Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Open Fractures
2.
Neurovascular Injuries
3.
Dislocations
4.
Septic Joints
5.
6.
1.
OPEN FRACTURES
Grade I Patah tulang terbuka dengan luka < 1 cm, relatif bersih, kerusakan
jaringan lunak minimal, bentuk patahan simpel/transversal/oblik.
Grade II Patah tulang terbuka dengan luka > 1 cm, kerusakan jaringan
lunak tidak luas, bentuk patahan simpel.
Grade III Patah tulang terbuka dengan luka > 10 cm, kerusakan jaringan
lunak yang luas, kotor dan disertai kerusakan pembuluh darah dan saraf.
III A. Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan luas, tapi masih
bisa menutupi
patahan tulang waktu dilakukan perbaikan.
III B. Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan lunak hebat dan
atau hilang (soft
tissue loss) sehingga tampak tulang (bone-exposs)
III C. Patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh darah dan atau
saraf yang hebat
Osteomyelitis
Gas gangrene
Tetanus
Crush syndrome
Skin loss
Fraktur Non-union
Penatalaksanaan
-
Kontrol perdarahan
Splint
IV antibiotics
Tetanus prophylaxis
2.
NEUROVASCULAR INJURIES
1.
Vascular trauma
2.
3.
2.
Pain (nyeri)
2.
Pallor
3.
Pulselesness
4.
Parestesia
5.
Paralisis
Terapi
1.
2.
Terapi pembedahan / operatif (apabila tekanan intrakompartemen > 30
mmHg)
3.
Fasciotomi
DISLOKASI
Pemeriksaan Fisik:
Swelling/pembengkakan
Deformitas: angulasi, rotasi, kehilangan bentuk yang normal, pemendekan
Gerakan yang abnormal
Nyeri setempat
Penatalaksanaan
Reduksi dislokasi selalu membutuhkan sedasi intravena untuk mengurangi
spasme otot pada sendi. Jika sebuah sendi tidak dapat direduksi oleh metode
tertutup dengan sedasi yang cukup, maka anestesi umum dibutuhkan. Berbagai
usaha dilakukan untuk mereduksi sendi dengan teknik tertutup di dalam ruang
operasi dengan staf yang siap sedia melakukan reduksi terbuka jika prosedur
teknik tertutup ini gagal.
Tujuan jangka panjang reduksi adalah untuk mengembalikan posisi
anatomi dan fungsi
normal. Reduksi juga meringankan nyeri akut,
membebaskan pembuluh darah dan ketegangan
nervus, dan bisa
mengembalikan sirkulasi pada ekstremitas yang tidak terdapat pulsasi.
4.
Rongga sendi merupakan rongga yang steril berisi cairan sinovial dan
bahan selular termasuk sel darah putih, septik artritis merupakan infeksi pada
rongga sendi dan biasanya
merupakan infeksi bakterial. Septik arthriris
merupakan bentuk akut arthritis yang paling berbahaya, dan merupakan kasus
kegawatdaruratan pada bidang ortopedi, keterlambatan dalam mendiagnosa
dan memberikan terapi dapat menyebabkan kerusakan sendi yang menetap
bahkan dapat menyebabkan morbiditas yang nyata bahkan kematian.
Septik artritis dapat terjadi melalui invasi langsung pada rongga sendi oleh
berbagai mikroorganisme termasuk bakteri, virus, mycobacteria dan jamur.
Reaktif artritis terjadi suatu proses inflamasi steril pada sendi oleh karena suatu
proses infeksi ditempat lain dari tubuh.
Kuman penyebab
beta-hemolytic
Etiologi
-
Kontak langsung
Trauma
Iatrogenic
Penyebaran hematogen
osteomyelitis
Lokasi
-
Lutut - 40-50%
Hip- 20-25%*
*paling sering terjadi pada bayi baru lahir dan anak kecil
-
Lengan- 10%
Faktor Resiko
-
Infeksi kulit
Pembedahan sendi
Pengguna obat IV
Degeneratif
Onsetnya cepat
Nyeri sendi
Pembengkakan Sendi
Demam
motion
Pengobatan
Antibiotika IV
Drainase
Aspirasi berulang
Komplikasi
-
Osteomyelitis
fibrosis sendi
Sepsis
Kematian
Bila lesi atau kerusakan lewat diskus atau jaringan lunak. Dalam hal ini perlu
mutlak untuk dilakukan stabilisasi anterior, posterior atau kombinasi anterior &
posterior terganutng dari kerusakannya.
1.
Kriteria untuk melihat adanya instability secara radiologis:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2. cervical spine
Sebaiknya dilakukan emergency closed reduction dengan atau tanpa
anaesthesia, dianjurkan tanpa anaesthesia cukup dengan premedikasi.
Keuntungannya : masih ada kontrol otot-otot leher yang dapat mencegah over
stretching dari
spinal cord.
- Reposisi
dilakukan dnegan
pertolongan image intensifier proyeksi
lateral.
Bila fasilitas tidak ada, sebaiknya dikerjakan gradual traksi dengan
pemasangan crutch field dengan bnadul bertahap dan kontrol x-ray proyeksi
lateral.
3. Fracture of the atlas (Jeffersons fractures) (805.01)
a. MOI : axial loading : menghasilkan bursiting fracture os atlas dengan
displacement fragment secara sentripetal.
b. Sign & symptoms :
- Nyeri leher bagian atas atau occipital neuralgia dan torticolis
- Kadang-kadang tidak dapat mempertahankan kepala dalam posisi
tegak (sense of instability) kepala ditopang dengan kedua tangan
- Deficit neurologis sangat jarang terjadi oleh karena terdapat
disporporsi yang besar antara spinal cord dan spinal canal pada
cervical bagian atas.
- Bila terdapat kelumpuhan biasanya dalam bentuk pentaplegia
yang berakibat fatal dan penderita tidak sempat masuk rumah
sakit.
c. Diagnostik :
- Foto standard AP (open mouth view) terjadi displacement body
mass
- Foto lateral : fraktur dari arcus posterior
- CT-scan
a. Therapy :
- Konservatif dengan minerva jacket atau halo traction selama 3
bulan.
- Operatif : bila disertai denagn ruptur ligamnet transversum
dilakukan stabilisasi posterior dengan posterior fusion antara
occipital, vertebrae cervical 1 & vertebral cervical 2
- Rupture ligamen : transversum bisa dilihat padafoto AP
terdapat lateral displacement dari body mass CI terhadap C2 >
7 masing-masing.
Fraktur
pelvis
berkekuatan-tinggi
merupakan
cedera
yang
membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif
umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 15
30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara
hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya
darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian
pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian
antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian besar.
Perdarahan sehubungan fraktur pelvis menuntut evaluasi yang efisien dan
intervensi yang cepat. Evaluasi dan perawatan pasien dengan fraktur pelvis
membutuhkan sebuah pendekatan multidisiplin. Meskipun ahli trauma bedah
umum pada akhirnya mengarahkan pengobatan seseorang dengan cedera
multipel, penting bagi pasien dengan fraktur pelvis agar ahli bedah ortopedi ikut
terlibat dalam setiap fase pengobatan, termasuk resusitasi primer. Penilaian dini
oleh ahli bedah ortopedi yang mengenal pola fraktur pelvis memudahkan tim
pengobatan untuk membangun diagnosa dan prioritas pengobatan, dan
mempercepat
pembentukan
maneuver penyelamatan-hidup. Sebuah
pemahaman seksama terhadap sumber perdarahan potensial dan kesadaran
akan pilihan pengobatan adalah penting bagi semua dokter yang terlibat.
Perdarahan kelas 1: kehilangan darah <15% dari total volume darah, mendorong
pada tidak adanya perubahan terukur pada kecepatan jantung atau pernafasan,
tekanan darah, atau tekanan nadi dan membutuhkan sedikit atau tidak adanya
perawatan sama sekali.
METODE PENATALAKSANAAN
1. Military Antishock Trousers
2. Fiksasi Eksternal
Fiksasi Eksternal Anterior Standar
Angiografi
Balutan Pelvis
Resusitasi Cairan