Vous êtes sur la page 1sur 65

PERKERASAN KAKU

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Kontruksi Jalan dan Jembatan
yang dibina oleh Bapak Sugiyanto

oleh :
Dhya Ayu Larasati

130522506280

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
NOVEMBER 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik tanpa suatu halangan. Makalah ini
saya buat sebagai persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Kontruksi Jalan dan
Jembatan.
Dalam pembuatan makalah ini, saya mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Bapak Sugiyanto selaku dosen pembimbing matakuliah Kontruksi Jalan dan
Jembatan.
2. Pihak-pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya mengetahui bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan. Kerenanya
saya meminta kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 15 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................

iii

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..............................................................................

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................

1.3. Tujuan ...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .

2.1. Perkerasan Kaku ...........................................................................

2.2. Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku ............................................

17

2.3. Pelaksanaan Perkerasan Kaku .......................................................

23

2.4. Perawatan dan Perlindungan Beton ..............................................

35

BAB III PENUTUP . ...

38

3.1. Kesimpulan ...................................................................................

44

3.2. Saran..............................................................................................

45

BAB I

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... .

iv

LAMPIRAN ..................................................................................................... .

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkerasan kaku adalah suatu susunan kontruksi perkerasan dimana sebagai
lapisan atas digunakan plat beton yang terletak diatas pondasi atau langsung di atas
tanah dasar pondasi (sub grade).
Plat beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan
mendistribusikan beban lalu lintas ke tanah dasar yang melingkupi daerah yang cukup
luas. Dengan demikian, bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh
dari plat beton itu sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan
perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis
perkerasan; dimana masing-masing lapisan memberikan kontribusinya.
Yang sangat menentukan kekuatan struktur perkerasan dalam memikul beban
lalu lintas adalah kekuatan beton itu sendiri. Sedangkan kekuatan dari dasar tanah
hanya berpengaruh kecil terhadap kekuatan daya dukung struktural perkerasan kaku.
Lapisan pondasi bawah, jika digunakan di bawah plat beton, dimaksudkan
untuk sebagai lantai kerja, dan untuk drainase dalam menghindari terjadinya
pumping.
Pumping adalah peristiwa keluarnya air disertai butiran-butiran tanah dasar
melalui sambungan dan retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat gerakan
lendutan atau gerakan vertikal plat beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air
bebas yang terakumulasi di bawah plat beton. Pumping dapat mengakibatkan
terjadinya rongga di bawah plat beton sehingga menyebabkan rusak/retaknya plat
beton.
Kontruksi perkerasan kaku merupakan perkerjaan yang memerlukan keahlian
khusus dan sering kali membutuhkan peralatan penghamparan yang rumit dan mahal.
Pada kontruksi perkerasan kaku struktur utama adalah lembaran plat beton, kontruksi
perkerasan ini disebut kaku.

Perkerasan beton semen dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :


1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
4. Perkerasan beton semen pra-tegang

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja bagian-bagian dari perkerasan kaku (Rigid Pavement)?
2. Bagaimana sambungan pada perkerasan kaku?
3. Bagaimana persyaratan pelaksanaan perkerasan kaku?
4. Bagaimana perawatan pada perkerasan kaku?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagian-bagian dari perkerasan kaku.
2. Untuk mengetahui sambungan-sambungan pada perkerasan kaku.
3. Untuk mengetahui persyaratan pelaksanaan pada perkerasan kaku.
4. Untuk mengetahui cara perawatan pada perkerasan kaku.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)


2.1.1. Pengertian, Jenis dan Sifat Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku atau perkerasan beton semen adalah suatu konstruksi
(perkerasan) dengan bahan baku agregat dan menggunakan semen sebagai bahan
ikatnya, ( Aly,2004 ). Perkerasan kaku merupakan struktur yang terdiri dari pelat
beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau
menerus dengan tulangan dan terletak di atas lapis pondasi bawah, tanpa atau dengan
pengaspalan sebagai lapis aus (nonstruktural).
Pada saat ini dikenal ada 5 jenis perkerasan beton semen yaitu :
1. Perkerasan beton semen tanpa tulangan dengan sambungan (Jointed plain
concrete pavement).
2. Perkerasan beton semen bertulang dengan sambungan (Jointed reinforced
concrete pavement).
3. Perkerasan beton semen tanpa tulangan (Continuosly reinforced concrete
pavemen).
4. Perkerasan beton semen prategang (Prestressed concrete pavement).
5. Perkerasan beton semen bertulang fiber (Fiber reinforced concrete pavemen).

Gambar 1. Macam macam Perkerasan Beton Semen

Perkerasan kaku mempunyai sifat yang berbeda dengan perkerasan lentur.


Pada perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton.
Hal ini terkait dengan sifat pelat beton yang cukup kaku, sehingga dapat
menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah
pada lapisan lapisan di bawahnya.

Sumber : Anas Aly, Perkerasan Beton Semen 2004

Gambar 2. Penyebaran Beban dari Lapisan Perkerasan ke Subgrade

Dalam perkerasan kaku untuk dapat memenuhi fungsi perkerasan dalam


memikul beban, maka perkerasan harus:
a. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar sampai batas-batas yang
masih mampu dipikul tanah dasar tersebut tanpa menimbulkan perbedaan
lendutan/penurunan yang dapat merusak perkerasan itu sendiri.
b. Direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga mampu mengatasi
pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar serta pengaruh
cuaca dan kondisi lingkungan.

Dalam perencanaan perkerasan kaku ada beberapa faktor yang harus


diperhatikan, antara lain:
a. Peranan perkerasan kaku dan intensitas lalu lintas yang akan dilayani.
b. Volume lalu lintas, konfigurasi sumbu dan roda, beban sumbu, ukuran dan
tekanan beban, pertumbuhan lalu lintas, jumlah jalur dan arah lalu lintas.

c. Umur rencana perkerasan kaku ditentukan atas dasar pertimbanganpertimbangan peranan perkerasan, pola lalu lintas dan nilai ekonomi
perkerasan serta faktor pengembangan wilayah.
d. Kapasitas

perkerasan

yang

direncanakan

harus

dipandang

sebagai

pembatasan.
e. Daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan
dan kekuatan pelat perkerasan.
f. Lapis pondasi bawah meskipun bukan merupakan bagian utama dalam
menahan beban, tetapi merupakan bagian yang tidak bisa diabaikan dengan
fungsi sebagai berikut:

mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar

mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan pada tepitepi pelat

memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat

sebagai perkerasan jalan kerja selama pelaksanaan

g. Kekuatan lentur beton (flexural strength) merupakan pencerminan kekuatan


yang paling cocok untuk perencanaan karena tegangan kritis dalam perkerasan
beton terjadi akibat melenturnya perkerasan beton tersebut.

2.1.2. Komponen Konstruksi Perkerasan Kaku


Pada konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama adalah
berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah (subbase
berupa cement treated subbase maupun granular subbbase) berfungsi sebagai
konstruksi pendukung atau pelengkap.

Gambar 3. Bagian-bagian perkerasan kaku

Adapun Komponen Konstruksi Perkerasan Beton Semen ( Rigid Pavement ) adalah


sebagai berikut :
1. Tanah Dasar ( Subgrade )
Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang dipersiapkan
untuk menerima konstruksi di atasnya yaitu konstruksi perkerasan. Tanah dasar ini
berfungsi sebagai penerima beban lalu lintas yang telah disalurkan / disebarkan oleh
konstruksi perkerasan. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyiapan tanah dasar
(subgrade) adalah lebar, kerataan, kemiringan melintang keseragaman daya dukung
dan keseragaman kepadatan.
Daya dukung atau kapasitas tanah dasar pada konstruksi perkerasan kaku
yang umum digunakan adalah CBR dan modulus reaksi tanah dasar (k).

Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen),1985

Grafik 1. Korelasi Hubungan antara CBR dan Nilai ( k )

Pada konstruksi perkerasan kaku fungsi tanah dasar tidak terlalu menentukan, dalam
arti kata bahwa perubahan besarnya daya dukung tanah dasar tidak berpengaruh
terlalu besar pada nilai konstruksi (tebal) perkerasan kaku.

2. Lapis Pondasi ( Subbase )


Lapis pondasi ini terletak di antara tanah dasar dan pelat beton semen mutu
tinggi. Sebagai bahan subbase dapat digunakan unbound granular (sirtu) atau bound
granural (CTSB, cement treated subbase). Pada umumnya fungsi lapisan ini tidak
terlalu

struktural,

maksudnya

keberadaan

dari

lapisan

ini

tidak

untuk

menyumbangkan nilai struktur perkerasan beton semen.


Fungsi utama dari lapisan ini adalah sebagai lantai kerja yang rata dan
uniform. Apabila subbase tidak rata, maka pelat beton juga tidak rata. Ketidakrataan
ini dapat berpotensi sebagai crack inducer.Selain fungsi tersebut terdapat juga fungsi
lainnya, antara lain :
1. Menyediakan lapisan yang seragam, stabil, dan permanen.
2. Menaikkan harga Modulus Reaksi Tanah Dasar (Modulus of Sub-grade
Reaction = K), menjadi Modulus Reaksi Komposit (Modulus of Composit
Reaction).
3. Mengurangi kerusakan sebagai akibat pembekuan (frost action).
4. Melindungi gejala pumping butiran-butiran halus tanah pada daerah
sambungan, retakan dan ujung samping perkerasan.
Pumping

: adalah proses pengocokan butiran-butiran sub-grade


atau sub-base pada daerah-daerah sambungan (basah
atau kering) akibat gerakan vertical plat karena beban
lalu lintas kejadian ini mengakibatkan turunnya daya
dukung lapisan bawah tersebut.

5. Mengurangi bahaya retak


6. Menyediakan lantai kerja bagi alat-alat berat.

3. Subbase Course
Subbase course adalah bagian dari struktur perkerasan antara base course dan
tanah dasar.fungsi utama adalah pendukung struktural tapi juga dapat:
1. Meminimalisir terjadinya ambles pada jalan
2. Meningkatkan drainase subbase umumnya terdiri dari bahan bahan kualitas
lebih rendah dari pada lapisan atas, tetapi lebih baik daripada tanah dasar.
Bahan agregat yang bagus dan berkualitas tinggi mengisi struktural. Sebuah
subbase tidak selalu dibutuhkan atau digunakan.

4. Base Course
Base Course berada di bawah lapis permukaan. Hal ini memberikan distribusi
beban tambahan, kontribusi dan resistensi drainase, memberikan dukungan lapisan di
atasnya dan platform yang stabil untuk peralatan konstruksi (ACPA, 2001). Bisa juga
membantu mencegah gerakan tanah tanah dasar karena tekanan dari atas. Base course
biasanya di buat dari:
1. Agregat dasar. Sebuah lapisan dasar sederhana dari agregat
2. Agregat stabil atau tanah . yaitu tananh yang telah dipadatkan hingga
memperleh kestabilan tertentu. Kekuatannya diperkirakan 20-25persen dari
kekuatan lapis pertama.
3. Lean concrete. Berupa pasta semen portland dan lebih kuat daripada agregat
stabil. Lean concrete dapat dibangun untuk sebanyak 25 50 persen dari
kekuatan lapis permukaan.

Gambar 5. Lean Concrete

5. Bound Breaker di atas Subbase


Bound breaker adalah plastik tipis yang diletakan di atas subbase agar tidak
terjadi bounding antara subbase dengan pelat beton di atasnya. Selain itu, permukaan
subbase juga tidak boleh di - groove atau di - brush.

6. Alur Permukaan atau Grooving/Brushing


Agar permukaan tidak licin maka pada permukaan beton dibuat alur-alur
(tekstur)

melalui

pengaluran/penyikatan

(grooving/brushing)

sebelum

beton

disemprot curing compound, sebelum beton ditutupi wet burlap dan sebelum beton
mengeras. Arah alur bisa memanjang ataupun melintang.

2.1.3 Faktor Lain yang Mempengaruhi Susunan Perkerasan Kaku


Adapun faktor lain yang mempengaruhi susunan perkerasan kaku antara lain sebagai
berikut.
1. Tulangan
Pada perkerasan beton semen terdpat dua jenis tulangan, yaitu tulangan pada
pelat beton untuk memperkuat pelat beton tersebut dan tulangan sambungan untuk
menyambung kembali bagian bagian pelat beton yang telah terputus (diputus).
Kedua tulangan tersebut memiliki bentuk, lokasi serta fungsi yang berbeda satu sama
lain. Adapun tulangan tersebut antara lain :
a. Tulangan Pelat
Tulangan pelat pada perkerasan beton semen mempunyai bentuk, lokasi dan
fungsi yang berbeda dengan tulangan pelat pada konstruksi beton yang lain
seperti gedung, balok dan sebagainya. Tebal pelat taksiran dipilih dan total
fatik serta keruusakan erosi dihitung berdasarkan komposisi lalu lintas selama
umur rencana. Jika kerusakan fatik atau erosi lebih dari 100%, tebal taksiran
dinaikkan dan proses perencanaan diulangi.
Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total
fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%.

Adapun karakteristik dari tulangan pelat pada perkerasan beton semen adalah
sebagi berikut :

Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau gulungan. Pada


pelaksanaan di lapangan tulangan yang berbentuk lembaran lebih baik
daripada tulangan yang berbentuk gulungan. Kedua bentuk tulangan
ini dibuat oleh pabrik.

Lokasi tulangan pelat beton terletak tebal pelat di sebelah atas.


Fungsi dari tulangan beton ini yaitu untuk memegang beton agar
tidak retak (retak beton tidak terbuka), bukan untuk menahan momen
ataupun gaya lintang. Oleh karena itu tulangan pelat beton tidak
mengurangi tebal perkerasan beton semen.

b. Tulangan Sambungan
Tulangan sambungan ada dua macam yaitu tulangan sambungan arah
melintang

dan

arah

memanjang.

Sambungan

melintang

merupakan

sambungan untuk mengakomodir kembang susut ke arah memanjang pelat.


Sedangkan tulangan sambungan memanjang merupakan sambungan untuk
mengakomodir gerakan lenting pelat beton.
Adapun ciri dan fungsi dari masing masing tulangan sambungan adalah
sebagai berikut :
1. Tulangan Sambungan Melintang

Tulangan sambungan melintang disebut juga dowel

Berfungsi sebagai sliding device dan load transfer device.

Berbentuk polos, bekas potongan rapi dan berukuran besar.

Satu sisi dari tulangan melekat pada pelat beton, sedangkan satu
sisi yang lain tidak lekat pada pelat beton

Lokasi di tengah tebal pelat dan sejajar dengan sumbu jalan.

2. Tulangan Sambungan Memanjang

Tulangan sambungan memanjang disebut juga Tie Bar.

Berfungsi sebagai unsliding devices dan rotation devices.

Berbentuk deformed / ulir dan berbentuk kecil.

Lekat di kedua sisi pelat beton.

Lokasi di tengah tebal pelat beton dan tegak lurus sumbu jalan.

Luas tulangan memanjang dihitung dengan rumus seperti pada


tulangan melintang.

Gambar 6. Sambungan Pada Konstruksi Perkerasan Kaku


2. Sambungan atau Joint
Fungsi dari sambungan atau joint adalah mengendalikan atau mengarahkan
retak pelat beton akibat shrinkage (susut) maupun wrapping (lenting) agar teratur
baik bentuk maupun lokasinya sesuai yang kita kehendaki (sesuai desain). Dengan
terkontrolnya retak tersebut, maka retak akan tepat terjadi pada lokasi yang teratur

dimana pada lokasi tersebut telah kita beri tulangan sambungan. Sambungan tersebut
antara lain :
1. Sambungan memanjang dan melintang
a. Semua sambungan memanjang dan melintang harus dibuat sesuai dengan
detail dan letak pada Gambar Rencana
b. Semua sambungan melintang harus dibuat sejalur untuk seluruh lebar
perkerasan. Bidang-bidang permukaan sambungan harus diusahakan tegak
lurus terhadap bidang permukaan perkerasan.
c. Dalam pembuatan sambungan, perhatian khusus perlu diberikan guna
menghindari ketidakrataan permukaan sambungan tersebut. Apabila pada
sambungan diperlukan, maka harus digunakan mistar 3meter (10gft) untuk
menjamin kerataan pada sambungan tersebut. Pembentukan sambungan
yang ditempatkan didepan perata (screed) dapat dibuat tenggelam (tip),
sedangkan apabila ditempatkan dibelakang perata dapat dipasang
menonjol pada permukaan.
d. Sambungan dengan lidah-alur, harus dicetak secara teliti dengan bahan
cetakan yang cukup kuat agar didapat bentuk yang sempurna dengan
menggunakan mesin penghampar acuan geligir.
e. Apabila sambungan melintang dilakukan dengan cara menggergaji, maka
penggergajian sambungan melintang harus diusahakan sebelum retak awal
terjadi.
Pada sambungan melintang terdapat 2 jenis sambungan yaitu sambungan
susut dan sambungan lenting. Sambungan susut diadakan dengan cara
memasang bekisting melintang dan dowel antara pelat pengecoran
sebelumnya dan

pengecoran berikutnya. Sedangkan sambungan lenting

diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan tie bar.


Pada setiap celah sambungan harus diisi dengan joint sealent dari bahan
khusus yang bersifat thermoplastic antara lain rubber aspalt, coal tars
ataupun rubber tars. Sebelum joint sealent dicor/dituang, maka celah harus
dibersihkan terlebih dahulu dari segala kotoran.

a. Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)


Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan
terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 4
m. Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu
minimum BJTU- 24 dan berdiamater 16 mm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
At

= 204 x b x h dan

= (38,3 x ) + 75

Dengan pengertian:
At

= Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm).

= jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi

perkerasan (m)
h

= tebal pelat (m)

= panjang batang pengikat (mm)

= diameter batang pengikat yang dipilih (mm)

Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.


Tipikal sambungan memanjang dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 7. Tipikal sambungan memanjang

2. Sambungan Pelaksana (Contruction Joints)


a. Sambungan pelaksana memanjang
Sambungan ini biasanya digunakan pada sambungan arah memanjang
(diantara jalur-jalur penghamparan yang terpisah) dapat dibentuk baik dengan
cara glinier atau dengan baja cetakan standart. Apabila digunakan lapisan
pondasi bawah stabilisasi, maka sambungannya dapat ditiadakan.

Gambar 8. Ukuran standar penguncian sambungan memanjang.

Sambungan pelaksanaan melintang harus dibuat pada akhir pelaksanaan tiap


hari atau pada tempat akhir pekerjaan yang disebabkan oleh adanya gangguan
pelaksanaan. Letak sambungan pelaksanaan melintang harus diusahakan sama
dengan letak sambungan susut. Sambungan ini dibentuk dengan cara
menempatkan sekat yang mempunyai bentuk dan ukuran yang tepat dan
mempunyai lubang untuk menempatkan ruji. Arah sambungan ini kurang dari
3meter (10ft) harus dihindarkan.
Jika adukan beton tidak mencukupi 3meter (10ft), maka sambungan
pelaksanaan harus dibuat pada tempat sambungan sebelumnya. Jarak

sambungan melintang yang berikutnya harus diukur dari sambungan susut


melintang yang terakhir.

Gambar 9. Sambungan antar perkerasan

Gambar 10. Pekerjaan sambungan

3. Sambungan Muai (Expansion Joint)


Sambungan muai harus ditempatkan di antara pertemuan bangunan
(misal: lubang got/manhole, bak penampung) dengan plat perkerasan beton.
Kecuali apabila tidak disebutkan lain dalam Gambar Rencana, maka
sambungan harus terbuat.dari jenis sambungan jadi dengan ketebalan tidak
kurang dari 0,6 cm. Jika tidak ditentukan lain, maka untuk sambungan muai

melintang harus dibuat tegak lurus sumbu perkerasan, dan harus dibuat
selebar perkerasan.
a. Sambungan Muai pada Ujung-ujung Jembatan. (Expansion Joints at
Bridge Ends)
Ujung-ujung jembatan harus dilindungi dari tekanan-tekanan yang
berlebih yang diakibatkan oleh pemuaian perkerasan, dengan cara membuat
sambungan muai yang cukup lebar antara perkerasan dan ujung-ujung
jembatan. Cara lain adalah dengan menjangkar ujung-ujung plat yang
umumnya dibuat untuk menahan sebagian atau seluruh gerak pelat. Untuk
memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap kepala jembatan, maka
bagian perkerasan antara balok jangkar dan kepala jembatan (sepanjang 10-15
meter) dapat terdiri dari plat beton disambung atau perkerasan lentur).
b. Sambungan Muai dengan Ruji.
Sambungan ini terdiri dari sistem penyalur beban, dudukan, pengatur
gerak dan bahan pengisi sambungan. Penyalur beban harus terdiri dari ruji
yang di las pada dudukan dan salah satu ujungnya ditutup dengan topi ruji.
Pengisi sambungan dapat terdiri dari bahan pengisi jadi atau bahan lain yang
disetujui. Bahkan pengisi harus dipasang sampai dasar plat perkerasan. Jika
tidak disyaratkan lain, maka bagian atas pengisi sambungan harus terletak 1,3
cm dibawah permukaan plat. Bagian alas pengisi sambungan harus dilindungi
dengan logam berbentuk kanal pada saat beton di hampar. Setiap bagian
sistem sambungan harus dilindungi dari kerusakan sampai selesainya
pekerjaan sambungan. Bagian sistem sambungan yang rusak selama
pengangkutan, atau karena penanganan dan penyimpanan yang tidak benar
harus diganti atau diperbaiki.
c. Bahan Pengisi Sambungan (Joint Filler).
Bahan pengisi sambungan harus dilobangi atau di bor dengan diameter
yang tepat pada tempat yang akan dipasangi ruji. Bahan pengisi sambungan
hams mempunyai panjang yang sama dengan lebar jalur penghamparan. Jika
bahan pengisi sambungan harus disambung maka ujung-ujung sambungan

harus tetap mengikuti bentuk yang benar. Pemotongan bahan pengisi yang
diperlukan selamapenghamparan, misalnya untuk menampung sayap roda
mesin penghampar, harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengakibatkan
penyumbatan sambungan oleh beton.
d.

Sambungan Susut.
Sambungan susut dengan takikan palsu atau penampang, diperlemah,

harus dibuat dengan cara manapun yang diterapkan pelaksanaan tetap harus
dilakukan secara hati-hati untuk menjamin agar dalamnya celah pemisah
cukup untuk mencegah terjadinya retak acak. Disarankan dalamnya celah
pemisah minimum adalah sebesar'/4 tebal pelat.
Dalam segala hal penutupan celah harus diselesaikan sebelum lalu
lintas diizinkan lewat, termasuk lalu lintas selama pelaksanaan untuk
keperluan sambungan melintang tanpa perlemahan seperti tersebut di atas.
Apabila diperlukan penyalur beban untuk melayani lalu lintas dengan volume
yang tinggi dan beban yang berat. Dalam hal apapun, sebagai penyalur beban
harus digunakan ruji.
Bila pada perkerasan untuk lalu lintas berat digunakan lapis pondasi
mutu tinggi, misalnya stabilisasi semen atau aspal, maka sambungan tanpa
ruji-pun bisa melayani lalu litnas secara memuaskan. Namun demikian secara
umum, sambungan jenis ini, tetap dianjurkan menggunakan penyalur beban.
Ruji harus dipegangkuat pada posisinya dengan cara mengelasnya
pada dudukan dan pengatur jarak atau dengan cara penempatan dengan mesin.
Penempatan ruji secara tepat harus dijamin, agar ruji dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Sistem pemberian tanda secara tepat dapat diterapkan
untuk menjamin agar penggergajian atau pembuatan takikan tepat berada
ditengah ruji. Takikan tidak boleh kurang dari'/4 tebal plat. Jenis sambungan
ini meliputi :

a. Sambungan susut memanjang


Sambungan susut memanjang dapat dilakukan dengan salah satu dari
dua cara ini, yaitu dengan menggergaji atau membentuk pada saat beton
masih plastis dengan kedalaman sepertiga dari tebal pelat.

b. Sambungan susut dan sambungan pelaksanaan melintang


Ujung sambungan ini harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang jalan
dan tepi perkerasan. Untuk mengurangi beban dinamis, sambungan melintang
harus dipasang dengan kemiringan 1:10 searah perputaran jarum jam.
c. Sambungan susut melintang
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat
untuk perkerasan dengan lapis pindasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat
untuk lpis pondasi stabilisasi semen sebagai mana diperlihatkan seperti
gambar berikut :

Gambar 15. Sambungan susut melintang tanpa uji

Gambar 11. Sambungan susut melintang dengan uji

Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung


tanpa tulangan sekitar 4 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton
bersambung dengan tulangan 8 15 m dan untuk sambungan perkerasan
beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan.
Sambungan ini harus dilengkapi dengan uji polos panjang 45 cm, jarak
antara ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam akan mempengaruhi
gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut.
Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan
anti lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton.
Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada
table berikut.
Tabel 2. Diameter Uji

d. Sambungan pelaksanaan melintang


Sambungan pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan (darurat)
harus menggunakan batang pengikat berulir, sedangkan pada sambungan yang
direncanakan harus menggunakan batang tulangan polos yang diletakkan di
tengah tebal pelat. Tipikal sambungan pelaksanaan melintang dapat dilihat
pada gambar berikut.

Gambar 12. Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak


direncanakan untuk pengecoran per lajur

Gambar 13. Sambungan pelaksanaan yang direncanakan


dan yang tidak direncanakan untuk pengecoran seluruh lebar perkerasan
Sambungan pelaksanaan tersebut di atas harus dilengkapi dengan batang
pengikat berdiameter 16 mm, panjang 69 cm, dan jarak 60 cm, untuk
ketebalan pelat sampai 17 cm. Untuk ketebalan lebih dari 17 cm, ukuran
batang pengikat berdiamter 20 mm, panjang 84 cm, dan jaraj 60 cm.
e. Sambungan isolasi
Sambungan isolasi memisahkan perkerasan dengan bangunan yang lain,
misalnya manchole, jembatan, tiang listrik, jalan lama, persimpangan, dan lain
sebagainya. Contoh persimpangan yang membutuhkan sambungan isolasi
seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 14. Contoh persimpangan yang membutuhkan sambungan isolasi.

Sambungan isolasi harus dilengkapi dengan bahan penutup (joint


sealer) setebal 5- 7 mm dan sisanya diisi dengan bahan pengisi (joint
filter) sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 15. Sambungan isolasi

Keterangan untuk gambar di atas :


a. Sambungan isolasi yang digunakan pada bangunan lain, seperti
jembatan perlu pemasangan ruji sebagai transfer beban. Pada ujung
ruji harus dipasang pelindung muai gar ruji dapat bergerak bebas.
Pelindungmuai

harus

cukup

panjang

sehingga

menutup

ruji

sambungan isolasi ditambah 6 mm seperti diperlihatkan pada gambar.


b. Sambungan isolasi pada persimpangan dan ram tidak perlu diberi ruji
tetapi diberikan penebalan tepi untuk mereduksi tegangan. Setiap tepi
sambungan ditebalkan 20% dari ttebal perkerasan sepanjang 1,5 meter
seperti diperlihatkSambungan isolasi pada persimpangan dan ram
tidak perlu diberi ruji tetapi diberikan penebalan tepi untuk mereduksi

tegangan. Setiap tepi sambungan ditebalkan 20% dari tebal perkerasan


sepanjang 1,5 meter seperti diperlihatkan pada gambar.
c. Sambungan isolasi yang digunakan pada lubang masuk ke saluran,
manhole, tiang listrik, dan sambungan lain yang tidak memerlukan
penebalan tepi dan ruji ditempatkan di sekeliling bangunan tersebut
sebagaimana diperlihatkan pada gambar.
Pola Sambungan
Pola sambungan pada perkerasan beton semen harus mengikuti batasanbatasan sebagai berikut :
a. Hindari bentuk panel yang tidak teratur. Usahakan bentuk panel spersegi

mungkin.
b. Jarak maksimum sambungan memanjang 3-4 meter.
c. Jarak maksimum sambungan melintang 25 kali tebal pelat, maksimum 5,0

meter.
d. Semua sambungan susut harus menerus sampai kerb dan mempunyai

kedalaman seperempat dan sepertiga dari tebal perkerasan masing- masing


untuk lapis pondasi berbutir dan lapis stabilisasi semen.
e. Antar sambungan harus bertemu pada satu tiitik untuk menghindri terjadinya

retak refleksi pada lajur yang bersebelahan.


f. Sudut antar sambungan yang lebih kecil dari 60 derajat harus dihindari

dengan mengatur 0,5 m panjang terakhir dibuat tegak lurus terhadap tepi
perkerasan.
g. Apabila sambungan berada dalam area ,5 meter dengan manhole atau

bangunan yang lain, jarak sambungan harus diatur sedemikian rupa sehingga
antara sambungan dengan manhole atau bangunan yang lain tersebut
membentuk sudut tegak lurus. Hal tersebut berlaku untuk bangunan yang
berbentuk bundar. Untuk bangunan berbentuk segiempat, sambungan harus
berada pada sudutnya atau di antara dua sudut.
h. Semua bangunan lain seperti manhole harus dipisahkan dari perkerasan

dengan smbungan muai selebar 12 mm yang meliputi keseluruhan tebal pelat.

i.

Perkerasan yang berdekatan dengan bangunan lain atau manhole hars


ditebalkan 20% dari keetbalan normal dan berangsur-angsur berkurang
sampai ketebalan normal sepanjang 1,5 meter seperti ditunjukkan pada
gambar b.

j.

Panel yang tidak persegi empat dan yang mengelilingi manhole harus diberi
tulangan berbentuk anyaman sebesar 0,15% terhadap penampang beton semen
dan dipasang 5 cm di bawah permukaan atas. Tulangan harus dihentikan 7,5
cm dari sambungan.

2.1.4. Sistem Penyalur Beban (Load Transfer Devile)


1. Ruji (Dowel)
Batang ruji harus ditempatkan ditengah ketebalan pelat. Posisi ruji
pada arab horizontal dan vertikal harus dijamin dengan menggunakan
perlengkapan atau dengan cara penempatan dengan mesin yang telah teruji.
Kepadatan beton yang baik di sekeliling ruji sangat dituntut agar supaya ruji
bisa berfungsi secara sempurna.

2. Pelapis Ruji (Dowel Coating)


Bagian batang ruji yang bisa bergerak bebas, harus dilapisi dengan
bahan pencegah karat. Sesudah bahan pencegah korosi kering, maka bagian
ini harus dilapisi dengan lapisan tipis pelumas (dengan cara menyapukan)
segera sebelum ruji dipasang. Ujung batang ruji yang dapat bergerak bebas
harus dilengkapi dengan topi/ penutup ruji. Pelapis ruji dari jenis Alastic yang
telah teruji dapat digunakan sebagai pengganti pelumas, atau penggunaan
jenis pelapis lainnya yang dimaksudkan untuk mencegah lekatan dan atau
karat, dapat juga dipertimbangkan.

Gambar 16. Ruji (Dowel)

3. Penutup Sambungan (Joint Sealing)


Bagian atas Sambungan muai dan sambungan yang digergaji harus
ditutup dengan bahan penutup yang disyaratkan, sebelum lalu lintas diizinkan
melewati kekerasan. Celah sambungan harus dibersihkan dari bahan-bahan
asing sebelum bahan penutup dipasang. Semua bidang celah sambungan harus
bersih dari bahan-bahan lepas dan bila digunakan bahan penutup yang dituang
panas, permukaannya harus kering.
Bahan penutup harus dipasang dalam celah sambungan sesuai detail
yang ditunjukkan pada gambar rencana. Pemasangan harus dilakukan
sedemikian, sehingga bahan penutup tidak melimpah atau mencuat diatas
permukaan pelat. Setiap kelebihan bahan penutup pada permukaan pelat harus
segera disingkirkan dari permukaan pelat dan dibersihkan.
Bahan penutup sambungan yang dibuang tidak boleh dituangkan pada
suhu yang dapatmenimbulkan ketidak sempurnaan pemasangan. Petunjuk dari
pabrik pembuat bahanpenutup dapat digunakan dalam mempersiapkan
spesifikasi.

Jika digunakan penutup sambungan siap pakai, seperti neoprene


(penutup jadi yang ditekan), maka bahan penutup harus dapat menyesuaikan
lebarnya dengan lebar celah sambungan yang diperkirakan akan terjadi.
Peralatan pemasangan harus menjamin bahwa bahan penutup tidak akan
mulur lebih dari5% karena pemuluran yang lebih besar akan memperpendek
umur bahan tersebut.
Penutup untuk tepi pelat dan bagian bawah sambungan kadang-kadang
diperlukan untukmencegah. peresapan air, dan penggunaannya harus
didasarkan atas pengalaman.

2.2. Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku


2.2.1. Besaran Rencana
1. Umur Rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi
fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang
dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of
Return, kombinasi dari metode tersebut atau car lain yang tidak terlepats dari pola
pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen daqpat direncanakan
dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.
2. Lalu Lintas Rencana
Lalu lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan
konfigurasi sumbu yang diperoleh berdasarkan data terakhir ( 2 tahun terakhir).
Adapun karakterstik kendaraan yang ditinjau yaitu :
a. Jenis kendaraan
Untuk keperluan perencanaan perkerasan kaku hanya kendaraan niaga yang
mempunyai berat total minimum 5 ton yang ditinjau.
b. Konfigurasi sumbu

Sumbu tunggal dengan roda tunggal (STRT)

Sumbu tunggal dengan roda ganda (STRG)

Sumbu tandem/ganda dengan roda ganda (SGRG)

Adapun langkah langkah perhitungan data lalu lintas sebagai input data untuk
perencanaan tebal perkerasan kaku adalah sebagai berikut :
a. Menghitung volume lalu lintas (LHR) yang diperkirakan akan menggunakan
jalan tersebut pada akhir umur rencana.
b. Menghitung jumlah kendaraan niaga (JKN) selama umur rencana (n) :
= 365
Dimana :
JKNH = jumlah sumbu kendaraan niaga harian pada saat jalan dibuka
R

= faktor pertumbuhan lalu lintas yang terganting pada i dan n

(1+) 1
(1+)

( untuk i 0 )

Apabila setelah m tahun pertumbuhan lalu lintas tidak terjadi lagi, maka :
R

(1+) 1
(1+)

+ ( )(1 + ) 1( untuk i 0 )

Apabila setelah n tahun pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan sebelumnya


(i/tahun), maka:
R

(1+) 1
(1+)

(1+) (1+ ) 1
(1+ )

( untuk i 0 )

Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985

c. Menghitung prosentase masing masing kombinasi konfigurasi beban sumbu


terhadap jumlah sumbu kendaraan niaga harian (JSKNH)
d. Menghitung jumlah repetisi kumulatif tiap tiap kombinasi konfigurasi beban
sumbu pada lajur rencana dengan cara mengalikan JSKN dengan persentase
tiap tiap kombinasi terhadap JSKNH dan koefisien distribusi lajur rencana
seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Koefisien Distribusi Lajur Rencana

Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985

Sebagai besaran rencana beban sumbu untuk setiap konfigurasi harus dikalikan
dengan faktor keamanan (FK) seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Faktor Keamanan

Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985

3. Kekuatan Tanah Dasar


Kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar (k). Nilai k
dapat diperoleh dari hasil korelasi dengan CBR. Nilai CBR rendaman yang
digunakan untuk perencanaan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang
diambil dari NAASRA (National Association of Australian State Road Authority)
sebagai berikut :
a. Log Cs = 1,7 0,005 0,425 + 0,002 0,075
(0,02 + 0,0004 0,425 (1)
b. Log Cs = 1,9 0,004 2,36 0,005 0,425
+

0,075
0,425

[5,20 0,50

0,075
0,425

] 103 0,01 ..(2)

Dimana :
Cs

= CBR rendaman

P2,36

= Persentase tanah lolos ayakan dengan lubang 2,36 mm

P0,425 = Persentase tanah lolos ayakan dengan lubang 0,425 mm


P 0,075 = Persentase tanah lolos ayakan dengan lubang 0,075 mm
L

= Batas menyusut ( shrinkage limit ) tanah ( % )

= Indeks plastisitas tanah ( % )

Dari kedua persamaan tersebut dapat diperoleh CBR tanah dasar yang akan
digunakan untuk perencanaan dengan persamaan sebagai berikut :
Css = 0,25 ( 3Csmin + Csmaks ) ............................................................ (3)
Dimana :
Css

= Nilai CBR rendaman yang digunakan untuk perencanaan

Csmin = Nilai minimum yang diperoleh dari persamaan (1) dan (2)
Csmaks = Nilai maksimum yang diperoleh dari persamaan (1) dan (2)
Sumber : Djatmiko Soedarmo, Jedy Purnomo, Mekanika Tanah 1, 1997

2.2.2. Perencanaan Tebal Pelat


Langkah langkah dalam perencanaan tebal pelat adalah sebagai berikut :
1. Memilih suatu tebal pelat tertentu
2. Untuk setiap kombinasi konfigurasi dan beban sumbu serta suatu harga k tertentu,
maka :
a. Tegangan lentur yang terjadi pada pelat beton ditentukan dengan
menggunakan nomogram korelasi beban sumbu dan harga k (ada 3
nomogram, untuk sumbu tunggal roda tunggal, sumbu tunggal roda ganda dan
sumbu ganda roda ganda).
b. Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan lentur yang
terjadi pada pelat dengan kuat lentur tarik (MR) beton.
c. Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan berdasarkan harga
perbandingan tegangan berikut :

Tabel 5. Jumlah Pengulangan Beban yang Diijinkan

Nb : Persentase fatigue untuk tiap tiap kombinasi / beban sumbu ditentukan dengan
membagi jumlah pengulangan beban rencana dengan jumlah pengulangan beban yang
diijinkan.
3. Mencari total fatigue dengan menjumlahkan persentase fatigue dari seluruh
kombinasi konfigurasi beban sumbu.
4. Langkah langkah 1 sampai 3 diulangi hingga didapatkan tebal pelat terkecil
dengan total fatigue yang lebih kecil atau sama dengan 100%.
5. Tebal minimum pelat untuk perkerasan kaku adalah 150 mm.

2.2.3. Perencanaan Tulangan


Tujuan dari penulangan yaitu :
a. Membatasi lebar retakan
b. Mengurangi jumlah sambungan melintang
c. Mengurangi biaya pemeliharaan
d. Penulangan Pelat pada Perkerasan Beton Bersambung

Luas penulangan pada perkerasan ini dihitung dengan persamaan:


=

1200

Keterangan:
As

= Luas tulangan yang diperlukan (mm/m')

= Koefisien gesek antara pelat dan lapis pondasi

= Jarak antar sambungan (m)

= Tebal pelat beton (m)

fs

= Tegangan tarik ijin baja (kg/cm)

Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985

Adapun nilai F dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 6. Koefisien Gesekan antara Pelat Beton dengan Lapis Pondasi

Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985

Untuk panjang pelat 13 m, luas tulangan diambil 0,1% dari luas penampang beton
atau 0,14% menurut SNI 1991.

2.3. Pelaksanaan Perkerasan Kaku


1. Persyaratan Bahan
Tabel 7. Beberapa Jenis dan Kegunaan Bahan Tambah

Tabel 8. Komposisi dan kehalusan semen

Tabel 9 Jenis Semen Portland dan Penggunaanya

Tabel 10. Persyaratan semen Portland

Tabel 11. Sifat mekanis baja tulangan beton

2. Penyiapan Tanah Dasar atau Lapis Pondasi


Persiapan penting sebelum penghamparan beton, meliputi berbagai hal seperti
membentuk, membuat penyesuaian-penyesuaian seperlunya pada permukaan tanah
dasar atau lapis pondasi bawah, dan bila perlu, menambahkan air dan memadatkan
kembali permukaan akhir, disesuaikan dengan alinemen dan potongan melintang.
Pembentukan permukaan secara teliti sangat penting bagi pelaksanaan ditinjau dari
segi jumlah beton yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Bila digunakan
metoda acuan gelincir, dianjurkan agar lapis pondasi bawah dibuat paling sedikit 60
cm lebih lebar pada masing-masing sisi memanjang hamparan, sebagai landasan roda

rantai mesin penghampar. Apabila dalam pelaksanaan penghamparan digunakan


acuan tetap, pembentukan akhir permukaan biasanya dilakukan dengan alat yang
bergerak di atas acuan yang dipasang sesuai dengan rencana alinyemen.
Bagian-bagian permukaan yang menonjol harus dikupas hingga ketinggian
sesuatu dengan yang telah ditetapkan. Bagian-bagian yang rendah harus diisi dan
dipadatkan sesuai dengan persyaratan pemadatan. Bila alat pengupas dilengkapi
dengan sistem pengatur ketinggian otomatis, maka alat tersebut dapat langsung
dioperasikan di atas permukaan yang akan dibentuk. Pembentukan akhi permukaan
lapis pondasi bawah dengan stabilisasi semen harus diselesaikan sebelum bahan
mengeras (yang biasanya berlangsung antara 2 sampai 6 jam.
3. Acuan Perkerasan
Pondasi acuan harus dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan alipyemen dan
ketinggian jalan yang bersangkutan, sehingga acuan pada waktu dipasang, dapat
disangga secara seragam pada seluruh panjangnya dan terletak pada elevasi yang
benar. Pembuatan galian untuk meletakkan acuan pada ketinggian yang tepat,
sebaikuya dilakukan dengan cara mengupas/mengeruk. Bekas galian di kiri dan kanan
pondasi acuan, harus diisi dan dipadatkan kembali tiap lapis dengan tebal setiap lapis
tidak boleli lebih besar dari 1,25 cm. Alinyemen dan elevasi acuan harus diperiksa
dan bila perlu diperbaiki menjelang penghamparan beton.
Bila terdapat acuan yang rusak atau sesudah pondasi yang tidak stabil
diperbaiki, acuan harus disetel kembali. Acuan harus dipasang cukup jauh didepan
tempat penghamparan beton sehingga kemungkinan pemeriksaan dan perbaikan
acuan tanpa mengganggu kelancaran penghamparan. Setelah acuan dipasang pada
posisi yang benar, tanah dasar atau lapis pondasi bawah pada kedua sisi luar dan
dalam dasar acuan harus dipadatkan dengan baik, menggunakan alat pemadat mesin
atau manual.
Acuan harus disangga pada tempatnya, paling sedikit dengan tiga pasak pada
setiap 3 meter (10 ft) panjang. Setiap bagian acuan harus benar-benar terikat kuat
sehingga tidak dapat bergerak. Pada setiap titik acuan tidak boleh menyimpang lebih
dari 0,64 cm (V4 inch) dari garisnya. Tidak diizinkan adanya penurunan atau

pelenturan acuan

yang

berlebihan

akibat

peralatan pelaksanaan.

Sebelum

penghamparan dilakukan sisi dalam acuan harus diminyaki.


4. Pemasangan Tulangan
a. Apabila pada perkerasan bersambung digunakan tulangan, maka tulangan
tersebut harus terdiri dari anyaman kawat dilas (welded wire fabric).Kondisi
permukaan tulangan yang berkaitan dengan bahan asing dan kerak. Lebar dan
panjang anyaman kawat atau anyaman batang baja harus sedemikian. rupa,
sehingga pada waktu anyaman tersebut dipasang, kawat/batang baja yang
paling pinggir terletak tidak kurang dari 5 cm (2 inch) atau tidak lebih dari 10
cm (4 inch) dari sambungan plat.
b. Apabila perlengkapan tulangan ditunjukkan datum Gambar Rencana, maka
batang-batang baja pada setiap persilangan harus diikat kuat. Batang-batang
baja yangdisambung, bagian ujung-ujungnya harus berimpit sepanjang tidak
kurangdari 30 kali diameternya.
c. Apabila anyaman batang baja dibuat di pabrik dengan cara mengelas pada tiap
persilangan batang-batang tersebut, maka bagian ujung-ujung batang
memanjang harus berimpit sepanjang minimum 30 kali diameternya. Apabila
pola anyaman sedemikian rupa sehingga batang-batang memanjang tepi atau
yang ujung batang-batang melintangnya tumpang tindih tersebut maka,
batang-batang baja harus mempunyai jarak tidak kurang dari 5 cm (2 inch)
agar campuran beton dapat dipadatkan dengan baik.
d. Ujung lembar anyaman kawat baja harus disusun ditumpang-tindihkan
sebagaimana yang tercantum pada gambar rencana, lembar anyaman harus
diikat kuat untuk mencegah pergeseran, terutama pada saat ditarik oleh mesin
penghampar.
e. Apabila pelat dibuat dengan dua kali mengecor, maka tebal makaimum lapis
pertama adalah 10 cm untuk tebal pelat S 15 cm dan tebal maksimum lapis
pertama 2 /3 dari tebal pelat apabila tebal pelat, 15 cm. Permukaan lapis
pertama merupakan tempat untuk meletakkan tulangan. Penghamparan
lapisan pertama harus mencakup seluruh lebar dengan panjang yang cukup

untuk memungkinkan agar anyaman dengan panjang penuh dapat digelar pada
kedudukan akhir tanpat erjadi penyimpangan lebih jauh. Untuk mencegah
pergeseran, anyaman yang berdampingan harus diikat dengan kawat beton.
Dalam pengecoran lapisan berikutnya, adukan dituang di, atas tulangan.
Untuk jangka waktu tertentu permukaan beton lapis pertama tidak boleh
dibiarkan erbuka, terutama pada keadaan cuaca panas atau berangin. Biasanya
30 menit merupikan jangka waktu maksimum yang masih diizinkan. Posisi
tulangan selama penghamparan harus selalu diperiksa dan apabila dipandang
perlu harus dilakukan perbaikan.
f. Apabila beton dibuat dengan penghamparan satu lapis maka lembar anyaman
kawat atau anyaman batang baja dapat diletakkan di atas permukaan
hamparan, kemudian anyaman tersebut dimasukkan (dengan mesin) dengan
cara menggetarkan atau menekannya sampai elevasi yang dikehendaki. Pada
pemasangan tersebut harus diperhatikan agar beton diatas kawat/batang baja
tidak pecah/retak atau mengakibatkan perubahan kedudukan anyaman dari
yang semestinya. Pada setiap sambungan melintang harus selalu diperiksa
untuk memastikan tersedianya jarak antara sambungan dengan tepi anyaman.
g. Apabila

dikehendaki

penggunaan

beton

menerus

dengan

tulangan,

sebagaimana tercantum dalam gambar rencana, maka tulangan harus dipasang


sedemikian rupa sehingga mempunyai selimut tidak kurang dari 5 cm (2 inch)
dan tulangan melintang (sebagai anggota anyaman) tidak boleh terletak di
bawah tengahtengah tebal pelat, kecuali apabila dikehendaki lain atau
ditunjukkan

dalam

gambar

rencana.

Apabila

beton

dibuat

dengan

penghamparan satu lapis, maka tulangan harus diletakkan pada dudukan agar
pada saat pengecoran tulangan tersebut dapat ditahan pada kedudukan yang
telah ditentukan. Apabila tidak digunakan tulangan melintang, tulangan dapat
dipasang melalui pipa yang terpasang pada mesin penghampar. Tumpangan
(overlaping) pada sambungah untuk batang tulangan, anyaman batang baja
atau anyaman kawat dilas yang dibuat di pabrik biasanya ditunjukkan pada
gambar rencana dan harus diperiksa selama pelaksanaan. Tulagnan 18 yang

cukup dan penempatan yang semestinya adalah sangat penting. Bahaya


kerusakan pada sambungan tulangan pada umur muda dapat dikurangid engan
cara mengatur pola sambungan secara miring atau bertangga dari satu tepi
perkerasan ke tepi lainnya. Panjang tumpangan tulangan pada sambungan
harus diperlihatkan pada gambar rencana atau spesifikasi dan harus tidak
kurang dari 30 kali diameternya, tapi tidak boleh kurang dari 40 cm (16 inch).
5. Penggergajian
Penggergajian

harus

dilakukan

sedemikian

sehingga

tidak

terjadi

penggumpalan pada beton muda dan pada saat belum terjadi retak acak, waktu
penggergajian terbaik yaitu antara 8-20 jam setelah pengecoran. Dengan cara
penggergajian baik dengan menggunakan amta gergaji intan (diamond blades), bilah
pengikis bawah (wet abrasive blades) maupun bila pengikis kering (dry abrasive
blades), harus dilakukan secara perlahan-lahan, untuk mencegah terjadinya
sambungan

yang

kasar.

Kecenderungan

retak

acak

akibat

keterlambatan

penggergajjan pada sambungan memanjang lebih kecil dibanding pada sambungan


melintang.
6. Sekat Pemisah Tipis
Sekat pemisah dari polyethyline atau bahan lainnya yang mempunyai tebal
tidak kurang dari 0,33 mm, dapat disisipkan ke dalam beton plastis dengan mesin.
Sekat pemisah harus terpasang secara vertikal. Penyisipan jangan sampai
mengakibatkan seluruh sekat terbenam di bawab permukaan plat atau jangan sampai
menimbulkan pelepasan butir (revelling). Sambungan ini jangan ditutup (sealed).
Sekat pemisah polyethylene tidak dapat mengendalikan terjadinya retak memanjang.
7. Pengecoran
a.

Peralatan pengecoran harus mampu mengalirkan adukan beton dari mesin


pengaduk atau alat pengangkut dan menuangkannya pada setiap tempat tanpa
terjadi pemisahan butir (segregasi) dan tanpa merusak permukaan yang
dihampar. Pada pekerjaan besar, pengecoran seringkali menuntut penggunaan
ulir (screw), ban berjalan (belt), atau wadah (hopper) sebagai alat penghampar
adukan. Peralatan ini biasanya beroperasi dari bahu jalan dan menuangkan

adukan ke seluruh lebar permukaan yang telah dibentuk. Apabila dalam


pengecoran digunakan mesin pengaduk di tempat, penuangan adukan beton ke
mesin penghampar,dapat dilakukan dengan menggunakan wadah (bucket) dan
lengan (boom). Apabila pengecoran dilakukan dengan mesin pengaduk
berjalan (transit mixer), dan untuk menuangkan adukan hanya tersedia talang
(chute), maka disarankan dilakukan penghamparan jalur sesaat (lane at a
time). Apabila beton tanpa tulangan tidak dilaksanakan dengan mesin
penghampar acuan gelincir, maka biasanya adukan dituangkan (di atas
permuakaan) di depan mesin penghampar dengan men ggunakan truk
pelimpah (dump truck).
b.

Apabila lebar penghamparan tidak sama (misal pada jalan masuk/ramp,


persimpangan), maka metoda pengecoran yang biasa tidak selalu dapat
diterapkan. Meskipun demikian, perlu diperhatikan agar untuk mencapai
kedudukan akhir, adukan jangan dituang secara sembarangan dengan
didorong atau digetarkan. Perataan secara manual perlu dilakukan, untuk
menghindarkan pemisahan butir.

8. Penghamparan
Pada pekerjaan besar, biasanya harus disediakan baik penghampar jenis
dayung (paddle) atau ulir (auger), atau ban berjalan, maupun jenis wadah (hopper)
dan ulir (auger), kecuali apabila digunakan penghampar acuan gelincir. Pada mesin
penghampar acuan gelincir, yang peralatan penghampar (speader) merupakan bagian
yang sudah melekat (built-in). Untuk mengurangi pemisahan butir, semua peralatan
harus dioperasikan secara seksama.
Pada pekerjaan yang lebih kecil, penghamparan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain dengan peralatan manual. Dalam hal apapun, beton harus
dihampar dengan ketebalan yang cukup untuk pemadatan dan penyelesaian akhir.
Apabila tulangan terdiri dari anyaman dan harus diletakkan secara manual, maka
beton di bawah anyanian harus dihainpar terlebih dahulu tersendiri (struck-off),
kemudian anyaman diletakkan dan selanjutnya lapisan berikutnya dihampar. Pada
pekerjaan besar, kadang-kadang digunakan dua buah mesin penghampar. Apabila

tulangan yang berbentuk anyaman akan dimasukkan pada kedudukan yang


dikehendaki dengan cara menggetarkan atau menekannya dengan mesin, maka beton
dapat dihampar langsung untuk seluruh tebal.
9. Pemadatan
a. Metoda
Petunjuk pemadatan beton dapat dilihat pada Buku Petunjuk
Pelaksanaan Beton. Pemadatan pada sambungan dan tepi-tepi, penekanan,
pemadatan secara tumbuk, dan pemadatan secara getar, sampai tingkat
tertentu cukup efektif, tapi tidak secara otomatis menjamin kepadatan beton.
Mesin getar, baik jenis internal maupun jenis permukaan dapat memberikan
hasil yang baik.
b. Prosedur
Seluruh perkerasan harus dipadatkan seefektif mungkin. Perhatian
khusus harus diberikan terhadap tepi-tepi sepanjang sumbu, dan pada
sambungan-sambungan lainnya. Mesin pemasang anyaman dapat memberikan
sebagian kepadatan. Penggetar internal dioperasikan di dalam beton untuk
mengeluarkan udara sewaktu mesin penghampar bergerak. Mesin penggetar
harus diberhentikan apabila mesin penghampar berhenti.
c. Keadaan Khusus
Sekitar ruji dan dudukan, pada tepi-tepi dan sudut-sudut atau sekitar
pembuangan air (drains), dan pada pelat-pelat tidak beraturan pada jalan
masuk/ramps dan persimpangan, diperlukan ketelitian khusus untuk menjamin
kepadatan yang baik.
10. Penyelesaian Akhir
a. Mesin penghampar acuan gelincir.
Mesin penghampar acuan gelincir dirancang untuk sekali lintasandapat
menghampar, memadatkan, membentuk permukaan dan meratakan beton
yang masih plastis, sehingga dapat memberikan beton yang padat, seragam,
dan untuk mendapatkan permukaan yang disyaratkan, hanya memerlukan
penyelesaian akhir (dengan tangan) yang minimum. Mesin penghampar harus

menggetarkan beton pada seluruh lebar dan ketebalan. Penggetaran biasanya


dilakukan degnan jenis penggetar internal. Mesin penghampar acuan gelincir
sedapat mungkin harus dioperasikan dengan gerakan yang menerus, dan
seluruh operasi pengadukan, pengangkutan, dan penghamparan harus
terkoordinasi agar supaya dapat dicapai kecepatan yang seragam dan
penghentian mesin penghampar yang minimum. Apabila mesin penghampar
perlu dihentikan, maka elemen getar nyapun.harus dihentikan. Mesin
penghampar acuan gelincir mampu mengatasi kesalahan bentuk permukaan
lapis pondasi bawah atau tanah dasar secara teliti, dengan menggunakan
peralatan otomatis
b.

Peralatan
Persyaratan uneralatan penyelesaian akhir harus tidak terlalu agar
supaya tidak menutup kemungkinan penggunaan peralatan baru yang lebih
baik. Apabila digunakan secara tepat, alat penyelesaian akhir yang berbentuk
pipa (tube) bias cukup efektif.

c.

Prosedur
Terlepas dari jenis alat yang digunakan, hasil yang balk dapat dicapai
bila semua peralatan dikoordinasikan, distel secara tepat, dan dioperasikan
oleh petugas yang berpengalaman. Pada setiap operasi senantiasa disediakan
sedikit cadangan beton di depan peralatan penyelesaian akhir.

d. Pembentukan tekstur permukaan


Permukaan perkerasan harus mencakup tekstur halus dan kasar.
Tekstrur harus diperoleh dari pasir dalam mortar semen. Tekstur kasar
dibentuk dengan cara sebagaimana yang diuraikan di bawah. Berbagai jenis
pola tekstur kasar dapat diterapkan pada permukaan beton. Pada suatu
pekerjaan, mungkin diperlukan tekstur yang berbeda. Metoda pembentukan
tekstur harus dipertimbangkan terhadap lingkungan, kecepatan dan kepadatan
lalu lintas, topografi serta geometrik perkerasan. Tekstur yang kesat dapat
diciptakan pada perkerasan beton dengan menerapkan satu atau lebih metoda
sebagai berikut: menarik lembargoni, menyapu permukaan, menggores

dengan sisir kawat, atau metoda lainnya. Kekesatan yang sangat tinggi
mungkin diperlukan untuk mendapatkan keamanan tambahan pada daerahdaerah kritis, misal sekitar gerbong tol, persimpangan padat, atau lokasi lain
dimana frekuensi pengereman, percepatan, atau pembelokan sering terjadi.
Hal ini dapat diatasi dengan pembentuk tekstur yang lebih dalam dari pada
yang biasanya, pengaluran (grooving), atau jika diperlukan dengan
memberikan aluminium oxida, silicon carbide, atau partikel-partikel lain yang
tahan aus ke permukaan beton. Pengaluran harus dilakukan atnara 1-3 jam
sesudah pengecoran.
e.

Perapihan tepi
Tepi-tepi sepanjang agaris cetakan dan pada sambungan muai harus
dirapihkan dengan peralatan pembentuk tepi. Sambungan susut, kecuali
apabila yang dibentuk. dengan cara menggergaji juga harus dirapihkan.
Kadang-kadang sambungan pelaksanaan juga perlu dirapihkan, kecuali
apabila sambungan tersebut akan ditakik dan diisi.

f.

Jalan masuk dan persimpangan


Biasanya pada jalan masuk dan persimpangan digunakan pelat-pelat
bentuk tak lazim untuk menghindarkan penggunaan alat mekanik yang rumit.
Meskipun bagian perkerasan ini cenderung rusak lebih awal dibandingkan
dengan bagian perkerasan lainnya, sehingga diperlukan usaha tambahan untuk
menghampar dan menyelesaikan beton pada jalan masuk dan persimpangan
tanpa memaksakan diri menggunakan beton dengan slump sangat tinggi atau
eara-cara lainnya yang masih layak.

g. Persyaratan permukaan.
1. Permukaan perkerasan pada jalur utama
Pada jalur utama, permukaan perkerasan arah memanjang harus
mempunyai perbedaan kerataan maksimum 3 mm apabila diukur dengan
mistar 3 meter. Penyimpangan yang lebih dari 3 mm tapi lebih kecil atau
sama dengan 13 mm, harus diperbaiki dengan cara menggerinda
sedemikian rupa, sehingga tidak memberikan permukaan yang licin. Jika

lebih dari 13 mm, perkerasan harus diganti atau jika mungkin diberi lapis
tambah. Dalam arah melintang, penyimpangan sampai 6,5 mm dalam 3
meter masih diizinkan.
2. Permukaan perkerasan jalan masuk dan persimpangan
Pada jalan masuk dan persimpangan, toleransi permukaan untuk jenis
perkerasan ini, sulit dipenuhi. Usaha tambahan harus dilakukan dengan
menggunakan teknik pelaksanaan yang dapat menghasilkan toleransi
kerataan permukaan seperti pada jalur utama. Atas dasar pertimbangan
tersebut, toleransi kerataan permukaan arah memanjang dapat dinaikkan

2.4. Perawatan dan Perlindungan Beton


Setelah penyelesaian akhir selesai dan lapisan air menguap dari permukaan
atau segera setelah pelekatan dengan beton tidak terjadi maka seluruh permukaan
beton harus segera ditutup dan dipelihara sesuai dengan salah satu metoda yang
diuraikan di bawah. Dalam semua hal, dimana perawatan memerlukan penggunaan
air, maka operasi perawatan harus dititikberatkan pada penyediaan air. Biasanya masa
perawatan dilakukan selama 7 hari, tapi waktu tersebut dapat diperpendek bila 70
persen kekuatan tekan atau lentur beton dapat dicapai lebih awal.
1. Perawatan dengan Selaput
Setelah lapisan air menguap dari permukaan perkerasan, maka
permukaan beton harus segera dilapisi secara merata dengan bahan perawat
selaput cairan dengan menggunakan mesin penyemprot yang sudah teruji
dengan jumlah tidak kurang dari 0,27 liter per m2.
Untuk menjamin kekentalan dan penyebaran pigmen yang merata
dalam bahan perawat, maka bahan perawat dalam tangki penampung harus
diaduk

menjelang

dipindahkan

ke

dalam

penyemprot

dan

selama

penyemprotan harus tetap diaduk. Pada bagian-bagian perkerasan di mana


penggunaan mesin penyemprot tidak praktis, sebaiknya digunakan alat
penyemprot manual yang telah teruji. Bidang-bidang tepi perkerasan harus
segera dilapisi paling lambat 60 menit setelah acuan dibongkar. Apabila pada

masa perawatan terjadi kerusakan lapisan perawatan, maka lapisan perawat


tersebut harus segera diperbaiki.
2. Perawatan dengan Lembar Goni atau Terpal.
Permukaan dan bidang tegak beton harus seluruh di tutup dengan
lembar goni/ terpal. Sebelum ditutup, lembar penutup harus dibuat jenuh air.
Lembar penutup harus diletakkan sedemikian rupa sehingga menempel
dengan permukaan beton, tetapi tidak boleh diletakkan sebelum beton cukup
mengeras guna mencegah pelekatan. Selama masa perawatan, lembar penutup
harus tetap dalam keadaan basah dan tetap pada tempatnya.
3.

Perawatan dengan Kertas Kedap Air


Setelah beton cukup mengeras (untuk mencegah pelekatan), maka
seluruh permukaan beton harus segera ditutup dengan kertas kedap air. Tepitepi lembar kertas yang satu harus menumpang 30 cm dengan tepi-tepi lembar
yang satu harus menumpang 30 cm dengan tepi-tepi lembar lainnya yang
berdampingan. Kertas kedap air harus cukup lebar untuk menutup seluruh
lebar perkerasan termasuk bidang-bidang tegak setelah acuan dibongkar.
Kertas perawatan harus ditempatkan dan dijaga dalam keadaan menempel
pada permukaan dan bidang-bidang tegak selama masa perawatan. Kertas
yang sobek dan tidak bias ditambal atau diperbaiki, harus dibuang. Kertas
perawatan harus diletakkan hanya pada permukaan yang lembab. Apabila
permukaan beton tampak kering maka permukaan tersebut harus dibasahi
dengan cara menyemprot secara halus untuk mencegah kerusakan pada beton
muda.

4.

Perawatan dengan Lembar Polyethylene Putih


Permukaan dan bidang-bidang tegak perkerasan harus seluruhnya
ditutup dengan lembar polyethylene putih yang harus diletakkan ketika
permukaan beton masih lembab. Jika permukaan tampak kering, maka
permukaan harus dibasahi dengan penyemprotan air secara halus sebelum
lembar dipasang. Lembar-lembar yang berdampingan harus mempunyai lebar
tumpangan 45 cm dan harus ditindih sedemikian rupa agar tetap menempel

pada permukaan. Lembar penutup harus mempunyai lebar yang cukup untuk
dapat menutup permukaan dan bidang-bidang tegak setelah acuan dibongkar.
Lembar polyethylene harus tetap ditempatnya selama masa perawatan. Untuk
memudahkan penanganan, tebal minimum lembar polyethylene sebaiknya 0,1
mm.
5.

Perawatan Celah Gergajian


Selama perawatan celah gergajian perkerasan harus dilindungi dari
pengeringan yang cepat. Hal ini seringkali dilakukan dengan kertas pilihan,
atau bahan lainnya yang sesuai.

6. Perlindungan Perkerasan Yang Sudah Selasai


Perkerasan yang sudah selesai dan perlengkapannya harus dilindungi
dari lalu lintas umum dan lalu lintas pelaksanaan. Perlindungan ini termasuk
penyediaan petugas untuk mengatur lalu lintas; memasang dan memelihara
rambu peringatan, lampu lampu, rintangan, jembatan penyeberangan. Setiap
kerusakan yang terjadi pada perkerasan sebelum dibuka. untuk lalu lintas
umum, harus diperbaiki atau diganti.
7.

Perlindungan Terbadap Hujan


Untuk melindungi beton yang belum cukup keras terhadap pengaruh
hujan, maka setiap saat harus tersedia bahan untuk melindungi beton tersebut,
seperti lembar goni, terpal, kertas perawat, atau lembar plastik. Disamping itu,
apabila digunakan metoda acuan gelincir, maka harus direncanakan
penanggulangan darurat untuk melindungi permukaan dan tepi. Apabila
diperkirakan akan segera turun hujan, maka semua petugas harus mengambil
tindakan yang perlu guna memberikan perlindungan menyeluruh kepada
beton yang belum mengeras.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkerasan kaku adalah suatu susunan kontruksi perkerasan dimana sebagai
lapisan atas digunakan plat beton yang terletak diatas pondasi atau langsung diatas
tanah dasar pondasi (sub grade). Plat beton yang kaku dan memiliki modulus
elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban lalu lintas ke tanah dasar yang
melingkupi daerah yang cukup luas. Dengan demikian, bagian terbesar dari kapasitas
struktur perkerasan diperoleh dari plat beton itu sendiri.
Yang sangat menentukan kekuatan struktur perkerasan dalam memikul beban
lalu lintas adalah kekuatan beton itu sendiri. Sedangkan kekuatan dari tanah dasar
hanya berpengaruh kecil terhadap kekuatan daya dukung steuktural perkerasan kaku.
Lapis pondasi bawah, jika digunakan di bawah plat beton, dimaksudskan untuk
drainase dalam menghindari terjadinya pumping.
Surface Course merupakan lapisan yang langsung berhubungan dengan beban
lalu lintas dan terbuat dari PCC. Hal ini memberikan karakteristik gesekan, kelicinan,
dan drainase. Selain itu, memiliki fungsi sebagai lapisan waterproofing base, subbase,
dan tanah dasar. Surface Course dapat bervariasi dalam ketebalan tetapi biasanya
antara 150 mm (6inci) (untuk muatan ringan) dan 300 mm (12inci) (untuk beban
berat dan lalu lintas tinggi).
Base Course berada di bawah lapisan permukaan. Hal ini memberikan
distribusi beban tambahan, kontribusi dan resistensi drainase, memberikan dukungan
lapisan di atasnya dan platform yang stabil untuk peralatan kontruksi (ACPA, 2001).
Bias juga membantu mencegah gerakan tanah dasar karena tertekan dari atas.
Subbase course adalah bagian dari struktur perkerasan antara base course dan tanah
dasar. Fungsi utama adalah dapat pendukung struktural tapi juga dapat:
1. Meminimalisir terjadinya ambles pada jalan
2. Meningkatkan drainase.

Subbase umumnya terdiri dari bahan bahan kualitas lebih rendah dari pada lapisan
atas, tetapi lebih baik daripada tanah dasar. Bahan agregat yang bagus dan berkualitas
tinggi mengisi struktural. Sebuah subbase tidak selalu dibutuhkan atau digunakan.
Sambungan dipasang pada perkerasan beton semen untuk mengendalikan penyebaran
retakan akibat susut serta untuk menampung pemuaian pelat akibat perubahan suhu
dan kelembaban.
Sambungan memanjang biasanya merupakan sambungan pelaksanaan dan
sambungan susut dipasang membujur jalan. Sedangkan sambungan melintang dapat
berupa sambungan susut ,sambungan muai dan juga sambungan pelaksanaan.
Setelah penyelesaian akhir selesai dan lapisan air menguap dari permukaan atau
segera setelah pelekatan dengan beton tidak terjadi maka seluruh permukaan beton
harus segera ditutup dan dipelihara sesuai dengan salah satu metoda yang diuraikan di
bawah.
Dalam semua hal, dimana perawatan memerlukan penggunaan air, maka operasi
perawatan harus dititikberatkan pada penyediaan air. Biasanya masa perawatan
dilakukan selama 7 hari, tapi waktu tersebut dapat diperpendek bila 70 persen
kekuatan tekan atau lentur beton dapat dicapai lebih awal.

3.2 Saran
Pembuatan makalah ini ditujukan kepada mahasiswa khususnya jurusan sipil
agar sedikit mengerti mengenai perkerasaan kaku. Dengan bekal materi yang ada
dapat memambantu mahasiswa dalam proses perkuliahan. Untuk pengetahuan dan
pengalaman yang lebih mendalam dibutuhkan pembelajaran yang lebih banyak dan
terperinci.

DAFTAR PUSTAKA

Putra, Sondy. 2014. Perkerasan Kaku, (Online),


(http://www.academia.edu/6718906/0_PERKERASAN_KAKU), diakses 8
November 2014.
Bina Marga. 2011. Perkerasan Kaku, (Online),
(http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/BINAMARGA-01-B000058-Binder1.pdf),
diakses 2014.
Reza. 2012. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), (Online),
(http://rezaslash.blogspot.com/2012/12/perkerasan-kaku-rigid-pavement.html),
diakses 9 November 2014.
Wimbawa, Arta. 2013. Perkerasan Kaku, (Online),
(http://www.slideshare.net/Artawimbawa/perkerasan-kaku), diakses 9 November
2014.
Ekabimaranto, A., Fandi. 2012. Perkerasan Kaku, (Online),
(http://eprints.undip.ac.id/33829/6/1625_chapter_II.pdf), diakses 10 November
2014.

LAMPIRAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU


DATA PERENCANAAN :
a. Tanah dasar

k-9kg/cm2 , CBR6%

b. Beton
c. Umur rencana
d. Pertumbuhan lalu lintas
e. Peranan jalan

=
=
=
=

MR-40kg/cm2
20 tahun
5% per tahun
kelas II (arteri primer bebas hambatan)

Data lalu lintas harian pada tahun pembukaan (untuk 2 jalur 1 arah)
Mobil penumpang
(1+1)
ton
=
Bus
(3+5)
ton
=
Truck 2 as kecil
(2+4)
ton
=
Truck 2 as besar
ton
=
Truck 3 as
(6+14)
ton
=
Truck gandengan
(6+14+5+5)
ton
=
Menghitung JKNH
Bus
Truck 2 as kecil
Truck 3 as kecil
Truck gandengan

(3+5)
(2+4)
(6+14)
(6+14+5+5)

(1+0,005)20-1

200
214
1428
14
8

kendaraan
kendaraan
kendaraan
kendaraan
kendaraan
kendaraan

untuk kendaraan dengan berat total > 5 ton


ton
=
214
ton
=
1428
ton
=
14
ton
=
8 +
JKNH
=
1664 kendaraan

33,9

log (1+0,05)
JKN

365 x 1664 x 33,9

20.589.504 kendaraan

MENGHITUNG JUMLAH SUMBU KENDARAAN NIAGA


Bus
= 214 x 2
1428 x
Truck 2 as kecil
=
2
Truck 3 as
= 14 x 2
Truck gandengan
=
8x4
JSNH
JSKN

365 x 3344 x 33,9

=
=
=
=
=

428
2856
28
32 +
3344 sumbu

41.376.984 kendaraan

MENGHITUNG PROSENTASE BEBAN SUMBU


Beban sumbu 2 ton
(STRT)
=
Beban sumbu 3 ton
(STRT)
=
Beban sumbu 4 ton
(STRG)
=
Beban sumbu 5 ton
(STRT)
=
Beban sumbu 5 ton
(STRG)
=
Beban sumbu 6 ton
(STRT)
=
Beban sumbu 8 ton
=
Beban sumbu 14 ton (STdRG)
=

1428 : 3344
214 : 3344
1428 : 3344
(8x2) : 3344
214 : 3344
(14+8) : 3344
(14+8) : 3344

=
=
=
=
=
=
=
=

42,70
6,40
42,55
0,48
6,40
0,66
0,66

%
%
%
%
%
%
%
%

MENGHITUNG REPETISI KUMULATIF MASING-MASING BEBAN SUMBU


(koefisien distribusi = 0,70)
Beban sumbu 2 ton

(STRT)

0.427x41373984x0.70

123,68x105

Beban sumbu 3 ton

(STRT)

0.064x41376984x0.70

18,54x105

Beban sumbu 4 ton

(STRG)

0.427x41376984x0.70

123,68x105

Beban sumbu 5 ton

(STRT)

0.0048x41376984x0.70

1,39x105

Beban sumbu 5 ton

(STRG)

0.064x41376984x0.70

18,54x105

Beban sumbu 6 ton

(STRT)

0.0066x41376984x0.70

1,91x105

0.0066x41376984x0.70

1,91x105

Beban sumbu 14 ton (STdRG)

MENGHITUNG BEBAN SUMBU DENGAN FAKTOR KEAMANAN 1,2


Beban sumbu 2 ton
(STRT)
x
1,2
Beban sumbu 3 ton
(STRT)
x
1,2
Beban sumbu 4 ton
(STRG)
x
1,2
Beban sumbu 5 ton
(STRT)
x
1,2
Beban sumbu 5 ton
(STRG)
x
1,2
Beban sumbu 6 ton
(STRT)
x
1,2
Beban sumbu 8 ton
(STRT)
x
1,2
Beban sumbu 14 ton (STdRG)
x
1,2

=
=
=
=
=
=
=
=

2,4
3,6
4,8
6,0
6,0
7,2
9,6
16,8

ton
ton
ton
ton
ton
ton
ton
ton

MENGHITUNG TEGANGAN YANG TERJADI

Dicoba tebal plat = 17 cm


K = 9 kg/cm3 (ditentukan)
Dari nomogram ybs diperoleh :

Beban sumbu 2,4 ton


(STRT)
Beban sumbu 3,6 ton
(STRT)
Beban sumbu 4,8 ton
(STRG)
Beban sumbu 6,0 ton
(STRT)
Beban sumbu 6,0 ton
(STRG)
Beban sumbu 7,2 ton
(STRT)
Beban sumbu 9,6 ton
(STRT)
Beban sumbu 16,8 ton (STdRG)

tegangan yang terjadi tidak terbaca


tegangan yang terjadi tidak terbaca
tegangan yang terjadi tidak terbaca
tegangan yang terjadi = 18,8 ton
tegangan yang terjadi = 14 ton
tegangan yang terjadi = 21,2 ton
tegangan yang terjadi = 19,4 ton

MENGHITUNG PERBANDINGAN TEGANGAN


MR

= 40 kg/cm2

Beban sumbu 2,4 ton


(STRT)
Beban sumbu 3,6 ton
(STRT)
Beban sumbu 4,8 ton
(STRG)
Beban sumbu 6,0 ton
(STRT)
Beban sumbu 6,0 ton
(STRG)
Beban sumbu 7,2 ton
(STRT)
Beban sumbu 9,6 ton
(STRT)
Beban sumbu 16,8 ton (STdRG)

=
=
=
=
=
=
=
=

0
0
0
18,8/40
14/40
21,2/40
19,4/40

=
=
=

0.47
0.35
0.53

0.485

MENGHITUNG JUMLAH REPITISI UJI TEGANGAN YANG TERJADI


(dilihat dari tabel)
Perb. Tegangan
repetisi ijin
=
Perb. Tegangan
repetisi ijin
=
Perb. Tegangan
repetisi ijin
=
Perb. Tegangan 0,47

repetisi ijin
=
Perb. Tegangan 0,35

repetisi ijin
=
Perb. Tegangan 0,53

repetisi ijin
= 240000
Perb. Tegangan
repetisi ijin
=
Perb. Tegangan 0,485

repetisi ijin
=
-

MENGHITUNG JUMLAH PROSENTASE FATIGUE


Perb. Tegangan =
Perb. Tegangan =
Perb. Tegangan =
Perb. Tegangan 0,47
=
Perb. Tegangan 0,35
=
Perb. Tegangan 0,53
=
(190551.9/240000)x100%
Perb. Tegangan =
Perb. Tegangan 0,485
=
Total fatigue (%)
Jadi
=
KESIMPULAN Pelat Mencukupi

=
=
=
=
=
=
79.40%
=
=
=
79.40%
79,4% < 100%

DAFTAR ISTILAH

1.

Balok angker melintang (transverse log) sistem konstruksi sambungan yang


dibuat pada ujung-ujung perkerasan beton bertulang menerus dengan balok beton
ditanamkan ke dalam tanah dasar guna memegang gerakan dari pelat.

2.

Batang pengikat (tie bars) sepotong baja ulir yang dipasang pada sambungan
memanjang dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak horizontal.

3.

Bahan pengisi sambungan (joint filler) suatu bahan yang bersifat plastis yang
dipasang pada celah sambungan muai, guna mencegah masuknya benda-benda
asing ke dalam celah.

4.

Bahan penutup sambungan (joint sealer) suatu bahan yang bersifat elastis yang
dipasang pada bagian atas dari sambungan yang dimaksudkan untuk mencegah
masuknya benda-benda asing ke dalam celah.

5.

Batang ulir (deformed bars) batang tulangan prismatis atau yang diprofilkan
berbentuk alur atau spiral yang terpasang tegak lurus atau miring terhadap muka
batang, dengan jarak antara rusuk-rusuk tidak lebih dari 0,7 diameter batang
pengenalnya/nominal.

6.

Beban sumbu standar beban sumbu dengan roda ganda yang mempunyai total
berat sebesar 8,16 ton.

7.

California Bearing Ratio (CBR) perbandingan antara beban penetrasi suatu


lapisan tanah atau perkerasan terhadap beban standar dengan kedalaman dan
kecepatan penetrasi yang sama.

8.

Dudukan tulangan (reinforcement chairs) dudukan yang dibentuk sedemikian


rupa yang terbuat dari besi tulangan, plastik atau bahan lainnya yang berfungsi
sebagai dudukan tulangan arah memanjang dan melintang.

9.

Gompalan (spalling) suatu bentuk kerusakan pada pelat beton yang umumnya
terjadi pada tepi-tepi pelat atau retakan.

10. Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga (JSKN) jumlah sumbu komulatif dari
kendaraan niaga selama umur rencana pada lajur rencana.

11. Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Harian (JSKNH) jumlah sumbu harian
kendaraan niaga pada awal tahun rencana pada lajur rencana.
12. Jalur lalu-lintas bagian jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan
kendaraan
13. Kuat tarik lentur (flexural strength modulus of rupture) kekuatan beton yang
diperoleh dari percobaan balok beton dengan pembebanan tiga titik yang
dibebani sampai runtuh.
14. Kendaraan niaga kendaraan yang paling sedikit mempunyai dua sumbu atau
lebih yang setiap kelompok bannya mempunyai paling sedikit satu roda tunggal,
dan berat total minimum 5 ton.
15. Kuat tarik langsung kuat tarik beton yang ditentukan berdasarkan kuat tekan
belah silinder beton yang ditekan pada sisi panjangnya.
16. Lalu-lintas harian rata-rata (LHR) jumlah total volume lalu-lintas roda empat
atau lebih dalam satu tahun dibagi dengan jumlah hari dalam satu tahun.
17. Lapis pondasi bawah dengan bahan pengikat (bound sub-base) pondasi
bawah yang biasanya terdiri dari material berbutir yang distabilisasi dengan
semen aspal, kapur, abu terbang (fly ash) atau slag yang dihaluskan sebagai
bahan pengikatnya.
18. Lajur lalu-lintas bagian dari jalur jalan yang diperuntukkan bagi laju satu
lintasan kendaraan.
19. Lajur rencana (LR) suatu lajur lalu-lintas yang menampung lalu-lintas terbesar.
umumnya salah satu lajur jalan dua jalur atau lajur tepi luar dari jalan raya
berlajur banyak.
20. Modulus reaksi tanah dasar (modulus of subgrade reaction) nilai konstanta
pegas (spring constant) dari tanah dasar di dalam menerima beban yang
ditentukan dari percobaan pengujian beban pelat (Plate Bearing).
21. Perkerasan beton bersambung tanpa tulangan (Jointed Unreinforced
Concrete Pavement) jenis perkerasan beton semen yang dibuat tanpa tulangan
dengan ukuran pelat mendekati bujur sangkar, dimana panjang dari pelatnya

dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis


perkerasan ini berkisar antara 4-5 meter.
22. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan (Jointed Reinforced
Concrete Pavement) jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan, yang
ukuran pelatnya berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dari pelatnya
dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis
perkerasan ini berkisar antara 8-15 meter.
23. Perkerasan

beton

semen

menerus

dengan

tulangan

(Continuously

Reinforced Concrete Pavement) jenis perkerasan beton yang dibuat dengan


tulangan dan dengan panjang pelat yang menerus yang hanya dibatasi oleh
adanya sambungan-sambungan muai melintang. Panjang pelat dari jenis
perkerasan ini lebih besar dari 75 meter.
24. Perkerasan beton semen pra-tegang (prestressed concrete pavement) jenis
perkerasan beton menerus, tanpa tulangan yang menggunakan kabel-kabel
pratekan guna mengurangi pengaruh susut, muai dan lenting akibat perubahan
temperatur dan kelembaban.
25. Perkerasan beton semen dengan lapis beton aspal (asphaltic concrete
surfaced rigid pavement) berupa perkerasan beton yang bagian permukaannya
diberi lapisan beraspal.
26. Pelat dengan bentuk tidak lazim (odd shaped slab) pelat yang bentuknya tidak
bujur sangkar atau persegi panjang tetapi umumnya mempunyai bentuk segitiga,
segi banyak dan trapesium.
27. Perkerasan beton semen (rigid pavement) suatu struktur perkerasan yang
umumnya terdiri dari tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis beton semen
dengan atau tanpa tulangan.
28. Ruji (dowel) sepotong baja polos lurus yang dipasang pada setiap jenis
sambungan melintang dengan maksud sebagai sistem penyalur beban, sehingga
pelat yang berdampingan dapat bekerja sama tanpa terjadi perbedaan penurunan
yang berarti.

29. Sambungan lidah alur (key ways joint) jenis sambungan pelaksanaan
memanjang dimana sebagai sistem penyalur bebannya digunakan hubungan lidah
alur sedangkan untuk memegang pergerakan pelat ke arah horizontal digunakan
batang pengikat.
30. Sambungan muai (expansion joint) jenis sambungan melintang yang dibuat
untuk membebaskan tegangan pada perkerasan beton dengan cara menyediakan
ruangan untuk pemuaian.
31. Sambungan pelaksanaan (construction joint) jenis sambungan melintang atau
memanjang yang dibuat untuk memisahkan bagian-bagian yang dicor/dihampar
pada saat yang berbeda, ditempatkan di antara beton hasil penghamparan lama
dengan beton hasil penghamparan baru.
32. Sambungan tidak sejalur (mismatched joint) suatu pola sambungan, dimana
sambungan di antara pelat-pelat yang berdekatan tidak berada dalam satu garis
(jalur).
33. Sambungan susut (contraction joint) jenis sambungan melintang yang dibuat
dengan maksud untuk mengendalikan retak susut beton, serta membatasi
pengaruh tegangan lenting yang timbul pada pelat akibat pengaruh perubahan
temperatur dan kelembaban. Jarak antara tiap sambungan susut, umumnya dibuat
sama.
34. Stabilisasi suatu tindakan perbaikan mutu bahan perkerasan jalan atau
meningkatkan kekuatan bahan sampai kekuatan tertentu agar bahan tersebut
dapat berfungsi dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada bahan aslinya.
35. Takikan (groove) ruang pada bagian atas sambungan yang dibuat sebagai tempat
bahan penutup.
36. Tegangan lenting (warping stress) tegangan yang terjadi pada pelat beton yang
ditimbulkan oleh melentingnya pelat akibat perbedaan temperatur dan
kelembaban.
37. Umur Rencana (UR) suatu periode tertentu dalam tahun, yang dirancang agar
jalan yang direncanakan dan dipelihara dapat berfungsi selama periode tersebut.

Vous aimerez peut-être aussi