Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Drowning (tenggelam) didefinisikan sebagai kematian akibat mati
lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan di dalam saluran pernapasan.
Sebenarnya istilah tenggelam harus pula mencakup proses yang terjadi akibat
terbenamnya korban dalam air yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan
mengancam jiwa.2
Tenggelam adalah akibat dari tebenamnya seluruh atau sebagian tubuh
kedalam cairan. Tenggelam merupakan salah satu bentuk kematian asfiksia,
dimana bila pada asfiksia yang lain tidak terjadi perubahan eletrolit dalam
darah, sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada ; baik tenggelam di
air tawar (fresh water drowning) maupun tenggelam dalam air asin (salt water
drowning). 4
B. Insiden
Tenggelam merupakan salah satu masalah besar. Sekitar 4000 orang
tenggelam tiap tahunnya dan 1400 diantaranya adalah anak-anak. Kasus
tenggelam diperkirakan jumlahnya lebih banyak dibandingkan yang ada
dalam data. Beberapa data menyebutkan kasus tenggelam berada di peringkat
kedua penyebab kematian pada usia muda setelah kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan klasifikasi Federal Centers for Disease Control and Prevention
di Atlanta, 10-15% korban masuk dalam kategori dry drowning.3
Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat tahun 2000 di seluruh
dunia ada 400.000 kejadian tenggelam tidak sengaja. Artinya, angka ini
menempati urutan kedua setelah kecelakaan lalu lintas. Bahkan Global
Burden of Disease (GBD) menyatakan bahwa angka tersebut sebenarnya
lebih kecil dibanding seluruh kematian akibat tenggelam yang disebabkan
oleh banjir, kecelakaan angkutan air dan bencana lainnya.3
Diperkirakan, selama tahun 2000, 10 % kematian di seluruh dunia
adalah akibat kecelakaan, dan 8 % akibat tenggelam tidak disengaja
(unintentional) yang sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang.
Dry drowning dikatakan terjadi pada 10-15% dari semua tenggelam.3
Rata-rata angka kematian tenggelam di Afrika adalah 8 kali lebih
tinggi dibanding Amerika dan Australia. Di kedua negara maju tersebut, rata2
rata kematian akibat tenggelam lebih tinggi pada penduduk pribumi daripada
penduduk kulit putih. Sementara itu, di Cina dan India rerata kematian akibat
tenggelam sangat tinggi, yaitu 43% dari seluruh kasus di dunia.3
Dari catatan itu, Afrika menempati posisi terbanyak kasus tenggelam
di dunia. Dan lebih dari sepertiga kasus terjadi di kawasan Pasifik.
Sementara, Amerika merupakan kawasan yang mengalami kasus tenggelam
terendah. Kejadian di negara berkembang lebih tinggi dibanding negara maju.
Tapi di negara berkembang, seperti Indonesia angka kejadiannya belum dapat
diketahui.3
C. Faktor resiko tenggelam
Faktor risiko yang mengakibatkan tenggelam di antaranya termasuk: 5
1. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
2. Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke
bawah)
3. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat, air yang sangat
dalam, terperosok sewaktu berjalan di atas es, ombak besar, dan pusaran
air
4. Terperangkap misalnya setelah peristiwa kapal karam, kecelakaan mobil
yang mengakibatkan mobil tenggelam, serta tubuh yang terbelenggu
pakaian atau perlengkapan
5. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan
minuman beralkohol
6. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
7. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk di
antaranya: infark miokard, epilepsi, atau strok.
8. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,
kekerasan antar anak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran.
D. Mekanisme
Mekanisme kematian pada korban tenggelam: 2
3
1.
2.
3.
4.
5.
mekanisme kematian yang dapat juga terjadi pada tenggelam adalah karena
inhibisi vagal, dan spasme larynx. 4
Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada tenggelam, akan
memberi warna pada pemeriksaan mayat dan pemeriksaan laboratorium.
Dengan kata lain kelainan yang didapatkan pada kasus tenggelam tergantung
dari mekanisme kematiannya. 4
E. Klasifikasi Tenggelam
Adapun klasifikasi tenggelam berdasarkan kondisi paru adalah : 2,6
1. Typical drowning (wet drowning)
Pada typical drowning ditandai dengan adanya hambatan pada
saluran napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh.
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah
korban tenggelam.
Pada kasus wet drowning ada tiga penyebab kematian yang terjadi,
yaitu akibat asfiksia, fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar,
dan edema paru pada kasus tenggelam di air asin.
Tanda yang ditemukan pada typical drowning berupa busa halus
pada saluran napas, emphysema aquosum (emphysema hydroaerique),
adanya benda asing di saluran napas, paru atau lambung, perdarahan di
liang telinga, perdarahan konjungtiva, dan kongesti pembuluh darah vena.
2. Atypical drowning
cukup satu sel darah merah yang dapat melewati pembuluh darah
tersebut. Dinding pembuluh darah juga menjadi tipis yang
memungkinkan oksigen masuk ke dalam darah dan karbondioksida
dikeluarkan dari darah. Pada kasus dry drowning tidak terjadi
pertukaran gas karena tidak adanya oksigen dalam paru. Sedangkan
tekanan negatif yang muncul menyebabkan tertariknya cairan dari
pembuluh darah ke dalam paru sehingga menyebabkan edema paru
dan pasien tenggelam karena cairan tubuhnya sendiri. Pada saat yang
sama, sistem saraf simpatik merespon kondisi spasme pada laring.
Sistem
ini
menyebabkan
vasokonstriksi
yang
mengakibatkan
Air laut
Air Tawar
Basah
Relatif ringan
Bentuk biasa
Krepitasi ada
Busa banyak
kempes
menjadi cekung
Mati dalam 5-10 menit, 20
ml/kgBB
Darah:
Darah:
1. BJ 1,0595 -1,0600
1. BJ 1,055
2. Hipertonik
2. hipotonik
3. hemokonsentrasi dan
3. hemodilusi/hemolisis
edema paru
4. hipokalemia
4. hiperkalemia
5. hiponatremia
5. hipernatremia
6. hiperklorida
6. hipoklorida
Resusitasi aktif
G. Kriteria diagnostik2,6,7
Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti
mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat
ditemukan sudah dalam keaadaan membusuk.
Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah ;
1. Menentukan identitas korban.
Indentifikasi korban ditentukan dengan mmeriksa antara lain :
a. Pakaian dan benda-benda milik korban
b. Warna dan distribusi rambut dan identitas lain
c. Kelainan atau deformitas dan jaringan parut
d. Sidik jari
e. Pemeriksaan gigi
f. Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih
hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari
hasil pemeriksaan.
a. Metode yag memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup
waktu tenggelam ialah pemeriksaan diatom.
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar
elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan
mulai membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang
secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban
tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.
e. Pada beberapa kasus, ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat
menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat
masuk keadalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning.
Pada mayat yang segar, gambaran pasca mati dapat menunjukkan tipe
drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan
9
10
Dalam periode ini bila korban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan
masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.
Pemeriksaan luar Jenazah
1. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan
benda-benda asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh
terbenam dalam air.
2. Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak
pada mulut atau hidung atau keduanya. Terbentuknya busa halus tersebut
dikarenakan masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan merangsang
terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan
surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena adanya upaya
pernapasan yang hebat. Pembusukan akan merusak busa tersebut dan
terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari
darah dan gas pembusukan
3. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang terdapat perdarahan atau
perbendungan.
4. Gambaran kulit angsa atau kutis anserine pada kulit permukaan anterior
tubuh terutama pada ekstremitas akibat kontraksi otot erector pili dapat
terjadi karena rangsang dinginnya air. Gambaran seperti cutis anserine
kadangkala dapat juga akibat rigor mortis pada otot tersebut.
5. Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap.
Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan,
terutama bagian atas tubuh, dan skrotum serta penis pada pria dan labia
mayora pada wanita, kulit telapak tangan dan kaki mengelupas.
6. Washer womans hand, telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan
berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan
biasanya membutuhkan waktu lama.
7. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yan terjadi pada waktu
korban berusaha untuk menyelamatkan diri dengan memegang apa saja
seperti rumput atau benda-benda lain dalam air.
8. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut, dan kaki akibat gesekan pada
benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur pada dasar
11
waktu terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat bendabenda
atau
binatang
dalam
air.
Luka-luka
tersebut
seringkali
12
BAB III
KESIMPULAN
14
napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh sedangkan pada
atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak adanya cairan
dalam saluran napas.
Penentuan diagnosis ditentukan dari pemeriksaan luar, dalam dan
penelusuran korban sebelum meninggal serta riwayat penyakit dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
death.
2005.
Available
from
http://www.medicineNet.com.
4. Idries, Abdul Munim. P edoman Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi
Pertama, @Binarupa Aksara,1997.
5. Derrick J Pounder, University of Dundee, Lecture Notes. Recommended
guidelines
for
uniform
reporting
of
data
from
drowning:
the
Utsteinstyle, 2003.
6. Di Maio D, Di Maio V. Drowning In: Forensic Pathology. New York:
CRC Press; 2004. P 356-365
15
16