Vous êtes sur la page 1sur 18

PENDAHULUAN

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi evaluasi pendengaran dan


rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan
pendengaran. Ada dua alasan untuk melakukan evaluasi, yaitu pertama untuk
mendiagnosis lokasi dan jenis penyakit, dan kedua untuk menilai dampak gangguan
pendengaran terhadap proses belajar, interaksi sosial, dan pekerjaan.1
Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis
lokus patologis dan penyakit-penyakit spesifik. Pasien-pasien dengan penyakit
berbeda pada daerah yang sama (misalnya ketulian dan sindrom Meniere keduanya
melibatkan koklea) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda sehingga
dapat memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Demikian juga dengan
adanya gangguan pendengaran akan mengakibatkan keterbatasan dalam komunikasi
sesuai dengan derajat dan jenis gangguan. Rencana untuk mengadakan rehabilitasi
harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan pendengaran bersamaan dengan variabel
penting lainnya seperti intelegensi, motivasi, dan dukungan keluarga.1
Pendengaran pasien dapat ditentukan dengan berbagai cara mulai dari
prosedur sederhana hingga pengukuran dengan standar tinggi yang memerlukan
peralatan dan tenaga khusus. Terdapat berbagai metode uji pendengaran antara lain
uji penala, audiometri nada murni, audiometrik bicara, audiometri pediatrik, dan lain
sebagainya. Audiometri nada murni masih dianggap sebagai alat uji pendengaran
yang penting karena penggunaannya yang cukup sederhana namun dapat banyak
membantu dalam menegakkan diagnosis pada pasien dengan gangguan pendengaran
dan ketersediannya di banyak pusat kesehatan.

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN


1.1

Anatomi Telinga

Gam
bar 1.
1. Anatomi
Anatomitelinga
telinga
Gambar
Anatomi
telinga
terbagi
menjadi
bagian,
: telinga
luar, telinga
Telinga
terbagi
menjadi
tiga tiga
bagian,
yaituyaitu
telinga
luar, telinga
tengah,tengah
dan dan
telingatelinga
dalam.dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membrane timpani.2,3,4
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
1. Telinga Luar
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan
duapertiga
bagian
rangkanya
dari tulang.
Panjangnya
kiraTelinga
luar terdiri
dari dalam
daun telinga
dan terdiri
liang telinga
sampai
membrane
timpani.
kira 2,5-3cm.
Pada sepertiga
bagian
luarrawan
kulit liang
terdapat
banyak
kelenjar
Daun telinga
terdiri dari
tulang
elastintelinga
dan kulit.
Liang
telinga
berbentuk
serumen
yang
modifikasi
keringat
dan rambut.
keringat dua
huruf
S, merupakan
dengan rangka
tulangkelenjar
rawan pada
sepertiga
bagianKelenjar
luar, sedangkan
terdapat
pada bagian
seluruh dalam
kulit liang
telinga. terdiri
Pada duapertiga
bagian
dalam hanya
sedikit2 -3
pertiga
rangkanya
dari tulang.
PAnjangnya
kira-kira
dijumpai
serumen.2-4bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
cm.kelenjar
Pada sepertiga
Telinga (modifikasi
tengah berbentuk
kubus
dengan
batas luarserumen)
membrandan
timpani;
batas
serumen
kelenjar
keringat
= kelenjar
rambut.
Kelenjar
depankeringat
tuba eustachius;
vena
jugularis
(bulbus Pada
jugularis);
batas belakang
terdapatbatas
padabawah
seluruh
kulit
liang telinga.
duapertiga
bagian dalam
yaitu hanya
aditus sedikit
ad antrum
dan kanalis
fasialis
pars vertikalis; batas atas tegmen timpani
dijumpai
kelenjar
serumen.
(meningen/otak); serta batas dalam yaitu berturut-turut dari atas ke bawah kanalis
2,3,4
2. Telinga Tengah
semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :


2

bundar (round window), dan promontorium.


Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radial di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.2-4
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari tiga kanalis semisirkularis. Puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirklularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (duktus
koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala limfa berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda
dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissners membrane), sedangkan dasar skala media
disebut membran basalis. Pada membran ini terdapat organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria dan pada membran basal melekat sel-sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
1.2

Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang-tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkitnya dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan
tingkap lonjong.2 Oleh karena luas permukaan membran timpani 22 kali lebih besar
dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang suara 15-22 kali.

Getaran yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke tulang stapes yang akan
menggetarkan tingkap lonjong, sehingga cairan perlimfa pada skala vestibuli turut
bergetar. Getaran ini akan diteruskan melalui membran vestibuli yang akan
menggetarkan endolimfa, sehingga menimbulkan gerak relatif antara membran
basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, menyebabkan kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion-ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan

proses

depolarisasi

sel

rambut,

sehingga

terjadi

pelepasan

neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran
(area 39-40) di lobus temporalis.2,5

Gambar 2. Fisiologi pendengaran


1.3

Gangguan Pendengaran
Gangguan pada telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli

konduktif, sedangkan gangguan pada telinga dalam menyebabkan tuli saraf, yang
lebih lanjut dibedakan menjadi tuli koklea dan tuli retrokoklea. Bila terdapat serumen
yang menyumbat liang telinga atau terjadi sumbatan tuba eustachius dapat
menyebabkan tuli konduktif. Pada telinga dalam terdapat organ keseimbangan dan
organ pendengaran. Pada pemakaian lama dari obat ototoksik seperti streptomisin
dapat menyebabkan tuli saraf dan gangguan keseimbangan.2,5

Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji
pendengaran, yaitu tuli konduktif (conductive deafness), tuli saraf (sensorineural
deafness), serta tuli campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan
hantaran suara disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga
tengah. Pada tuli saraf, kelainan terdapat pada koklea, nervus VIII, atau pada pusat
pendengaran di otak. Sedangkan tuli campur disebabkan oleh kombinasi dari tuli
konduktif dan tuli saraf. Tuli campur dapat berupa akibat dari satu penyakit,
misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam, atau merupakan
dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII dengan radang telinga
tengah . Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan.2
Suara yang dapat didengar oleh manusia memiliki frekuensi 20Hz-18.000Hz.
Suara dapat dibagi menjadi nada murni, bunyi, dan bising. Bunyi adalah nada murni
yang dapat didengar oleh telinga normal. Nada murni (pure tone) berupa bunyi
dengan satu frekuensi, misalnya bunyi yang berasal dari garpu tala dan piano. Bising
(noise) dibedakan menjadi NB (narrow band) yang terdiri dari beberapa frekuensi
dan spektrumnya terbatas, dan WN (white noise) yang terdiri dari banyak frekuensi.2
1.4
1.4.1

Audiometri Nada Murni


Definisi
Audiometri berasal dari kata audire yang berarti mendengar dan metrios yang

berarti mengukur. Audiometri tidak saja digunakan untuk mengukur ketajaman


pendengaran, tetapi juga dapat digunakan untuk menentukan lokasi kerusakan
anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Nada murni berarti bunyi yang
hanya mempunyai satu frekuensi dan dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.
Audiometri nada murni atau pure tune audiometry adalah salah satu uji pendengaran
untuk menilai fungsi pendengaran yang umum digunakan pada praktik sehari-hari.2,6
1.4.2

Manfaat
Manfaat dari audiometri antara lain: (1) untuk mengukur ambang

pendengaran pada konduksi udara atau air conduction (AC) dan konduksi tulang atau
bone conduction (BC) serta derajat dan tipe ketulian; (2) hasil pengukuran dapat
disimpan dan dapat dugunakan untuk rujukan masa yang akan datang; (3) audiogram

berguna sebagai ukuran untuk penggunaan alat bantu dengar; serta (4) untuk
menentukan derajat kecacatan demi tujuan medikolegal.6
1.4.3

Tujuan
Ada empat tujuan pemeriksaan audiometri antara lain: (1) kegunaan

diagnostik penyakit telinga; (2) untuk mengukur kemampuan pendengaran dalam


menangkap percakapan sehari-hari atau validitas sosial pendengaran seperti untuk
tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat bantu dengar, ganti rugi seperti dalam bidang
kedokteran kehakiman dan asuransi; (3) skrining pada anak balita dan sekolah dasar;
serta (4) untuk memonitor pekerja yang bekerja di tempat bising.
1.4.4

Istilah-istilah
Istilah-istilah yang sering digunakan dalam penggunaan audiometri antara

lain: (1) nada murni (pure tone) merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu
frekuensi dan dinyatakan dalam jumlah getaran per detik; (2) bising merupakan
bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari spektrum terbatas (narrow
band) dan spektrum luas (white noise); (3) frekuensi adalah nada murni yang
dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple
harmonic motion). Satuannya adalah getaran per detik atau Hertz (Hz); (4) intensitas
bunyi dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Dikenal dB HL (hearing level), dB SL
(sensation level), dan dB SPL (sound pressure level). dB HL dan dB SL dasarnya
adalah subjektif dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan dB
SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara
fisika; (5) ambang dengar (AD) merupakan bunyi nada murni yang terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat
ambang dengar menurut konduksi udara atau air conduction (AC) dan menurut
konduksi tulang atau bone conduction (BC). Bila ambang dengar ini dihubungkan
dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari
audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian; (6) nilai nol audiometrik
(audiometric zero) dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang
terkecil pada suatu fekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata
dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap frekuensi, nilai nol audiometrik

tidak sama. Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan


kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandingan. Terdapat
dua standar yang dipakai yaitu International Standard Organization (ISO) dan
American Standard Association (ASA). Dengan nilai berupa 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA; (7) notasi pada audiogram untuk grafik AC yaitu
dengan dibuat garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 1258000 Hz) dan
untuk grafik BC yaitu dengan dibuat garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa
antara 2504000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga
kanan dipakai warna merah.2,7

Gambar 3. Simbol-simbol notasi pada audiogram


1.4.5

Mekanisme Kerja
Audiometer nada murni merupakan uji sensitivitas prosedur masing-masing

telinga dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada
murni dari frekuensi bunyi yang berbeda-beda, yaitu 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan
8000 Hz, dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB). Bunyi dihasilkan
dari dua sumber, yaitu sumber pertama adalah dari earphone yang dipasang pada
telinga dan sumber kedua adalah suatu oscillator atau vibrator hantaran tulang yang
ditempelkan pada mastoid atau dahi melalui suatu headband. Vibrator menyebabkan
osilasi tulang tengkorak dan menggetarkan cairan dalam koklea. Bunyi yang
dihasilkan disalurkan melalui earphone atau melalui bone conductor ke telinga orang

yang diperiksa pendengarannya. Hasil pemeriksaan digambar sebagai audiogram dan


akan diperiksa secara terpisah. Bunyi yang disalurkan melalui earphone mengukur
ketajaman pendengaran melalui hantaran udara, sedangkan melalui bone conductor
telinga mengukur hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang.1
Dengan membaca audiogram yang dihasilkan dapat mengetahui jenis dan
derajat pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang
berpendengaran normal dan berusia sekitar 18-30 tahun merupakan nilai ambang
baku pendengaran untuk nada murni.1,2
Tujuan pemeriksaan audiometri yaitu untuk menentukan intensitas terendah
dalam dB dari tiap frekuensi yang masih dapat terdengar pada telinga seseorang atau
dengan kata lain ambang pendengaran seseorang terhadap bunyi.2
1.4.6

Syarat-syarat Pemeriksaan
Alat audiometer yang tersedia di pasaran terdiri dari enam komponen utama,

yaitu: (1) oscillator yang menghasilkan berbagai nada murni; (2) amplifier untuk
menaikkan internsitas nada murni hingga dapat terdengar; (3) interrupter yang
memungkinkan pemeriksa menekan dan mematikan tombol nada murni secara halus
tanpa tedengar bunyi lain; (4) attenuator agar pemeriksa dapat menaikkan dan
menurunkan intensitas ke tingkat yang dihendaki; (5) earphone yang mengubah
energi listrik menjadi gelombang bunyi yang dapat didengar; serta (6) bone vibrators
merupakan suatu transducer yang dirancang untuk memberi tekanan pada tulang bila
berkontak langsung. Nilai konduksi tulang pada audiometri nada murni dapat diukur
dengan menggunakan alat ini.
Sumber suara pengganggu (masking) diperlukan untuk meniadakan bunyi ke
telinga yang tidak diperiksa. Narrow band masking noise atau selubung suara sempit
merupakan sejenis suara mirip aliran uap atau deru angin yang sudah disaring dari
enegi suara yang tidak dibutuhkan untuk menyelubungi bunyi tertentu yang sedang
digarap. Ini adalah bunyi masking yang paling efektif untuk audiometri nada murni.

Gambar 4. Contoh earphone supra aural

Gambar 5. Bone conduction vibrator

Gambar 6. Contoh alat audiometer


Pada audiometri terdapat pilihan nada yaitu 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000,
dan 8000 Hz yang memungkinkan intensitas lebih dari 110 dB. Standar alat yang
digunakan berdasarkan BS EN 60645-1(IEC 60645-1).
Alat audiometer harusnya selalu dapat dikalibrasi dengan exhaustive
electroacoustic calibrations oleh badan pengkalibrasian nasional. Pemeriksaan

termasuk pemeriksaan cara pakai dan penyesuaian bioakustik seharusnya dilakukan


setiap hari sebelum digunakan sesuai standar BS EN ISO 389 series.
Orang yang diperiksa seharusnya dapat dilihat sepenuhnya oleh pemeriksa.
Orang yang diperiksa tidak boleh melihat atau mendengar pemeriksa dan
audiometernya. Pemeriksaan dilakukan di dalam ruangan dengan tingkat kebisingan
terendah sehingga kepekaan pendengaran pasien tidak terganggu. Suara tambahan
tidak boleh lebih dari 38 dB. Pemeriksaan ini sesuai standar BS EN ISO 8253-1.
Alat yang telah terkena kontak dengan pasien harus dilakukan prosedur
kontrol infeksi. Alat yang dipakai harus dibersihkan dan didesinfeksi sehabis
pemakaian. Pemakaian disposable earphone sangat direkomendasikan. Pemeriksa
harus cuci tangan dengan sabun ataupun alkohol sebelum menyentuh pasien.6,7
1.4.7

Prosedur Pemeriksaan
Sebelum dilakukan pemeriksaan, anamnesis mengenai riwayat penyakit harus

telah didapatkan dan pemeriksaan otoskopi telah dilakukan. Tanyakan apakah


menderita tinitus atau apakah tidak tahan suara keras. Tanyakan pula telinga mana
yang mendengar lebih jelas. Usahakan pasien kooperatif.2,6
Langkah-langkah pemeriksaan audiometri yaitu: (1) lakukan pemeriksaan
liang telinga untuk memastikan liang telinga tidak tersumbat. Telinga harus bebas
dari serumen. Alat bantu dengar harus dilepas setelah instruksi pemeriksa sudah
dijalankan; (2) berikan intruksi yang sederhana dan jelas. Jelaskan bahwa akan ada
serangkaian bunyi yang akan terdengar pada sebelah telinga. Pasien harus
memberikan tanda dengan mengangkat tangannya, menekan tombol, atau
mengatakan ya setiap terdengar bunyi bagaimanapun lemahnya; (3) pasang
earphone atau bone conductor pada pasien. Lepaskan dulu kacamata atau anting,
regangkan headband, pasangkan di kepala pasien dengan benar, kemudian
kencangkan hingga terasa nyaman. Perhatikan earphone membrane tepat di depan
liang telinga di kedua sisi; (4) mulai pemeriksaan pada telinga yang sehat dahulu; (5)
prosedur dasar pemeriksaan ini adalah a) dimulai dengan nada yang sering didengar
(familiarization), dan b) pengukuran ambang pendengaran. Dua cara menentukan
nada familiarization, yaitu: (i) dengan memulai dari 1000 Hz dimana pendengaran
paling stabil, lalu secara bertahap meningkatkan dB hingga terdengar; dan (2)
pemberian nada 1000 Hz pada 30 dB. Jika terdengar, lakukan pemeriksaan ambang

10

pendengaran. Jika tidak terdengar nada awal, naikkan tiap 10 dB hingga tedengar.
Familiarization ini tidak selalu dilakukan pada setiap kasus; (6) pada pemeriksaan
audiometri kadang diperlukan masking. Masking yang diberikan berupa bising pada
headphone telinga yang tidak diperiksa supaya telinga yang tidak diperiksa tersebut
tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa. Masking
dilakukan apabila telinga yang diperiksa mempunyai pendengaran yang mencolok
bedanya dari telinga yang tidak diperiksa. Hal tersebut dikarenakan pada AC 45 dB
atau lebih dapat diteruskan melalui tengkorak ke telinga kontralateral.
Tujuan utama dari uji audiologi dasar ialah untuk menilai fungsi auditori dari
masing-masing telinga. Namun ada beberapa keadaan pada uji konduksi udara
maupun uji konduksi tulang dimana hal tersebut tidak terjadi. Meskipun nada murni
diberikan melalui transducer kepada telinga yang diuji, telinga yang tidak diuji pun
dapat berkontribusi secara parsial bahkan total terhadap respon yang diobservasi.
Apabila kita menduga telinga yang tidak diuji merespon selama pengujian telinga
kontralateral, masking harus diberikan pada telinga yang sedang tidak diuji untuk
mengurangi partisipasinya.5
Masking kontralateral diperlukan kapan pun bila terdapat kemungkinan sinyal
uji dapat diterima oleh telinga yang sedang tidak diuji. IA (Interaural Attenuation)
adalah salah satu faktor utama yang dipertimbangkan saat mengevaluasi perlunya
masking. Pada uji audiometri nada murni konduksi udara, penggunaan masking
kontralateral diindikasikan apabila ambang konduksi udara pada telinga yang diuji
setara atau melebihi ambang konduksi tulang telinga yang tidak diuji. Pada uji
audiometri nada murni konduksi tulang, penggunaan masking kontralateral
diindikasikan apabila hasil audiometri konduksi tulang tanpa masking menunjukkan
adanya suatu Air - Bone Gap pada telinga yang diuji sebesar 15 dB atau lebih besar.
Sementara itu ASA merekomendasikan masking kontralateral harus digunakan
apabila ada potensi Air - Bone Gap sebesar 10 dB atau lebih.
Audiometer diagnostik standar memiliki 3 pilihan masking, yaitu narrow
band noise, speech spectrum noise, dan white noise. Tujuan utama pemilihan
masking adalah untuk mendapatkan masking yang efisien sehingga menghasilkan
tingkatan masking yang efektif dengan tingkat tekanan suara keseluruhan.
White noise adalah suatu rangsangan spektrum luas yang berisikan energi

11

yang sama pada berbagai frekuensi. Oleh karena spektrumnya yang luas, white noise
memiliki kemampuan untuk menyamarkan stimuli nada murni dalam berbagai
frekuensi. Jadi white noise merupakan masking yang adekuat untuk stimuli nada
murni. Namun white noise berisi komponen bising yang tidak berkontribusi terhadap
efektivitas dari masking. Komponen bising tambahan di luar garis kritis nada secara
sederhana menambah tingkat stimulus masking. Adapun masking yang paling efisien
untuk stimuli nada murni ialah narrow band noise dengan luas bidang sedikit lebih
besar dibandingkan dengan bidang sekitar nada. Narrow band noise memberikan
efek masking yang paling besar dengan intensitas keseluruhan yang paling rendah.
Sanders dan Rintelmann (1964) mengkonfirmasi bahwa narrow band noise jauh
lebih efisien untuk stimuli nada murni jika dibandingkan dengan white noise. Untuk
tekanan suara 50, 70, dan 90 dB SPL, narrow band noise berpusat pada frekuensi
dari sinyal nada murni yang berkisar antara 250 sampai 4000Hz sehingga secara
konsisten menghasilkan suatu efek masking yang lebih besar, yaitu sekitar 10 sampai
20 dB dibandingkan dengan white noise.5
1.4.8

Interpretasi Audiogram
Terdapat ambang dengar (AD) menurut konduksi udara (AC) dan menurut

konduksi tulang (BC). Apabila ambang dengar ini dihubungkan dengan garis, baik
AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram.7-10
Secara teoritis, pendengaran normal memiliki AD untuk AC maupun BC
sebesar 0 dB. Namun keadaan ideal seperti ini sulit tercapai terutama pada frekuensi
rendah bila terdapat bunyi lingkungan (ambient noise). Pada lingkungan uji yang
baik, audiogram dengan AD 10 dB pada 250 dan 500 Hz, serta 0 dB pada 1000,
2000,4000, dan 8000 Hz dapat dianggap normal.7

12

Gambar 7. Gambar audiogram pada pendengaran normal


Diagnosis gangguan dengar konduktif ditegakkan berdasarkan prinsip bahwa
gangguan konduktif atau gangguan pada telinga luar dan tengah menyebabkan
gangguan hantaran udara yang lebih besar daripada hantaran tulang. Pada keadaan
tuli konduktif murni, keadaan koklea yang baik menyebabkan hantaran tulang
normal yaitu 0 dB pada audiogram.2,6,7
Pengecualian pada tuli konduktif akibat fiksasi tulang stapes, misalnya pada
otosklerosis. Pada kasus ini ambang hantaran tulang turun menjadi 15 dB pada 2000
Hz. Diperkirakan keadaan ini bukan akibat ketulian sensorineural, namun belum
diketahui penyebabnya.
Penyebab tuli koduktif antara lain sumbatan liang telinga misalnya oleh
serumen, terjadinya infeksi telinga tengah misalnya pada Otitis Media Akut (OMA)
dan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK), serta adanya gangguan pada tuba
eustachius. Setiap keadaan yang menyebabkan adanya dislokasi rantai tulang
pendengaran, misalnya akibat trauma atau kelainan kongenital juga dapat
menyebabkan gangguan konduktif. Gap antara hantaran tulang dengan hantaran
udara menunjukkan beratnya tuli konduktif.2,7
Derajat ketulian yang disebabkan oleh otitis media sering berfluktuasi karena
eksarsebasi dan remisi dapat terjadi. Penurunan pendengaran akan menetap sekitar
55-60 dB pada pasien otitis media. Selama koklea normal, gangguan pendengaran
maksimum tidak melebihi 60 dB. Konfigurasi audiogram pada tuli konduktif
biasanya menunjukkan gangguan pendengaran lebih pada frekuensi rendah. Dapat
pula berbentuk audiogram yang datar.2,7

13

Gambar 8. Audiogram tuli konduktif


Tuli sensorineural terjadi bila didapatkan ambang dengar hantaran tulang dan
udara lebih dari 25 dB. Tuli sensorineural terjadi bila terdapat gangguan pada telinga
dalam, yaitu koklea, N. VIII sampai ke pusat pendengaran di otak.2 Gangguan pada
koklea dapat terjadi akibat sel-sel rambut atau stereosilia di koklea rusak. Proses ini
dapat terjadi akibat infeksi, obat ototoksik, terpapar bising yang lama, atau
kongenital.7
Berdasarkan hasil uji audiometri saja tidak dapat membedakan antara tuli
koklea dan retrokoklea. Maka perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Tuli
sensorineural akibat presbikusis biasanya terjadi pada nada dengan frekuensi tinggi.7
Pada audiogram akan didapatkan ambang dengar konduksi udara dan konduksi
tulang keduanya abnormal atau melebihi 25 dB dan pada level yang sama atau tidak
terdapat gap.

14

Gambar 9. Audiogram tuli sensorineural


Kombinasi dari tuli konduktif dan tuli sensorineural dapat saja terjadi. Hal
tersebut dapat terjadi akibat adanya gangguan pada telinga dalam sebagai komponen
sensorineural dengan dibarengi oleh adanya gangguan pada telinga luar atau telinga
tengah sebagai komponen konduktif.

Gambar 10. Audiogram tuli campuran


1.4.9

Derajat Ketulian
Dari audiogram dapat disimpulkan bahwa pendengaran normal atau tuli, jenis

ketuliannya yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural, atau tuli campur, serta derajat
ketuliannya. Derajat ketulian berdasarkan ISO 1964:
Ambang Dengar

Interpretasi

15

0-25 dB

Normal

26-40 dB

Tuli ringan

41-54 dB

Tuli sedang

55-70 dB

Tuli sedang berat

71-90 dB

Tuli berat

>90 dB

Tuli total

Tabel 1. Derajat ketulian


Nilai ambang dengar dihitung dengan menjumlahkan ambang dengar 500,
1000, 2000, dan 4000 Hz lalu dibagi 4.2,10,11
Ambang

dengar

(AD)

AD 500 Hz+ AD 1000 Hz+ AD 2000 Hz+ AD 4000 Hz


4

16

KESIMPULAN
Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi evaluasi pendengaran dan
rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan
pendengaran. Ada dua alasan untuk melakukan evaluasi, yaitu pertama untuk
mendiagnosis lokasi dan jenis penyakit, dan kedua untuk menilai dampak gangguan
pendengaran terhadap proses belajar, interaksi sosial, dan pekerjaan.
Gangguan pada telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli
konduktif, sedangkan gangguan pada telinga dalam menyebabkan tuli saraf, yang
lebih lanjut dibedakan menjadi tuli koklea dan tuli retrokoklea. Pemeriksaan
audiometri tidak saja digunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga
dapat digunakan untuk menentukan lokasi kerusakan anatomis yang menimbulkan
gangguan pendengaran. Audiometri nada murni masih dianggap sebagai alat uji
pendengaran yang penting karena penggunaannya yang cukup sederhana namun
dapat banyak membantu dalam menegakkan diagnosis pada pasien dengan gangguan
pendengaran dan ketersediannya di banyak pusat kesehatan.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Levine S. Audilogi: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2009
2. Soepardi EA. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala Leher. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2008
3. Sherwood L. Human Physiology. 6th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
2010
4. Guyton AC. Physiology of The Human Body. 11th ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company. 2003
5. Katz J. Handbook Of Clinical Audiology. 7th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.
2009
6. Dhingra PL. Assessment of Hearing Disease. 4th ed. Philadelphia: Elsevier. 2007
7. Smith
J.
Pure
Tone
Audiometry.
Available
in:
http://www.johnshopkinsmedicine.org/puretoneaudiometry.html. Cited on Agust
22, 2016
8. Carols
JY.

How

To

Read

An

Audiogram.

Available

in:

http://www.wou.edu/education/sped/wrocc/HT%20Read%20Audiogram
%20web.pdf. Cited on Agust 22, 2016
9. Camber TH. Pure Tone Audiometry. Available in: http://www.dizzinessandbalance.com/testing/hearing/audiogram.html. Cited on Agust 22, 2016
10. General Practice Notebook: Audiogram Pure Tone. Available

in:

http://www.gpnotebook.co.uk/simplepage.cfm?ID=845873165. Cited on Agust


22, 2016
11. American Speech-Language-Hearing Association. Guidelines for Manual PureTone

Threshold

Audiometry.

Available

in:

http://www.asha.org/docs/pdf/GL2005-00014.pdf. Cited on Agust 22, 2016

18

Vous aimerez peut-être aussi