Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu jenis penyakit neuromuscular junction (NMJ) adalah miastenia
gravis. Miastenia gravis ialah gangguan auto-imun yang menyebabkan otot skelet
yang ditandai oleh kelemahan atau kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan
aktifitas, dan akan pulih setelah beberapa saat. Pada penyakit ini IgG mengikat
reseptor asetilkolin pada membran neuromuscular junction. Jumlah reseptor
asetilkolin yang menurun karena terikat IgG ini menyebabkan amplitudo potensial
motor end plate berkurang, dengan akibat tidak timbulnya potensial aksi.
Prevalensi miastenia gravis adalah sekitar 1 di antara 10-20.000 orang.
Wanita dua kali lebih sering terserang penyakit ini daripada pria. Gejalanya dapat
muncul pada berbagai kelompok umur dengan puncaknya pada wanita usia 20-30
tahun, sedangkan puncaknya pada pria terjadi sekitar umur 50-60 tahun. Penyakit
autoimun lainnya seperti artritis reumatiod, systemic lupus erythematosis, dan
anemia pernisiosa terdapat pada sekitar 5% dari pasien. Sekitar 10-15% pasien
miastenia gravis mempunyai thymoma yang merupakan tumor jinak.
Pengobatan miastenia gravis bervariasi mulai dari pengobatan jangka
pendek hingga pengobatan jangka panjang. Tujuan pengobatan miastenia gravis
adalah untuk memperoleh perbaikan dari gejala kelemahan otot. Hal ini penting
untuk dilakukan karena ketidakpedulian terhadap penyakit ini justru dapat
menimbulkan keadaan yang lebih parah, seperti krisis miasthenic atau pun krisis
kolinergik.
Berdasarkan uraian diatas, Miastenia gravis merupakan penyakit yang
masih belum diketahui penyebab pasti serta masih belum teratasi secara
menyeluruh. Untuk itulah penulis mengangkat penyakit Miastenia gravis ini
sebagai tugas makalah penulis.
1.2
Tujuan Penulisan
Mengingat pentingnya pengetahuan tentang hal tersebut maka penulis
ManfaatPenulisan
Adapunmanfaatdaritinjauanpustakainiadalah:
1.Bagimasyarakat;dapatmengetahuilebihmendalamtentang Miasteniagravis
sertapenanganannya.
2. Bagi mahasiswa kepaniteraan klinik dapat dijadikan sebagai media
pembelajaran.
3.Bagitenagakesehatan;dapatmengetahuiperkembangandanpencegahandari
Miasteniagravis.
Definisi
Miastenia gravis adalah suatu penyakit autoimun, yang disebabkan oleh
Epidemiologi
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat
terjadi pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia
20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio
perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4.
Gejalanya dapat muncul pada berbagai kelompok umur dengan puncaknya pada
wanita usia 20-30 tahun, sedangkan puncaknya pada pria terjadi sekitar umur 5060 tahun.
2.3
6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif
di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.
Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara
mudah melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari
membran post sinaptik. Peristiwa ini akan menyebabkan suatu perubahan
potensial setempat pada membran serat otot yang disebut excitatory postsynaptic
potential (potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah
mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang
selanjutnya menyebabkan kontraksi otot.
2.4
Patofisiologi
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada
Etiologi
Miastenia gravis disebabkan oleh kelainan pada proses transmisi impuls
saraf ke otot. Hal ini terjadi ketika komunikasi normal antara syaraf dan otot
terganggu pada sambungan neuromuskuler, tempat di mana sel-sel saraf
terhubung dengan otot. Biasanya, bila impuls perjalanan ke saraf, ujung saraf
melepaskan zat neurotransmitter yang disebut Acethylcoline (Ach) .
Acethylcoline berjalan melalui sambungan neuromuskuler dan mengikat
untuk Acethylcoline Receptor (AchR) yang diaktifkan dan menghasilkan
kontraksi otot. Pada myasthenia gravis, antibodi memblok, mengubah, atau
menghancurkan Acethylcoline Receptor pada sambungan neuromuskuler yang
mencegah kontraksi otot dari terjadi. Antibodi ini diproduksi oleh sistem
kekebalan tubuh. Dengan demikian, myasthenia gravis merupakan penyakit
autoimun karena sistem kekebalan tubuh - yang biasanya melindungi tubuh dari
organisme asing - keliru menyerang diri sendiri.
2.6
Gejala Klinis
Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang
berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang
beraktivitas. Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan
kelemahan ini akan berkurang apabila penderita beristirahat. Gejala yang diderita
oleh penderita MG seringkali berbeda, gejala - gejela tersebut antara lain :
Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis. Ptosis yang merupakan
salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, seing menjadi keluhan utama
penderita miastenia gravis. Walaupun pada miastenia gravis otot levator palpebra
jelas lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi
pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis
miastenia gravis. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan
kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala.
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk.
Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher,
hingga ke otot ekstremitas. Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot
masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup.
Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum
molle, dan laring sehingga timbulah kesukaran menelan (dysphagia) dan berbicara
(dysarthria). Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau, cadel,
serak, atau bahkan tidak keluar suara sama sekali. Kelemahan otot okular
menyebabkan penglihatan ganda (diplopia). Kelemahan otot pada leher membuat
kepala si penderita sering terjatuh ke depan atau kebelakang. Kelemahan juga
dapat terjadi pada otot pada kaki dan tangan. Pada sistem pernapasan,
terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan
akhirnya dapat berupa serangan dyspnea dan pasien tidak lagi mampu
membersihkan lendir dari trakea dan cabangcabangnya.
2.7
Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia
2) Kelas IIIb
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya
secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot
aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.
d. Kelas IV
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat
yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai
derajat.
1) Kelas IVa
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau
otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat
ringan.
2) Kelas IVb
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya
secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
e. Kelas V
Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak
akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas,
gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya
agak menurun.
Berdasarkan Modifikasi kriteria Osserman
I. Ocular myasthenia, hanya mengenai otot okular, dengan ptosis dan
diplopia.
II.A. Mild generalized myasthenia
II.B. Moderate generalized myasthenia
III. Severe generalized myasthenia, dengan komplikasi bulbar dan respirasi.
10
Infeksi
Melahirkan
"Chotinergic crisis"
Disebabkan oleh pengobatan dengan anticholinestrase / obat-obat
cholinergic yank berlebihan. Hal ini menyebabkan penyebaran blok
depolarisasi dari transmisi neuromuskular.
Di samping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa
11
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada
dewasa.
c. Miastenia kongenital
Biasanya muncul pada saat atau tak lama setelah bayi lahir. Tak ada kelainan
imunologik dan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini
biasanya tidak progresif.
d. Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa terjadi
pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa.
e. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya
pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma
bronkus (small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia
gravis. Path umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa
disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan refleks
tendon menurun atau negatif. Sering kali penderita mengeluh mulutnya kering.
f. Miastenia gravis antibodi-negatif
Kurang lebih 1 /4 dari para penderita miastenia gravis tidak menunjukkan adanya
antibodi. Pada umumnya keadaan demikian ini terdapat pada pria dari golongan I
(okular) dan IIB. Tiadanya antibodi tidak menunjukkan bahwa penderita tidak
akan
memberi
respons
terhadap
pemberlan
prednison,
obat
sitostatik,
12
Diagnosis
Penegakan Diagnosis Miastenia Gravis
Seperti halnya menegakkan diagnosis pada penyakit-penyakit lainnya,
informasi yang jelas dari pasien haruslah didapatkan baik memallui anamnesis
maupun heteroanamnesis. Melalui anamnesis tersebut, kita dapat memperoleh
data, seperti:
a. Adanya kelumpuhan yang berulang, yang membaik dengan istirahat. Pada
pagi hari biasanya masih baik, dan melemah setelah aktivitas.
b. Keluhan kelopak mata menutup, pandangan ganda, terutama setelah
membaca lama atau pada waktu sore hari
c. Keluhan gangguan menelan (disfagia) dan disartria (timbul pada sekitar
sepertiga penderita).
d. Kelemahan terutama pada otot proksimal dan leher.
e. Kadang-kadang keluhan mengenai gangguan pernafasan.
Dari anamnesis tersebut, gambaran umum tentang pejalanan penyakit akan
diketahui. Namun, untuk memepertajam diagnosis mengenai suatu penyakit,
anamnesis masih harus ditunjang dengan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan
diagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan otot dapat muncul dalam berbagai
derajat yang berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh serta
13
simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih
ada dalam batas normal.
Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada
otot wajah. Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya a masklike face dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal.
Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia
gravis. Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang
menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice)
serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain
itu, penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta
menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabkan
penderita batuk dan tersedak saat minum.
Kelemahan otot-otot rahang pada miastenia gravis menyebakan penderita
sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu penderita harus terus ditopang
dengan tangan. Otot-otot leher juga mengalami kelemahan, sehingga terjadi
gangguan pada saat fleksi serta ekstensi dari leher.
Otot-otot anggota tubuh tertentu mengalami kelemahan lebih sering
dibandingkan otot-otot anggota tubuh yang lain, dimana otot-otot anggota tubuh
atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-otot anggota tubuh
bawah. Deltoid serta fungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan tangan serta jarijari tangan sering kali mengalami kelemahan. Otot trisep lebih sering terpengaruh
dibandingkan otot bisep. Pada ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan
saat melakukan fleksi panggul, serta melakukan dorsofleksi jari-jari kaki
dibandingkan dengan melakukan plantarfleksi jari-jari kaki.
Kelemahan otot-otot pernapasan dapat dapat menyebabkan gagal napas
akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan gawat darurat dan tindakan intubasi
cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-otot interkostal serta diafragma dapat
menyebabkan retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya
hipoventilasi. Kelemahan otot-otot faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran
napas atas, pengawasan yang ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia
gravis fase akut sangat diperlukan.
14
15
miastenia gravis, di mana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari
penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia
okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif.
Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive antiAChR antibody.
Rata-rata titer antibodi pada pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibodi,
yang dilakukan oleh Tidall, di sampaikan pada tabel berikut:
Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis
Osserman Class
Mean antibody Titer
R
0.79
I
2.17
IIA
49.8
IIB
57.9
III
78.5
IV
205.3
Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA
Percent Positive
24
55
80
100
100
89
= mild generalized, IIB =
16
Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita
miastenia gravis dalam kondisi yang parah.
berguna untuk menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90%
penderita miastenia gravis golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita dart
golongan I. Titer antibodi ini umumnya berkorelasi dengan beratnya penyakit.
Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita
thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan
usia lebih dari 40 tahun, anti-SM AB dapat menunjukkan hasil positif. Penderita
yang dalam serumnya tidak ada antibodi ini dan juga tidak ada antibodi antireseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma adalah sangat kecil.
Antistriational antibodies
Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada rontgen thorak,
thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior
mediastinum.
17
asetilkolin, sehingga pada RNS tidak terdapat adanya suatu potensial aksi.
merekam serat otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas
pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit
yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal
yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek
18
transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan jitter dan fiber density
yang normal.
2.9
Diagnosis Banding
Penyakit miastenia gravis dapat didiagnosis banding dengan penyakit
Penatalaksanaan
Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti,
tetapi miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati.
Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi
merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase
biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien
dengan miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang
rutin.
Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan
pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya
mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis.
Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan
kekuatan otot secara cepat dan terapi yang memiliki onset lebih lambat tetapi
memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
19
20
IVIG diindikasikan pada pasien yang juga menggunakan terapi PE, karena
kedua terapi ini memiliki onset yang cepat dengan durasi yang hanya beberapa
minggu. Tetapi berdasarkan pengalaman dan beberapa data, tidak terdapat respon
yang sama antara terapi PE dengan IVIG, sehingga banyak pusat kesehatan yang
tidak menggunakan IVIG sebagai terapi awal untuk pasien dalam kondisi krisis.
Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama,
dilanjutkan 1 gram/kgbb/hari selama 2 hari. IVIG dilaporkan memiliki
keuntungan klinis berupa penurunan level anti-asetilkolin reseptor yang dimulai
sejak 10 hingga 15 hari sejak dilakukan pemasangan infus.
Efek samping dari terapi dengan menggunakan IVIG adalah nyeri kepala
yang hebat, serta rasa mual selama pemasangan infus, sehingga tetesan infus
menjadi lebih lambat. Flulike syndrome seperti demam, menggigil, mual, muntah,
sakit kepala, dan malaise dapat terjadi pada 24 jam pertama.
c. Intravenous Methylprednisolone (IVMp)
IVMp diberikan dengan dosis 2 gram dalam waktu 12 jam. Bila tidak ada
respon, maka pemberian dapat diulangi 5 hari kemudian. Jika respon masih juga
tidak ada, maka pemberian dapat diulangi 5 hari kemudian. Sekitar 10 dari 15
pasien menunjukkan respon terhadap IVMp pada terapi kedua, sedangkan 2
pasien lainnya menunjukkan respon pada terapi ketiga. Efek maksimal tercapai
dalam waktu sekitar 1 minggu setelah terapi. Penggunaan IVMp pada keadaan
krisisakan dipertimbangkan apabila terpai lain gagal atau tidak dapat digunakan.
Terapi Jangka Panjang
a. Antikolinesterase
Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau
neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi
secara lambat. Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang mencolok. Apabila
diperlukan, neostigmin metil-sulfat dapat diberikan secara subkutan atau
intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg subkutan/intramuskularis),
didahului dengan pemberian atropin 0.5 - 1.0 mg. Pemberian antikolinesterase
akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Efek
21
22
b. Azathioprine
Azathioprine biasanya digunakan pada pasien miastenia gravis yang secara
relatif terkontrol tetapi menggunakan kortikosteroid dengan dosis tinggi.
Azathioprine dapat dikonversi menjadi merkaptopurin, suatu analog dari purin
yang memiliki efek terhadap penghambatan sintesis nukleotida pada DNA dan
RNA.
Azathioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan 2-3
mg/kgbb/hari selama 8 minggu pertama. Pasien diberikan dosis awal sebesar 2550 mg/hari hingga dosis optimal tercapai. Azathioprine merupakan obat yang
secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki
efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya.
Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati.
Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian
prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.
Respon azathioprine sangat lambat, dengan respon maksimal didapatkan
dalam 12-36 bulan. Kekambuhan dilaporkan terjadi pada sekitar 50% kasus,
kecuali penggunaannya juga dikombinasikan dengan obat imunomodulasi yang
lain.
c. Cyclosporine
Cyclosporine berpengaruh pada produksi dan pelepasan interleukin-2 dari
sel T-helper. Supresi terhadap aktivasi sel T-helper, menimbulkan efek pada
produksi antibodi. Dosis awal pemberian Cyclosporine sekitar 5 mg/kgbb/hari
terbagi dalam dua atau tiga dosis. Respon terhadap Cyclosporine lebih cepat
dibandingkan azathioprine. Cyclosporine dapat menimbulkan efek samping
berupa nefrotoksisitas dan hipertensi.
d. Cyclophosphamide (CPM)
CPM adalah suatu alkilating agent yang berefek pada proliferasi sel B dan
secara tidak langsung dapat menekan sintesis imunoglobulin. Secara teori CPM
memiliki efek langsung terhadap produksi antibodi dibandingkan obat lainnya.
23
24
episode krisis kedua. Krisis miasthenic umumnya terjadi pada pasien yang juga
memiliki thymoma.
Krisis miastenik dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara
cukup dan dapat dicetuskan oleh infeksi. Ditandai olah : kesukaran bernapas,
hentinapas, sianosis, nadi cepat, tekanan darah meningkat, tidak mampu batuk,
disfagia, kelemahan umum.
Tindakan terhadap krisis miastenik ini adalah sebagai berikut:
- Kontrol jalan napas
- Pemberlan antikolinesterase
- Bila diperlukan : obat imunosupresan dan plasmaferesis
Krisis kolinergik tidak terlalu sering ditemukan. Karena kelebihan
pemberian pengobatan anticholinesterase. Hal ini menyebabkan penyebaran blok
depolarisasi dari transmisi neuromuskular. Ditandai oleh : kram otot abdomen,
diare, nausea, vomiting, sekresi liur berlebihan, miosis, fasikulasi
Tindakan terhadap krisis miastenik ini adalah sebagai berikut:
KontrolAirway.
- Hentikan sementara pemberian antikolinesterase.
- Perbaiki keadaan umum.
- Atropinisasi. 0,4-0,6 mg i.v diulang tiap 15 menit sampai pupil dilatasi dan
bronchial sekresi terkontrol, baru kemudian dilakukan tappering off.
- Kortikosteroid.
- Plasma exchange atau IV Ig.
2.12
Prognosis
Dengan pengobatan, penderita MG memiliki harapan hidup normal.
memungkinkan
penderita MG menjalani kehidupan normal atau mendekati normal. Kadangkadang orang mengalami remisi. Namun, terdapat sebagian orang yang
mengalami penurunan kualitas hidup yang cukup signifikan - baik oleh keparahan
penyakit atau tingkat keparahan efek samping dari obat.
25
26
27
DAFTAR PUSTAKA
28