Vous êtes sur la page 1sur 26

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN KDS


I.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada
anak tertama pada golongan anak yang berumur 6 bulan sampai 4 tahun.. Pada demam
kejang terjadi pembahasan sekelompok neuron secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu
gangguan kesadaran, gerak, sensori atau memori yang bersifat sementara.
(Aesceulaplus : 2000 )
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif Mansjoer.
2000)
Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989)
Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu
badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston, 1954)
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo, 1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wongs edisi III, 1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga
disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah
5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami
demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi
anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan 5 tahun dan jarang sekali
terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima
tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah,
1997; 229).

Jenis-jenis demam Kejang


a. Kejang Parsial
1. Kejang Persial Sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda-tanda motorik kedutaan pada wajah, tangan atau salah satu sisi
tubuh umumnya gerakan setiap kejang sama
Tanda atau gejala otomik, muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
Somotosenoris atau sensori khusus, mendengar musik, merasa seakan
jatuh dari udara
Gejala psikis, rasa takut
2.

Kejang Parsial Kompleks


Terapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik, mengecap-ngecap
bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan
dan gerakan tangan lainnya
Tatapan terpakau. ( Natsiyah : 2004 )

3.

Kejang Umum.
a) Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan
tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi
lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai
dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik
yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus
yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak
atau kernikterus
b) Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan
fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik
fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk
kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal
pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c) Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan
atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan
tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda

kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG
pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
B. Etiologi
Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:
1. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis media,
gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela,demam berdarah, dan
lain-lain.
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
4. Perubahan cairan dan elektrolit.
5. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus.
Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal
tinggi
Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi
kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak,
tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus
serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38C dan terjadi saat suhu
tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona
L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor
genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme,
trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang
disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden,
2002)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi dan sujono,
2009).
C. Patosifiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl ). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K

ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran
sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

Patways:

D. Tanda dan Gejala


Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal,
atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun
dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis
sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang
yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30
menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat
kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam
kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih
dari 30 menit.
Gejalanya berupa:

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tibatiba)
Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam)
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik)
Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
Lidah atau pipinya tergigit
Gigi atau rahangnya terkatup rapat
Inkontinensia (mengompol)
Gangguan pernafasan
Apneu (henti nafas)
Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang, biasanya:


akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih
terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
mengantuk
linglung (sementara dan sifatnya ringan)
E. Komplikasi
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
a) Kerusakan sel otak
b) Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit
dan bersifat unilateral
c) Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)
F. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak
dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk
pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2.

Pemeriksaan cairan cerebrospinal


Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali
gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang

3.

4.
5.
6.

berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18
bulan.
Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit
:
K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

G. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a) Memonitor demam
b) Menurunkan demam : kompres hangat
c) Segera memberikan oksigen bila terjadi kejang
d) Mengelola antipiretik, antikonvulsan
e) Suctioning
2.

Medis
a) Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang klien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg.
Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu
sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena
tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intra rectal 5 mg (BB
< 10 kg) atau 10 mg (BB> 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapoat diulang
selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis
awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/KgBB/menit. Setelah
pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena
fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital


diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1
tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jam
kemudian berikan feobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 810 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis
4-5 mg/kg BB/hari di bagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat
diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa
dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,
penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8
mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
b) Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang
demam berlangsung lama.
c) Pengobatan profilaksis
Profilaksis intermiten
Diberikan diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diasepam dapat
pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan
10 mg (BB> 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5C. Efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.

Profilaksis terus menerus.


Diberikan untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsy di kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat
digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah
kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria
(termasuk poin 1 dan 2) :
a)Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist
atau perkembangan (missal serebral palsy atau mikrosefal)
b)Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan
neurologist sementara atau menetap.

c)Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
d)Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan pengobatan
jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak
demam dengan diazepam oral atau rtektal tiap 8 jam di samping antipiretik.

II.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa,
sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data
serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan
dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan
lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan
lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data

melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara
(yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa
catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi,
buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
a)Data Subjektif
a) Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b) Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan
kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan
kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung
lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan
apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan
kejang sering timbul.
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang

c)
d)

e)

f)

g)

h)

i)

perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun,


ada paralise, menangis dan sebagainya ?
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA
dan lain-lain.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam
sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat
persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan
( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejangkejang.
Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan
kejang.
Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi
yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan
terjadinya kejang demam.
Riwayat sosial

j)

Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah
yanh mengasuh anak ? Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan
teman sebayanya ?
k) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
l) Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ? Pola kebiasaan dan
fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis ?Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit,
penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ? Makanan
apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ?
Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan
apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
m) Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
b. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubunubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup
atau belum ?.

Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada
gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah
bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus?
Adakah pembesaran lien dan hepar ?

Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tandatanda infeksi ?

B. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b.d viremia, peningkatan metabolik
b. PK : Kejang b.d hipertermi
c. Resiko aspirasi b.d akumulasi secret, muntah, penurunan kesadaran
C. Rencana Keperawatan
No
1.

Diagnosa
Keperawatan
Hipertermi
b.d,
pening-katan
metabolik, viremia

Tujuan

Intervensi

Setelah dilakukan tindak-an Mengatur Demam (3900)


perawatan selama X 24 Monitor suhu sesuai kebutuhan
jam suhu badan pasien Monitor tekanan darah, nadi dan
normal, dengan kriteria :
respirasi

Monitor suhu dan warna kulit


Batasan karakteristik :
Monitor dan laporkan tanda dan gejala
Suhu tubuh > nor- Termoregulasi (0800)
hipertermi
mal
Suhu kulit normal
Suhu badan 35,9C- Anjurkan intake cairan dan nutrisi
Kejang
yang adekuat
Takikardi
37,3C
Ajarkan klien bagaimana
Respirasi Tidak ada sakit kepa-la / 6.
mencegah panas yang tinggi
pusing
meningkat

Berikan antipiretik sesuai advis dokter


Tidak ada nyeri otot
Diraba hangat
Tidak ada perubahan
Kulit memerah
Mengobati Demam (3740)
warna kulit
Nadi, respirasi dalam Monitor suhu sesuai kebutuhan
Monitor IWL
batas normal
Monitor suhu dan warna kulit
Hidrasi adequate
Pasien
menyatakan Monitor tekanan darah, nadi dan
respirasi
nyaman

Monitor derajat penurunan kesadaran


Tidak menggigil
Tidak iritabel / gra- Monitor kemampuan aktivitas
Monitor leukosit, hematokrit, Hb
gapan / kejang

Monitor intake dan output


Monitor adanya aritmia jantung
Dorong peningkatan intake cairan
Berikan cairan intravena
Tingkatkan sirkulasi udara dengan
kipas angin
Dorong atau lakukan oral hygiene
Berikan obat antipiretik untuk
mencegah klien menggigil / kejang
Berikan obat antibiotic untuk
mengobati penyebab demam
Berikan oksigen
Kompres hangat diselangkangan, dahi
dan aksila.
Anjurkan klien untuk tidak memakai
selimut
19. Anjurkan klien memakai baju
berbahan dingin, tipis dan menyerap
keringat

Manajemen Lingkungan (6480)


Berikan ruangan sendiri sesuai
indikasi
Berikan tempat tidur dan kain / linen
yang bersih dan nyaman
Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi (6540)
Anjurkan klien untuk mencuci tangan
sebelum makan
Gunakan sabun untuk mencuci
tangan
Cuci tangan sebelum dan sesudah
me-lakukan kegiatan perawatan klien
Ganti tempat infuse dan bersihkan
sesuai dengan SOP
Berikan perawatan kulit di area yang
odem
Dorong klien untuk cukup istirahat
Lakukan pemasangan infus dengan
teknik aseptik

Anjurkan klien minum antibiotik sesuai


advis dokter
2.

Potensial komplikasi : Setelah dilakukan tindakan Tentukan apa klien merasakan aura
kejang
keperawatan selama ...x 24
sebe-lum awitan aktivitas kejang. Jika
jam perawat akan mengatasi
ya, beri-tahu tindakan pengamanan
dan mengurangi episode
untuk diambil jika aura tersebut
kejang
dirasakan
Bila aktivitas kejang terjadi, observasi
dan dokumentasikan hal berikut :
a.

Bila kejang mulai

b. Jenis gerakan, bagian tubuh yang


terlihat
c. Perubahan ukuran pupil dan
posisi
d. Inkontinensia urine atau feses
e. Durasi
f.

Ketidaksadaran (durasi) perilaku


setelah kejang , kelemahan,
paralisis setelah kejang, tidur
setelah kejang (periode pascataktile) (progresi aktivitas kejang
dapat
membantu
dalam
mengidentifikasi fokus anatomik
dari kejang)

Berikan privasi selama dan sesudah


aktivitas kejang
Selama aktivitas kejang, lakukan
tindakan untuk menjamin ventilasi
adekuat
(misal-nya
dengan
melepaskan pakaian). Jangan coba
memaksa jalan napas atau spatel lidah masuk pada gigi yang mengatup.
(ge-rakan tonik / klonik kuat dapat

menye-babkan sumbatan jalan napas.


Pemasukan jalan napas paksa dapat
menyebabkan cidera)
Selama aktivitas kejang, bantu
gerakan secara hati-hati untuk
mencegah cidera. Jangan coba
membatasi gerakan. (restrain fisik
dapat mengakibatkan trauma pada
muskuloskeletal)
Bila kejang terjadi saat klien sedang
du-duk, bantu turunkan klien ke lantai
dan tempatkan sesuatu yang lunak
dibawah kepalanya. (tindakan ini akan
membantu mencegah trauma)
Jika kejang telah teratasi letakkan
klien pada posisi miring. (posisi ini
membantu mencegah aspirasi sekret)
Biarkan individu tidur setelah periode
ke-jang, orientasi lagi setelah bangun.
(indi-vidu ini akan mengalami
amnesia, orient-tasi ulang akan
membantu klien untuk memperoleh
rasa kontrol dan dapat menu-runkan
ansietas)
Jika orang tersebut berlanjut
mengalami kejang umum, lapor dokter
dan awali tin-dakan :
a. Pertahankan jalan napas
b. Penghisapan jika diperlukan
c. Berikan oksigen melalui kanul
nasal
d. Awali untuk pemberian infus

Pertahankan tempat tidur pada posisi


rendah dengan pagar tempat tidur
terpa-sang serta lapisi pagar tempat
tidur de-ngan kain (sebagai tindakan

3.

Resiko aspirasi b.d


aku-mulasi
sekret,
muntah, penurunan
kesadaran

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama x 24
jam klien tidak mengalami
aspirasi, dengan kriteria :

Faktor Resiko :
Penurunan reflek
ba-tuk dan gag
reflek
Ngt
Penurunan
kesadaran
Gangguan
menelan
Produksi secret
me-ningkat
Dispneu

Respiratory
status
:
ventilation (0403)
Respirasi dalam rentang
normal
Ritme
dalam
batas
normal
Ekspansi dada simetris
Tidak ada sputum
Tidak ada penggunaan
otot-otot tambahan
Tidak ada retraksi dada
Tidak ditemukan dispneu
Dispneu saat aktivitas tidak ditemukan
Napas pendek-pendek tidak ditemukan
Tidak ditemukan taktil
fremitus
Tidak ditemukan suara
napas tambahan
Respiratory status : gas
ekchange (0402)
Status mental dalam
batas normal
Bernapas dengan mudah
Gelisah tidak ditemukan
Tida ada sianosis
Tidak ada somnolent

hati-hati un-tuk mencegah bahaya


jatuh atau trauma)
Jika kondisi klien kronis, evaluasi
kebu-tuhan
penyuluhan
tehnik
penatalaksanaan diri sendiri
Memonitor Respirasi (3350)
Monitor rata-rata, ritme, kedalaman,
dan usaha napas
Catat gerakan dada apakah simetris,
ada penggunaan otot tambahan, dan
retraksi
Monitor crowing, suara ngorok
Monitor pola napas : bradipneu,
takipneu, kusmaull, apnoe
Dengarkan suara napas : catat area
yang ventilasinya menurun / tidak ada
dan catat adanya suara tambahan
K/p suction dengan mendengarkan
suara ronkhi atau krakles
Monitor peningkatan gelisah, cemas,
air hunger
Monitor kemampuan klien untuk batuk
efektif
Catat karakteristik dan durasi batuk
Monitor secret di saluran napas
Monitor adanya krepitasi
Monitor hasil roentgen thorak
Bebaskan jalan napas dengan chin lift
atau jaw thrust bila perlu
Resusitasi bila perlu
Berikan terapi pengobatan sesuai
advis (oral, injeksi, atau terapi
inhalasi)
Membersihkan Jalan Nafas (3160)
Pastikan kebutuhan suctioning
Auskultasi suara napas sebelum dan
sesudah suctioning
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
Meminta klien napas dalam sebelum

suctioning
Berikan oksigen dengan kanul nasal
untuk memfasilitasi suctioning nasotrakheal
Gunakan alat yang steril setiap
melakukan tindakan
Anjurkan klien napas dalam dan
istirahat setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakheal
Monitor status oksigen pasien
Hentikan suction apabila klien menunjukkan bradikardi

Manajemen Jalan Nafas ( 3140)


Buka jalan napas, gunakan teknik chin
lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan napas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Keluarkan secret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara napas , catat adanya
suara nafas tambahan
Kolaborasi pemberian bronkodilator
bila perlu
Monitor respirasi dan status oksigen
Mencegah Aspirasi (3200)
Monitor tingkat kesadaran, reflek
batuk, gag reflek dan kemampuan
menelan.
Monitor status paru-paru
Pertahankan airway
Alat suction siap pakai, tempatkan
disamping bed, dan suction sebelum
makan
Beri makanan dalam jumlah kecil
Pasang NGT bila perlu

Cek posisi NGT sebelum memberikan makan


Cek residu sebelum memberikan
makan
Hindari pemberian makanan jika
residu banyak
Libatkan keluarga selama pemberian
makan
Potong makanan menjadi kecil-kecil
Mintakan obat dalam bentuk sirup
Puyer pil sebelum diberikan
Jaga posisi kepala klien elevasi 30-40
selama dan setelah pemberian makan
Anjurkan / atur posisi klien semi
fowler atau fowler ketika makan
K/p per sonde atau drip feeding
Cek apakah makanan mudah di telan
Mengatur posisi (0840)
Miringkan kepala bila kejang untuk
mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.

Risiko injuri / cedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan


b.d. adanya kejang, keperawatan selama X 24 Diskusikan tentang upaya-upaya
hipoksia jaringan
jam tidak terjadi cidera,
mencegah
cedera,
seperti
dengan criteria :
lingkungan yang aman untuk klien,
menghindarkan lingkungan yang
Status neurologist
berbahaya (misalnya memindahkan
Fungsi neurologi: sadar,
perabotan)

Memasang pengaman tempat tidur


kontrol gerakan pusat,
fungsi
motorik
atau Memberikan penerangan yang cukup
keluarga
untuk
sensorik otak dalam Menganjurkan
menemani klien
batas yang diharapkan.

Memindahkan barang-barang yang


Dapat berkomunikasi
dapat membahayakan
Ukuran pupil dalam batas

Bersama tim kesehatan lain, berikan


normal
penjelasan pada klien dan keluarga
Pupil reaktif
Pola gerakan mata
adanya perubahan status kesehatan
Tak ada kejang

Tak ada sakit kepala


Manajemen kejang
Pola nafas dalam batas Tunjukkan gerakan yang dapat
normal.
mencegah injury / cidera.
Pola istirahat tidur ter- Monitor hubungan antara kepala dan
cukupi
mata selama kejang.
Longgarkan pakaian klien
Temani klien selama kejang
Kontrol Resiko
Mengakui adanya risiko
Mengatur airway
Monitor faktor risiko Berikan oksigen bila perlu
lingkungan.
Berikan terapi iv line bila perlu
Mengembangkan strategi Monitor status neurology
kontrol risiko yang efektif. Monitor vital sign
Menghindari
eksposur Orientasikan kembali klien setelah
yang mengancam kesekejang

Laporkan lamanya kejang


hatan.
Mengenali
perubahan Laporkan karakteristik kejang: bagian
sta-tus kesehatan
tubuh yang terlibat, aktivitas motorik,
dan pening-katan kejang.
Dokumentasikan informasi tentang
kejang
Kelola medikasi (kolaborasi)
Kelola anti kejang (kolaborasi) bila
diperlukan.
Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila
perlu
Monitor lama periode postictal dan
karak-teristiknya
Pencegahan kejang
Sediakan tempat tidur yang bisa
diatur rendah-tinggi, bila perlu.
Temani klien selama melakukan
aktivitas diluar rumah sakit, bila perlu
Monitor regimen terapi
Monitor
pemenuhan
medikasi
antiepilepsi.
Instruksikan keluarga / orang terdekat
untuk melaporkan medikasi dan
aktivitas kejang yang terjadi.
Ajarkan pada klien tentang medikasi

Perfusi
jaringan
serebral tak efektif
b.d.
hipovolemia,
gangguan aliran vena
dan arteri.

dan efek sampingnya.


Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila
perlu
Sediakan
suction,
ambubag,
nasopharyngeal airway disamping
tempat tidur.
Pasang side rail tempat tidur.
Ajarkan orang tua untuk mengenali
faktor pemicu.

Setelah dilakukan tindakan Peningkatan perfusi cerebral :


keperawatan selama X 24 Mengkonsultasikan dengan dokter
jam perfusi jaringan serebral
untuk
menentukan
parameter
efektif, dengan criteria :
hemodinamik (volume perfusi darah,
nadi,
respirasi,
kesadaran,
Perfusi jaringan cerebral
perdarahan),
dan
mengelola
parameter tersebut dalam batas
Fungsi neurology
normal
Tekanan intrakranial da- Kelola / kolaborasi obat vasoaktif,
lam batas normal
untuk mengatur hemodinamik
Tak ada sakit kepala
Monitor
prothrombin,
partial
Tak ada bunyi bruit
thromboplastin.
carotis
Atur serum glukosa dalam batas
Tak gelisah
normal
Tak ada agitasi
Jaga hematokrit pada rentang 33%
Tak ada muntah
untuk terapi hemodilusi hipervolemia.
Tak ada sinkope
Monitor tanda perdarahan, status
neurologi-kesadaran
Status
neurology
: Monitor tanda overload cairan.
kesadaran
Monitor intake dan out put
Membuka mata terhadap
stimulasi eksternal
Monitoring Neurologik :
Orientasi cognitif
Monitor ukuran pupil, bentuk,
Komunikasi sesuai situasi
kesimetrisan, dan reaktivitas.
Mematuhi perintah
Monitor tingkat kesadaran
Berespon
(gerak) Monitor tingkat orientasi
terhadap stimulus yang Monitor PCS
berbahaya (nyeri).
Monitor memori saat ini, rentang
Mengikuti
terhadap
perhatian, memori masa lalu, mood,
stimulus dari lingkungan
perasaan/emosi, tingkah laku.
Tak ada kejang
Monitor vital sign suhu, tekanan

6.

Kecemasan
(orang
tua,
anak)
b.d.
ancaman perubahan
status
kese-hatan,
krisis situasional

darah, nadi, respirasi.


Monitor status respirasi (kedalaman,
pola, usaha untuk bernafas)
Monitor refleks kornea
Monitor refleks batuk dan refleks
muntah
Monitor tonus otot, gerakan motorik.
Monitor adanya tremor
Monitor gangguan visual: diplopia,
nistagmus, pemendekan lapang
pandang, aktivitas visual
Monitor karakteristik bicara: lancar,
aphasia, kesulitan menemukan katakata.
Monitor respon terhadap stimulus:
verbal, taktil, stimulus berbahaya.
Monitor adanya parestesia
Monitor refleks babinski, respon
cushing

Setelah dilakukan tindakan Menurunkan Cemas


keperawatan selama X 24 Gunakan pendekatan dengan konsep
jam kecemasan orang tua
atraumatik care
berkurang / hilang, dengan Jangan memberikan jaminan tentang
prognosis penyakit
criteria :
Jelaskan semua prosedur dan
dengarkan keluhan klien/keluarga
Mengotrol cemas

Pahami harapan pasien/keluarga


Klien/keluarga
mampu
dalam situasi stres
mengidentifikasi
dan
pasien/keluarga
untuk
mengungkapkan gejala Temani
memberikan
keamanan
dan
cemas.
mengurangi takut
Mengidentifikasi,

Bersama tim kesehatan, berikan


mengungkapkan,
dan
informasi
mengenai diagnosis,
menunjukkan teknik untuk
tindakan prognosis
mengontrol cemas

Anjurkan keluarga untuk menemani


Vital sign (TD, nadi,
anak dalam pelaksanaan tindakan
respirasi) dalam batas
keperawatan
normal
Postur tubuh, ekspresi Lakukan massage pada leher dan
punggung, bila lperlu
wajah, bahasa tubuh, dan
Bantu pasien mengenal penyebab
tingkat
aktivitas

menunjukkan
kecemasan
Dorong pasien/keluarga
untuk
berkurangnya
mengungkapkan perasaan, ketakutan,
kecemasan.
Menunjukkan
persepsi tentang penyakit
pasien/keluarga
peningkatan konsentrasi Instruksikan
menggunakan teknik relaksasi (sepert
dan
akurasi
dalam
tarik napas dalam, distraksi, dll)
berpikir
Kolaborasi pemberian obat untuk
mengurangi kecemasan
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan tindakan yang telah disusun setiap
tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar
tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu cara pendekatan kepada klien efektif, teknik komunikasi terapi serta
penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu
independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau
tenaga kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan dengan tindakan
pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah tindakan keperwatan
yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga
kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter, keterampilan yang harus
perawat punya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kongnitif dan sifat
psikomotor.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah
masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul
masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaituevaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan. Sedangkan, evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.
F. Discharge Planning
Orangtua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa yang menakutkan.
Kecemasan ini dapat dikurangi dengan antara lain:
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

b. Memberitahukan cara penanganan kejang


c. Memberi informasi tentang risiko kejang berulang
d. Pemberian obat pencegahan memang efektif, tetapi harus diingat risiko efek samping
obat
Jika anak kejang, lakukan hal berikut :
a. Tetap tenang dan tidak panik
b. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama sekitar leher
c. Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah tergigit, jangan
masukkan apapun ke dalam mulut.
d. Ukur suhu tubuh, catat lama dan bentuk/sifat kejang
e. Tetap bersama anak selama kejang
f. Berikan diazepam per rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti.
g. Bawa ke tenaga kesehatan atau rumahsakit jika kejang berlangsung 5 menit.

III.

DAFTAR PUSTAKA
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 2012-2014/Editor,T.
Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.
Lumbantobing SM, .1995. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru
Lynda Juall C, 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Penerjemah Monica Ester.
Jakarta: EGC
Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made. Jakarta:
EGC
Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta: PT. Sagung Seto
Rendle John. 1999. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi ke 6. Jakarta: Binapura Aksara
Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC
Santosa NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta: Depkes RI
Santosa NI, 1993. Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Suharso Darto. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Universitas Airlangga
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada
Anak. Surabaya: PERKANI
Wahidiyat Iskandar. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: PERKANI
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku Kedokteran
I Putu Juniartha Semara Putra

Vous aimerez peut-être aussi