Vous êtes sur la page 1sur 27

MAKALAH PENGANTAR GEOLOGI FISIKA

ASAL TERBENTUKNYA BATUAN INTRUSIF

DISUSUN OLEH

ANA PERTIWI

4211414015

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

Pengertian Batuan Beku


Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari proses pendinginan magma gunung berapi
yang mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi yang berada bawah permukaan bumi yang
disebut sebagai batuan instrusif ataupun di atas permukaan bumi disebut sebagai batuan ekstrutif.
igneus (dibaca ignis) adalah bahasa latin dari batuan beku yang berati api.

Batuan beku instrusif (biasa disebut instrusi atau plutonik) adalah batuan beku yang berubah
menjadi kristal dari sebuah lelehan magma dibawah permukaan Bumi. Magma yang membeku di
bawah tanah sebelum mereka mencapai permukaan bumi disebut dengan nama pluton. Nama
Pluto diambil dari nama Dewa Romawi dunia bawah tanah.
Sedangkan batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi pada proses keluarnya magma
ke permukaan bumi kemudian menjadi lava atau meledak secara dahsyat di atmosfer dan jatuh
kembali ke bumi sebagai batuan.
Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di
mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan dapat terjadi karena salah satu dari
proses-proses berikut ini : penurunan tekanan, kenaikan temperatur, atau perubahan komposisi.
Terdapat 700 lebih tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, dan sebagian besar batuan
beku tersebut terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
Beberapa ahli geologis seperti Turner dan Verhoogen tahun 1960, F.F Groun Tahun 1947, Takeda
Tahun 1970, mendefenisikan magma sebagai cairan silikat kental pijar yang terbentuk secara
alami, memiliki temperatur yang sangat tinggi yaitu antara 1.500 sampai dengan 2.500 derajat

celcius serta memiliki sifat yang dapat bergerak dan terletak di kerak bumi bagian bawah. Dalam
magma teredapat bahan-bahan yang terlarut di dalamnya yang bersifat volatile / gas (antara lain
air, co2, chlorine, fluorine, iro, sulphur dan bahan lainnya) yang magma dapat bergerak, dan nonvolatile / non gas yang merupakan pembentuk mineral yang umumnya terdapat pada batuan
beku. Dalam perjalanan menuju bumi magma mengalami penurunan suhu, sehingga mineralmineral pun akan terbentuk. Peristiwa ini disebut dengan peristiwa penghabluran. Batuan beku
Intrusif : Batuan ini terbentuk dibawah permukaan bumi, sering juga disebut batuan beku dalam
atau batuan beku plutonik. Intrusi merupakan suatu proses yang terjadi akibat suatu adanya
aktivitas magma (plutonisme)

yang berada dibawah permukaan bumi yang berusaha keluar namun tidak muncul kepermukaan
yang di akibat adanya tekanan dan temperature yang sangat tinggi dari dalam bumi, yaitu dengan
cara menerobos batuan yang sebelumnnya sudah terbentuk atau ada, sehingga menghasilkan
beberapa bentuk tubuh dari batuan beku
Struktur tubuh batuan beku intrusive yang memotong lapisan batuan di sekitarnya disebut
diskordan yaitu :
Batholit, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu > 100 km2 dan
membeku pada kedalaman yang besar. Batholit biasanya selalu tersusun atas senyawa-senyawa
felsik (asam) sampai intermediet (menengah), itu artinya batholit sebagian besar terdiri dari
batuan beku asam sampai batuan beku intermediet
Stock : seperti batolit, bentuknya tidak beraturan dan dimensinya lebih kecil dibandingkan
dengan batholit, tidak lebih dari 10 km. Stock merupakan penyerta suatu tubuh batholit atau
bagian atas batholit.
Dike : suatu jenis intrusi batuan beku berbentuk lembar yang mengenai lapisan tanah dan
memotong secara berseberangan. Dike disebut juga gang, merupakan salah satu badan intrusi
yang dibandingkan dengan batholit, berdimensi kecil. Bentuknya tabular, sebagai lembaran yang
kedua sisinya sejajar, memotong struktur (perlapisan) batuan yang diterobosnya.
Jenjang Volkanik, adalah pipa gunung api di bawah kawah yang mengalirkan magma ke
kepundan. Kemudian setelah batuan yang menutupi di sekitarnya tererosi, maka batuan beku
yang bentuknya kurang lebih silindris dan menonjol dari topografi disekitarnya.
Bentuk-bentuk yang sejajar dengan struktur batuan di sekitarnya disebut konkordan diantaranya
adalah :
Sill, adalah intrusi batuan beku yang sejajar terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya
dengan ketebalan dari beberapa mm sampai bebebrapa kilometer.
Lacolith, sejenis dengan sill. Yang membedakan adalah bentuk bagian atasnya, batuan yang
diterobosnya melengkung atau cembung ke atas, membentuk kubah landai. Sedangkan, bagian
bawahnya mirip dengan Sill. Akibat proses-proses geologi, baik oleh gaya endogen, maupun
gaya eksogen, batuan beku dapt tersingka di permukaan
Lopolith, Merupakkan salah satu jenis intrusi dalam, pada struktur intrusi ini hampir mirip
dengan lakolit hanya saja arah penggerusan terhadap lapisan batuan yang dilaluinya. Lopolit
merupakan intrusi magma yang mengintrusi sejajar dengan perlapisan batuan yang dilaluinya.
Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah terbentuk
sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sampai ribuan kilometer.

Panas bumi
Menurut Goff & Janik komponen sistem panas bumi yang lengkap terdiri
dari tiga komponen utama, yaitu adanya batuan reservoar yang permeable, adanya air
yang membawa panas, dan sumber panas itu sendiri. Komponen-komponen tersebut
saling berkaitan dan membentuk sistem yang mampu mengantarkan energi panas dari
bawah permukaan hingga ke permukaan bumi.

1. Sumber panas
Sumber panas dari suatu sistem hidrotermal umumnya berupa tubuh intrusi
magma. Namun ada juga sumber panas hidrotermal yang bukan berasal dari batuan
beku. Panas dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas,
atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan
akibat adanya perlipatan atau patahan. Perbedaan sumber panas ini akan berimplikasi
pada perbedaan suhu reservoar panasbumi secara umum, juga akan berimplikasi pada
perbedaan sistem panasbumi.
2. Batuan reservoar
Batuan reservoar adalah batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air
dalam jumlah yang signifikan karena memiliki porositas dan permeabilitas yang
cukup baik. Keduanya sangat berpengaruh terhadap kecepatan sirkulasi fluida.
Batuan reservoar juga sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dari fluida
hidrotermal. Sebab fluida hidrotermal akan mengalami reaksi dengan batuan reservoar
yang akan mengubah kimiawi dari fluida tersebut. Nicholson (1993) menjelaskan
bahwa batuan vulkanik, sedimen klastik, dan batuan karbonat umumnya akan
menghasilkan fluida hidrotermal dengan karakter kimia yang dapat dibedakan satu
dengan yang lainnya.
3. Fluida
Nicholson (1993) menyebutkan ada 4 (empat) macam asal fluida fluida
panasbumi, yaitu: (1) air meteorik atau air permukaan, yaitu air yang berasal dari
presipitasi atmosferik atau hujan, yang mengalami sirkulasi dalam hingga beberapa
kilometer. (2) Air formasi atau connate water yang merupakan air meteorik yang
terperangkap dalam formasi batuan sedimen dalam kurun waktu yang lama. Air
connate mengalami interaksi yang intensif dengan batuan yang menyebabkan air ini
menjadi lebih saline. (3) Air metamorfik yang berasal dari modifikasi khusus dari air
connate yang berasal dari rekristalisasi mineral hydrous menjadi mineral yang kurang
hydrous selama proses metamorfisme batuan. (4) Air magmatik, Ellis & Mahon (1977)
membagi fluida magmatik menjadi dua jenis, yaitu air magmatik yang berasal dari
magma namun pernah menjadi bagian dari air meteorik dan air juvenile yang belum
pernah menjadi bagian dari meteorik.
Klasifikasi Sistem Panasbumi
Terdapat berbagai klasifikasi sistem panasbumi yang diajukan oleh berbagai
peneliti. Umumnya pembagian klasifikasi sistem panasbumi didasarkan pada
beberapa aspek seperti asal fluida, suhu fluida di reservoar dan jenis sumber panas.
1. Asal fluida
Pembagian berdasarkan asal fluida ini disampaikan oleh Ellis & Mahon (1977).
Mereka membagi sistem panasbumi menjadi cyclic system dan storage system.
1. Cyclic system yaitu apabila suatu fluida hidrotermal berasal dari air
meteorik yang mengalami infiltrasi dan masuk jauh ke bawah permukaan,

kemudian terpanaskan, dan bergerak naik ke permukaan sebagai fluida panas. Pada
sistem ini, air meteorik mengalami recharge dari hujan dan infiltrasi, sehingga
siklus sistem berjalan terus menerus.
2. Storage System terbentuk apabila air tersimpan pada batuan dalam skala
waktu geologi yang cukup lama dan terpanaskan secara insitu, baik sebagai fluida
dalam formasi maupun sebagai air dari proses hidrasi pada mineral. Storage system
ini dibagi berdasarkan host atau batuan tempat tersimpannya fluida tersebut,
menjadi: (1) Sedimentary basin system dimana fluida diperoleh saat sedimen
terendapkan. Salinitas pada air yang dihasilkan oleh air formasi ini umumnya lebih
tinggi dibanding salinitas pada air magmatik. Selain itu, air yang berasal dari air
laut ini juga akan mengakibatkan komponen ion klorida pada air formasi yang
mengalami pemanasan akan meningkat. (2) Metamorphic system dimana air
berasal dari pelepasan H2O saat proses metamorfisme batuan sedimen asal laut
berjalan (White et al, 1973 dalam Ellis & Mahon, 1997).
2. Suhu reservoar
Terdapat beberapa standar yang berbeda dalam menentukan klasifikasi
berdasarkan suhu reservoar ini. Goff & Janik (2000) dan Nicholson (1993)
mengklasifikasikan suhu reservoar <150C sebagai sistem bertemperatur rendah,
sedangkan reservoar dengan suhu 150C diklasifikasikan sebagai sistem bersuhu
rendah. Nicholson (1993) membagi lagi sistem bersuhu tinggi menjadi liquid
dominated dan vapor dominated sistem berdasarkan fase fluida yang dominan pada
batuan reservoar (lihat gambar 1 dan 2).

Sedangkan Hochstein & Browne (2000) membagi sistem panasbumi menjadi


tiga yaitu suhu rendah, sedang (intermediate) dan tinggi. Sistem bersuhu rendah
memiliki temperatur reservoar <125C, sistem bersuhu sedang memiliki rentang
temperatur reservoar antara 125 - 225C, sedangkan sistem bersuhu tinggi memiliki
suhu reservaor >225C.
3. Jenis sumber panas
Secara umum terdapat dua jenis heat source yang dikenal dalam sistem
panasbumi seperti yang dipaparkan Nicholson (1993), yaitu volcanogenic dan
non-volcanogenic. Perbedaan penyebutan sistem yang merujuk pada sistem yang
sama antara lain, Ellis & Mahon (1977) menyebutnya sebagai high-T system
associated with recent volcanic dan high-T system in tectonically active non-volcanic
area. Serta Goff & Janik (2000) yang menyebutnya sebagai young volcanic model dan
tectonic model.
1. Volcanogenic System
Volcanogenic system adalah sistem hidrotermal yang sumber panasnya berasal
dari aktivitas magma. Intrusi magma yang bersifat andesitik, umumnya membentuk
geometri intrusi dengan diameter kecil namun secara vertikal dekat dengan
permukaan. Sedangkan magma yang bersifat asam, umumnya memiliki tubuh yang
berdiameter lebar, namun secara vertikal jauh di bawah permukaan.
Hochstein & Browne (2000) membagi sistem volcanogenic berrelief tinggi
menjadi tiga sistem berdasarkan fase fluida di reservoar. Yaitu liquid dominated
system (Gambar III.3), yang terbentuk jika permeabilitas batuan di reservoar tinggi,
sedangkan permeabilitas batuan di recharge area sedang. Natural two-phase system
(Gambar III.5), terjadi jika permeabilitas di reservoar maupun di recharge area
sedang. Serta vapor dominated system apabila permeabilitas batuan reservoar tinggi,

namun permeabilitas batuan sekitar rendah.

Gambar III.3. Model konseptual untuk sistem panasbumi liquid dominated berrelief tinggi
menurut
Hochstein & Browne (2000)
Sistem volcanogenic berrelief rendah umumnya terbentuk pada magma yang
bersifat asam, yang menghasilkan erupsi eksplosif sehingga membentuk kaldera yang
luas (Gambar III.1). Selain itu, sistem volcanogenic juga dapat dihasilkan oleh proses
rifting pada batas antar lempeng yang saling menjauh (Gambar III.6). Pada setting
tektonik ini, magma yang terbentuk umumnya bersifat basaltic, fluida hidrotermal
berasal dari magma serta infiltrasi dari punggungan di sisi rift.
Sistem volcanogenic tidak selamanya menghasilkan suhu yang tinggi, pada
beberapa sistem seperti di Horohoro dan Atiamuri, Selandia Baru yang merupakan
sistem vulkanik namun bersuhu sedang (Hochstein & Browne, 2000).
2. Non-volcanogenic system
Non-volcanogenic system ialah sistem hidrotermal yang sumber panasnya tidak
berkaitan dengan aktivitas vulkanisme. Nicholson (1993) menjelaskan bahwa panas
pada sistem ini dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas,
atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan
akibat adanya perlipatan atau patahan, serta adanya panas residual pada batuan beku

pluton. Sistem ini dapat menghasilkan fluida dengan temperatur tinggi hingga rendah.

Gambar III.4. Model konseptual yang sudah disederhanakan untuk sistem panasbumi yang
memiliki
dua fase fluida pada reservoarnya (natural two-phase system) menurut Hochstein &
Browne (2000)

Gambar III.5. Model konseptual untuk sistem panasbumi yang fluidanya didominasi oleh fase
gas
(vapor dominated system) di komples gunungapi relief tinggi, dimana terdapat lapisan
kondensat pada bagian atas dari reservoar menurut Hochstein & Browne (2000).
Sistem yang berkaitan dengan batuan beku intrusif umumnya berada pada
setting tektonik di batas antar lempeng. Hochstein dan Browne (2000) menjelaskan
beberapa setting tektonik yang berkaitan dengan sistem panasbumi ini yaitu kolisi
antar lempeng dan zona fracture. Pada setting tektonik kolisi, suhu yang terbentuk

Gambar III.6. Model konseptual untuk sistem panasbumi di daerah rifting kerak benua. Model
dibuat
berdasarkan pada sistem danau di Tanzania utara, Kenya dan Ethiopia (Hochstein &
Browne, 2000)
Pada reservoar bervariasi dari tinggi hingga rendah. Umumnya anomali panas
dihasilkan dari batuan kerak yang panas akibat aktivitas kolisi tersebut. Sedangkan
pada fracture zone system (Gambar III.8), fluida berasal dari air meteorik yang
mengalami sirkulasi hingga ke bagian dalam dan berkontak dengan batuan intrusi
seperti granit yang masih memiliki panas. Fluida tersebut kemudian bergerak naik
melewati zona fracture yang memberikan permeabilitas tinggi sehingga air mempu
bergerak naik ke permukaan.

Klasifikasi Batuan beku


Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan SiO2, dan indeks
warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam
jenis batuan yang sama, menurut dasar klasifikasinya.
1. Menurut Rosenbusch (1877-1976)
a) Klasifikasi Berdasarkan Terjadinya :

Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.

Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.

Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang (1962),
jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.

b) Klasifikasi Kandungan Mineral, Kandungan Silika dan Tekstur :


Tabel rosenbusch digunakan dalam melakukan pendeterminasian batuan beku. Tabel Rosenbusch
berisi tentang komposisi mineral pada batuan beku yang kemudian dihubungkan dengan tekstur
pada batuan beku. Dengan mencocokan takstur batuan dan mineral penyusun batuan yang
sedang diuji dengan data-data yang terdapat pada tabel rosenbusch maka kita dapat dengan
mudah mendeterminasikan batuan beku.

B. Menurut Hamblin

Tabel hamblin ini tidak jauh berbeda dengan tabel rosenbusch karena sama-sama berdasarkan
komposisi mineral dan tekstur batuan, bedanya adalah pada tabel hamblin tekstur batuan kurang
spesifik karena hanya berdasarkan ukuran butir sedangkan tabel rosenbusch berdasarkan ukuran
butir, derajat kristalisasi dan keseragaman butir.
Adapun tekstur batuan beku pada tabel hamblin ini adalah sebagai berikut :
a)

Faneritik, pada tekstur ini terdapat kristal besar yang dapat dilihat dengan mata telanjang.

b) Porfiritik-faneritik tekstur, tekstur ini dikarakteriskan oleh 2 kristal, yang keduanya bisa
dilihat dengan mata telanjang.
c) Afanitik, pada tekstur ini kristal-kristalnya sangat kecil sehingga tidak bisa dideteksi tanpa
bantuan mikroskop.
d) Porfiritik-afanitik, tekstur ini adalah salah satu yang mana fenokris
matriks afanitik.
e)

berkumpul dalam

Seperti kaca, tekstur ini mirip dengan kaca biasa. Hal ini mungkin dalam unit yang besar.

f) Fragmental, tekstur ini terdiri dari pecahan kaku yang mengeluarkan material beku yang
berkisar dari blok-blok besar hingga debu halus.
C. Menurut C.L. Hugnes (1962)

Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 :

Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%.

Contohnya adalah riolit.

Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% 66%. Contohnya adalah
dasit.

Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% 52%. Contohnya adalah
andesit.

Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.

D. Menurut S.J. Shand (1943)


Klasifikasi berdasarkan indeks warna :

Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.

Mesococtik rock, apabila mengandung 30% 60% mineral mafik.

Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik

E. Menurut S.J. Ellis (1948)


Klasifikasi berdasarkan indeks warna :

Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.

Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.

Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.

Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

F. Menurut Russell B. Travis (1955)


Berdasarkan ukuran butir mineral dan tempat terjadi :

Batuan beku dalam

Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral yang menyusun batuan tersebut dapat dilihat
dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar. Terbentuk kurang lebih 3 4 km di bawah
permukaan bumi, dan batuan dalam sering disebut juga batuan plutonik atau batuan abisik.
Struktur kristalnya adalah holokristalin atau berhablur penuh. Contoh batuannya adalah gabbro
dan granodiorit.

GABRO

Batuan beku gang

Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik atau bertekstur porfiritik dengan masa dasar
afanitik. Terbentuk dalam celah-celah atau retak-retak kulit bumi, pada jalan magma menuju
permukaan bumi. Batuan gang sering disebut juga batuan hypoabisik dan struktur kristalnya

adalah holkristalin dan porfir atau amorf. Contoh batuannya adalah diorite porfiri dan granit
porfiri.
GRANIT PORFIR

Batuan beku luar

Bertekstur afanitik, yaitu individu mineralnya tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Terbentuk
melalui pembekuan tiba-tiba ketika magma sampai ke permukaan bumi dan berubah menjadi
lava yang langsung menjadi padat karena pendinginan dari lingkungan. Sedangkan batuan
lelehan memiliki struktui kristal yang kecil-kecil atau bahkan tidak mempunyai bentuk Kristal
(amorf). Contoh batuannya adalah batu riolit dan obsidian.

KLASIFIKASI BATUAN BERDASARKAN KOMPOSISI KIMIA


Batuan beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk mineral penyusun
batuan beku. Salah satu klasifikasi batuan beku dari kimia adalah dari senyawa oksidanya,
sepreti SiO2, TiO2, AlO2, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, P2O5, dari persentase
setiap senyawa kimia dapat mencerminkan beberapa lingkungan pembentukan meineral.
Analisa kimia batuan dapat dipergunakan untuk penentuan jenis magma asal, pendugaan
temperatur pembentukan magma, kedalaman magma asal, dan banyak lagi kegunaan lainya.
Dalam analisis kimia batuan beku, diasumsikan bahwa batuan tersebut mempunyai komposisi
kimia yang sama dengan magma sebagai pembentukannya. Batuan beku yang telah mengalaimi

ubahan atau pelapukan akan mempunyai komposisi kimia yang berbeda. Karena itu batuan yang
akan dianalisa harusla batuan yang sangat segar dan belum mengalami ubahan. Namun begitu
sebagai catatanpengelompokan yang didasarkan kepada susunan kimia batuan, jarang dilakukan.
Hal ini disebabkan disamping prosesnya lama dan mahal, karena harus dilakukan melalui analisa
kimiawi.
Pembagian Kimia Batuan Beku (asam & basa) Berdasarkan kandungan kimia oksida
Contohnya pada tabel berikut ini :
OKSIDA
GRANIT
DIORIT
GABRO
PERIDOTIT
SiO2
72,08
51,86
48,36
43,54
TiO2
0,37
1,50
1,32
0,81
Al2O3
13,86
16,40
16,84
3,99
Fe2O3
0,86
2,73
2,55
2,51
FeO
1,72
6,97
7,92
9,8
MnO
0,06
0,18
0,18
0,21
MgO
0,52
6,21
8,06
34,02
CaO
1,33
3,40
11,07
3,46
Na2O
3,08
3,36
2,26
0,56
K2O
0,46
1,33
0,56
0,25
H2O+
0,53
0,80
0,64
0,76
P2O5
0,18
0,35
0,24
0,05
Komposisi kimia dari beberapa jenis batuan beku yang terdapat pada tabel di atas, hanya
batuan intrusi saja. Dari sini terlihat perbedaan presentase dari setiap senyawa oksida, salah satu
contoh ialah dari oksida SiO2 jumlah terbanyak dimiliki oleh batuan granit dan semakin
menurun ke batuan peridotit (batuan ultra basa). Sedangkan MgO dari batuan granit (batuan
asam) semakin bertambah kandungannya kearah batuan peridotit (ultra basa).
Kandungan senyawa kimia batuan ekstrusi identik dengan batuan intrusinya, asalkan
dalam satu kelompok. Hal ini hanya berbeda tempat terbentuknya saja, sehingga menimbulkan
pula perbedaan didalam besar butir dari setiap jenis mineral.
Batuan Intrusi
Batuan Ekstrusi
Granit
Riolit
Syenit
Trahkit
Diorit
Andesit
Tonalit
Dasit
Monsonit
Latit
Gabro
Basal
Dasar pembagian ini biasanya adalah kandungan oksida tertentu dalam batuan seperti kandungan
silika dan kandungan mineral mafik (Thorpe & Brown, 1985).
Pembagian batuan beku menurut kandungan SiO2 (silika) pada tabel di bawah :
Nama Batuan
Batuan Asam
Batuan Menengah
Batuan basa
Batuan Ultra basa

Kandungan Silika
Lebih besar 66 %
52 66 %
45 52 %
Lebih kecil 15 %

Penamaan batuan berdasarkan kandungan mineral mafik pada tabel di bawah:


Nama Batuan
Kandungan Silika
Leucocratic
0 33 %
Mesocratic
34 66 %
Melanocratic
67 100 %
Berdasarkan kandungan kuarsa, alkali feldspar dan feldspatoid :
A.
Batuan Felsik
: Dominan felsik mineral, biasanya berwarna cerah.
B.
Batuan Mafik
: Dominan mineral mafik, biasanya berwarna gelap.
C.
Batuan Ultramafik
: 90% terdiri dari mineral mafik.
Komposisi kimia dapat pula digunakan untuk mengetahui beberapa aspek yang sangat
erat hubungannya dengan terbentuknya batuan beku, seperti untuk mengetahui jenis magma,
tahapan diferensiasi selama perjalanan magma ke permukaan dan kedalaman zona Benioff.

a)

b)
c)
d)

KLASIFIKASI BATUAN BEKU BERDASARKAN MINERALOGI


Analisis batuan beku pada umumnya memakan waktu, maka sebagian besar batuan beku
didasarkan atas susunan mineral dari batuan itu. Mineral-mineral yang biasanya dipergunakan
adalah mineral kuarsa, plagioklas, potassium feldspar dan foid untuk mineral felsik. Sedangkan
untuk mafik mineral biasanya mineral amphibol, piroksen dan olovin.
Klasifikasi yang didasarkan atas mineralogi dan tekstur akan dapat mencerminkan sejarah
pembentukan batuan dari pada atas dasar kimia. Tekstur batuan beku menggambarkan keadaan
yang mempengaruhi pembentukan batuan itu sendiri. Seperti tekstur granular member arti akan
keadaan yang serba sama, sedangkan tekstur porfiritik memberikan arti bahwa terjadi dua
generasi pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik menggambarkan pembekuan yang cepat.
Dalam klasifikasi batuan beku yang dibuat oleh Russel B. Travis, tekstur batuan beku
yang didasarkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi:
Batuan Dalam
Batuan Dalam bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral yang menyusun batuan
tersebut dapat dilihat tanpa bantuan alat pembesar.
Batuan Gang
Batuan Gang bertekstur porfiritik dengan massa dasar faneritik.
Batuan Gang
Batuan Gang bertekstur porfiritik dengan massa dasar afanitik.
Batuan Lelehan
Batuan Lelehan bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau tidak
dapat dilihat dengan mata biasa.
Menurut Heinrich (1956) batuan beku dapat diklasifikasikan menjadi beberapa keluarga atau
kelompok yaitu :

keluarga granit riolit: bersifat felsik, mineral utama kuarsa, alkali felsparnya melebihi
plagioklas.
keluarga granodiorit qz latit: felsik, mineral utama kuarsa, Na Plagioklas dalam
komposisi yang berimbang atau lebih banyak dari K Felspar
keluarga syenit trakhit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid tidak dominant tapi
hadir, K-Felspar dominant dan melebihi Na-Plagioklas, kadang plagioklas juga tidak
hadir
keluarga monzonit latit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid hadir dalam jumlah
kecil, Na-Plagioklas seimbang atau melebihi K-Felspar
keluarga syenit fonolit foid: felsik, mineral utama felspatoid, K-Felspar melebihi
plagioklas
keluarga tonalit dasit: felsik hingga intermediet, mineral utama kuarsa dan plagioklas
(asam) sedikit/tidak ada K-Felspar
keluarga diorite andesit: intermediet, sedikit kuarsa, sedikit K-Felspar, plagioklas
melimpah
keluarga gabbro basalt: intermediet-mafik, mineral utama plagioklas (Ca), sedikit Qz
dan K-felspar
keluarga gabbro basalt foid: intermediet hingga mafik, mineral utama felspatoid
(nefelin, leusit, dkk), plagioklas (Ca) bisa melimpah ataupun tidak hadir
keluarga peridotit: ultramafik, dominan mineral mafik (ol,px,hbl), plagioklas (Ca) sangat
sedikit atau absen.

Formasi Batuan
Formasi Batuan merupakan suatu susunan batuan yang mempunyai keseragaman ciri-ciri
geologis yang nyata, baik terdiri dari satu macam jenis batuan maupun beragam jenis batuan.
Sedangkan Batuan didefinisikan sebagai massa yang terdiri dari satu atau lebih macam mineral
yang mempunyai komposisi kimia atau mineral tertentu yang membentuk satuan terkecil dari
kulit bumi sehingga dengan jelas dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Berdasarkan asalusul batuan pada umumnya batuan formasi dibedakan menjadi batuan beku, batuan sedimen dan
batuan metamorf.
1. Batuan Beku
Batuan Beku merupakan batuan yang berasal dari hasil pembentukan magma dibawah
permukaan bumi atau hasil dari pembekuan lava dipermukaan. Pada umumnya batuan beku
memilik sifat atau ciri kristalin, masif, dan interlocking batuannya rapat. Komposisi mineral dari
batuan beku terdiri dari silika yang dijelaskan dari Bowen Reaction Series.

2. Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi akibat litifikasi hasil reaksi kimia tertentu dari
hancuran batuan lain yang diendapkan dalam kenampakan berlapis pada permukaan lithosfer dan
pada kondisi tekanan dan temperatur rendah. Batuan sedimen terdiri dari batupasir, karbonat dan
lempung.
-Batupasir
Batupasir merupakan bagian dari batuan sedimen klastik detritus dan sebetulnya yang dimaksud
batupasir disini adalah batuan detritus pada umumnya berkisar dari lanau sampai konglomerat.
Ukuran butir batupasir bekisar 1/16 - 2 mm. Batupasir digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu
orthoquartizes, greywacke, dan arkose.
-Karbonat
Batuan karbonat merupakan batuan yang terjadi akibat proses pengendapan atau sedimentasi
kimia dan biokimia yang berupa karbonat, sulfat, silikat, phospat dan lain-lain. Batuan karbonat
dikelompokan lagi menjadi limestone dan dolomit.
-Lempung
Batuan lempung/ shale merupakan batuan yang tersusun dari mineral clay. Jenis clay yang sering
terdapat dalam formasi hidrokarbon, yaitu Montmorillonite, Illite dan Kaolinite.
3. Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan hasil ubahan dari batu asal (batuan beku, sedimen atau
metamorf) akibat perubahan temperatur, tekanan, atau keduanya. Proses ubahan tersebut terjadi
dalam suasana padat melalui proses isokimia, dimana susunan batuan tidak berubah, tetapi yang
berubah hanya susunan mineralogi sehingga terbentuk mineral baru.
Banyak istilah yang menggunakan kata formasi. misalkan dalam sepak bola ada formasi 4-4-2.
namun berbeda lagi di bidang geologi. dalam dunia geologi, terdapat istilah formasi batuan.
apakah itu? formasi batuan adalah suatu unit batuan yang tersusun secara lateral yang memiliki
suatu karakteristik tertentu sehingga bisa dibedakan dengan formasi yang lain.

biasanya suatu formasi terdapat dalam suatu cekungan pengendapan. di bawah cekungan tersebut
terdapat batuan dasar. batuan dasar tersebut bisa berupa batuan beku, metamorf, atau batuan
sedimen. suatu formasi, dasarnya bisa berupa batuan dasar atau formasi lainnya yang lebih tua.
bila suatu formasi basement-nya adalah batuan dasar, maka formasi tersebut adalah yang paling
tua di cekungan tersebut.
Dalam suatu formasi, belum tentu mengandung satu jenis satuan batuan. karena dalam suatu
formasi bisa berupa lebih dari satu satuan batuan. dalam satu formasi juga bisa lintas umur.
maksudnya bisa dalam rentang yang sangat panjang. bisa juga sangat pendek tergantung
bagaimana karakteristik yang menentukan formasi tersebut.

TEKSTUR BATUAN BEKU


Pengertian tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada di
dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas, dan
hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berhubungan erat dengan komposisi kimia dan
mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya.
Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum, dan sesudah kristalisasi. Pengamatan
tekstur meliputi :
Tingkat kristalisasi
Tingkat kristalisasi batuan beku dibagi menjadi :
Holokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan semua berbentuk kristal-kristal.
Hipokristalin, jika sebagian berbentuk kristal dan sebagian lagi berupa mineral gelas.
Holohialin, jika seluruhnya terdiri dari gelas.
Ukuran kristal.
Ukuran kristal adalah sifat tekstural yang paling mudah dikenali.ukuran kristal dapat
menunjukan tingkat kristalisasi pada batuan.
Granularitas
Pada batuan beku non fragmental tingkat granularitas dapat dibagi menjadi beberapa macam
yaitu:
a) Equigranulritas Disebut equigranularitas apabila memiliki ukuran kristal yang seragam. Tekstur ini
dibagi menjadi 2 :
Fenerik Granular bila ukuran kristal masih bisa dibedakan dengan mata telanjang.
Afinitik apabila ukuran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang atau ukuran
kristalnya sangat halus.
b) Inequigranular Apabila ukuran kristal tidak seragam. Tekstur ini dapat dibagi lagi
menjadi : Faneroporfiritik bila kristal yang besar dikelilingi oleh kristal-kristal yang kecil dan
dapat dikenali dengan mata telanjang.
Porfiroafinitik,bila fenokris dikelilingi oleh masa dasar yang tidak dapat dikenali dengan mata
telanjang.

c) Gelasan (glassy) Batuan beku dikatakan memilimki tekstur gelasan apabila semuanya tersusun atas
gelas.
Bentuk Butir
a) Euhedral, bentuk kristal dari butiran mineral mempunyai bidang kristal yang sempurna.
b) Subhedral,bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang sempurna.
c) Anhedral, berbentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh bidang kristal yang tidak
sempurna. Fanerik (phaneric)
Didalam pemerian masroskopik, dikenal tekstur-tekstur yang utama batuan yaitu :
Batuan terdiri dari mineral yang dapat diamati secara makroskopik, berbutir (kristal) kasar,
umumnya lebih besar dari 1 mm sampai lebih besar dari 5 mm. Pada pengamatan lebih seksama
dibawah mikroskop, dapat dibedakan bentuk-bentuk kristal yang sempurna (euhedral), sebagaian
sisi kristal tidak baik (subhedral) bentuk kristal tak baik (anhedral).
Afanitik (aphanitic)
Terdiri dari mineral berbutir (kristal) halus, berukuran mikroskopik, lebih kecil
dari 1 mm, dan tidak dapat diamati dibawah pengamatan biasa.
Porfiritik (Porphyritic)
Tekstur ini karakteristik pada batuan beku, yang memperlihatkan adanya butiran (kristal) yang
tidak seragam (inequigranular), dimana butiran yang besar, disebut sebagai fenokris
(phenocryst), berbeda didalam masadasar (groundmass) atau matriks (matrix) yang lebih halus.
Vesikuler (Vesicular)
Tekstur yang ditujukkan adanya rongga (vesicle) pada batuan, berbentuk lonjong, oval atau bulat.
Rongga-rongga ini adalah bekas gelembung gas yang terperangkap pada saat pendinginan. Bila
lubang-lubang ini telah diisi mineral disebut amygdaloidal.
Gelas (glassy)
Tekstur yang menyerupai gelas, tidak mempunyai bentuk kristal (amorph). Beberapa tekstur
karakteristik yang masih dapat diamati secara makroskopik diantaranya adalah; tekstur ofitik
(ophytic) atau tekstur diabasik (diabasic).
Tekstur pada batuan beku merupakan pencerminan mineralogi dan proses pembekuan magma
atau lava pada tempat pembentukannya. Tekstur fanerik adalah hasil pembekuan yang lambat,
sehingga dapat terbentuk kristal yang kasar. Umumnya terdapat pada batuan plitonik. Tekstur
afanitik atau berbutir halus, umumnya terdapat pada batuan ekstrusif, yang merupakan hasil
pembekuan yang bertahap, dari proses pendinginan yang lambat, dan sebelum keseluruhan
magma membeku, kemudian berubah menjadi cepat. Tekstur vesikuler merupakan ciri aliran
lava, dimana terjadi lolosnya gas pada saat lava masih mencair, menghasilkan rongga-rongga.
Tekstur gelas terjadi karena pendinginan yang sangat cepat tanpa disertai gas, sehingga larutan
mineral tidak sempat membentuk kristal (amorf). tekstur ini umumnya terdapat pada lava.
Sifat Batuan Beku dibagi menjadi 3 antara lain :

1. Asam (Felsik)
Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun atas
mineral-mineral felsik.
2. Intermediet
Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya batuan beku intermediet diman
jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.
3. Basa (Mafik)
Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa dengan mineral
penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.
4. Ultrabasa (Ultramafik )
Batuan beku yang berwarna kehijauan dan berwarna hitam pekat dimna tersusun oleh mineral
mineral mafic seperti olivin.

Proses terbentuknya Magma


Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah bersifat mobile,
bersuhu antara 900 - 1200 C atau lebih dan berasal dai kerak bumi bagian bawah atau
selubung bumi bagian atas.
Komposisi kimiawi magma dari contoh-contoh batuan beku terdiri dari :

Senyawa-senyawa yang bersifat non volatile dan merupakan senyawa oksida dalam
magma. Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma , sehingga merupakan mayor
element, terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5.

Senyawa volatil yang banyak pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari fraksi-fraksi gas
CH4, CO2, HCl, H2S, SO2 dsb.

Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan minor element
seperti Rb, Ba, Sr, Ni, Li, Cr, S dan Pb.

Dally 1933, Winkler berpendapat lain yaitu magma asli (primer) adalah bersifat basa yang
selanjutnya akan mengalami proses diferensiasi menjadi magma yang bersifat lain.
Bunsen mempunyai pandapat bahwa ada dua jenis magma primer, yaitu basaltis dan granitis dan
batuan beku merupakan hasil campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai
komposisi lain.
EVOLUSI MAGMA
Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-proses sebegai berikut :
v Hibridasi : Pembentukan magma baru karena pencampuran dua magma yang berlainan

jenisnya.
v Sinteksis :Pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan batuan samping.
v Anateksis : Proses pambentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman yang sangat
besar.
Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami differensiasi magma.
Diferensiasi magma ini meliputi semua proses yang mengubah magma dari keadaan awal yang
homogen dalam skala besar menjadi masa batuan beku dengan komposisi yang bervariasi.
Proses-proses diferensiasi magma meliputi :

Fragsinasi ialah pemisahan kristal dari larutan magma,karena proses kristalisasi berjalan
tidak seimbang atau kristal-kristal pada waktu pendinginan tidak dapat mengikuti
perkembangan. Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi terutama karena adanya
perubahan temperatur dan tekanan yang menyolok dan tiba-tiba.

Crystal Settling/Gravitational Settling adalah pengendapan kristal oleh gravitasi dari


kristal-kristal berat Ca, Mg, Fe yang akan memperkaya magma pada bagian dasar waduk.
Disini mineral silikat berat akan terletak dibawah mineral silikat ringan.

Liquid Immisibility ialah larutan magma yang mempunyai suhu rendah akan pecah
menjadi larutan yang masing-masing akan membeku membentuk bahan yang heterogen.

Crystal Flotation adalah pengembangan kristal ringan dari sodium dan potassium yang
akan memperkaya magma pada bagian atas dari waduk magma.

Vesiculation adalah proses dimana magma yang mengandung komponen seperti CO2,
SO2, S2, Cl2, dan H2O sewaktu naik kepermukaan membentuk gelembung-gelembung
gas dan membawa serta komponen volatile Sodium (Na) dan Potasium(K).

Difussion ialah bercampurnya batuan dinding dengan magma didalam waduk magma
secara lateral

PROSES PEMBENTUKAN MAGMA

Magma dalam kerak Bumi dapat terbentuk sebagai akibat dari perbenturan antara 2 (dua)
lempeng litosfir, dimana salah satu dari lempeng yang berinteraksi itu menunjam dan
menyusup kedalam astenosfir. Sebagai akibat dari gesekan yang berlangsung antara
kedua lempeng litosfir tersebut, maka akan terjadi peningkatan suhu dan tekanan,
ditambah dengan penambahan air berasal dari sedimen-sedimen samudra akan disusul
oleh proses peleburan sebagian dari litosfir (gambar berikut):

Sumber magma yang terjadi sebagai akibat dari peleburan tersebut akan menghasilkan
magma yang bersusunan asam (kandungan unsur SiO2 lebih besar dari 55%). Magma
yang bersusunan basa, adalah magma yang terjadi dan bersumber dari astenosfir. Magma
seperti itu didapat di daerah-daerah yang mengalami gejala regangan yang dilanjutkan
dengan pemisahan litosfir.

Massa Batuan
Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang timbul di lapangan
secara cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi analitik, observasi lapangan, pengukuran,
dan engineering judgement.
Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah untuk:
Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan/sifat massa batuan.
Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan sifat dan
kualitas.
Menyediakan pengertian dasar mengenai sifat karakteristik setiap kelas massa batuan.
Menghubungkan berdasarkan pengalaman kondisi massa batuan di suatu tempat dengan
kondisi massa batuan di tempat lain.
Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik.
Menyediakan dasar acuan untuk komuniukasi antara geologist dan engineer.
Keuntungan dari digunakannya klasifikasi massa batuan:
Meningkatkan kualitas penyelidikan lapangan berdasarkan data masukan sebagai parameter
klasifikasi.
Menyediakan informasi kuantitatif untuk tujuan desain.
Memungkinkan kebijakan teknik yang lebih baik dan komunikasi yang lebih efektif pada suatu
proyek.

Dikarenakan kompleknya suatu massa batuan, beberapa penelitian berusaha untuk mencari
hubungan antara desain galian batu dengan parameter massa batuan. Banyak dari metode-metode
tersebut telah dimodifikasi oleh yang lainnya dan sekarang banyak digunakan untuk penelitian
awal atau bahkan untuk desain akhir. Beberapa klasifikasi massa batuan yang dikenal saat ini
adalah:
1. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)
2. Klasifikasi stand-up time
3. Rock Quality Designation (RQD)
4. Rock Structure Rating (RSR)
5. Rock Mass Rating (RMR)
6. Q-system
1. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)
Metode ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946. Merupakan metode pertama
yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain terowongan dengan
penyangga baja. Metode ini telah dipakai secara berhasil di Amerika selama kurun waktu 50
tahun. Akan tetapi pada saat ini metode ini sudah tidak cocok lagi dimana banyak sekali
terowongan saat ini yang dibangun dengan menggunakan penyangga beton dan rockbolts.
2. Klasifikasi Stand-up time
Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini adalah bahwa dengan
bertambahnya span terowongan akan menyebabkan berkurangnya waktu berdirinya terowongan
tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan klasifikasi
massa batuan selanjutnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stand-up time adalah: arah
sumbu terowongan, bentuk potongan melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.
3. Rock Quality Designation (RQD)
RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada penghitungan
persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih. Dalam hal ini, inti terambil
yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung walaupun mempunyai panjang lebih dari 10cm.
Diameter inti optimal yaitu 47.5mm. Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan
penyanggaan terowongan. Saan ini RQD sebagai parameter standar dalam pemerian inti
pemboran dan merupakan salah satu parameter dalam penentuan klasifikasi massa batuan RMR
dan Q-system
RQD didefinisikan sebagai:

Berdasarkan nilai RQD massa batuan diklasifikasikan sebagai:


RQD Kualitas massa batuan
< 25% Sangat jelek
25 50% Jelek
50 75% Sedang
75 90% Baik
90 100% Sangat baik
Walaupun metode penghitungan dengan RQD ini sangat mudah dan cepat, akan tetapi metode ini
tidak memperhitung factor orientasi bidang diskontinu, material pengisi, dll, sehingga metode ini
kurang dapat menggambarkan keadaan massa batuan yang sebenarnya.
4. Rock Structure Rating (RSR)
RSR diperkenalkan pertama kali oleh Wickam, Tiedemann dan Skinner pada tahun 1972 di AS.
Konsep ini merupakan metode kuantitatif untuk menggambarkan kualitas suatu massa batuan
dan menentukan jenis penyanggaan di terowongan. Motode ini merupakan metode pertama
untuk menentukan klasifikasi massa batuan yang komplit setelah diperkenalkannya klasifikasi
massa batuan oleh Terzaghi 1946.
Konsep RSR ini selangkah lebih maju dibandingkan konsep-konsep yang ada sebelumnya. Pada
konsep RSR terdapat klasifikasi kuantitatif dibandingkan dengan Terzaghi yang hanya klasifikasi
kulitatif saja. Pada RSR ini juga terdapat cukup banyak parameter yang terlibat jika
dibandingkan dengan RQD yang hanya melibatkan kualitas inti terambil dari hasil pemboran
saja. Pada RSR ini juga terdapat klasifikasi yang mempunyai data masukan dan data keluaran
yang lengkap tidak seperti Lauffer yang hanya menyajikan data keluaran yang berupa stand-up
time dan span.
RSR merupakan penjumlahan rating dari parameter-parameter pembentuknya yang terdiri dari 2
katagori umum, yaitu:
Parameter geoteknik; jenis batuan, pola kekar, arah kekar, jenis bidang lemah, sesar, geseran,
dan lipatan, sifat material; pelapukan, dan alterasi.
Parameter konstruksi; ukuran terowongan, arah penggalian, metode penggalian
RSR merupakan metode yang cukup baik untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga
baja tetapi tidak direkomendasikan untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga rock bolt
dan beton.
5. Rock Mass Rating (RMR)
Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang disebut Klasifikasi
Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating (RMR). Setelah bertahun-tahun,
klasifikasi massa batuan ini telah mengalami penyesuaian dikarenakan adanya penambahan data

masukan sehingga Bieniawski membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan
untuk penilaian klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penelitian ini, klasifikasi massa batuan
yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi tahun 1989 (Bieniawski, 1989). 6
Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan menggunakan Sistim RMR yaitu:
1. Kuat tekan uniaxial batuan utuh.
2. Rock Quality Designatian (RQD).
3. Spasi bidang dikontinyu.
4. Kondisi bidang diskontinyu.
5. Kondisi air tanah.
6. Orientasi/arah bidang diskontinyu.
Pada penggunaan sistim klasifikasi ini, massa batuan dibagi kedalam daerah struktural yang
memiliki kesamaan sifat berdasarkan 6 parameter di atas dan klasifikasi massa batuan untuk
setiap daerah tersebut dibuat terpisah. Batas dari daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan
dengan kenampakan perubahan struktur geologi seperti patahan, perubahan kerapatan kekar, dan
perubahan jenis batuan. RMR ini dapat digunakan untuk terowongan. lereng, dan pondasi.
6. Q-system
Q-system diperkenalkan oleh Barton et al pada tahun 1974. Nilai Q didefinisikan sebagai:

Dimana:
RQD adalah Rock Quality Designation
Jn adalah jumlah set kekar
Jr adalah nilai kekasaran kekar
Ja adalah nilai alterasi kekar
Jw adalah faktor air tanah
SRF adalah faktor berkurangnya tegangan
RQD/Jn merepresentasikan struktur massa batuan
Jr/Ja merepresentasikan kekasaran dan karakteritik gesekan diantara bidang kekar stsu material
pengisi
Jw/SRF merepresentasikan tegangan aktif yang bekerja
Berdasarkan nilai Q kemudian dapat ditentukan jenis penyanggaan yang dibutuhkan untuk
terowongan.

Vous aimerez peut-être aussi