Vous êtes sur la page 1sur 8

askep malaria

A. Konsep Dasar Malaria


1. Definisi
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus
plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies
plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus
plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
2. Anatomi Fisiologi Sel Darah
Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang
diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi,
mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun
yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
3. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu,
a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/
vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang
cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum
(demam tiap 24-48 jam).
c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam
tiap hari empat).
d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di
Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan
tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya.
Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium
malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).
4. Patofisiologi
Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan
hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama mungkin
berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang
mengandung parasit pada endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang
dapat tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat
dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso-eritrositik mungkin dapat

menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sprozoit dan gametosit tidak menimbulkan
perubahan patofisiologik.(9,13)
Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai
berikut
Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrosit yang
mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang mengandung parasit dan yang
tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan
hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat
mengakibatkan gagal ginjal.
Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu
makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang rupanya
menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan malaria. Endotoksin tidak
terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga saluran pencernaan dan parasit
malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin,
ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan
sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit
pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory Disease Sindrom) dengan sekuestrasi
sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan P. falciparum in vitro
dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endothelium kapiler.
Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung
dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P. falciparum
dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung
antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit
yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam organ tubuh, sehingga
skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang
terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang
membendung kapiler dalam organ tubuh.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi lebih permeabel)
dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat
menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan
tersebut.
5. Manifestasi klinik
Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain :
- Malaria tertiana
Disebabkan oleh plasmodium vivax. Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodormal
berupa: sakit kepala, sakit punggung, mual, malaise umum. Demam tidak teratur pada 2-4 hari
pertama, tetapi kemudian menjadi intermitten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore
hari, dimana suhu meninggi kemudian turun menjadi normal.
- Malaria quartana atau Malaria malariae

Disebabkan oleh plasmodium malariae. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari.
Perjalanan penyakitnya tidak terlalu berat
- Malaria tropika atau Malaria serebral
Disebabkan oleh plasmodium falciparum. Penyakit ini merupakan spesies yang paling berbahaya
karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Demam tidak teratur, disertai gejala
terkenanya otak, koma, dan kematian mendadak.
- Malaria ovale
Disebabkan oleh plasmodium ovale. Gejalanya mirip dengan malaria vivax, serangannya sama
hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang.
Perjalanan penyakit malaria terdapat serangan demam yang disertai oleh gejala lain diselingi
oleh periode bebas penyakit. Gejala khas demamnya adalah periodisitasnya masa tunas intrinsik
pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala
demam, biasanya berlangsung antara 8-38 hari, tergantung pada spesies parasit. (terpendek untuk
P. Falciparum, terpanjang untuk P. malariae), pada beratnya infeksi dan pada pengobatan
sebelumnya atau derajat resistensi hospes. Disamping itu juga tergantung pada cara infeksi, yang
mungkin disebabkan oleh tusukan nyamuk atau secara induksi, misalnya melalui transfusi darah
yang mengandung stadium aseksual.
Masa prepaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah
untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (Microscopic
threshold).
Periode laten klinis, yaitu bila infeksi malaria tidak menunjukkan gejala diantara serangan
pertama dan relaps, walaupun mungkin ada parasitemia dan gejala lain seperti splenomegali.
Periode laten parasit terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium
ekso-eritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.
Demam. Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya
sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi).
Pada malaria vivax dan ovale (tersiana), skizon setiap Brood (kelompok) menjadi matang setiap
48 jam sehingga periodisitas demamnya bersifat tersiana. Pada malaria kuartana yang disebabkan
oleh P. malariae hal ini terjadi dengan interval 72 jam. Masa tunas intrinsik parasit malaria yang
ditularkan oleh nyamuk kepada manusia adalah 12 hari untuk malaria falciparum, 13-17 hari
untuk malaria vivax dan ovale dan 28-30 hari untuk malaria malariae (terlama). Masa tunas
intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama (first attack).
Serangan demam yang khas terdiri 3 stadium :
a. Stadium frigonia (menggigil)
Dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil. Penderita menutupi badannya
dengan baju tebal dan dengan selimut. Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya
menjadi biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai dengan muntah. Pada anak
sering disertai kajang-kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium akme (puncak demam)
Dimulai pada saat perasaan dingin sekali berulang menjadi panas sekali. Muka menjadi merah,

kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat. Biasanya ada mual dan
muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 41C
(106F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2-6 jam.
c. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun)
Dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah, suhu turun
dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur
nyenyak dan waktu bangun, merasa lemas tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
Tiap serangan terdiri atas beberapa serangan demam yang timbulnya secara periodik, bersamaan
dengan sporulasi (sinkron). Timbulnya demam juga bergantung kepada jumlah parasit (pyrogenic
level, fever threshold). Berat infeksi pada seseorang ditentukan dengan hitung parasit (parasit
count) pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermitten (febris intermitens), dapat juga
remiten (febris remittens) atau terus menerus (febris kontinous).(7,8,11)
Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal, yaitu: sakit kepala, tidak
nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah diikuti dengan masa bebas gejala
dimana penderita merasa sehat seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala
seperti di atas akan berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang. Serangan ini makin
lama makin berkurang beratnya karena tubuh menyesuaikan diri dengan adanya parasit dalam
badan dan karena adanya respon imun hospes.
Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan spesies penyebab penyakit malaria ini. Serangan
demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam setelah itu terjadi
stadium apireksia. Gejala infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama disebut Relaps.
Relaps dapat bersifat :
a. Rekrudensi (short term relapse)
Yaitu timbul karena parasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak. Timbul 8 minggu setelah
penyakit sembuh.
b. Rekurensi (long term relapse)
Karena parasit siklus ekso-eritrosit masuk ke dalam darah dan menjadi banyak. Biasanya timbul
kira-kira 6 bulan (24 minggu) atau lebih setelah sembuh.
Splenomegali. Pembesaran limpa merupakan gejala klinis terutama pada malaria menahun.
Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah
berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam
kapiler dan sinosoid. Eritrosit yang tampaknya normal dan yang mengandung parasit dan butirbutir hemozin tampak dalam histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid. Pigmen tampak bebas atau
dalam sel fagosit raksasa hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang trombus dalam kapiler
dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria menahun jaringan ikat makin
bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras.
Anemia. Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang
menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falciparum dengan penghancuran
eritrosit yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada malaria adalah
hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara
mendadak.

Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :


1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di
dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peranan.
2. Reduced survival time, eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup
lama.
3. Diseritropoesis, bagian dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam
sumsum tulang; retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.
4. Derajat fagositis RES meningkat, sehingga akibatnya banyak eritrosit yang hancur.
Sumbatan-sumbatan pada pembuluih kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan organ yang
sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan sebagainya. Pada malaria
berat, gejala dapat memperlihatkan adanya gangguan kesadaran, kejang-kejang, diare sampai
kehilangan kesadaran.
Malaria pada anak-anak. Anak-anak penderita malaria dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
mereka yang sebelumnya tanpa kontak (dimana tidak ada atau sedikit imunitas terhadap penyakit
dan akan mengalami sakit berat kecuali diobati), dan anak-anak dengan infeksi-infeksi malaria
berulang sejak lahir yang dapat bertahan pada awal masa kanak-kanak dan mencapai derajat
toleransi tinggi pada sekitar usia 10 tahun, meskipun pertumbuhan dan perkembangannya dapat
mengalami gangguan.
Pada anak-anak yang tidak imun, tanda-tanda klinis biasanya tampak 8-15 hari setelah infeksi.
Dapat diobservasi adanya perubahan-perubahan tingkah laku seperti perasaan sedih, anoreksia,
menangis tidak sebagaimana biasanya, perasaan mengantuk secara lambat, kemungkinan demam
tidak ditemukan atau meningkat secara lambat selama 1-2 hari atau awitan dapat mendadak
dengan peningkatan suhu tubuh hingga 40 C (105 F) atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala
menggigil prodromal. Paroksismal demam dapat demikian pendek atau dapat berlangsung
selama 2-12 jam. Pola karakteristik biasanya tidak jelas pada anak kurang dari 5 tahun. Keluhankeluhannya terdapat nyeri kepala, mual, muntah, nyeri umum terutama punggung serta kadangkadang nyeri pada abdomen jika limpa membesar dengan cepat serta nyeri tekan.
Pada infeksi-infeksi vivax dan kuartana yang didominasi oleh satu brood, demam merupakan
manifestasi karakteristik yang terjadi dalam interval 48 jam pada keadaan pertama dan 72 jam
pada keadaan terakhir. Bila terjadi kejang, maka biasanya akan mereda jika demam turun. Tidak
jarang, terjadi lesi-lesi herpes pada mulut. Hitung jenis eritrosit dan kadar hemoglobin dapat
menurun dengan cepat; leukopenia bervariasi tetapi monositosis sering terjadi.
Pada infeksi-infeksi falciparum, demam kurang karakteristik bahkan dapat terus menerus, dapat
ditutupi oleh manifestasi berat yang berkaitan dengan sistem otak, paru, usus atau saluran kemih.
Penyulit-penyulit otak dibuktikan dengan adanya kejang atau koma dan cairan serebrospinal
normal (kecuali dibarengi pula oleh infeksi bakteri atau virus pada SSP). Mual dan muntah yang
menetap, hati yang membesar dan keras, dan ikterus progresif dapat berlanjut menjadi kegagalan
hati. Terjadi diare berat atau kadang-kadang dapat menyerupai tanda-tanda appendisitis akut.
Limpa umumnya lebih membesar pada infeksi P. vivax daripada infeksi P. falciparum,
kemungkinan terjadi perisplenitis, infark dan bahkan ruptura limpa dan setelah seranganserangan berulang, limpa dapat menjadi sangat besar dan keras. Splenomegali Idiopatis (yang

disebut sebagai penyakit limpa besar di Afrika) merupakan respon imun yang abnormal terhadap
P. malariae. Pada anak-anak yang mengalami malnutrisi di negara-negara berkembang,
pembesaran limpa disertai infiltrasi sinusoid-sinusoid hati dan peningkatan titer antibodi
fluoresen malaria dengan atau tanpa parasitemia.
6. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam
penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan
sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan
untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis
definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah
penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan
diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara
pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik
yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode
berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan
cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume
3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
4)Identifikasi spesies plasmodium
5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya
digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine
orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik
pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi
acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat
sebagai instrumen hitung parasit.

c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit
plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium
teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim
immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium
dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan
eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
7. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat diberikan
sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya
gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari
serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi atau penularan bila obat
digunakan terhadap gametosit dalam darah
Program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu :
1. Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala
klinis malaria dan mencegah penyebaran
2. Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps jangka panjang
3. Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria secara teratur.
Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat terjadi wabah.
Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain(11,15) :
1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu proguanil, pirimetamin
2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu primakuin
3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan amodiakuin
4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh
bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan
amidokuin
5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoid dalam
nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
Terapi Non Farmakologi
The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut untuk
membantu mencegah merebaknya malaria:

Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur


Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat
Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang bisa
menjadi sarang nyamuk
8. Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
penyakit malaria adalah :
a. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila
dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau
setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran,
kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
b. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl.
Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal
diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan
kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.

c. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan
meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya
disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
d. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun

Vous aimerez peut-être aussi