Vous êtes sur la page 1sur 41

1

BAB 1. PENDAHLUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orang pasti ingin memiliki keturunan. Hal ini dikarenakan, manusia
memiliki sifat naluriah untuk selalu ingin meneruskan generasinya. Untuk itulah
pernikahan berlangsung. Dengan adanya pernikahan inilah, maka kemalilan dapat
terjadi. Bukan hal yang asing lagi jika setiap orang menginginkan kehamilan yang
sehat. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa didalam perjalanan
kehamilan, terdapat patologis kehamilan yang memberikan dampak negative pada
ibu maupun janin. Salah satu kepatologisan kehamilan adalah kehamilanlewat
waktu (Posterm).
Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang beresiko
tinggi dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Kehamilan umumnya
berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan
lewat waktu juga biasa disebut Serotinus atau Postterm Pregnancy, yaitu
kehamilan yang berlangsung selama lebih dari 42 minggu atau 294 hari (Manuba,
2008).
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator yang
paling penting untuk melakukan penilaian kemampuan suatu negara untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, khususnya dalam bidang obstetri.
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan data Biro Pusat
Statistik (BPS) angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di seluruh
dunia mencapai 515 ribu jiwa pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal hampir
setiap menit karena komplikasi kehamilan dan persalinannya. Sedangkan angka
kematian bayi di Indonesia pada tahun 2007 2-5 kali lebih tinggi mencapai 34 per
1000 kelahiran hidup atau 2 kali lebih besar dari target WHO yaitu sebesar 15%
per kelahiran hidup (Saifudin, 2005).
Adapun

penyebab

kematian

perinatal

adalah

kelainan

kongenital,

prematuritas, trauma persalinan, infeksi, gawat janin dan asfiksia neonatorum.


Terjadinya gawat janin di sebabkan oleh induksi persalinan, infeksi pada ibu,

perdarahan, insufisiensi plasenta, prolapsus tali pusat, kehamilan dan persalinan


preterm dan postterm. Persalinan Postterm menunjukkan bahwa kehamilan telah
melampaui waktu perkiraan persalinan menurut hari pertama menstruasinya.
Ballantyne 1902 seperti dikutip Manuaba, seorang bidan Scotlandia, untuk
pertama kali menyatakan bahwa janin yang terlalu lama dalam kandungan dapat
membahayakan dirinya dan ibunya saat persalinan berlangsung. Kemudian
berturu-turut pada tahun 1950 Clifford mengemukakan tentang sindrom postterm
baby, sedangkan 1960 Mc Clure menyatakan bahwa angka kematian bayi dengan
kehamilan Postdate semakin meningkat (Manuaba, 2007). Dari beberapa
pernyataan dan fakta diatas, maka penulis membahas makalah dengan judul
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Kehamilan Lewat Waktu (Post Term).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diajukan oleh penulis adalah sebagai
berikut:
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8
1.2.9
1.2.10

Apa pengertian Post Term?


Bagaimana epidemiologi Post Term?
Apa etiologi Post Term?
Apa saja tanda dan gejala Post Term?
Bagaimana patofisiologi atau proses terjadinya Post Term?
Bagaimana komplikasi daan prognosis Post Term?
Bagaimana pengobatan Post Term?
Bagaimana pencegahan Post Term?
Apa saja pemeriksaan penunjang Post Term?
Bagaimana asuhan keperawatan Post Term?

1.3 Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep
dasar Kehamilan Post Term dan asuhan keperawatannya. Dan diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Post Term;
1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi Post Term;
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi Post Term;
1.3.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala Post Term;
1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi atau proses terjadinya;
1.3.6 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis;
1.3.7 Untuk mengetahui pengobatan Post Term;
1.3.8 Untuk mengetahui pencegahan Post Term;

1.3.9 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Post Term;


1.3.10 Untuk mengetahui asuhan keperawatan Post Term ;
1.4 Manfaat Pembahasan
Adapun manfaatnya adalah untuk tambahan pengetahuan baru bagi
mahasiswa keperawatan, dan sebagai pegangan bagi perawat pelaksana pada saat
melakukan asuhan keperawatan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.4.1 Dengan membaca makalah ini tentang pengertian Post Term, maka dapat
semakin dipahami tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan Post
1.4.2

Term secara lebih mendalam;


Dengan membaca makalah ini tentang epidemiologi Post Term, maka

1.4.3

dapat semakin dipahami tentang bagaimana epidemiologi Post Term;


Dengan membaca makalah ini tentang etiologi Post Term, maka dapat
semakin dipahami tentang apa penyebab terjadinnya Post Term secara

1.4.4

lebih mendalam;
Dengan membaca makalah ini tentang tanda dan gejala Post Term, maka
dapat semakin dipahami tentang apa sebenarnya tanda dan gejala Post

1.4.5

Term;
Dengan membaca makalah ini tentang patofisiologi Post Term, maka dapat
semakin dipahami tentang bagaimana perjalanan terjadinya Post Term

1.4.6

secara lebih mendalam;


Dengan membaca makalah ini tentang komplikasi dan prognosis Post
Term, maka dapat semakin dipahami tentang apa sebenarnya yang

1.4.7

komplikasi dan prognosis Post Term;


Dengan membaca makalah ini tentang pengobatan Post Term, maka dapat
semakin dipahami tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan Post

1.4.8

Term secara lebih mendalam;


Dengan membaca makalah ini tentang pencegahan Post Term, maka dapat
semakin dipahami tentang bagaimana pencegahan Post Term secara lebih

1.4.9

mendalam;
Dengan membaca makalah ini tentang pemeriksaan penunjang Post Term,
maka dapat semakin dipahami tentang apa saja pemeriksaan penunjang
Post Term;

1.4.10 Dengan membaca makalah ini tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan Post Term, maka dapat semakin dipahami tentang bagaimana
asuhan keperawatan pada klien dengan Post Term;
1.4.11 Bagi klien
Klien dapat mengetahui tanda dan gejala, faktor-faktor penyebab,
pencegahan, pengobatan dan asuhan keperawatan kehamilan post matur.
1.4.12 Bagi perawat
Perawat dapat mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah
diberikan dan dapat memberikan manfaat pada klien dengan kehamilan
post matur.
1.4.13 Bagi instansi kesehatan
Instansi kesehatan dapat melakukan kerja sama dengan tenaga kesehatan
dalam menangani klien dengan kehamilan post matur secara tepat.

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu yaitu kehamilan
memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan posterm dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat bulan merupakan suatu kondisi antepartum yang dibedakan
dengan sindrom pasca maturitas dan

merupakan kondisi neonatal yang

didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi standar untuk


kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir

atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena
tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan
maturitas janin. (Varney H., 2007).
Kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap
disebut sebagai post term atau kehamilan lewat waktu. Nama lain kehamilan lewat
waktu adalah kehamilan serotinus, prolonged pregnancy atau postterm pregnancy.
Kehamilan umunya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari pertama haid
terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38 sampai 42 minggu dan
ini merupakan periode dimana terjadi persalinan normal (Sarwono, 2008).
2.2

Epidemologi
Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10 %, bervariasi antara

3,5-14 %. Perbedaan yang lebar disebabkan perbedaan dalam menentukan usia


kehamilan. Disamping itu perlu diingat bahwa para ibu sebanyak 10 % lupa akan
tanggal haid terakhir disamping sukar menentukan secara tepat saat ovulasi.
(Bruner & Sudart, 2001).
2.3

Etiologi
Etiologi dari post term belum diketahui. Faktor yang dikemukakan adalah

hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar,
Rustam, 1998).
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian
menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen
plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta yang dapat menyebabkan
terjadinya gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang
janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air
ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada
bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.
Beberapa teori menunjukkan etiologi postterm antara lain sebagai berikut:

Pengaruh progesterone
Penurunan hormone progesterone dalam kehamilan dipercaya merupakan

kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler


pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin,
sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah
karena masih berlangsung pengaruh progesterone
b

Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin intuk induksi persalinan pada kehamilan postterm

member kesan atau dipercaya bahwa dalam menimbulkan persalinan dan


pelepasan oksitosin dan neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu factor penyebab kehamilan postterm
c

Teori kortisol /ACTH janin


Dalam teori ini diajukan bahwa sebagi pemberi tanda untuk dimulainya

persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma
janin.

Kortisol

janin

akan

mempengaruhi

plasenta

sehingga

produksi

progesterone berkurang dan memperbesar sekresi estrogen . selanjutnya


berpengaruh terhadap janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan
tidak adnya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan,
d

Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan

membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada
pleksus ini,seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih
tinggi, kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm
e

Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami

kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan


pada kehamilan berikutnya (Sarwono, 2008)
2.4

Tanda dan Gejala

Umur kehamilan melewati 294 hari/genap 42 minggu palpasi bagian


bagian janin lebih jelas karena berkurangnya air ketuban. Kemungkinan dijumpai
abnormalitas detak jantung janin, dengan pemeriksaan auskultasi maupun
kardiotokografi (KTG). Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran
(klasifikasi) plasenta diketahui dengan pemeriksaan USG (Achdiat, 2004).
Beberapa tanda gejala yang biasanya terjadi pada kehamilan post matur
antara lain:
a

Tinggi Fundus Uteri tidak sesuai dengan umur kehamilan.

Pada USG ditemukan adanya oligohidramnion dan penurunan jumlah cairan


amnion disertai dengan kompresi tali pusat yang dapat menimbulkan gawat
janin, termasuk defekasi dan aspirasi mekonium yang kental.

Janin postterm dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan dengan
demikian menjadi bayi besar yang abnormal pada saat lahir, atau bertambah
berat postterm serta berukuran besar menurut usia gestasionalnya.

Pada sisi ekstrim lainnya, lingkungan intrauterin dapat begitu bermusuhan


sehingga pertumbuhan janin yang lebih lanjut akan terhenti dan janin menjadi
postterm serta mengalami retardasi pertumbuhan.

Sindrom aspirasi mekonium ditandai dengan hipoksia janin, cairan amnion


yang bercampur dengan mekonium, gawat napas waktu lahir dan mekonium
mengotori pita suara.

Hasil pengkajian manifestasi klinis meliputi:


Bayi panjang, kurus dengan penampilan menyusut, kulit seperti kertas dan
kulit kuku dan tali pusat terwarnai mekonium, kuku panjang dan lanugo tidak
ada.

2.5

Patofisiologi
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak

menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan


kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan

pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian


dalam rahim (Manuaba, 2002).
Sindroma postmaturitas yaitu : kulit keriput dan telapak tangan terkelupas,
tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua,
kuku panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 34 36 minggu dan setelah itu terus
mengalami penurunan. Pada kehamilan post term dapat terjadi penurunan fungsi
plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak
mengalami insufisiensi maka janin post term dapat tumbuh terus namun tubuh
anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu
(Sarwono,2006).

2.6

Komplikasi dan Prognosis

2.6.1 Komplikasi
Persalinan janin makrosomia pervaginam akan menimbulkan trauma pada
bayi dan maternal yang makin tinggi
1. Komplikasi trauma pada janin atau bayi
a Asfiksia karena terlalu lama terjepit
b Trauma akibat tindakan operasi yang di lakukan pervaginam dengan
bentuk trias komplikasi:
1 Infeksi
2 Asfiksia
3 Trauma langsung dan perdarahan
2. Komplikasi maternal trias komplikasi
a Trauma langsung persalinan pada jalan lahir:
1 Robekan luas
2 Fistula rekto-vasiko vaginal
3 Ruptura perineum tingkat lanjut
b Infeksi karena terbukanya jalan halir secara luas senghingga mudah terjadi
c

kontaminasi bacterial.
Perdarahan:
1 Trauma langsung jalan lahir
2 Atonia uteri
3 Retentio Plasenta (Sarwono ,2002)

Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan


janin, gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim. Hal ini disebabkan oleh
plasenta (uri) yang memberikan asupan nutrisi dan oksigen pada janin akan
menua mulai sekitar usia kehamilan 36 minggu, yang dapat dilihat dengan
sonografi (USG) sebagai perkapuran plasenta. Makin banyak perkapuran plasenta,
semakin sedikit makanan dan oksigen yang diberikan pada janin, sehingga suatu
saat janin akan kekurangan makanan dan oksigen.
Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan
sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti
kertas perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang
sampai habis. Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang
menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan
ketuban menjadi hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan
terisap ke dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan
gejala MAS (meconeum aspiration syndrome) . Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan
dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta
berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali. Akibat
dari proses penuaan plasenta maka pemasokan makanan dan oksigen akan
menurun disamping adanya spasme arteri spiralis. Janin akan mengalami
pertumbuhan terhambat dan penurunan berat, dalam hal ini dapat disebut sebagai
dismatur. Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dengan 50 % menjadi hanya
250 ml permenit. Jumlah air ketuban yang berkurang mengakibatkan perubahan
abnormal jantung janin.
Kematian janin akibat kehamilan lewat waktu ialah terjadi pada 30 %
sebelum persalinan, 55 % dalam persalinan dan 15 % post natal. Penyebab utama
kematian perinatal ialah hipoksia dan aspirasi mekonium. Komplikasi yang dapat
dialami oleh bayi baru lahir adalah suhu yang tidak stabil, hipoglikemi,

10

polisitemia dan kelainan neurologik. Partus serotinus sering terjadi pada pada
anesefalus.
2.6.2 Prognosis
Beberapa ahli menyatakan kehamilan lewat bulan jika lebih dari 41 minggu
karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40
minggu. Namun sekitar 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu
hingga 7% akan menjadi 42 minggu tergantung

populasi dan kriteria yang

digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi
sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.
Jika TP telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak
dapat diandalkan, maka data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan
resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab bayi lahir mati tidak mudah dipahami dan juga tidak ada
kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian
tersebut. (Varney H., 2007). Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya
adalah 10,4 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah
3,4 -4% ( Mochtar, R., 1998).
2.7

Pengobatan
Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring

janin sebaik-baiknya. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta,


persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat. Lakukan
pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang boleh
dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi. Bila :
a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim
b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
d. Pada kehamilan > 40-42 minggu
Maka ibu dirawat di rumah sakit :
1

Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada

11

Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang

Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin,
atau

Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,


hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.

Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan


sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan
kemungkinan

diproporsi

sefalo-pelvik

dan

distosia

janin

perlu

dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif dan
narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi (Mochtar, 2003).
Pertimbangan Persalinan Anjuran (induksi):
Persalinan anjuran bertujuan untuk dapat :
1

Merangsang otot rahim berkontraksi, sehingga persalinan berlangsung

Membuktikan ketidakseimbangan antara kepala janin dengan jalan lahir


bishop telah menetapkan beberapa penilaian agar persalinan induksi dapat
berhasil seperti yang ditujukan pada tabel berikut (Achdiat ,2004):

2.8

Pencegahan
Selain pengobatan yang dapat diberikan adapun pencegahan yang dapat

dilakukan pada klien kehamilan post matur yaitu Pencegahan dapat dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama
kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada
trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga
(di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan
dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8
bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan
dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya
kehamilan serotinus yang berbahaya.

12

Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter


kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat.. Untuk itu perlu diketahui
dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu.
Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir hingga saat itu
dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama haid terakhir Bu A
jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari sejak hari
pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7.
Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.
2.9

Pemeriksaan penunjang

Penentuan keadaan janin ialah dengan cara berikut :


1

Tes tanpa tekanan (non stress test/NST )


Yaitu pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan kardiotokografi

pada umur kehamilan 32 minggu. Tujuannya adalah untuk menilai kesehatan


janin melalui hubungan perubahan denyut jantung jann dengan gerakan janin yang
dirasakan oleh ibu.
Reaktif, bila :
a

Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit.

Variabilitas kurang dari 6 denyut/menit.

Ada gerakan janin, terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan


atau lebih dalam pemantauan 20 menit, dengan kenaikan minimal 15
dpm selama minimal 15 detik.

Tidak reaktif, bila :


a

Denyut jantung janin basal 120-160 kali per menit.

Variabilitas kurang dari 6 denyut/menit.

Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit.

Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan


rangsangan dari luar (akustik atau taktil).

Bila memperoleh hasil yang non reaktif maka dilanjutkan dengan tes
tekanan oksitosin

Uji dengan oksitosin (Oxyticin Challenge Test/OCT)

13

Yaitu cara pemeriksaan janin dengan menggunakan kardiotokografi yang


menilai perubahan denyut janin pada saat kontraksi rahim. Bertujuan untuk
memantau kondisi janin pada kehamilan usia lanjut sebelum janin dilahirkan,
menilai apakah janin dapat mentolelir beban persalinan normal, dan untuk menilai
fungsi plasenta.
Negatif, bila :
a Tidak terjadi deselerasi lambat atau deselerasi variabel yang nyata
(significant variable deceleration).
b Denyut jantung janin normal (120-160 dpm), variabilitas 6-25 dpm.
c Bila hasil OCT negatif, maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari
lagi (kecuali pada diabetes melitus), selanjutnya dilakukan OCT ulangan,
atau diartikan bahwa janin dapat mentolelir beban persalinan normal.
Positif, bila :
a

Terjadi deselerasi lambat yan menetap pada sebagian besar kontraksi


rahim, meskipun tidak selalu disertai dengan variabilitas yang menurun
dan tidak ada akselerasi pada gerakan janin.

OCT positif menandakan adanya insufisiensi uteroplasenta. Kehamilan


harus segera diakhiri, kecuali bila paru-paru belum matang.

Bila diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifitas 98,8 % menunjukan


bahwa kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil tes tekanan
yang positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan
berhubungan dengan keadaan post matur.

Gerakan janin
Gerakan janin dapat ditentukan secara subyektif (normal rata-rata tujuh kali

per 20 menit) atau secara obyektif dengan topografi (normal rata-rata 10 kali per
20 menit) gerakan janin dapat pula ditentukan pada pemeriksaan ultrasonografi.
Dengan menentukan nilai biofisik maka keadaan janin dapat dipastikan lebih baik.
Penilaian air banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG ( normal > 1cm
per bidang ) memberikan gambaran banyaknya air ketuban ; bila ternyata
oligohidramnion maka kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu
4

Amnioskopi

14

Bila ditemukan air ketuban yang jernih mungkin keadaan janin masih baik.
Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami
resiko 33% asfiksia.
5

Menilai kematangan serviks


Menilai derajat kematangan serviks dengan mempergunakan skor Bishop.

Yaitu dengan menilai pembukaan serviks, pendataran serviks, station, konistensi


serviks dan posisi serviks. Serviks belum matang apabila skor bishop < 6.
Pada kehamilan normal, apabila 1 minggu setelah tanggal taksiran
kehamilan belum ada tanda tanda mulai persalinan, maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan USG lagi. Hal hal yang dinilai pada dasarnya sama dengan
pemeriksaan pada usia kehamilan 32 36 minggu yaitu kesejahteraan janin
(beserta keadaan cairan ketuban), grading plasenta dan keadaan tali pusat.
Disini kepentingannya lebih kearah apakah saat itu sudah diperlukan
terminasi/pengakhiran kehamilan lebih dini sebelum kehamilan memasuki masa
lewat bulan (serotinus). Misalnya pada keadaan skor kesejahteraan janin yang
berkurang, volume cairan amnion sedikit, atau grading plasenta derajat III. Akhir
akhir ini di RSUP Dr Kariadi terminasi sering dilakukan pada usia kehamilan 41
minggu dengan informed consent, hal ini dilakukan untuk menghindari outcome
janin yang lebih jelek apabila menunggu masa lewat bulan ( 42 minggu).
Pemeriksaan USG pada usia kehamilan 41 minggu juga dapat digunakan
untuk menentukan cara persalinan yang terbaik, apakah masih bisa secara per
vaginam (persalinan normal) atau harus melalui bedah sesar, misalnya pada
keadaan kesejahteraan janin yang jelek (non-reassuring fetal status), air ketuban
habis (indeks cairan amnion kurang dari 3), dengan pertimbangan apabila
dilakukan induksi persalinan akan lebih memperparah kondisi hipoksia janin yang
sudah terjadi.

15

16

BAB 3. PATHWAY
Faktor Herediter
Pengaruh progesterone
Teori oksitosin
Teori kortisol /ACTH janin,dll
plasenta berfungsi baik

plasenta menurun

janin tumbuh terus menerus

nutrisi janin inadekuat

janin tidak sesuai dengan


usia gestasionalnya

janin menggunakan cadangan lemak subkutan

pelvis sempit
CPD
Pelvis macet
Penekanan saraf nyeri
Nyeri akut

lemak subkutan tidak ada


kulit kering dan pecah-pecah

suhu tubuh tidak stabil

Kerusakan integritas kulit

Gangguan termoregulasi:hipotermi

Terbukanya intrauterine
dengan ekstrauterin

O2 ke janin inadekuat

17

Terbukanya intrauterine
dengan ekstrauterin
terjadi luka

Resiko tinggi infeksi

banyak darah yang keluar

O2 ke janin inadekuat
janin BAB dlm rahim

O2 ke jaringan
janin berkurang

air ketuban hijau pekat


gangguan perfusi jaringan

Resiko kekurangan vol. cairan

aspirasi mekonium
asfiksia
Gangguan pertukaran gas

18

BAB 4. ASHUHAN KEPERAWATAN

1.

4.1 Pengkajian
Identitas klien
Identitas klien diperlukan guna melengkapi data terkait, sehingga dapat

mempermudah penanganan dan siapa yang bertanggung jawab atas perawatan


klien atau pasien. Identitas klien meliputi:
a.
b.

Nama
Umur

: diisi sesuai nama asli pasien


: menurut etiologi usia tidak berpengaruh pada kejadian

c.
d.

kehamilan post term. Kejadian ini bisa terjadi pada usia berapapun.
Jenis kelamin : perempuan
Agama
: menurut etiologi agama tidak berpengaruh pada kejadian

e.

kehamilan post term.


Suku bangsa/ras : menurut etiologi suku bangsa/ras tidak berpengaruh pada

f.

kejadian kehamilan post term.


Pendidikan
: pendidikan yang rendah menyebabkan Ibu sulit mengenali

g.

tanda-tanda terjadinya Kehamilan post term.


Pekerjaan
: menurut etiologi suku pekerjaan tidak berpengaruh pada

h.

kejadian kehamilan post term.


Status perkawinan: menikah

2.

Keluhan utama
Keluhan utama pasien datang kerumah sakit adalah nyeri.

3.

Riwayat kesehatan

a.

Riwayat kesehatan terdahulu


Dikaji mengenai pernah atau tidaknya klien mengalami kehamilan serotinus

sebelumnya karena serotinus cenderung terjadi lagi pada wanita yang mempunyai
riwayat kehamilan serotinus sebelumnya.
b.
Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui keadaan atau kondisi pasien serta ditanyakan apakah saat
ini sedang menderita penyakit, sejak kapan, upaya apa yang telah dilakukan,
apakah sudah periksa, hal ini untuk mendeteksi penyakit dalam kehamilan yang
dapat mempengaruhi proses persalinan.
c.
Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui kemungkinan ada yang menderita penyakit menular,
menurun, kejiwaan yang dapat mempengaruhiproses kehamilan dan persalinan

19

pasien, infeksi dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan janin


sewaktu klien mengandung.
4.

Riwayat Obstetri

a.

Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui lamanya perkawinan dan adanya infertilitas yang

membantu dalam pertimbangan pelaksanaan tindakan.


b Riwayat menstruasi
Teratur atau tidaknya haid untuk mengetahui HPHT, hal ini perlu dikaji
untuk menentukan umur kehamilan yang sebenarnya apabila tidak jelas bisa
ditanyakan mulai kapan terasa gerakan janin.
c.
Riwayat kehamilan
Untuk mengetahui riwayat antenatal klien apakah teratur atau tidak, apakah
sudah mendapat imunisasi TT, obat-obat apa saja yang dikonsumsi klien selama
hamil dan apakah terdapat keluhan ataupun penyakit penyerta kehamilan.
5.

Riwayat Kontrasepsi
Ditanyakan metode yang dipakai dan keluhannya karena salah satu efek

samping kontrasepsi adalah haid yang tidak teratur atau tidak haid sehingga dapat
menimbulkan ketidaktepatan dalam menentukan HPHT.
6.
a.
b.
c.
d.

Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik didapatkan hasil:
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan emosional
: Stabil
Tanda tanda vital
Tekanan darah
: normanya < 140/90 mmHg. Tekanan diatas normal
menunjukkan adanya hipertensi dalam kehamilan (preklamsia) dan harus
mendapatkan tindakan untuk mencegah menjadi eklamsia.
Suhu tubuh
: 36 - 37oC
Denyut nadi
: 80-100 kali/menit
Pernapasan
: 20-24 kali/menit

e.

Tinggi badan

: normalnya untuk mendapatkan persalinan yang

baik, TB harus > 145 cm


f.

BB sebelum hamil

: diisi sesuai kondisi pasien

g.

BB sekarang

: normalnya naik minimal 0,5 kg tiap minggu

20

h.

LILA

: normalnya harus >23,5 cm. LILA menunjukkan

status nutrisi ibu hamil.


i.

Pemeriksan fisik
1. Kepala dan Wajah
a. Mata
Konjunctiva yang anemis menunjukkan adanya anemia karena
kekurangan protein dan Fe sebagai sumber pembentukan eritrosit.
b. Hidung
Tanyakan pada ibu, apakah ibu ada pilek atau riwayat sinusitis. Infeksi
pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan energi.
c. Telinga
Sama dengan pengkajian pada hidung.
d. Mulut dan gigi
Tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis, atau gigi yang
berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi port de entree bagi
mikroorganisme dan bisa beredar secara sistemik
2. Hidung
: kaji apakah ada polib
3. Telinga
: kaji apakah ada kelainan pendengaran
4. Leher
Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di bawah telinga dan pembesaran
kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar menunjukkan adanya
infeksi, ditunjang dengan tanda yang lain, seperti: hipertermi, nyeri,
5.
a)
b)
c)

bengkak.
Dada
Jantung
: kaji irama jantung
Paru
: kaji apakah ada suara tambahan
Payudara
:
1) Kesan umum
Kaji bentuk payudara, apakah payudara simetris antara kiri dan
kanan. Apakah terjadi hiperpigmentasi areola. Dengan palpasi dapat
ditentukan apakah terdapat nodul yang abnormal. Saat palpasi, naikkan
tangan di atas kepala supaya payudara kencang dan hasil pemeriksaan
lebih akurat.
2) Putting susu
Kaji apakah ASI atau kolostrum sudah keluar dengan memencet

areola mamae ibu. Kaji juga kebersihan putting.


6. Punggung, pinggang, posisi tulang belakang
a)
Posisi tulang belakang : Lordosis
b)
Nyeri pada pinggang : Tidak ada

21

7. Abdomen
a. Keadaan
Kaji apakah terdapat striae dan linea nigra atau bekas luka serta palpasi
abdomen menggunakan metoda Leopold I IV
1 Leopold I
Tujuan pemeriksaan Leopold I adalah untuk mengetahui bagian atas
janin dan tinggi fundus uteri (TFU). Caranya dengan meminta klien
menekuk kakinya, dan abdomen dikumpulkan ke tengah untuk
menentukan fundus uteri. Kemudian diraba bagian atas, apakah lunak
atau keras. Jika lunak maka bokong, dan jika keras maka kepala bayi.
Lihat juga usia gestasi untuk menetukan apakah terjadi kelainan atau
tidak. TFU diukur dengan meteran dari fundus ke tulang pubis. TFU
dapat digunakan untuk menentukan usia kehamilan atau menetukan berat
janin. Cara pengukurannya dengan menggunakan mideline, dengan titik
nol di letakkan di atas simpisis pubis, lalu ditarik setinggi fundus uteri
ibu hamil.
Menurut Spiegelberg, dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simpisis
pubis maka diperoleh hasil:
22 28 mg 24 25 cm di atas simfisis
28 mg 6,7 cm di atas simfisis
30 mg 29,5 30 cm di atas simfisis
32 mg 29,5 30 cm di atas simfisis
34 mg 31 cm di atas simfisis
36 mg 32 cm di atas simfisis
38 mg 33 cm di atas simfisis
40 mg 37,7 cm di atas simfisis
2.

Leopold II
Tujuan pemeriksaan Leopold II adalah untuk menetukan letak

punggung janin. Caranya meraba salah satu sisi samping perut ibu
dengan menekan sisi lainnya. Hasil pemeriksaan berupa punggung kanan
(Puka) atau punggung kiri (Puki).
3. Leopold III
Tujuan pemeriksaan Leopold III adalah untuk menentukan presentasi
janin. Jika presentasinya adalah kepala, apakah sudah masuk pintu atas
panggul (PAP) atau belum. Caranya adalah dengan menggoyang kepala

22

dengan tangan kanan dan menahan fundus dengan tangan kiri. Jika
kepala masih bisa digoyang maka kepala belum masuk PAP. Pada tahap
ini boleh dilakukan pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ), karena
letaknya antara punggung dan kepala. Caranya adalah kaki ibu di
luruskan kemudian dengarkan DJJ, Nilai DJJ normal adalah 120 140
kali/menit.
4. Leopold IV
Tujuan pemeriksaan Leopold IV adalah untuk mengetahui seberapa
bagian kepala janin yang masuk PAP

Leopold Ibu Hamil


b.

Braxton hicks
Braxton hicks adalah kontraksi palsu yang disebabkan karena manipulasi

pada uterus. Jika pemeriksa tidak menemukan Braxton hicks saat palpasi
abdomen, maka bisa ditanyakan pada klien apakah klien sering mengalami
kontraksi atau kenceng-kenceng.
c.
Pergerakan janin
Pergerakan janin bisa ditanyakan

pada

klien

untuk

mengetahui

kesejahteraan janin. Rentang pergerakan janin antara 8 12 kali dalam 24 jam.


8.
Ekstermitas atas dan bawah
Kaji apakah ada varies, edema tungkai dan refleks patella. Varises dan
edema terjadi karena terdapat gangguan sirkulasi dari ekstremitas bawah menuju
jantung akibat dari penekanan uterus terhadap vena femoralis sehingga alir darah
balik ke vena cava inferior terhambat dan terbentuk bendungan di vena bawah.

23

9.
a.

Pelvimetri
Distansia spinarum
Adalah jarak antara tulang spina dextra dengan tulang spina sinistra, nilai

b.

minimal adalah 23 cm.


Distansia kristarum
Adalah jarak antara tulang krista dextra dengan tulang krista sinistra, nilai

c.

minimal adalah 25 cm.


Konjugata eksterna
Adalah jarak antara tulang pubis dengan promontorium, nilai normal adalah

d.

18 20 cm.
Lingkar panggul luar
Adalah ukuran lingkar panggul luar, mulai dari tulang pubis, spina dan
krista kanan, promontorium, spina dan krista kiri kembali ke pubis. Ukuran

10.

normal adalah > 80 cm.


Urogenital
Kaji kondisi urogenital, meliputi kebersihan, pengeluaran seperti lender atau
keputihan. Rektum juga dikaji apakah terdapat hemoroid, hemoroid derajat
1 normal untuk ibu hamil. Gunakan sarung tangan untuk mengkaji
urogenital untuk perlindungan pemeriksa. Posisi sims memudahkan dalam
mengkaji rektum

4.2 Diagnosa
Diagnosa yangdapat muncul adalah sebagai berikut.
Diagnosa keperawatan pada bayi:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan aspirasi mekonium
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan pasokan oksigen
ke jaringan tubuh.
3. Gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan suhu tubuh tidak
stabil karena hilangnya lemak subkutan.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan berkurangnya cadangan
lemak subkutan.
Diagnosa keperawatan pada Ibu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan pertus macet
2. Ansietas pada Ibu b.d. proses kelahiran yang lama
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terbukanya intrauterin dengan
ekstrauterin

24

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan: darah berhubungan dengan luka


pada uterus

25

4.3 Rencana Keperawatan


4.3.1 Rencana Keperawatan Bayi
Tujuan

Rencana keperawatan
Intervensi
Rasional
ulang informasi yang a. Persalinan

No

Diagnosa keperawatan

Gangguan pertukaran gas

Setelah

berhubungan dengan

tindakan keperawatan 1

berhubungan

asfiksia akibat aspirasi

X 24jam Klien mampu

bayi,

mekonium

menunjukkan perbaikan

persalinan, Apgar scor, obat-

pernapasan dapat terjadi

pertukaran

obatan yang digunankan klien

setelah pemberian atau

selama kehamilan

penggunaan

dilakukan a. Kaji

gas/pertukaran

gas

normal dengan kriteria


hasil sebagai berikut:

dengan

seperti

kondisi
lamanya

b. Kaji usia gestasi, berat badan,


dan jenis kelamin.

kadar

PO2

dalam

batas normal 80-100


mmHg
b. Suara napas normal
(vesikuler)
c. Status
pernapasan

meningkatkan
hipoksia,

status

dan

depresi

obat

minggu

terjadinya
c. Kaji

resiko

oleh

klien.
b. Neonatus lahir lebih dari
42

a. Mempertahankan

lama

beresiko
aspirasi

pernapasan,

mekonium.
perhatikan adanya tanda-tanda c. Takipnea

menandakan

distress

pernapasan,

takipnea,

pernapasan
pernapasan

seperti:

distress

cuping

khususnya

hidung, ronki, atau krakels

eupnea (normal)
d. Pantau oksigen transkutan atau
d. RR normal 40-50

bila

pernapasan lebih besar


dari 60x/menit setelah 5

26

x/menit.
oksimeter nadi.
jam kehidupan pertama.
e. Tidak terjadi sianosis
d. Memberikan pemantauan
f. Tidak terjadi aspirasi e. Hisap hidung dan orofaring
noninvasif
konstan
mekonium
dengan
hati-hati,
sesuai
terhadap kadar oksigen.
kebutuhan.
e. Mungkin perlu untuk
f. Pantau masukan dan haluaran
mempertahankan
cairan.
kepatenan jalan napas.
f. Dehidrasi
merusak
kemampuan
g. Observasi
sianosis.
h. Pantau

terhadap
hasil

adanya

pemeriksaan

i. Pantau

jumlah

pemberian oksigen.

membersihkan

dan

durasi

jalan

napas saat mucus menjadi


kental.
g. Sianosis

laboratorium.

untuk

adalah

tanda

lanjut dari PaO2 rendah.


h. Hipoksemia, hiperkapnia,
dan asidosis menurunkan
produksi surfaktan.
i. Kadar oksigen serum
tinggi yang lama disertai
dengan
yang

tekanan
lama

tinggi

diakibatkan

27

j. Catat

fraksi

oksigen

dalam

dari

IPPB

dapat

udara inspirasi (FIO2) setiap

mempredisposisikan bayi

jam.

pada

displasia

bronkopulmonal.
j. Jumlah oksigen
k. Mulai

drinase

postural,

fisioterapi dada, vibrasi lobus


setiap 2 jam, sesuai indikasi,
perhatikan

toleransi

bayi

l. Berikan makanan dengan selang

m.

atau

diekspresikan

sebagai FIO2 ditentukan


secara

individu,

berdasarkan sampel darah


kapiler.
k. Memudahkan

terhadap prosedur.

nasogastrik

diberikan,

yang

orogastrik

penghilangan
Lama

sekresi.

waktu

yang

sebagai pengganti pemberian

digunakan setiap lobus

makanan dengan ASI, bila tepat.

dihubungkan

Berikan obat-obatan sesuai


indikasi,
bikarbonat

misalnya:

Natrium

dengan

toleransi bayi.
l. Menurunkan kebutuhan
oksigen,

meningkatkan

istirahat,

menghemat

energi,

menurunkan

28

resiko aspirasi.
m. Penggunaan

natrium

bikarbonat yang hati-hati


dapat

membantu

mengembalikan

pH

kedalam rentang normal.

2.

Gangguan perfusi jaringan

Setalah

diakukan a. Pantau

berhubungan dengan

tindakan

keperawatan

penurunan pasokan

1X24jam

klien

oksigen.

menunjukkan
peningkatan

tanda

vital.

Catat a. Perubahan menunjukkan

kehangatan, pengisian kapiler

penurunan
sirkulasi/hipoksia
meningkatkan

perfusi

jaringan dengan kriteria b. Pertahankan

pemasukkan

hasil sebagai berikut:

cairan adekuat. Awasi haluaran

a. Tanda-tanda

urin.

vital

kapiler.
b. Dehidrasi

yang
oklusi
tidak

menyebabkan
hipovolemia

tetapi

menyebabkan

oklusi

29

dalam batas normal


kapiler.
TD : 80/46 mmHg
c. Kaji ekstremitas bawah untuk c. Penurunan
sirkulasi
RR : 40-50 x/menit
tekstur kulit, edema, luka.
perifer
sering
Suhu : 370
Nadi : 120-140 x/menit
menimbulkan perubahan
b. Kapileri
refill
dermal dan pelambatan
kurang dari 3 detik.
penyembuhan.
c. Akral hangat.
d. Mencegah vasokonstriksi,
d. Tidak
terdapat d. Pertahankan suhu lingkungan
membantu
dalam
sianosis
dan kehangatan tubuh.
mempertahankan sirkulasi
dan perfusi.
e. Mendukung
e. Berikan

cairan

(IV/peroral)

sesuai indikasi
f. Berikan

oksigen

tambahan

yang sesuai dengan indikasi


hasil GDA dan toleransi pasien.

sirkulasi/perfusi

volume
ke

jaringan.
f. Dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya
hipoksia.

30

3.

Gangguan termoregulasi: Klien


hipotermi

berhubungan

mampu a. Kaji suhu tubuh dengan sering.

menunjukkan

dengan suhu tubuh tidak

peningkatan

stabil karena hilangnya

tubuh/suhu

lemak subkutan.

normal

cenderung
suhu
tubuh b. Tempatkan

bayi

pada

(36,5-370C)

penghangat, isolate, incubator,

dengan kriteria hasil

tempat tidur terbuka dengan

sebagai berikut:
a. Suhu tubuh 36,5370C.
b. Klien
mengalami
dingin.
c. Bayi tenang
tidak rewel.

a. Hipotermia membuat bayi

penyebaran hangat.
c. Gunakan
lampu

pemanas

stress

dingin.
b. Mempertahankan
lingkungan

termonetral,

membantu

mencegah

stress dingin.
c. Menurunkan kehilangan
panas pada lingkungan

selama prosedur.

yang lebih dingin dari

tidak
stress d. Kurangi pemajanan pada aliran
udara,
dan

pada

pagar

hindari
isolate

pembukaan
yang

tidak

semestinya.

ruangan.
d. Menurunkan
panas

karena

konveksi/konduksi.
Membatasi

panas.
e. Ganti pakaian atau linen tempat e. Menurunkan
tidur bila basah. Pertahankan

kehilangan

kehilangan
kehilangan

melalui evaporasi.

kepala bayi tetap tertutup.


f. Peningkatan suhu tubuh
f. Berikan penghangatan bertahap
yang
cepat
dapat
untuk bayi dengan stress

31

dingin.

menyebabkan

konsumsi

oksigen berlebihan dan


apnea.

Kerusakan integritas kulit

Setelah

dilakukan a. Kaji

berhubungan dengan

tindakan

pengelupasan kulit.

1x24jam klien dapat

keperawatan

/catat

ukuran,

warna, a. Mengidentifikasi

keadaan luka/kondisi sekitar

terjadinya komplikasi.

luka.
b. Merupakan
tindakan
b. Lakukan kompres basah dan
mempertahankan
protektif
yang
dapat
sejuk.
keutuhan kulit dengan
mengurangi nyeri.
kriteria hasil sebagai c. Lakukan perawatan luka dan c. Memungkinkan
pasien
berikut:

hygiene

mandi),

lebih bebas bergerak dan

a. Tidak tampak

sesudah itu keringkan kulit

meningkatan kenyamanan

dengan hati-hati dan taburi

pasien.

adanya
pengelupasan dan
meserasi pada kulit.
b. Tidak ada kulit

(seperti

bedak yang tidak iritatif.


d. Mempercepat
proses
d. Berikan
prioritas
untuk
rehabilitasi pasien
meningkatkan kenyamanan dan

32

kering
c. Terjaga

kehangatan pasien.

kelembabannya
kulitnya.

4.3.2

Rencana Keperawatan Ibu


Tujuan

Rencana keperawatan
Intervensi
Rasional
tingkat nyeri pasien 1. Mengetahui tingkat nyeri

No

Diagnosa keperawatan

1.

Nyeri akut berhubungan Klien tidak

1. Kaji

dengan pertus macet

menggunakan skala nyeri


pasien
2. Ajarkan teknik relaksasi berupa 2. Memberi

menunjukkan tandatanda nyeri baik verbal


maupun nin verbal.
Dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
-

nafas dalam bagi pasien


pada pasien
3. Berikan kompres hangat di 3. Mengurangi
bagian

tubuh

mengalami nyeri
Menyatakan adanya 4. Kolaborasi
pengurangan tingkat

rasa

pasien

yang

rasa

nyeri

dan menambah rasa rileks

bagi pasien
pemberian 4. Mengurangi

analgesik bagi pasien dengan

nyaman

rasa

yang dialami pasien

nyeri

33

nyeri
Wajah tidak pucat

dan meringis
Pasien
memegang

tim medis lainnya.

tidak
daerah

yang terasa nyeri


Ansietas pada Ibu b.d. Setelah

dilakukan

proses kelahiran yang asuhan

keperawatan

meliputi

lama

1x24

kecemasan, cara mengatasi

koping

kecemasan

mandiri

selama
diharapkan

jam
pasien

1. Kaji kecemasan pasien yang 1. Mengidentifikasi


faktor

penyebab

mampu:
dan

2. Beri penjelasan secara umum


pola

kopingnya
Menggunakan
mekanisme koping yang
efektif

pasien

tentang

penyakit

program

perawatan

pengobatan
3. Intruksikan

pasien,
dan

berikan

bagi

rencana

intervensi selanjutnya
2. Menambah pengetahuan
pasien

sehingga

dapat

mengurangi kecemasan.
pentingnya

pemeriksaan yang rutin


4. Ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam

secara
untuk

menentukan

Menggambarkan
ansietas

penyebab kecemasan dan

pasien

dukungan

3. Mengetahui

kondisi

pasien secara berkala

serta 4. Membantu pasien lebih


pikiran

rileks dan menghilangkan

34

positif
5. Dampingi

pikiran negatif dalam diri


pasien

saat

pasien
5. Membantu

memberikan

rasa nyaman bagi pasien


mengalami kecemasan
6. Membantu
koping
6. Libatkan keluarga dalam
individu secara efektif
pemberian dukungan bagi
3.

Resiko

tinggi

berhubungan
terbukanya

infeksi Setelah dilakukan


dengan

intrauterin

dengan ekstrauterin

pasien
1. lakukan perawatan perineal 1. membantu meningkatkan

tindakan keperawatan

setiap 4 jam (lebih sering

kebersihan;

selama 2X24 jam

bila ketuban sudah pecah),

terjadinya infeksi uterus

pasien:
Tidak ada menunjukkan
tanda-tanda infeksi

gunakan teknik aseptis .


2. catat tanggal dan waktu
pecah ketuban.

mencegah

dan kemungkinan sepsis.


2. dalam 4 jam setelah pecah
ketuban, ibu dan janin

(rubor, dolor, tumor,

menjadi rentan terhadap

color, fongsiolaesa).

infeksi dan kmungkinan


sepsis.
3. lakukan

pemeriksaan

dalam bila sangat perlu,


dengan teknik aseptik.
4. pantau suhu nadi dan sel

3. pemeriksaan
berulang

dalam
meningkatkan

resiko infeksi endometrial.


4. peningkatan

suhu,

nadi

35

darah putih sesuai indikasi.

dan

sel

darah

menandakan infeksi.

putih

36

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat
sebelumnya.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk mengevaluasi apakah tindakan
keperawatan yang telah diberikan mencapai tujuan atau kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Berikut beberapa evaluasi dari diagnosa yang ada, yaitu:
4.5.1

Evaluasi Bayi

Hari/tangga

Waktu No. Dx

Evaluasi

l
Minggu,

07.00 WIB

S: keluarga bayi mengatakan suara

18 Februari

nafasnya tidak ada tambahannya lega

2014

O:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

kadar PO2 80-100 mmHg


Suara napas normal (vesikuler)
Status pernapasan normal
RR 40-50 x/menit.
Tidak terjadi sianosis
Tidak terjadi aspirasi mekonium

A: Gangguan pertukaran gas teratasi


Minggu,

07.00 WIB

P: intervensi dihentikan
S: Keluarga bayi mengatakan bahwa bayi

18 Februari

tidak sesak

2014

O:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

TD 80/46 mmHg
RR : 40-50 x/menit
Suhu : 370
Nadi : 120-140 x/menit
Kapileri refill kurang dari 3 detik.
Akral hangat.
Tidak terdapat sianosis

A: Gangguan perfusi jaringan teratasi


Minggu,

07.00 WIB

P: intervensi dihentikan
S: Keluarga bayi mengatakan bahwatubuh

37

18 Februari

bayi tidak terasa panas

2014

O:
1. Suhu tubuh normal kembali (36,537,5C)
2. Bayi tampak tenang dan tidak rewel.
A: Gangguan termoregulasi teratasi

Minggu,

07.00 WIB

P: intervensi dihentikan
S: -

18 Februari

O:

2014

3. Tidak tampak adanya pengelupasan dan


meserasi pada kulit.
4. Tidak ada kulit kering
5. Terjaga kelembabannya kulitnya.
A: Gangguan integritas kulit teratasi
P: intervensi dihentikan

4.5.2

Evaluasi Ibu

Hari/tangga

Waktu No. Dx

Evaluasi

l
Minggu,

08.00 WIB

S: Klien mengatakan sudah tidak merasa

18 Februari

nyeri kembali

2014

O:
1.
2.

Klien tampak tenang


Klien tidak tampak pucat

dan meringis kesakitan


3.
Klien tidak tampak
4.

memegangi area nyeri


Tanda-tanda vital klien
normal

A: Nyeri teratasi
Minggu,

08.00 WIB

P: intervensi dihentikan
S: Klien mengatakan sudah tidak merasa

18 Februari
2014

cemas terhadap kondisinya


O:

38

1
2
3
4

Klien tampak tenang


Klien sudah tidak gelisah kembali
Mekanisme koping klien efektif
Tanda-tanda vital klien normal

A: Ansietas teratasi
Minggu,

08.00 WIB

18 Februari
2014

P: intervensi dihentikan
S: O: Tidak ada menunjukkan tanda-tanda
infeksi (rubor, dolor, tumor, color,
fongsiolaesa).
A: Resiko infeksi teratasi
P: intervensi dihentikan

BAB 5. PENUTUP
Setelah penulis menganalisis berbagai hal yang berhubungan dengan
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Post Term, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
5.1

Kesimpulan

Asuhan keperawatan kehamilan post matur dimulai dari pengkajian, diagnosa,


perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan

39

2 kategori diagnosa yaitu pada bayi dan klien dengan kehamilan post matur.
Berikut adalah diagnosa keperawatan pada bayi: 1) Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan aspirasi mekonium, 2) Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan pasokan oksigen ke jaringan tubuh, 3) Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan berkurangnya cadangan lemak subkutan, 4)
Gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan suhu tubuh tidak stabil
karena hilangnya lemak subkutan. Selanjutnya diagnosa keperawatan pada klien
dengan kehamilan post matur: 1) Nyeri berhubungan dengan pertus macet, 2)
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terbukanya intrauterin dengan
ekstrauterin, 3) PK: perdarahan berhubungan dengan luka pada uterus, dan 4)
Ansietas pada Ibu b.d. proses kelahiran yang lama. Diagnosa keperawatan yang
telah dirumuskan akan dilakukan perencanaan dan implementasi sesuai rencana
yang telah diberikan, dan melakukan evaluasi.
5.2

Saran

5.2.1

Bagi Dosen
Hendaknya para dosen dapat mengetahui kemampuan mahasiswa dalam

menguasai hal-hal yang berhubungan dengan konsep keperawatan klinik, terutama


yang di bahas dalam makalah ini yakni Klien dengan Post Term dan melalui
makalah ini mendapatkan wawasan dan pengetahuan lebih mengenai Klien
dengan Post Term serta segala hal yang berhubungan.
5.2.2

Bagi Mahasiswa
Hendaknya para mahasisiwa semakin tertarik untuk membaca dan

memahami tentang berbagai hal yang berhubungan dengan keperawatan klinik,


terutama mengenai Klien dengan Post Term serta segala hal yang dapat diterapkan
dalam praktik sebagai seorang mahasiswa.
3.2.3

Bagi Pembaca
Hendaknya para pembaca dapat mengambil segala hal yang terkandung

dalam pembahasan Klien dengan Post Term khususnya segala hal yang dibahas

40

dalam

makalah

ini,

serta

mampu

mengambil

segala

manfaat

untuk

menerapkannya dalam hidup sehari-hari.


3.2.4

Bagi Perkembangan Keperawatan


Hendaknya

perkembangan

keperawatan

semakin

hari

akan

semakinmeningkat dan dapat menunjukkan betapa pentingnya menerapkan


konsep keperawatan klinik yang diajarkan dalam ilmu keperawatan dalam
kehidupan sehari-hari, serta mampu mewujudkan segala hal tersebut dalam
praktik keperawatan. Serta dapat dengan sepenuh hati menghadapi pasien yang
berbeda-beda kebutuhannya dan memiliki rentang sehat sakit yang berbeda-beda
antara yang satu dengan yang lainnya.
Penulis berharap semoga dengan dibentuknya makalah ini dapat semakin
memajukan keperawatan dengan semakin memahami tentang konsep keperawatan
klinik khususnya pada Klien dengan Post Term dalam praktik asuhan keperawatan
dan dapat menjadikan saran-saran yang diberikan untuk semakin membangun
menjadi keperawatan dengan komunikasinyayang baik antar sesama perawat dan
juga pasien dengan kebutuhan yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.


Hamilton P.M. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Mansjoer, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mochtar R. 1998. Sinopsis Obstetric. Jilid 1. Edisi 2. Jakarta: EGC.

41

Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo.
Saifudin. 2005. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed.4 vol 1. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro H. 2005. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan Dalam Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Vous aimerez peut-être aussi