnya permukaan epitel mukosa
(erosi). Gastritis akut dengan erosi yang berat merupakan penyebab utama
perdarahan gastrointestinal akut..
Gastritis kronis ditandai oleh atrofi epitel kelenjar disertai kehilangan
sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan permukaan
mukosa menjadi rata. Ada dua jenis gastritis atrofik kronis:

Gastritis kronis tipe A, merupakan penyakit autoimun yang


disebabkan oleh autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar
lambung dan faktor intrinsik. Tidak adanya sel parietal dan
chief cell dapat menurunkan sekresi asam dan meningkatnya kadar
gastrin.

Gastritis kronik tipe B atau disebut juga gastritis antral karena


umumnya mengenai daerah antrum dan lebih sering terjadi.
Penyebab utamanya adalah Helicobacter pylori (H.pylori).2,4,8

IV. PATOMEKANISME
Gastritis karena H.pylori:
H. pylori mempunyai hospes dan jaringan yang sangat spesifik. Organisme ini
terutama terdapat dalam lapisan mukosa yang menutupi epitel lambung dalam
antrum. Walaupun beberapa organisme telah ditemukan antara sambungan yang

rapat sel epitel yang berdekatan, H.pylori tidak menginvasi mukosa lambung.
Faktor yang memungkinkan organism beradaptasi dengan lingkungan lambung
adalah produksi ammonia yang diperantarai urease untuk menetralkan pH asam,
morfologi spiral dan flagella yang memungkinkan menembus lapisan mukosa
protektif dan menahan peristaltik, dan adhesin yang memungkinkan organism
melekat pada epitel gastrik. Infeksi dengan H.pylory sebenarnya selalu berakibat
radang lambung. Walaupun infeksi akut dihubungkan dengan infiltasi neutrofil,
tanda histopatologiknya adalah radang kronik. Respon radang pada anak- anak
adalah limfosit dan biasanya disertai dengan hiperplasia limfonoduler.1,6,8

Gambar 3. Regulasi Sekresi Asam Lambung


Dikutip dari ke pustakaan 5

VII. GEJALA KLINIS


Infeksi akut H.pylori biasanya tidak bergejala, walaupun sindrom ditandai
dengan nyeri perut, dan gastritis neutrofilik. Gastritis kronik dengan manifestasi
H.pylori lebih sering, kebanyakan tidak bergejala. Walaupun tanda klinis khas
anak dengan gastritis kronik adalah nyeri perut dan muntah berulang, kebanyakan
nyeri perut berulang kronis pada masa anak tidak disebabkan oleh H.pylori.1,4
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari gastritis adalah GERD, penyakit traktus biliaris,
keracunan makanan.2
IX. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya
berupa keluhan yang tidak jelas. Pemeriksaan fisis juga tidak dapat memberikan
informasi yang butuhkan untuk menegakkan diagnosis. Sehingga diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan:
a.

Endoskopi

Gambaran endoskopi yang dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised


erosion, perdarahan, edematous rugae. 1,5

10

Gambar 4. Gambaran Endoskopi Gastritis


Dikutip dari ke pustakaan 5
b.

Histopatologi

Perubahan-perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi


sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya autoimun
ataupun respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi
berupa degradasi epitel, hiperplasia foveolar, infiltrasi netrofii, inflamasi sel
mononuklear, folikel limfoid, atropi, intestinal metaplasia,hyperplasia sel
endokrin,kerusakan sel parietal.1,5
Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman
H.pylori, seperti:
a.

Tes Non-invasif
1. Pemeriksaan serologis
IgA dan IgM dalam perut. Beberapa metode yang dapat dipakai aotara
lain Elisa dan aglutinasi (hemaglutinasi atau aglutinasi partikel/tes
lateks). Dari tes ini kita dapat mendeteksi paparan bakteri ke host tetapi
kita tidak dapat mendeteksi secara pasti adanya infeksi yang sedang

11

berlangsung. Karena kadar antibodi menetap dalam darah dalam jangka


waktu panjang meskipun infeksi H.pylori sudah diobati. Selain itu, hasil
uji serologi tergantung dari antigen H.pylori yang digunakan pada
pemeriksaan tersebut. Sehingga dianjurkan untuk melakukan uji validitas
terhadap pemeriksaan serologi sesuai dengan kondisi masing- masing
daerah karena antigen strain bakteri dari suatu daerah mungkin berbeda
dengan bahan yang digunakan pada uji tersebut.1,2,4
2. Urea Breath Test (UBT)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk deteksi
infeksi H.pylori. Uji C-urea nafas didasarkan pada kenyataan: bahwa
kuman H.pylori memproduksi urease. Urease adalah enzim yang
memecah urea menjadi ammonia dan CO2. Urea dengan label C13 atau
C14 dimakan oleh penderita dan menyebar melalui mukosa menuju
pembuluh darah yang mensupplai mukosa dan H.pylori. Ketika sudah
mendekati epitel pembuluh darah yang mensupplai mukosa beberapa
menit kemudian isotop karbondioksida akan tampak pada pemapasan. 1,4
b. Tes Invasif
1. Biopsy Urease Test (BUT)
Tersedia dalam berbagai macam pilihan yang dibuat sendiri dalam bentuk
cair atau padat seperti tes CLO. Dasarnya adalah adanya enzim urease dari
kuman H.pylori yang mengubah urea menjadi ammonia yang bersifat basa
sehingga terjadi perubahan warna media menjadi merah. Hasilnya dapat
dibaca dalam beberapa menit dampai 24 jam, dan pengambilan lebih dari
satu specimen akan meningkatkan akurasi pemeriksaan ini. Penggunaan

12

antibiotik atau PPI akan menghambat pertumbuhan kuman sehingga harus


2.

dihentikan satu minggu sebelumnya. 2,4,5


Histopatologi
Untuk mendeteksi infeksi H.pylori serta menilai derajat inflamasinya .
Pemeriksaan standar dengan pewarnaan H dan E untuk deteksi kuman.
Pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan Giemsa, Genta, atau

3.

Warthin- Starry memberikan gambaran yang lebih jelas. 1,5,6


Biakan
Tes yang paling spesifik adalah kultur dari bahan biopsy mukosa lambung
(gold standard). Walau demikian, biakan masih dianggap sebagai jenis
pemeriksaan yang tidak praktis. Teknik biakan sulit, karena memerlukan
suasana media yang makroaerofilik (5% oksigen dengan 5-10% C02) dan
memerlukan waktu yang cukup lama. Biakan memiliki 2 keuntungan yakni
untuk menentukan jenis antibiotik yang akan digunakan serta mengisolasi
bahan dengan menggunakan kultur. Pemeriksaan ini tidak diperlukan pada
saat awai terapi, tetapi mungkin diperlukan bila terdapat kegagalan
eradikasi sebanyak 2 kali.1,6

X. TERAPI
Terapi pada gastritis dapat berupa medikamentosa dan non-medikamentosa.
Terapi non- medikamentosa dapat berupa terapi diet. Diet pada penderita gastritis
adalah diet lambung. Prinsip diet diantaranya pasien dianjurkan untuk makan
secara teratur, tidak terlalu kenyang dan tidak boleh berpuasa. Makanan yang
dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan protein (TKTP) namun
kandungan lemak/minyak, khususnya yang jenuh harus dikurangi. Makanan pada

13

diet lambung harus mudah dicernakan dan mengandung serat makanan yang halus
(soluble dietary fiber). Makanan tidak boleh mengandung bahan yang
merangsang, menimbulkan gas, bersifat asam, mengandung minyak/ lemak secara
berlebihan, dan yang bersifat melekat Selain itu, makanan tidak boleh terlalu
panas atau dingin.(10)
Terapi gastritis memiliki dua tujuan utama, yaitu penyembuhan gastritis dan
mengurangi penyebab utama. Tujuan lainnya yaitu mengurangi gejala dan
mencegah timbulnya komplikasi.(4)
Helycobacter pylori merupakan organisme yang sulit diobati sehingga untuk
memperoleh hasil eradikasi yang optimal diperlukan kombinasi dua atau lebih
antibiotika.(11)Obat pilihan utama untuk pengobatan gastritis pada anak yaitu
antagonis reseptor H2 dan proton pump inhibitor. Antagonis reseptor
H2(cimetidine, ranitidine, famotidine, nizatidine) secara kompetitif menghambat
pengikatan histamin dengan reseptor pada sel parietal gaster. Proton pump
inhibitor menghambat kerja pompa ATPase H+/K+ sel parietal gaster yang
mengurangi sifat basa dan menginduksi sekresi asam lambung. Ada 5 proton
pump inhibitor yang dikenal di Amerika Serikat, yaitu omeprazole, lansoprazole,
pantoprazole, esomeprazole, and rabeprazole. Meskipun tidak semua obat tersebut
cocok digunakan untuk anak-anak, proton pump inhibitor tersebut dapat
ditoleransi dengan baik dengan efek samping yang kecil seperti diare (1-4%),
nyeri kepala (1-3%) dan nausea (1%). Kerja proton pump inhibitor paling baik
jika diberikan sebelum makan. Untuk infeksi Helicobacter pylori, pengobatan
kombinasi antara proton pump inhibitor dengan larithromycin dan amoxicillin

14

atau metronidazole selama 2 minggu merupakan terapi yang dapat ditoleransi


dengan baik.(1,2,6)
Konsensus

para

Ahli

Gastroenterologi

di

Amerika

dan

Eropa

merekomendasi penggunaan 3 jenis obat yang terdiri dari PPI, dan kombinasi 2
antibiotik selama 7 hari. Kombinasi obat yang direkomendasikan adalah (1) PPI,
metronidazol, dan klaritromisin, atau (2) PPI, amoksisilin (bila diduga ada
resistensi terhadap metronidazol), atau (3) PPI, amoksisilin, dan metronidazol
(bila ada resistensi terhadap klaritromisin). Dosis yang dianjurkan adalah
omeprazol 2mg/kg/hari, amoksisilin 30 mg/kg dua kali sehari, klaritromisin 15
mg/kg/hari, dan metronidazol 20-30 mg/kg/hari.(1,2,6).
Kejadian resistensi terhadap amoksisilin rendah, sedangkan kejadian
resistensi terhadap golongan makrolid (klaritromisin) dan metronidazol cenderung
meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan obat-obat tersebut. Pada
daerah yang memiliki angka kejadian resistensi terhadap metronidazol lebih dari
30%, dianjurkan untuk langsung memberikan amoksisilin. Data terakhir
memperlihatkan penggunaan lanzoprazol sebagai PPI. Kombinasi lanzoprazol,
amoksisilin/metronidazol, dan klaritromisin memberikan tingkat eradikasi yang
cukup baik (87%), tetapi penggunaannya pada anak belum dilaporkan secara luas.
(5)

Terapi yang diberikan sebaiknya sederhana, dapat ditoleransi dengan baik,


dan memiliki tingkat eradikasi lebih dari 80%. Selain untuk mencegah terjadinya
resistensi, penggunaan berbagai jenis obat akan memberikan hasil yang lebih
efektif, karena terdapat mekanisme sinergis dari obat-obat tersebut. Eradikasi

15

dikatakan berhasil apabila ditemukan gambaran histologi yang normal, atau hasil
biakan jaringan biopsi dan uji urea napas negatif. Uji diagnostik yang bersifat non
invasif lebih dianjurkan. Sebagai uji baku digunakan uji urea napas.(C13 urea
napas). Evaluasi hasil eradikasi sebaiknya tidak dilakukan sebelum 4 minggu
karena dapat memberikan hasil negatif palsu. Pemeriksaan serologi yang
memperlihatkan penurunan kadar antibodi sebesar 50% sebagai petanda
keberhasilan eliminasi bakteri harus dilakukan pada 6 bulan setelah eradikasi.
Apabila eradikasi yang diberikan tidak memberikan hasil optimal, biakan dan uji
resistensi diperlukan untuk menentukan jenis antibiotik selanjutnya. Apabila
terjadi kegagalan terapi, maka obat yang dipilih selanjutnya harus memperhatikan
jenisdan atau sensitivitas obat sebelumnya. Pada kasus yang resisten terhadap
metronidazol dapat diberikan kombinasi omeprazol, klaritromisin dan amoksisilin
30-50 mg/kg/hari selama 7 hari atau omeprazol, amoksisilin, dan metronidazol
bilaresisten terhadap klaritromisin.(5)

XI. PENCEGAHAN
Hanya sekitar 1% penderita yang mengalami infeksi H.pylori akan
berkembang menjadi kanker lambung. Untuk itu tidak dapat dibenarkan untuk
melakukan penyaringan dan pengobatan secara luas untuk individu yang
menderita infeksi H.pylori.(11)
Strategi lain untuk mencegah terjadinya infeksi H.pylori adalah pemberian
vaksinasi. Vaksinasi yang potensial untuk mencegah infeksi H.pylori masih dalam
taraf penyelidikan. Namun belum terbukti vaksinasi dapat mencegah infeksi pada

16

manusia. Di samping itu, mengingat kecilnya prevalensi kanker lambung pada


individu yang terinfeksi dapat mengakibatkan tingginya harga vaksin. Pencegahan
lebih ditujukan untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi H.pylori. Perbaikan
status sosio ekonomi, gizi dan lingkungan seperti penyediaan air bersih terbukti
mampu menurunkan prevalensi infeksi H.pylori pada anak. Monitoring
kecenderungan kolonisasi dan penyakit gastrointerstinal bagian atas pada berbagai
populasi dapat memberikan gambaran kecenderungan terjadinya infeksi H.pylori.
(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Blanchard SS, Czinn SJ. Peptic Ulcer Disease in Children. Dalam:


Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF(editor). Nelson
Textbook of Pediatrics.Edisi 19. Philadelphia.aunders Elsevier. 2011
2. Lindseth,Glenda N. Gangguan Lambung dan Duodenum. Dalam: Price,
Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Vol 1.Edisi
6. Jakarta.Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. Hal: 417-420.
3. Despopoulos, Agamemnon. Stomach Structure and Motility. Dalam:
Despopoulos, Agamemnon . Color Atlas of Physiology. Edisi 5.New York.
Thieme. 2003. Hal: 241.
4. McGuigan, James E.Ulkus

Peptikum

dan

Gastritis.

Dalam:

Isselbacher.Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol 4.Edisi 13.


Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. Hal: 1533-1540.

17

5. Kumar. Stomach and Duodenum. Dalam: Kumar.Clark . Clinical Medicine.


Edisi 6.New York. Elsevier. 2003. Hal: 282-291.
6. Atkins, Jane T. Helicobacter. Dalam: Behrman, Richard E .Nelson: Ilmu
Kesehatan Anak Vol 2.Edisi 15. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2012. Hal: 988-990.
7. Aitmatsier,S. Diet Penyakit Lambung. Dalam: Aitmatsier,S.Penuntun Diet
Edisi Baru. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 108-116.
8. Tehuteru, Edi S.Penatalaksanaan infeksi Helicobacter pylori pada Anak.
Kedokteran Trisakti 2004; 2 :110-114
9. Hegar, Badru. Infeksi Helicobacter Pylori pada Anak. Sari Pediatri 2000;
2: 82-89.
10. Sylevester, Fransisco A. Peptic Ulcer Disease. In Behrman, Kliegman,
Jenson, editors. Nelson Textbook of Pediatric. 19th Ed. USA : Elsevier
Science ; 2003. P.1425-48.

18

Vous aimerez peut-être aussi