Vous êtes sur la page 1sur 51

Askep GEA

A. Konsep Dasar Medis


1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan.
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima
makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh
dengan jalan proses Pencernaan (pengunyahan, penelanan dan
percampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut
(oris) sampai anus.
(Syaifuddin, 1996, hal 87).
Saluran pencernaan terdiri dari: mulut, faring, osofagus, lambung, usus
halus, usus besar, rectum, anus.
a). Anatomi mulut (oris)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian
yaitu:
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir dan pipi.
2) Bagian rongga mulut/bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah
belakang bersambung dengan faring.
a) Kelenjar parotis
b) Kelenjar submaksilaris
c) Kelenjar sublingualis (Syaifuddin, 1996, hal.88).

b) Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (osofagus), di dalam lengkungan faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosis
dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan
antara jalan napas dan jalan makanan ( Syaifuddin, 1996, hal 88).
c) Osofagus.
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya kurang lebih 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak dibawah lambung (Syaifuddin, 1996, hal 89).
d) Lambung
Bagian lambung terdiri dari:
1) Fundus Ventrikuli
2) Korpus ventrikuli
3) Antrum Pilorus
4) Kurvatura Minor
5) Kurvatura Mayor
6) Osteum Kardiakum.
Susunan lapisan dari dalam keluar terdiri dari: lapisan selaput lendir,
lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan otot panjang, dan
lapisan jaringan ikat/serosa.
Fungsi lambung terdiri dari:
1) Makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik
lambung dan getah lambung.
2) Getah cerna lambung yang dihasilkan:
a) Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin
dan pepton).

b) Asam garam (HCL) fungsinya: mengasamkan makanan, sebagai


antiseptik dan desinfektan, dan membuat Suasana asam pada pepsinogen
sehingga menjadi pepsin.
c) Renin fungsinya, sebagai ragi membekukan susu dan membentuk
kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam
lemak yang merangsang sekresi getah lambung (syaifuddin, 1996, hal 91).
e) Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter
panjang dalam keadaan hidup dan merupakan saluran pencernaan
diantara lambung dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berlikuliku yang memenuhi sebagian rongga abdomen.
Usus halus terdiri dari duodenum, yeyenum dan ileum.
1) Duodenum
adalah tube yang berbentuk huruf C dengan panjang kira-kira 25 cm, pada
bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas.
Duodenum di gambarkan kedalam 4 bagian:
Bagian I : menjalar kearah kanan
Bagian II : menjalar kearah bawah
Bagian III : menjalar kearah tranversal kiri dan disebelah depan vena kava
inferior dan aorta.
Bagian IV : menjalar kearah atas untuk selanjutnya bergabung dengan
yeyenum (Gibson John, 1995, hal 163).
Bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut
papilla vateri, pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus
koledokus) dan saluran pancreas (duktus wirsungi/duktus pankreatikus).

Empedu di buat di hati untuk dikeluarkan keduodenum melalui duktus


koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum
(Syaifuddin, 1996, hal 91).
2) Yeyenum dan Ileum
Yeyenum merupakan bagian pertama dan ileum merupakan bagian kedua
dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut mempunyai panjang
yang bervariasi dari 300 cm sampai 900 cm (Gibson John, 1995, hal 164).
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal
sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika suporior, pembuluh
limfe dan saraf keruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk
mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai
batas yang tegas.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan
lubang yang bernama orifisium Ileoseckalis. Orifisium ini diperkuat oleh
spinter ileuseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau
valvula Baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon
asendens tidak masuk kembali keadaan ileum (Syaifuddin, 1996, hal 91).
Fungsi usus halus adalah:
a) Mensekresi cairan usus.
b) Menerima cairan empedu dan pancreas.
c) Mencerna makanan.
d) Mengabsorbsi air, garam dan vitamin.
e) Menggerakkan kandungan kandungan usus sepanjang usus oleh

kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang menggerakkan


kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih cepat.
f. Usus Besar.
Usus besar mempunyai panjang kurang lebih 1,5 meter dengan lebar 5-6
cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar adalah:
1) Selaput lendir
2) Lapisan otot melingkar.
3) Lapisan otot penampang.
4) Jaringan ikat.
Fungsi usus besar, terdiri dari menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri koli dan tempat feses (Syaifuddin, 1996, hal 92).
Adapun bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut:
1. Seikum
Di bawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti
cincin sehingga disebut umbai cacing, dengan panjang 6 cm. Seluruhnya
ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai
mensentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen. (Syaifuddin,
1996, hal 92).
2. Colon Asenden
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kalon membujur
keatas dari ileum kebawah hati. Dibawah hati membengkok kekiri,
lengkungan ini disebut fleksura hepatica dan dilanjutkan sebagian kolon
transversum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
3. Apendiks
Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus (Syaifuddin, 1996, hal 92).

4. Colon Transversum
Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolon asendes sampai
kekolon desendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksula lienalis (Syaifuddin,
1996, hal 92).
5. Colon Desendens
Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas kebawah dari fleksura lienalis sampai kedepan ileum
kiri, bersambung dengan colon sigmoid (Syaifuddin, 1996, hal 92).

6. Colon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring, dalam rongga
pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rectum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
7. Rektum
Terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvic didepan oscracum dan
oscogcigis (Syaifuddin, 1996, hal 92).
8. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum
dengan dunia luar. Terletak didasar pelvik, dindingnya diperkuat oleh tiga
spincter:
a) Spincter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
b) Spincter Levator Ani, bekerja tidak menurut kehendak.
c) Spincter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 1996,
hal 92).

1. Definisi
b. Gastroentritis adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan /
tanpa darah dan /atau lendir dalam tinja (Suhariyono, 2003).
c. Gastroentiris akut adalah defekasi yang terjadi secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat
(Mansyoer Arief, et al., 1999, hal. 470).
d. Diare adalah perubahan tiba-tiba dalam frekuensi dan kualitas defekasi
(Sandra M.Nettina, 2001, hal 123).
e. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal
(lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari)
dan konsistensi feses cair (Smeltzer dan Bare, 2001, hal 1093)
f. Gastroenteritis adalah radang dari lambung dan usus yang memberikan
gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (muntah berak) (capital
selekta.edisi 3.1999)
g. Diare adalah defekasi yang tidak normal, baik frekuensi maupun
konsiistensinya.frekuensi diare lebih dari 4X/hr (capital selekta,edisi
3.1999).
2. Etiologi
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian
hormon tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan
antasida), selain itu semua gastroenteritis dapat juga disebabkan oleh:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
i. Infeksi bakteri: vibria, E.Coli, salmonella, shigella, compylobacter,
yersiria, aeromonas dan sebagainya.

ii. Infeksi virus: Enterovirus, (virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis)


Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus, Trichuris, Oxyuris, strongy loides,
Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, pemberian makanan perselang, gangguan metabolic dan
endokrin (Diabetes, Addison, Tirotoksikosis) serta proses infeksi
virus/bakteri (disentri, shigellosis, keracunan makanan).
b. Faktor Malabsorbsi
- Mal absrobsi karbohidrat: disakarida, (Intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa): monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang tersering intoleransi laktosa)
- Mal absorbsi lemak
- Mal absorbsi protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. faktor psikologis
rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar) (Ngastriyah, 1997, hal 144).
e. Malnutrisi
f. Gangguan imunologi
3. Patofisiologi Gastroenteritis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik meninggi dalam rongga usus. Isi rongga


usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul gastroenteritis.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya timbul gastroenteritis karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya timbul pula gasteoenteritis. Berdasarkan cairan yang hilang
tingkat dehidrasi terbagi menjadi:
1). Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb.
2). Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb.
3). Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125 ml/kg/bb.
(Ngastiyah, 1997, hal 144).
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri secara
langsung atau oleh efek dari nurotoxin yang diproduksi oleh bakteria.
Infeksi ini menimbulkan peningkatan produksi air dan garam ke dalam
lumen usus dan juga peningkatan motilitas, yang menyebabkan sejumlah
besar makanan yang tidak dicerna dan cairan dikeluarkan. Dengan
gastroenteritis yang hebat, sejumlah besar cairan dan elektrolit dapat
hilang, menimbulkan dehidrasi, hyponatremi dan hipokalemia (Long, 1996).
Selain itu juga gastroenteritis yang akut maupun yang kronik dapat
meyebabkan gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang,

pengeluaran bertambah), hipoglikamik, dan gangguan sirkulasi darah


(Ngastiyah, 1997, hal 144).

PATOFLO DIAGRAM
Bakteri, virus, parasit
/.,..Masuk dalam saluran cerna
Berkembangbiak di usus

Reaksi pertahanan dari E.Coli


Pertahanan tubuh
Inflamasi usus
Makanan, zat Peningkatan sekresi air Hiperperistaltik
Tidak dapat diserap dan elektrolit usus
Tekanan osmatik dalam Penurunan absorbsi Penurunan
Rongga usus dalam usus fungsi usus dalam
Mengabsorbsi makanan
Pergeseran air dan elek- Diare Diare
Trolit dalam rongga
Usus Kurang pemasukan Pola defekasi tergangMakanan gu (lebih sering)
Isi rongga usus berlebihan
Merangsang usus untuk Pertanyaan orangtua
Mengeluarkannya klien tentang penyakit
Kembung
Kematia
(Smeltzer dan Bare, 2001, h 1093; Ngastiyah, 1997, h 144; Long. C
Barbara, 1996).
4. Tanda dan gejala
Menurut Mansyoer Arief (2000), tanda dan gejala gastroenteritis atau diare
adalah:
a. Mula-mula bayi atau anak cengeng, gelisah.

b. Suhu badan mungkin meningkat.


c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada.
d. Diare.
e. Feses cair dengan darah atau lendir.
f. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu.
g. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
h. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
i. Dehidrasi, bila banyak cairan keluar mempunyai tanda-tanda ubun-ubun
besar cekung, tonus dan turgor kulit menurun, selaput lendir mulut dan
bibir kering.
j. Berat badan turun.
5. Pemeriksaan Diagnosa
Menurut Mansyoer Arief (2000), pemeriksaan diagnostik pada klien
gastroenteritis adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan tinja
1). Makroskopis dan mikroskopis.
2). Biarkan kumanuntuk mencari kuman penyebab.
3). Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten).
4). PH dan kadar gula jika diduga ada toleransi gula (sugar Intolerance).
b. Pemeriksaan darah
1). Darah perifer lengkap.
2). Analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K, Ca dan P serum pada
diare yang disertai kejang).
3). PH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan keseimbangan
asam basa.
4). Kadar uream dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
c. Duodenal intubation

Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif


terutama pada diare kronik.
6. Penatalaksanaan
Menurut Mansyoer Arief (2000), penatalaksanaan gastroenteritis adalah
terdiri dari:
i. Simtomatis
1). Terapi rehidrasi
Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit
secara cepat kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya
berhenti dengan cara memberikan oralit, cairan infus yaitu Ringer Laktat,
Dekstrose 5%. Dekstrosa dalam salin, dll.
2). Antispasmodik, Antikolinergik (Antagonis stimulus kolinergik pada
reseptor muskarinik), contoh obat: Papaperin.
3). Obat anti diare:
a). Obat anti motilitas dan sekresi usus (Loperamid).
b). Oktreotid (Sondostatin) sudah dicoba dengan hasil memuaskan pad
diare sklerotik.
c). Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik yaitu:
Norit 1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan.
4). Antiemetik (metoclopramid).
5). Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan yaitu vitamin B1, asam folat.
6). Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare
untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi.
b. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun non infeksi, pada kasus
kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.

7. Komplikasi
Menurut Ngastiyah ( 1997), akibat yang ditimbulkan gastroenteritis atau
diare adalah:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktosa.
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).
B. Konsep Dasar Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan
dalam praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai pendekatan
problem solving (pemecahan masalah) yang memerlukan ilmu, tehnik dan
ketrampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien
atau keluarga dengan memberikan asuhan keperawatannya sesuai dengan
lima tahap proses keperawatan, yaitu: pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber dan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien (Nursalam, 2001).


Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dengan cara anamnesa yang
diperoleh dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, serta mempelajari status klien.
Ada dua tipe data pada pengkajian yaitu: data subjektif dan data objektif.
Data subjektif adalah data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan
pasien atau keluarga. Data objektid adalah data yang diperoleh dari data
pengukuran, pemeriksaan dan pengamatan (Ali, 2002, hal 74).
Setelah pengumpulan data langkah berikutnya dalam pengkajian adalah
pengelompokan data yang terdiri atas data fisiologis, psikologis, social dan
spiritual (PPNI, 1994). Pengelompokan data akan memudahkan perawatan
dalam menegakkan masalah keperawatan klien.
Untuk kasus gastroenteritis, pengkajian yang dilakukan meliputi:
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tanggal lahir, nama orang tua,
pekerjaan dan pendidikan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita, apakah sebelumnya pernah menderita
gastroenteritis atau penyakit lain, kebiasaan hidup, riawayat alergi dan lainlain.
c. Riwayat kesehatan saat sakit
1). Keluhan utama: Keluhan yang sering ditemukan adalah BAB encer
lebih dari empat kali sehari, warna feses kuning kehijauan, hijau, bentuk
mukoid dan mengandung darah.
2). Riwayat perjalanan penyakit: beberapa lama penyakit diderita, hal-hal
yang meringankan dan memperberat penyakit.
3). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan.

d. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu


Kehamilan dengan gawat janin, diabetes mellitus, malnutrisi, intrauteri,
infeksi intra-natal, persalinan dengan ada komplikasi, persalinan dengan
tindakan karena ada komplikasi, penolong persalinan (Sacharin, 1996).
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat penyakit gastroenteritis
f. Riwayat alergi juga penting karena dapat juga menjadi indicator
penyakit terutama obat.
g. Riwayat pemberian imunisasi
Imunisasi lengkap atau tidak (Sastroasmoro, 1996).
h. Pengkajian fisik
1. Tanda-tanda vital: tekanan darah menurun akibat ketidakseimbangan
cairan elektrolit, suhu meningkat, nadi cepat, lemah, respirasi meningkat
akibat asidosis metabolic.
2. Keadaan penyakit
Penyakit akut bila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan dehidrasi
yang ditandai depresi fontanel anterior, mata cekung, turgor kulit buruk,
selaput lendir kering, tidak ada air mata bila menangis, sehingga klien
dapat jatuh kedalam syok hipovolemik dan dapat meyebabkan kematian.
3. Keadaan umum klien
Mula-mula jatuh pada dehidrasi ringan yang apabila tidak segera diatasi
maka akan jatuh pada dehidrasi sedang dan berat, yang diawali
kelemahan fisik.
4. Sistem integumen
Eksoriasi bokong akibat tinja asam, turgor kulit baik dan bila jatuh pada
tahap dehidrasi berat maka turgor kulit buruk.
5. Sistem hemotologi

Hiponatremia atau hipernatremia akibat kekurangan natrium, hipokalemia


atau hiperkalemia akibat kekurangan kalium, asidosis metabolic.
6. Sistem pernapasan
Respiratori meningkat akibat adanya asidosis metabolic apabila jatuh pada
dehidrasi berat.
7. Sistem gastrointestinal
Nyeri atau kram abdomen, dehidrasi abdomen, hiperperistaltik usus.
i. Pola fungsi kesehatan
Pola fungsi kesehatan dapat di kaji melalui pola Gordon dimana
pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara
sistematis dengan cara
mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik
pada masalah khusus.
j. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Kaji persepsi keluarga terhadap kesehatan dan upaya-upaya keluarga
untuk mempertahankan kesehatan. Termasuk juga penyakit anak sekarang
ini dan upaya yang diharapkan.
k. Pola nutrisi metabolik
Kaji pola nutrisi anak dan bagaimana dengan pemberian ASI. Klien
mengalami gangguan nafsu makan, mual, muntah dan diare.
l. Pola eliminasi
Kaji pola eliminasi feses dan urin, berapa frekuensinya dan bagaimana
sifatnya, BAB lebih empat kali sehari, BAK tak terkaji, berat jenis urine
tinggi, oliguria.
m. Pola istirahat-tidur
Gangguan tidur biasanya disebabkan oleh badan panas atau demam, BAB
yang sering.

n. Pola kognitif perseptual


Pola ini sulit dan tak bisa dikaji/dilakukan
o. Pola peran hubungan
Kaji siapa yang mengasuh bayi. Klien sering digendong karena rewel.
p. Pola aktivitas dan latihan
Kaji tingkat perkembangan atau tumbuh kembang sesuai dengan usia.
q. Pola reproduksi
Tidak bisa di kaji pada bayi, tapi dapat dilihat dari cara orang tua
memperlakukan anaknya sesuai dengan jenis kelamin (pakaian, alat
permainan).
r. Pola koping dan toleransi terhadap stress.
Untuk mengkaji pola ini sulit karena bahasa untuk bayi tidak dimengerti
(menangis).
s. Pola keyakinan
Kajian tentang pola keyakinan ini lebih banyak pada bagian bagaimana
pola keyakinan orang tua klien.
2. Diagnosa keperawatan
Gastroenteritis mungkin menyebabkan interaksi fungsi normal dari system
tubuh yang dipengaruhi. Berdasarkan data pengkajian diagnosa
keperawatan pasien yang utama yang berhubungan dengan gastroenteritis
meliputi: sesuai teori, bukan askep
b. Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase
feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
b. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase
feses yang sering atau encer (Smeltzer dan Bare, 2001, hal.1094)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

masukan makanan tak adekuat.


d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang
kondisi ( Doenges, 2000, hal 426).
e. Perubahan pola eliminasi Bab, diare berhubungan dengan proses infeksi
pada saluran cerna.
f. Perubahan ketidak nyamanan yang berhubungan dengan kram
abdomen, diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan
hiperperistaltik.
g.
3. Perencanaan
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu system untuk
menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu
system yang bisa digunakan adalah hirarki kebutuhan manusia Fyer et al,
1996 ( Nursalam, 2001, hal 52 ). Perencanaan meliputi pengembangan
strategi untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah
yang akan diidentifikasi pada diagnosa kutipan dari Fiyer, taptik dan
bernocehi, 1996 ( Nursalam, 2001, hal 51), dalam pengaturan prioritas,
perencanaan ada dua hirarki yang bisa digunakan:
1). Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap: fisiologi,
rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualitas diri. Dia
mengatakan bahwa klien memerlukan suatu tahapan kebutuhan. Jika klien
menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain
kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi klien dari pada
kebutuhan lain
( Nursalam, 2001, hal 52).

Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang


menunjukkan bagaimana seseorang bergerak dari pemenuhan kebutuhan
dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah
fungsi dan kesehatan manusia yang terintergrasi.

Aktualisasi diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai
Kebutuhan keselamatan
Dan keamanan
Kebutuhan fisiologis
(O2, Co2, Elektrolit,

makanan, dan sex).


Hirarki Abraham Maslow
Keterangan:
a). Kebutuhan fisiologis O2, Co2, Elektrolik, makanan, sex .
b). Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit, pencuri
dan perlindungan hokum.
c). Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima
kelompok.
d). Harga diri: dihargai dan menghargai (Respek dan toleransi).
e). Aktualisasi diri: ingin diakui, berhasil dan menonjol
( Smeltzer and Bare, 2002, hal 14)

2). Hirarki kalish


Kalish 1983, lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi
kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan untuk bertahan dan stimulasi.
Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara,
air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terjadi
kekurangan kebutuhan tersebut, klien cenderung menggunakan prasarana
untuk memuaskan kebutuhan tertentu, hanya saja mereka akan
mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi
prioritasnya, misalnya keamanan dan harga diri. Di kutif dari Iyer, el al,
1996 (Nursalam, 2001, hal 53)
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan
gastroenteritis maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan adalah:
1). Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.


Tujuan: volume cairan seimbang.
Kriteria hasil: - BAB tidak lebih dari satu kali perhari.
- Intake dan out put seimbang.
- Turgor kulit baik.
- Mata tidak cekung.
Intervensi:
a). Kaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, tacikardi, nadi lemah,
penurunan natrium serum, haus).
Rasional: keseimbangan cairan sulit di pertahankan selama episode akut.
Karena feses di dorong melalui usus terlalu cepat untuk memungkinkan
absorbsi air; haluaran melebihi asupan
b). Mencatat intake dan output.
Rasional: Mengetahui kesimbangan antara intake dan output klien dan
mengetahui banyak pergantian cairan yang di perlukan.
c). Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: sebagai indikasi dalam pemenuhan cairan dan nutrisi.
d). Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: memperbaiki kehilangan cairan.
(Smeltzer and Bare, 2002, hal 1095).
2). Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase
feses yang sering atau encer.
Tujuan: menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa konplikasi.
Kriteria evaluasi: menunjukkan prilaku orang tua untuk mempertahankan
kulit halus, kenyal dan utuh.
Intervensi:
a). Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi.

Rasional: Area ini meningkat risikonya untuk kerusakan dan memerlukan


pengobatan lebih intensif.
b). Gunakan krim kulit dua kali sehari dan setelah mandi.
Rasional: melicinkan kulit dan menurunkan gatal.
c). Tekankan pentingnya masukan nutrisi atau cairan adekuat.
Rasional: perbaiki nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.
d). Dorong mandi dua hari satu kali, pengganti mandi tiap hari.
Rasional: sering mandi menyebabkan kekeringan kulit.
(Doenges, 2000, hal 434).
3). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan makanan tak adekuat.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi .
Kriteria hasil: dapat menghabiskan porsi makanan yang di hidangkan.
Intervensi:
a). Kaji dan catat masukan oral klien.
Rasional: mengetahui perkembangan nafsu makan klien dan memantau
peningkatan masukan oral.
b). berikan klien makan dengan diet lunak, diet dengan porsi kecil tapi
sering.
Rasional: mencegah kekosongan lambung yang dapat mengiritasi lambung
.
(Doenges, 2002, hal 426).
4). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang
kondisi.
Tujuan: keluarga memahami proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil: - keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatan.

- keluarga berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan.


Intervensi:
a). Tentukan persepsi keluarga tentang proses penyakit.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dasar tentang proses penyakit
dan pengobatan.
b). Kaji ulang proses penyakit, penyebab yang menimbulkan gejala.
Rasional: pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan
keluarga untuk membuat keputusan tentang penyakitnya.
c). Kaji ulang obat, tujuan, frekwensi, dosis dan kemungkinan efek
samping.
Rasional: memungkinkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerja
sama dalam program.
d). Tekankan pentingnya perawatan kulit seperti tehnik. Cuci tangan yang
bersih dan perawatan perineal.
Rasional: Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit
(Doenges, 2002, hal 435).

5). Perubahan pola eliminasi Bab: diare berhubungan dengan proses


infeksi pada saluran cerna.
Tujuan : Pola eliminasi kembali normal.
Kirteria hasil: BAB tidak lebih dari satu kali perhari, intake dan output
seimbang, konsistensi feses lembek.
Rencana tindakan:
a). Kaji dan catat frekwensi BAB, karakteristik feses dan faktor pencetus.

Rasional: Mengetahui penyebab diare dan menentukan tindakan


selanjutnya.
b). Berikan istirahat yang cukup bagi klien.
Rasional: Membantu menurunkan mobilitas usus dan menurunkan
metabolisme bila ada infeksi.
c). Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Melalui tanda-tanda vital dapat diketahui perubahan suhu, nadi,
tekanan darah dan pernapasan yang abnormal atau kemungkinan
terjadinya pre syok atau syok.
d). Berikan oral yang adekuat, porsi kecil tapi sering.
Rasional: Mempertahankan kondisi tubuh klien dan mencegah kekosongan
lambung.
e). Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Mengobati sufuratif lokal.
6). Perubahan ketidaknyaman yang berhubungan dengan kram abdomen,
diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan hiperperistaltik.
Tujuan: Rasa ketidaknyaman berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil:
- Klien tidak rewel atau gelisah
- Hiperperistaltik dan diare sudah tidak ada lagi.
Rencana tindakan:
a). Baringkan klien dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat
diatas abdomen.
Rasional: Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi
kram.
b). Berikan masukan cairan sedikit tapi sering.
Rasional: Cairan dalam jumlah yang kecil tidak akan mendesak area

gastrik dengan demikian tidak memperberat gejala.


c). Lindungi daerah perianal dari iritasi.
Rasional: Sering BAB dengan peningkatan keasaman dapat mengiritasi
kulit perianal (Carpenito, 1999, hal.190).
4. Pelaksanaan
Iyer (1996) mengatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Pelaksanaan atau implementasi merupakan aflikasi dari perencanaan
keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan
ketika akan melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan
sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, pengasahan
ketrampilan interpersonal, intelektual dan psikologi individu. Terakhir
melakukan pendokumentasian keperawatan berupa mencatatan dan
pelaporan (Nursalam, 2001).
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh
karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan
dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgen, urgen
dan tidak urgen atau non urgen.
Dalam pelaksanaan tindakkan ada tiga fase yang harus dilalui yaitu:
persiapan, perencanaan, dan dokumentasi (Griffith, 1986), berikut
penjelasannya:
a. Fase persiapan meliputi:
1). Revieuw antisipasi tindakan keperawatan.
2). Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan.
3). Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul.
4).Persiapan alat.
5). Persiapan lingkungan yang konduksif.

6). Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.


b. Fase intervensi terdiri atas:
1). Independen: tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau
perintah dokter atau tim kesehatan lain.
2). Interdependen: tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan
tim kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium, dll).
3). Dependen: berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan
dimana tindakan medis di laksanakan.
c. Fase dokumentasi merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari
tindakan yang telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaan tindakan asuhan
keperawatan pada klien gastroenteritis perawat berperan sebagai
pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan
pencatatan atau penghimpun data.
5.Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan dibandingkan yang
sistematis pada status kesehatan klien ( Griffith dan Christensen, 1986).
Sedangkan Ignatavicius dan Bayne (1994) mengatakan evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses perawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu: evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif disebut juga sebagai evaluasi proses, evaluasi jangka
pendek atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan
tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut juga evaluasi hasil,
evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir
tindakan keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode dalam

memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi


ini lazimnya menggunakan format SOAP (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana
keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui
hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gastroenteritis
adalah:
a. Konsistensi feses normal.
b. Klien atau bayi tidak lagi rewel.
c. Turgor kulit baik.
d. Gangguan keseimbangan cairan tubuh teratasi.
6.Perencanaan pulang (Dischange Planning)
Pada klien dengan gastroenteritis perlu adanya penyuluhan tentang caracara mencegah terjadinya diare yaitu tidak mengkonsumsi makanan yang
basi, mencuci sayur dan makanan sebelum dimasak, minum air yang
sudah dimasak, serta tidak boleh jajan di sembarang tempat (warung di
pinggir jalan), dan cuci tangan sebelum makan makanan yang kita makan.
Bila klien mengalami diare yang berat hendaknya cepat kerumah sakit
untuk mendapatkan pertolongan. Jika mengalami komplikasi hendaknya
berobat teratur dan cek ulang secara teratur pula

A. Konsep Diare Akut

I. Pengertian
a. Diare adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja encer
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, neonatus >< kali/haid, bayi
dan anak > 1 bulan frekuensinya > 3x/hari.
(FKUI, Ilmu Kesehatan Anak 1, 2000: 283)
b. Diare adalah peningkatan frekuensi dan kandungan air pada feses.
(Rosenstein, Fosanelli, Intisari Pediatri, 1997:115)
c. Diare adalah deteksi encer > 5x/hari dengan tanpa darah/lendir.
(FKUB, Pediatri, 2001:5)
d. Diare akut adalah diare yang terjadi mendadak pada anak yang semula
sehat.
(FKUB, Pediatri, 2001:9)
II. Etiologi
Penyebab dari diare akut antara lain :
a. Faktor infeksi
1. Infeksi virus
Retavirus
- penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai
dengan muntah.

- timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.


- dapat ditemukan demam atau muntah.
- didapatkan penurunan HCC.
Enterovirus
- biasanya timbul pada musim panas.
Adenovirus
- timbul sepanjang tahun
- menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernafasan
Norwalk
- epidemik
- dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam).
2. Bakteri
Stigella
- semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
- insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
- dapat dihubungkan dengan kejang demam.
- muntah yang tidak menonjol

- sel polos dalam feses


- sel batang dalam darah
Salmonella
- semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
- menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
- mungkin ada peningkatan temperatur
- muntah tidak menonjol
- sel polos dalam feses
- masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
- organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.
Escherichia coli
- baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan
entenoksin.
- pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.
Campylobacter
- Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus) pada bayi
dapat menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.
- kram abdomen yang hebat.

- muntah/dehidrasi jarang terjadi


Yersinia Enterecolitica
- feses mukosa
- sering didapatkan sel polos pada feses
- mungkin ada nyeri abdomen yang berat
- diare selama 1-2 minggu
- sering menyerupai apendicitis
b. Faktor Non Infeksiosus
1. Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan
sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.
Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin
2. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, food alergy,
down milk protein senditive enteropathy/CMPSE).
3. Faktor Psikologis
Rasa takut,cemas.

patofisiologi, klik untuk memperbesar

Gangguan gizi

Pemberian makanan dihentikan karena takut diare/muntah


Pengenceran pada susu yang diberikan terlalu lama
Makanan yang tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
IV. Gejala Klinis
a. anak cengeng, gelisah
b. suhu tubuh meningkat
c. nafsu makan menurun/tidak ada
d. timbul diare (tinja cair dengan atau darah/lendir, warna tinja berubah
menjadi kehijau-hijau karena tercampur empedu).
e. anus dan sekitarnya lecet, karena seringnya defeksi yang makin lama
menjadi asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dan pemecahan
laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus.
f. muntah (dapat terjadi sebelum atau sesudah diare)
g. dehidrasi (banyak kehilangan air dan elektrolit) dengan gejala :
BB turun tonus otot dan turgor kulit berkurang
pada bayi UUB cekung selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, sedang dan berat. Berikut ini adalah tanda/gejalanya

Tingkat

Ringan

Sedang

Berat

Baik

Gelisah

Apatis/com

dehidrasi
Parameter
Sensori

a
Sirkulasi

120

120 140

> 140

Respiratori

Biasa

Agak cepat

Kusmaull

Rasa haus

++

Oligori

Biasa

Sedikit

Turgor

Agak

Kurang

Sangat

kurang

kurang

Tonus

Biasa

Agak

Menurun

Mata

Agak

Cekung

Cekung

cekung
UUB

Agak
cekung

sekali
Cekung

Cekung
sekali

Mulut

Normal

Agak kering

Kering +
sianosis

Keterangan :
< 1 detik : turgor agak kurang
1-2 detik : turgor kurang
> 2 detik : turgor sangat kurang

V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
1. Pemeriksaan tinja
a.

Makroskopis dan mikroskopis

b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan darah

a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium,


Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan
keseimbangan asama basa.
b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Doudenal Intubation
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan
kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
VI. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
a. Jenis cairan
Cairan dehidrasi oral (Oral Rehidration Salt)
Formula lengkap (oralit) mengandung NaCl, NaHCO 3, KCl
dan Glukosa.
- anak di atas 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang/tanpa
dehidrasi: kadar natriumnya 90 mEg/l (untuk pencegahan
dehidrasi)
- anak di bawah 6 bulan dengan dehidrasi
ringan/sedang/tanpa dehidrasi : kadar natriumnya 50-60
mEg/l.

Formula sederhana (tidak lengkap) mengandung NaCl dan


Sukrosa atau Karbohidrat lain.
Misalnya : larutan gula garam/LGG (1/4 sdt + 1 sdm + 200 ml
air), larutan air tajin, garam, larutan tepung beras garam dsb.
Ditujukan untuk pengobatan pertama di rumah pada semua
anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun
setelah ada dehidrasi ringan.
Cairan parenatal
- dengan aa (1 bagian larutan darrow + 1 bagian glukosa 5%)
- RL 9 (1 bagian RL + 1 bagian glukosa 5%)
- RL (ringen laktat)
- 3 (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian
natrium laktat 1/6 mol/l)
- DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)
- RLG 1 : 3 ( 1 bagian RL + 3 bagian glukosa 5%)
- Cairan 4 :1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO 3
1,5% atau 4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%)

b. Jalan pemberian cairan

Parenal untuk dehidrasi ringan/sedang/tanpa dehidrasi bila anak


mau minum dan kesadaran baik.
Intragastrik untuk dehidrasi ringan/sedang/tanpa dehidrasi bila
anak tidak mau minum atau kesadaran menurun.
Intravena untuk dehidrasi berat.
c.

Jumlah cairan
Jumlah cairan yang hilang menurut derajad dehidrasi pada anak di
bawah
2 tahun.

Derajad

PWL

NW

CWL

Jumlah

Ringan

50

100

25

175

Sedang

75

100

25

200

Berat

125

100

25

250

dehidrasi

d. Jadwal (kecepatan) pemberian cairan


belum ada dehidrasi
- Oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas
setiap kali buang air besar.

- Parental dibagi rata-rata 24 jam.


Dehidrasi ringan
- 1 jam pertama : 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik.
- selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari atau ad libitum

Dehidrasi sedang
- 1 jam pertama : 50-100 ml/kgBB personal atau intragastrik
- selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari atau ad libitum
Dehidrasi berat, untuk anak 1 bulan 2 tahun dengan BB 3-10
kg.
- 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/jam atau 10 tetes/kgBB/menit
(dengan infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau
13 tetes/kgBB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes)
- 7 jam kemudian : 12 ml/kg/jam atau 3 tetes/kgBB/menit
(dengan infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau
4 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit
(1 ml = 20 tetes.
2. Pengobatan Dietetik

Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB


kurang dari 7 kg.
Jenis makanan :
- Susu (ASI dan susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan asam lemak tak jenuh misalnya LLM, Almiron).
- Makanan setengah padat (bubur syusu) atau makanan padat
(nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena di rumah sudah
biasa diberi makanan padat.
- Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktose atau
susu dengan asam lemak tak jenuh, sesuai dengan kelainan yang
ditemukan.
- Hari 1

: setelah dehidrasi segera diberikan makanan peroral.


Bila diberi ASI atau susu Formula, diare masih sering,
hendaknya diberikan tambahan oralit atau air tawar
selang-seling dengan ASI, misalnya : 2x ASI/susu formula
rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar atau 1x ASI/susu
formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar.

- Hari 2-4 : ASI/susu formula rendah laktosa penuh


- Hari 6

: Dipulangkan dengan ASI (susu formula sesuai dengan


kelainan yang ditemukan dari pemeriksaan laboratorium)

Bila tidak ada kelainan, dapat diberikan susu biasa


seperti SGM, Lactogen, Dancow dsb, dengan menu
makan sesuai dengan umur dan BB bayi.

3. Obat-obatan
a. Obat anti sekresi
- Asetosal
Dosis : 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg
- Klorpiomazin
Dosis : 0,5 1 mg/kgBB/nasi
b. Obat antispasnolitik
Pada umumnya obat anti sparmolitik seperti papaverine, ekstrak
beladona, opium, laperamid dan sebagainya tidak diperlukan
untuk mengatasi diare akut.
c. Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin, pelktin, diarcoal, tabonal dan
sebagianya tidak ada manfaat untuk mengatasi diare.
d. Antibiotika

Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi


diare akut, kecuali jika penyebabnya jelas seperti :
- koleksi, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgBB/hari
- campylobacter, diberikan eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari
B. Manajemen Asuhan pada Anak dengan GEA
I. Pengkajian
a. Data Subyektif
1. Identitas
Umur : lebih sering terjadi pada usia 6-11 bulan
2.

Keluhan utama
BAB cair > 4x

3.

Riwayat kesehatan sekarang


Mula-mula pasien cengeng, suhu badan meningkat, nafsu
makan menurun, kemudian timbul diare. Tinja cair dengan atau
tanpa darah/lendir, warna makin lama berubah menjadi kehijauan.
Gejala muntah bisa timbul sebelum atau sesudah diare.

4.

Riwayat penyakit dahulu


Anak pernah menderita penyakit campak.

5.

Riwayat kesehatan keluarga

6.

Riwayat imunisasi

7.

Riwayat kehamilan dan persalinan

8.

Riwayat tumbuh kembang

9.

Riwayat psikologi

10. Pola kebiasaan sehari-hari


B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
KU

: gelisah, rewel

Kesadaran

: composmentis

Nadi

: normal (120-140)

Suhu

: meningkat

2. Pemeriksaan fisik (infeksi, palpasi,perkusi)


Kepala

: UUB cekung

Mata

: cowong

Mulut

: selaput lendir mulut dan bibir kering

Dada

: paru : pernafasan agak cepat

Perut

: bising usus meningkat, peristaltik usus meningkat

Kulit

: turgor kulit kurang (1-2 detik)

Genetalia

: daerah anus dan sekitarnya lecet

3. Pemeriksaan penunjang/lab
4. Program terapi
- pemberian cairan
- pemberian makanan
- obat-obatan

B. Identifikasi Masalah/Diagnosa
Dx

: gastroenteritis akut dengan dehidrasi sedang.

DS : DO : - keadaan umum lemah (gelisah)


- anak cengeng
- mata cowong
- selaput lendir mulut dan bibir kering
- BAB cair > 4 kali dengan atau tanpa darah/lendir

- muntah
- turgor kulit turun (1-2 detik)
Masalah:
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Perubahan integritas kulit
4. Gangguan rasa nyaman sehubungan denngan diare, kram abdomen
dan muntah.
5. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang pengertian, diit dan tanda
gejala diare.
6. Potensial terjadi infeksi nosokomial

C. Intervensi
Dx

: gastroenteritis akut dengan dehidrasi sedang.

Tujuan

: GEA dapat disembuhkan dan tidak ada dehidrasi

KH

: keadaan umum baik (T : 36,5 37,2 oC; N : 100-140 x/mnt,


RR : 20-30 x/mnt).
Mata tidak cowong, turgor normal (1-2 detik)

Konsistensi feses lunak, frekuensi 3x sehari.


Selaput lendir mulut dan bibir lembab.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
R : Parameter keadaan umum klien dan deteksi dini adanya
kelainan.
2. Observasi intake dan out put.
R : Catatan masukan dan pengeluaran membantu mendeteksi dini
ketidakseimbangan cairan
3. Observasi tanda-tanda dehidrasi
R : Tanda-tanda dehidrasi digunakan untuk mengetahui derajad
dehidrasi
4. Kolaborasi untuk rehidrasi
R : Rehidrasi untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang dan
mempercepat penyembuhan.
5. Melaksanakan program terapi dokter dalam pemberian obat
R : Perawatan bersama akan mempercepat dan mempermudah
dalam mengatasi masalah.
Masalah :

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan


Tujuan

: Kebutuhan nutrisi terpenuhi

KH

: BB sesuai umur, diit dihabiskan

Intervensi

a. Berikan makanan cukup gizi sesuai diit


R

: Zat gizi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.


Dengan gizi seimbang maka tumbuh kembang anak dapat
optimal serta dapat mempercepat proses penyembuhan
penyakit.

b. Jelaskan pada ibu tentang pentingya nutrisi


R

: Dengan bertambahnya pengetahuan diharapkan dapat


menambahkan perilaku ibu dalam memenuhi dan
mempersiapkan gizi anak dengan baik.

c. Timbang BB
R

: Kecukupan gizi dapat diketahui dengan melakukan


penimbangan BB

2. Perubahan integritas kulit


Tujuan
KH

: anak didik mengalami ruang bokong


: kulit di sekitar anus tidak merah dan lecet

Intervensi
a.

Jaga daerah sekitar anus agar tetap bersih dan kering


R

: Keadan bersih dan kering mencegah kembangbiaknya


mikro organisme.

b. Cuci tangan sebelum dan sesudah menggant popok


R

: Cuci tangan dapat mencegah penyebaran kuman dan


mencegah terjadinya infeksi.

c. Hindari penggunaan bedak jika lecet


R

: Partikel bedak akan melekat pada kulit dan menambah lecet


sehingga menjadi sarang perkembangbiakan kuman.

3. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan diare, kram abdomen


dan muntah.
Tujuan

: anak menjadi nyaman dan bebas dari kram abdomen

KH

: abdomen tidak kram, anak tidur dengan nyaman dan


tidak rewel.

Intervensi
a.

Baringkan pasien dalam posisi terlentang dengan bantalan

hangat di atas abdomen


R

: Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot dan mengurangi


kram.

b. Beri penjelasan pada orang tua untuk menghindari air yang sangat
dingin atau panas, makanan yang mengandung lemak dan kafein.
R

: Cairan dingin merangsang kram cairan panas dan lemak


merangsang peristaltik usus dan cafien meningkatkan usus.

4. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang pengetahuan, diit dan


tanda gejala diare.
Tujuan

: Orang tua mengerti tentang pengertian, diit dan tanda


gejala diare.

KH

: Orang tua dapat menguraikan tentang diare, tanda


gejala diare dan diit untuk anak diare.

Intervensi :
a. Jelaskan tentang diare dan tanda gejalanya.
R

: Pemahaman orang tua tentang diare dan tanda gejalanya


akan merangsang orang tua untuk kooperatif dalam perawatan
upaya penyembuhan.

b. Jelaskan diit untuk anak diare yaitu makanan tinggi serat, tinggi
lemak, air yang sangat panas, dingin harus dihindari.
R

: Makanan ini dapat mengiritasi usus.

5. Potensial terjadi infeksi nosokomial


Tujuan

: Tidak terjadi infeksi nosokomial

KH

: Anak tidak terserang penyakit lain selain yang diderita

Intervensi :
a.

Cuci tangan sebelum dansesudah menyentuh anak


R

: cuci tangan untuk mencegah penyebaran kuman

b. Anjurkan pada orang tua untuk mencuci tangan sebelum dan


sesudah menyentuh anak.
R

: cuci tangan untuk mencegah penyebaran kuman

D. Implementasi
Mengacu pada intervens
E. Evaluasi
Mengacu pada kriteria hasil

Vous aimerez peut-être aussi