Vous êtes sur la page 1sur 13

BAB II

TINJAUAN KASUS
1. Pengertian Malpraktik
Malpraktik adalah istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis atau kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan
adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan
difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau
bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan. Di dalam
setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum.
Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah
diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut
pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice.
2. Jenis-jenis Malpraktik
Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai
bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan
Administrative malpractice.
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice
manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :

Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela


Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan, kecerobohan
atau kealpaan.
Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya melakukan euthanasia (pasal
344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan
palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).

Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya melakukan tindakan medis


tanpa persetujuan pasien informed consent. Criminal malpractice yang bersifat lalai
misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau
kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
b. Civil Malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati. Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice
antara lain :
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan
dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan
prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan
tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga
bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga bidan untuk
menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta
kewajiban tenaga bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan
yang

bersangkutan

2.Imunisasi

dapat

dipersalahkan

melanggar

hukum

administrasi.

Vaksin merupakan bahan antigenik yang diberikan sedini mungkin yang


berguna untuk menghasilkan kekebalan aktif dalam tubuh terhadap suatu penyakit
sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami
penyebab penyakit tersebut. Beberapa jenis vaksin diberikan pada anak-anak, dengan
tujuan untuk mencegah anak menderita suatu penyakit tertentu. Indonesia sendiri
merupakan negara yang sudah mewajibkan vaksinasi ini kepada masyarakat.
Vaksinasi dilakukan dengan gerakan imunisasi balita yang biasanya diadakan di
posyandu. Vaksin dan imunisasi merupakan dua hal yang sangat penting sehingga
wajib dilaksanakan. Vaksin yang biasanya diberikan kepada anak-anak kecil adalah
Vaksin Hepatitis B, DTaP, MMR, virus cacar air, Haemophilus influenza tipe B (Hib)/
Vaksin Meningitis, polio (IPV), pneumococcal conjugate (PCV), influenza, rotavirus,
hepatitis A, Meningokokus conjugate (MCV4), Human papillomavirus (HPV).
Semua pemberian vaksin bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh balita. Jika
terjadi perubahan yang negative setelah menerima suntikan vaksin itu bisa
disebabkan karena banyak factor. Perlu diketahui, bahwa reaksi vaksin tidak hanya
disebabkan oleh komponen aktif vaksin itu sendiri, tapi juga dapat disebabkan oleh
sebagian komponen vaksin, bahan pengawet, stabilisator atau komponen lain.
Sebagian besar reaksi vaksin umumnya bersifat ringan, sembuh sendiri dan tidak
mempunyai konsekuensi jangka panjang. Reaksi serius biasanya jarang terjadi dan
frekuensinya sangat rendah.
Hepatitis B
Vaksin ini wajib diberikan ke balita bahkan sebelum ia meninggalkan rumah sakit.
Vaksin ini diberikan 12 jam setelah bayi lahir. Vaksin ini diberikan sebanyak 3 kali.
1. Pertama adalah 12 jam setelah lahir
2. Kedua, 1-2 bulan dari vaksin yang pertama harus diberikan lagi
3. Ketiga, 6-18 bulan setelah vaksin yang kedua.

Vaksin ini melindungi bayi dari virus hepatitis B yang sulit disembuhkan yang
mana balita bisa terkena dari ibu yang mengidap hepatitis selama proses persalinan.
Virus ini menyebar melalui kontak darah atau cairan tubuh lain. Mengenai efek
samping imunisasi hepatitis B, biasanya memang tidak ditemukan efek samping yang
serius karena imunisasi Hepatitis B ini. Kalaupun ada, biasanya sangat ringan dan
bisa cepat hilang. Yang biasanya dirasakan pasca imunisasi ini adalah rasa sakit di
tempat yang disuntik, demam dan sakit pada tulang sendi, namun akan segera hilang.

KASUS
Dugaan Kasus Malpraktek Bidan (Bayi alami perdarahan usai disuntik)
BONE, KOMPAS.com -- Kesalahan penanganan medis hingga berakibat fatal
pada pasien atau dikenal dengan malpraktik kembali terjadi di Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan. Kali ini menimpa seorang bayi laki-laki yang baru berusia tujuh
hari yang mengalami pendarahan hebat pada bekas suntik saat diimunisasi oleh bidan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) setempat, Minggu (10/03/2013).
Peristiwa yang menimpa bayi laki-laki pasangan Muhammad Amin (30) dan
Marwah (27), warga Desa Tawaroe, Kecamatan Dua Boccoe ini terjadi saat bayi
mungil yang belum memiliki nama ini dibawa oleh ibunya ke Pusekesmas Dua
Boccoe untuk diimunisasi. Bidan Puskesmas yang menangani sang bayi meminta
kepada seorang bidan yang kerja praktik untuk memandikan sang bayi.
Namun tak hanya dimandikan, bidan praktik ini malah menyuntik sang bayi
meski sebelumnya mendapat larangan dari sang bidan Puskesmas. "Bidan Uli yang
tangani anakku, tapi dia minta Bidan Eka memandikannya karena mau disuntik

imunisasi tapi dia yang juga suntik," keluh Marwah kepada Kompas.com. Setelah
disuntik orangtua korban pun membawa pulang bayinya ke rumah.
Namun bekas suntikan pada paha kirinya terus mengeluarkan darah segar.
Pihak keluarga kemudian melaporkan hal ini ke puskesmas setempat. Seusai
diperiksa, sang bayi pun dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tenriawaru
untuk diberikan perawatan medis secara intensif. "Kata Bidan Uli darahnya keluar
terus karena terlalu dalam cara suntik dan pas di atas lututnya, jadi waktu itu bidan
Eka yang disuruh antar saya ke Rumah Sakit," lanjut Marwah. Sementara itu, pihak
Rumah Sakit setempat belum bisa dikonfirmasi terkait terkait peristiwa ini.
A. Pelanggaran kewajiban bidan
Sesuai dengan Permenkes /1464/Menkes/Per/X/2010, pasal 11 dan 18
mengatakan bahwa bidan berkewajiban untuk :
Pasal 11 butir 2 :
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada
ayat pertama berwenang untuk melakukan asuhan bayi baru lahir normal
termasuk resusitasi dan pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.
Pasal 18 butir (1) :
a. Menghormati hak pasien yaitu pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi
adil dan makmur.
b. Mematuhi standar
Pasal 18 butir (2) :
Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
profesinya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuaidengan bidang tugasnya.
Pasal 19

Dalam menjalankan praktik atau kerja bidan mempunyai hak : Melaksanakan


tugas sesuai dengan kewenangan yang standart.
Alasan:
Tindakan bidan pada kasus diatas merupakan tindakan malpraktik karena
ketidaksesuaian terhadap standar pelayanan yang ditetapkan, bidan tidak
menghormati hak pasien dengan tidak memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan mutu pelayanan kebidanan dan tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
kewenangan dan standar pada penyuntikan imunisasi yang mengancam
keselamatan dari pasien.
B. Pelanggaran terhadap UU kesehatan tentang pencegahan terjadinya
penyakit atau komplikasi pada imunisasi
Menurut UU kesehatan No. 36 tahun 2009 BAB VII pasal 132 butir ke tiga
mengatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat
dihindari melalui imunisasi.
Alasannya :
Bidan melakukan malpraktik dengan melakukan penyuntikan dengan tidak tepat
dan menimbulkan komplikasi pada bayi yang seharusnya tidak terjadi akibat
imunisasi.

C. Pelanggaran Kode Etik Bidan yang tercantum dalam Kepmenkes RI Nomor


369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan
Bagian Pertama :
Kewajiban Terhadap Klien dan Masyarakat

Pada butir 2

dijelaskan setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya

menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara
citra bidan.
Pada butir 3 dijelaskan setiap bidan dalam menjalankan tugas senantiasa
berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan
klien, keluarga dan masyarakat.
Bagian ketiga :
Kewajiban Bidan Terhadap Sejawat Dan Tenaga Kesehatan Lainnya
Pada butir pertama dijelaskan setiap bidan harus menjalin hubungan yang baik
dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
Alasannya :
Bidan praktik pada kasus diatas melakukan tindakan imunisasi tanpa adanya
persetujuan dari teman sejawat nya yang menyuruhnya. Bidan praktik tersebut
hanya diperintahkan untuk memandikan bayinya saja tetapi bidan praktik ini
melakukan tindakan memandikan dan melakukan imunisasi. Pada kasus ini bisa
dilihat adanya kerja sama dan komunikasi yang kurang baik antara sesama tenaga
kesehatan.
Bagian ke empat:
Kewajiban Bidan Terhadap Profesinya
Pada butir pertama dijelaskan bahwa setiap bidan wajib menjaga nama baik dan
menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi
dan memberikan pelayanan bermutu kepada masyarakat.
Alasannya :
Bidan praktik pada kasus diatas tidak mampu melakukan imunisasi HB 0 yang
tepat dan menimbulkan masalah terhadap pasien. Bidan tersebut merusak citra
profesi seorang bidan yang seharusnya mampu memberikan imunisasi dengan

tepat dan benar serta menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap bidan


dalam melakukan tindakan kebidanan.

D. Ketidaksesuaian bidan dengan Standar Kompetensi Bidan Indonesia Tahun


2011
Pada komponen area kompetensi 4.5 :
Bidan memiliki keterampilan yang diperlukan dalam memberikan asuhan dasar
komprehensif dan berkualitas tinggi pada bayi baru lahir sehat hingga usia 2
bulan tepatnya pada butir 4.5.13 yaitu kebutuhan imunisasi
Alasannya :
Bidan tidak mampu melakukan penyuntikan imunisasi HB 0 dengan benar.
E. Ketidaksesuaian Bidan karena tidak melakukan pencatatan dan pelaporan
Permenkes 1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 20 tentang pencatatan dan pelaporan:
1. Dalam melaksanakan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas
wilayah tempat praktik.

F. Aturan Peralihan Pidana terhadap bidan yang melakukan malpraktik


1) Permenkes 1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 23

Butir (1) :
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagimana dimaksud dalam Pasal 21,
Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kab/kota dapat
memberikan tindakan administrative kepada bidan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.
Butir (2) :
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun;
d. Pencabutan SIKB/SIPB selamanya.

2) Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada BAB


XX tentang ketentuan pidana pada pasal ke 191 :
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan yang
menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan kerugian harta benda,
luka berat, atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan dena paling banyak rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

3. Pembahasan Kasus
Kemungkinan yang terjadi adalah balita mengalami peradangan pada daerah
yang disuntikkan vaksin pada saat setelah menjalani vaksinasi yang diadakan oleh
Pusekesmas Dua Boccoe. Peradangan tersebut mungkin cukup parah karena langsung

terjadi setelah beberapa jam, tidak diketahui penyebab peradangan tersebut secara
pasti. Tapi kemungkinan yang bisa di perkirakan peradangan tersebut karena bidan
salah memberi dosis, area penyuntikan yang kurang tepat, atau bisa juga karena alat
suntikan kurang steril. Peradangan cukup parah karena sampai mengeluarkan darah
segar seharusnya segera ditangani. Menurut pengakuan bidan Uli, bahwa pengeluaran
darah yang terjadi setelah imunisasi akibat penyuntikan yang terlalu dalam dan posisi
nya yang tepat diatas lututnya.
Kasus ini bisa menjadi bukti bahwa bidan Uli dan Eka tidak profesional dalam
menjalankan tugasnya sebagai bidan karena kelalaian yang dilakukan oleh kedua
bidan tersebut. Bidan Uli sebagai pimpinan seharusnya tetap mendampingi kinerja
dari teman sejawatnya secara bersama-sama dan meninggalkan pekerjaannya
sedangkan bidan Eka dalam mengambil keputusan secara tidak etis dikarenakan
melakukan tindakan yang bukan tanggung jawabnya, dan tidak menjalin hubungan
yang baik di dalam suasana kerja antara sesama bidan dan tidak adanya persetujuan
dari bidan Uli. Seorang yang profesional pastinya mejalankan tugasnya sampai tuntas
sesuai dengan tugas yang diberikan agar mendapatkan proses dan hasil yang optimal,
bidan Eka tidak seharusnya melakukan pekerjaan yang tidak dianjurkan dan
melakukan pekerjaan tersebut dengan tidak tepat. Memberikan imunisasi sesuai
program pemerintah memang wewenang seorang bidan. Tapi, Bidan Eka dalam
melakukan tugasnya tidak sesuai prosedur hingga menimbulkan pendarahan setelah
dimunisasi,. Setidaknya Eka harus memberitahukan kepada bidan Uli sebagai
penanggung jawab. Bidan Eka dan Uli dalam menjalankan tugasnya tidak melakukan
pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan kepada keluarga
pasien
Bidan Uli dan Eka tidak menjalankan sesuai dengan perilaku professional
bidan. Bidan Eka memang bertindak sesuai keahliannya yaitu menyuntikan imunisasi
kepada bayi, tetapi bidan tersebut kurang hati-hati memberikan vaksinasi sehingga
menyebabkan bayi Marwah mengalami pendarahan seusai di imunisasi. Bidan Uli

dan bidan Ekan memiliki moral yang kurang baik karena dalam kasus ini seperti
menggampangkan keluhan klien.
Dapat disimpulkan, bidan Uli dan Eka telah melakukan malpraktik kebidanan
berupa criminal malpractice, civic malpractice dan administrative malpractice.
Criminical malpractice dikarenakan yang bersifat lalai misalnya kurang hati-hati
mengakibatkanluka yang tidak seharusnya terjadi pada pemberian imunisasi,.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau
kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Civic malpractice karena melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan tetapi tidak sempurna dan melakukan apa yang menurut kesepakatannya
tidak seharusnya dilakukan. Administrative malpractice diberikan kepada bidan
sesuai PERMENKES No 1464/MENKES/PER/X/2010 pasal dalam melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik berupa: teguran lisan,
teguran tertulis, pencabutan SIKB/ SIPB untuk sementara paling lama 1 tahun atau
pencabutan SIKB/SIPB selamanya. Menurut UU Kesehatan No 36 tahun 2009 pasal
191 yaitu: setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan yang
menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka
berat, kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Assosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan Indonesia.
(2011). Standar Kompetensi Bidan Indonesia
Kepmenkes/ Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan
Permenkes/ Nomor 1464/Menkes/per/x/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan.
Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Wahyuningsih, H, P.(2008). Etika Profesi Kebidanan. Edisi kelima. Yogyakarta:
Fitramaya.

Vous aimerez peut-être aussi