Vous êtes sur la page 1sur 5

SAAT ITU

Senja temaram, sang surya perlahan kembali ke peraduan. Langit dihiasi siluet
jingga yang begitu indah ditemani alunan melodi angin semilir yang perlahan merasuk
ke dalam pori-pori kulit, semakin lama semakin menusuk otot-otot di bawah kulit dan
terus merangkak ke dalam tulang. Dingin, sangat dingin. Namun dinginnya angin saat
ini tak sedingin ruang di hatiku yang kini hampa sejak dia memutuskan untuk pergi.
Aku memang egois, tidak seharusnya aku melarangnya untuk melanjutkan
sekolah di luar negeri. Tapi aku terlalu takut. Aku takut ia akan bertemu dengan gadis
lain yang lebih baik dariku, aku takut ia akan melupakanku begitu saja, dan yang paling
utama aku takut untuk jauh darinya.
***
Rin, aku rasa beberapa waktu lagi kita akan lebih jarang bertemu, ucapnya
mengawali percakapan.
Kenapa? Apa kamu sedang sibuk atau..., kalimatku menggantung. Oh... tidak,
apa orang tuamu telah mengetahui hubungan kita? tanyaku penuh dengan rasa cemas.
Sam hanya menunduk. Namun dari raut wajah dan gerak-gerik tubuhnya, aku bisa
melihat bahwa ia sedang memiliki masalah. Aku rasa masalah yang cukup besar karena
baru pertama kali dia terlihat sampai segugup ini.
Hampir lima belas menit kami duduk berdampingan tanpa sepatah kata pun yang
terucap. Aku juga tidak memiliki keberanian untuk memulai perbincangan dan
menanyakan masalah yang dihadapi oleh Sam. Aku tak ingin dia semakin gelisah.
A...a..aku, setelah dua puluh menit berlalu, ia memberanikan diri untuk bicara.
Aku mendapatkan beasiswa itu dan aku akan pergi.
Deg... Aku benar-benar terkejut. Jantungku terasa berhenti berdetak. Entah aku
harus senang atau sedih. Tapi... Sam, bukankah kamu telah berjanji untuk tetap di sini
walaupun kau mendapatkan beasiswa itu, tanyaku dengan mata berkaca-kaca. Aku
berharap Sam mengurungkan niatnya.

Aku harus pergi, aku tidak ingin mengecewakan kedua orang tuaku. Mereka
sudah mengetahui hal tersebut dan mereka sangat berharap aku menerima beasiswa itu
Jawabannya itu membuat hatiku remuk hancur. Tidak bisakah kau kuliah di
Indonesia saja? Aku pikir aku tidak akan bisa melanjutkan hubungan kita dengan cara
seperti ini. Aku tidak sanggup berada jauh darimu.
Rina dengarkan aku, ia memelukku dengan erat.
Aku berusaha menepis pelukannya. Sam seharusnya kau yang dengarkan aku!
Aku mohon, tetaplah di sini, aku mohon.
Rin, aku harap kamu jangan egois. Aku juga ingin tetap di sini bersamamu, tapi
aku tidak bisa melawan perintah orang tuaku, aku tidak ingin menjadi anak yang
durhaka. Maafkan aku, aku harus pergi.
Baik! Kalau itu maumu, mulai sekarang kita tidak perlu bertemu lagi. Kita
cukupkan saja sampai di sini.
Ia hanya bergeming saat mendengar perkataanku. Embun yang sedari tadi ku
tahan mulai membasahi pelupuk mata. Aku segera pergi meninggalkannya yang masih
tetap terduduk dengan raut wajah penuh penyesalan.
Percakapan di taman siang itu setiap saat terus membayang-bayangiku. Kejadian
tersebut merupakan titik awal jurang pemisah di antara kami. Jurang yang sebelumnya
tak pernah terpikir olehku. Jurang yang akan terus melebar seiring berjalannya waktu.
***
Malam semakin larut. Aku berbaring di kamarku, masih berusaha untuk berlayar
ke dunia mimpi. Namun bayangan wajahnya kembali menghantuiku. Sejak
pertengkaran itu kami tidak saling berhubungan lagi. Aku benar-benar kesal padanya,
mengapa ia begitu tega memutuskan hal itu tanpa pernah memikirkan perasaanku. Apa
dia tidak ingat semua hal yang telah kami lakukan bersama. Apa dia tidak ingat saat ia
menjadi orang yang pertama kali bicara denganku ketika kami baru menjadi siswa
SMA. Apa ia telah melupakannya. Aku hanya bisa terus bertanya mengapa, mengapa,
dan mengapa.

Ingatanku kembali ke kejadian dua tahun yang lalu. Saat itu aku dan Sam
merupakan siswa baru di salah satu SMA favorit di kotaku. Saat semua orang bersuka
cita, berkenalan dengan teman-teman baru, melihat-lihat lingkungan sekolah, dan halhal lain yang biasa dilakukan oleh seorang siswa baru, aku hanya duduk melamun
sendiri di dalam kelas. Aku memang seorang anak pendiam yang kurang bisa bergaul
seperti orang lain. Namun di tengah lamunanku tiba-tiba datang seorang anak yang
sepertinya juga merupakan siswa baru di sekolah ini. Ia duduk di sampingku kemudian
menyodorkan tangannya padaku yang mengisyaratkan ia ingin berkenalan. Ya, anak itu
adalah Sam, ia baru pidah ke kota ini sekitar seminggu yang lalu dan aku adalah teman
pertamanya di sekolah ini. Sejak perkenalan itu kami menjadi semakin dekat. Ke mana
pun kami selalu pergi bersama. Hingga kami memutuskan untuk menjalin hubungan
yang lebih dari sekadar teman. Sampai saat ini, tidak terasa telah tiga tahun kami
menjalin hubungan. Masa-masa penuh kenangan manis yang tak akan terlupakan.
***
Mentari pagi mengelus lembut wajahku. Setelah tidur semalam, seharusnya pagi
ini badanku terasa segar. Tetapi justru sebaliknya, aku merasa sangat lemas. Mungkin
hal itu disebabkan karena hari ini Sam akan berangkat. Oh... aku tak menyangka hari ini
akan datang. Hari saat dia pergi jauh meninggalkanku.
HP-ku berdering, ternyata SMS dari Sam. Aku ragu untuk membacanya. Aku
takut akan semakin sedih. Namun akhirnya aku memutuskan untuk membacanya.
Rin, tolong datang ke tempat terakhir kita bertemu
Taman. Setelah membaca SMS Sam, itulah tempat pertama yang terpikirkan
olehku. Dengan masih menggunakan piyama dan rambut yang acak-acakan aku
bergegas ke taman. Aku tetap berharap Sam membatalkan rencananya. Namun di
tempat itu aku tidak menemukan Sam. Aku hanya melihat sebuah kotak kecil yang
dibalut kertas merah jambu dengan aksen hati tergeletak di bangku taman - tempat
terakhir kali kami bertemu. Aku membuka kotak itu, ternyata isinya sebuah kalung yang
bertuliskan inisial nama kami. Iya SR, Sam dan Rina. Saat aku mengambil kalung
tersebut, ada secarik kertas yang terjatuh. Surat dari Sam, batinku. Aku segera
membacanya.

Rin, saat kamu membaca surat ini, mungkin aku telah berangkat. Aku tahu
ini pasti berat, bukan hanya untukmu tapi juga untukku. Sebenarnya aku tidak
rela meninggalkanmu. Tapi, aku bukanlah orang beruntung yang lahir di
keluarga yang berkecukupan. Hanya inilah kesempatanku untuk mencapai citacita yang aku impikan.
Mengenai hubungan kita, aku harap tidak berakhir sampai di sini.
Hubungan kita memang terlarang dan tidak akan direstui oleh siapa pun. Dua
orang wanita yang menjalin hubungan kekasih memang terdengar aneh, tak
lazim, dan bahkan menjijikkan. Namun bagiku, jalinan kasih di antara kita
merupakan hal terindah dalam hidupku.
Tunggulah aku kembali, Rin.
Aku mencintaimu , sampai kapan pun aku benar-benar mencintaimu.
Love,
Samanta

Tidak terasa buliran bening yang hangat membasahi pipiku. Aku berjanji Sam,
aku akan selalu mencintaimu. Aku akan menunggu sampai kau kembali.
Sesampai di rumah aku benar-benar terkejut saat melihat ibuku menangis dan
berlari menghampiriku. Rina, Sam kecelakaan, dan..., ibuku terisak, Sam kecelakaan
saat dalam perjalanan menuju ke bandara. Di... dia meninggal saat dibawa ke rumah
sakit.
Mendengar hal itu, aku menangis sejadi-jadinya. Aku masih tidak percaya dengan
kata-kata yang diucapkan oleh ibuku. Itu mustahil. Tidak mungkin, tidak mungkin Sam.
Ibu pasti salah bicara. Ibu pasti salah mendengar informasi. Itu bukan Sam milikku, itu
mungkin orang lain yang kebetulan bernama Sam. Atau... aku tahu, Sam hanya ingin
mengerjaiku, Sam mengurungkan niatnya untuk pergi ke luar negeri dan dia meminta

bantuan ibuku untuk mengerjaiku. Ya, pasti itu yang terjadi. Sam tidak mungkin
meninggalkanku begitu saja. Ibu berusaha menenangkan aku yang terlihat sangat
terkejut dengan berita itu. Ibu memelukku hingga akhirnya aku terkulai lemas karena
kehabisan tenaga.
***

Saat aku membuka mata, aku telah berada di dalam kamar. Aku bangun dari
tempat tidur dengan kepala yang agak pusing. Aku kembali mengingat kejadian yang
terjadi sebelumnya. Astaga... Sam. Bergegas aku mengambil HP untuk
menghubunginya. Namun, saat ada yang janggal, tanggal yang tertera di HP ku adalah
tanggal keberangkatan Sam. Jadi, Sam berangkat hari ini. Semua itu hanya mimpi. Sam
tidak meninggal dalam kecelakaan. Aku bisa bernafas lega sekarang. Namun, sesaat
kemudian HP-ku berdering. SMS dari Sam, sama persis seperti dalam mimpiku.
Akankah itu terjadi...?

Vous aimerez peut-être aussi