Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB V

PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas dan menjelaskan tentang makna hasil penelitian serta
membandingkannya dengan teori dan penelitian yang terkait, mendiskusikan hasil penelitian
yang telah diuraikan pada bab hasil penelitian, menjelaskan keterbatasan penelitian serta
implikasi penelitian ini untuk ranah keperawatan. Sesuai dengan tujuan utama penelitian dan
hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini, maka bab pembahasan diarahkan untuk
membahas variabel independen yaitu skor nyeri pasien kanker pre dan post intervensi
mendengarkan musik mozart.
5.1 Gambaran Umum Responden
Penelitian ini menggunakan sampel 10 orang pasien di ruang 27 dan 28 yang
terdiagnosa kanker yang mengalami nyeri, mendapatkan skor NRS (Numeric Rating
Scale) 1-6, tidak mendapatkan anti nyeri, dan kooperatif selama penelitian. Dalam
penelitian ini, responden penelitian didominasi oleh penderita kanker NHL yaitu sebanyak
3 responden ( 30%) dari keseluruhan responden. Sedangkan sisanya terdiagnosa kanker
payudara (2 orang), kanker nasofaring, kanker sekum, kanker cavum, kanker bronko dan
kanker laring masing-masing berjumlah 1 orang. Seluruh responden telah terdiagnosa
kanker lebih dari 6 bulan
Dalam penelitian ini, jenis kanker bukan menjadi kriteria inklusi penelitian.
Karakteristik nyeri pada pasien kanker mungkin saja berbeda, tergantung pada jenis
kanker. Cancer Research UK ( 2015) menyatakan bahwa nyeri akibat kanker dapat
bervariasi bergantung pada jenis kanker, letak kanker, tahapan kanker, dan apakah
kanker telah menyebaban kerusakan sistem saraf atau tidak. Selain itu nyeri kanker juga
dapat diperburuk oleh faktor psikologis seperti takut, ansietas, dan depresi. Meski
demikian, kembali pada definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study
of Pain, nyeri diartikan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosi yang tidak

menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial.


Nyeri sifatnya sangat subjektif dan individual, dapat bervariasi antara individu satu dengan
yang lain (Craig, 2009). Hal ini berarti, meskipun berbeda diagnosa kanker, akan tetapi
dampak yang diakibatkan sebagian besar sama. Dampak nyeri diantaranya berupa
respon fisiologis, respon perilaku, respon metabolik dan respon psikologis.
Secara umum dijelaskan dalam cancer research UK, bahwa sebagian besar
nyeri kanker diakibatkan oleh massa yang mendesak tulang, saraf, ataupun organ lain
disekitarnya. Kadangkala, nyeri berhubungan juga dengan pengobatan kanker seperti
efek samping kemoterapi yang dapat menyebabkan sensasi kebas atau geli hingga rasa
terbakar pada area injeksi. Contoh lain adaah efek samping radioterapi yang dapat
menyebabkan iritasi kulit (Cancer Research UK, 2015).
Nyeri pada pasien kanker dapat berupa akut atau kronis. Nyeri akut biasanya
disebabkan oleh cedera jaringan dan berlangsung dalam waktu singkat. Nyeri kronis
diakibatkan oleh perubahan sistem saraf akibat kanker yang menekan sistem saraf,
kanker memproduksi substansi kimia yang dapat merusak saraf penderita, maupun efek
dari pengobatan kanker itu sendiri. Nyeri kronis ini berlangsung lama atau persisten dan
dapat bervariasi dari intensitas sedang hingga berat. Nyeri kronis biasanya sulit ditangani,
akan tetapi beberapa antinyeri baik farmakologis maupun non farmakologis dapat
mengurangi intensitasnya secara baik (Cancer Research UK, 2015).
Dampak negatif yang muncul akibat nyeri kanker dapat berupa respon tubuh
pada setiap aspek fisik maupun psikologis. Respon fisik dari nyeri kanker berkaitan
dengan perubahan fisiologis dari kondisi normal (Wong, Perry & Hockenberry, 2002).
Respon fisik sebagai hasil dari kerusakan jaringan terbagi menjadi dua, yaitu stimulasi
simpatik dan stimulasi parasimpatik. Pada nyeri yang kualitasnya ringan, moderat dan
superfisial terjadi stimulasi simpatik. Respon yang ditunjukkan diantaranya adalah dilatasi
saluran bronkial dan peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan denyut jantung,
penyempitan pembuluh darah perifer, peningkatan gula darah, peningkatan tekanan

darah, diaphoresis, peningkatan ketegangan otot, dilatasi pupil serta penurunan mobilitas
saluran cerna.
Adapun stimulasi parasimpatik terjadi pada nyeri yang berat dan dalam, disertai
respon seperti muka pucat, otot menjadi mengeras, penurunan denyut jantung dan
tekanan darah, nafas cepat dan tidak teratur, nausea dan vomitus serta kelelahan dan
keletihan (Potter & Perry, 2005). Frank & Gregory (1993) menemukan terjadi peningkatan
tekanan intrakranial, tonus vagal, dan peningkatan saturasi oksigen selama stimulus nyeri
pada bayi. Penelitian terkini oleh Stevens et al (2009) menyatakan bahwa dari semua
respon fisiologis yang terjadi, frekuensi denyut jantung dan saturasi oksigen merupakan
indikator utama dalam yang dapat dikaji sebagai respon terhadap nyeri.
Respon psikologis diantaranya adalah timbulnya depresi, marah dan fatique
(Watson & Coyne, 2003; Yezierski, Radison, Vanderah, 2004, dalam Smeltzer et al, 2008).
Pasien dengan nyeri kronik sering mengalami hambatan dalam melaksanakan
aktivitasnya sehari-hari bahkan untuk perawatan diri seperti makan, mandi dan
berpakaian, selain itu dapat pula terjadi penurunan dalam hubungan interpersonal mereka
(Smeltzer et al., 2008).
Dalam penelitian ini, responden yang terlibat berada pada usia dewasa awal
hingga dewasa akhir dan didominasi oleh usia dewasa tengah yaitu usia 41 hingga 60
tahun dan disusul oleh usia dwasa akhir (>60 tahun). Hal ini tidak jauh berbeda dengan
data dari NCIs Surveillance, Epidemiology, and End Results program (tahun 2007-2011),
yang menyatakan bahwa usia pertengahan (median age) penderita kanker terbanyak
berada pada rentang usia 66 tahun. Artinya, setengah kasus kanker dialami oleh usia di
bawah 66 tahun, dan setengah kasus kanker dialami oleh usia di atas 66 tahun (National
Cancer Institutes, 2015). Usia merupakan salah satu faktor risiko berkembangnya kanker.
Semakin bertambahnya usia sesorang, maka risiko terkena kanke juga meningkat
berhubungan dengan kondisi sakit kronis, terpapar bahan karsinogenik, dan gaya hidup
tidak sehat yang dapat meningkatkan peluang terkena kanker. Sebaliknya, merubah gaya

hidup ke arah pencegahan kanker akan menurunkan risiko terkena kanker itu sendiri
(White, et al., 2014).
5.2 Skor Nyeri Pre Intervensi Mendengarkan Musik Mozart
Pengukuran tingkat nyeri pada penelitian ini menggunakan instrumen NRS
(Numerik Rating Scale). Hasil penelitian terhadap responden sebelum dilakukan
intervensi mendengarkan musik mozart didapatkan bahwa sebagian besar responden
mengalami nyeri dengan intensitas ringan (skor 1-3) dan sisanya mengalami nyeri dengan
intensitas sedang (skor 4-6). Tidak ada responden yang mengalami nyeri dengan
intensitas berat skor 7-10). Hal ini dapat terjadi karena seluruh responden berada pada
usia dewasa.
Berdasarkan penelitian oleh Kozier dan Erb (2009), toleransi nyeri terlihat
meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Umur merupakan variabel penting yang
mempengaruhi reaksi maupun ekspresi

pasien terhadap nyeri, dimana perbedaan

perkembangan yang ditentukan dianatara kelompok umur dapat mempengaruhi


bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Selain itu, hal ini dapat terjadi karena lama
responden menderita kanker yaitu tergolong pada kasus kronis. Penelitian yang dilakukan
oleh Saryono & Widianti (2010) menunjukkan bahwa pengalaman nyeri akan lebih
menguntungkan

karena

pasien

telah

terbentuk

mekanisme

koping

yang

baik

dibandingkan orang yang belum pernah mengalami nyeri sebelumnya.


5.3 Skor Nyeri Setelah Diberikan Intervensi Musik Mozart
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor nyeri setelah dilakukan intervensi
mendengarkan musik mozart

pada pasien kanker mayoritas dalam intensitas ringan

(90%) meningkat 10% dibandingkan sebelum intervensi. Sementara itu, terdapat 1


responden yang melaporkan tidak nyeri setelah dilakukan intervensi. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Endarto (2011). Ia menemukan bahwa
intensitas nyeri pada psien kanker menurun setelah pemberian terapi musik Mozart
selama 15-20 menit (Endarto, 2011).

Pernyataan lain dari Schou 2008 dalam Mahanani (2013) bahwa efek terapi musik
klasik pada nyeri adalah distraksi pikiran tentang nyeri, menurunkan kecemasan,
menstimulasi ritme nafas lebih teratur, menurunkan ketegangan tubuh, memberikan
gambaran positif pada visual imageri dan meningkatkan mood yang positif. Terapi musik
dapat mendorong perilaku kesehatan yang positif, mendorong kemajuan pasien selama
masa pengobatan dan pemulihan. Dr John Diamond dan Dr David Nobel telah melakukan
riset mengenai efek dari musik terhadap tubuh manusia dimana mereka menyimpulkan
bahwa jenis musik yang kita dengar sesuai dan dapat diterima oleh tubuh manusia, maka
tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan sejenis hormon (serotonin ) yang dapat
menimbulkan rasa nikmat dan senang sehingga tubuh akan menjadi lebih kuat (dengan
meningkatnya sistem kekebalan tubuh) dan membuat kita menjadi lebih sehat (Eka 2009).
Musik dan nyeri mempunyai persamaan, keduanya bisa digolongkan sebagai input
sensor dan output. Sensori input yaitu ketika musik mulai terdengar, sinyal musik akan
dikirim ke otak saat rasa sakit mulai dirasakan. Jika getaran musik dapat dibawa kedalam
resonansi dekat dengan getaran rasa sakit, maka outputnya adalah persepsi di dalam
psikologisnya dari rasa nyeri akan hilang (Harefa, Manurung, dan Nainggolan 2010).
Hasil tersebut menunjukan bahwa setelah pemberian terapi musik maka nyeri
responden mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Purwanto (2012)
bahwa terapi musik mempunyai tujuan membantu mengekspresikan perasaan, membantu
rehabilitasi fisik, memberikan pengaruh positif terhadap kondisi suasanan hati dan emosi,
meningkatkan memori serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan
membangun kedekatan emosional, dengan demikian terapi musik juga diharapkan dapat
membantu stres, mencegah penyakit dan meriangkan rasa sakit (Purwanto, 2012).
..
5.3 Pengaruh Pemberian Terapi Musik Mozart Terhadap Skor Nyeri Pasien yang
Terdiagnosa Kanker di Ruang 27 dan 28 Rumah Sakit Umum dr Saiful Anwar Malang.
Untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pre dan post
intervensi mendengarkan musik mozart,, maka dilakukan uji statistik wilcoxon.

Berdasarkan hasil uji tersebut, didapatkan nilai p=0,000 yang berarti pada =5% dapat
disimpulkan bahwa terdapat penurunan yang signifikan (bermakna) skor nyeri antara pre
dan post intervensi. Adapun hasil penelitian ini mendukung teori sebelumnya yang
menyatakan bahwa nyeri dapat berkurang intensitasnya melalui managemen nonfarmakologis yaitu distraksi Distraksi merupakan suatu cara mengalihkan fokus perhatian
terhadap stimulus yang menyakitkan ke stimulasi lain yang lebih menyenangkan. Salah
satu metode distraksi yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri pada pasien kanker
adalah menggunakan musik klasik mozart.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari, et
al (2014) menyatakan bahwa ada pengaruh pemberian musik klasik terhadap skala nyeri
pada pasien kanker payudara di RS Dr.H. Soewondo Kendal. Penelitian ini juga sesuai
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Abdurrasyid pada tahun 2009 yang
menyatakan ada pengaruh terapi distraksi mendengarkan musik klasik mozart terhadap
penurunan skala nyeri pada pasien kanker di RS. Dharmais Jakarta, dengan hasil p <
0,05.
Perbedaan signifikan skor nyeri sebelum dan setelah dilakukan intervensi dapat
terjadi karena metode distraksi yang diberikan yaitu melalui mendengarkan musik mozart
selama 15 menit. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, metode distraksi membantu
mengalihkan perhatian individu dari prosedur invasif yang menyakitkan kepada hal lain
yang lebih menyenangkan. Hal ini dapat dijelaskan oleh kinerja mekanisme gate control
theory dan sistem kontrol descenden dari perjalanan impuls nyeri. Mekanisme gate
control dapat melakukan modifikasi dan merubah sensasi nyeri sebelum dikirim ke korteks
serebri (Melzack & Wall, 1998 dalam Astuti, 2011). Mekanisme nyeri berdasarkan teori
tersebut yaitu awalnya impuls dari nociceptor ditransmisikan melalui serabut saraf aferen
(delta A dan C) menuju ke kornu posterior medula spinalis. Serabut saraf delta A bertugas
membawa impuls nyeri yang sifatnya tajam dan terlokalisir. Ketika datang stimulus

berlebih pada serabut saraf ini (misalnya dengan distraksi), maka akan mengakibatkan
substantia gelatinosa (terletak di ujung dorsal serabut saraf medula spinalis) menutup
pintu gerbang dan menghalangi impuls nyeri yang akan dikirim ke otak.
Secara alami, ketika ada stimulus nyeri yang dikirim menuju substansia gelatinosa,
otak akan memproduksi analgesik endogen seperti endorphins dan dinorfin yang
berfungsi sebagai pembunuh nyeri alami. Memberi perlakuan distraksi ternyata mampu
meningkatkan produksi analgesik endogen tersebut. Mekanisme ini disebut sebagai
mekanisme kontrol descenden (Pertovaara, Antti, & Almeida, Armando., 2006). Aktifnya
dua mekanisme ini akan menyebabkan jumlah impuls nyeri yang ditransmisikan ke otak
berkurang dan mengakibatkan persepsi nyeri berkurang (Huether & Defriez, 2006, p.
453).
Musik

Mozart

dipilih

karena

memiliki

keungulan

akan

kemurnian

dan

kesederhanaan bunyi-bunyi yang dimunculkannya, irama, melodi, dan frekuensi tinggi


pada musik Mozart merangsang dan memberi daya pada daerah-daerah kreatif dan
motivasi dalam otak. Musik karya Mozart memberi rasa nyaman tidak hanya ditelinga
tetapi di jiwa juga yang mendengarkannya. Musik Mozart sesuai dengan pola sel otak
manusia, karena musik Mozart begitu bervariasi dan kaya akan nada-nada dari lembut
hingga keras, dari lambat sampai cepat (Anonym, 2011).
Keunggulan terapi musik yaitu lebih murah daripada analgesia, prosedur noninvasif, tidak melukai pasien, tidak ada efek samping, penerapannya luas, bisa diterapkan
pada pasien yang tidak bisa diterapkan terapi secara fisik untuk menurunkan nyeri. Terapi
musik dapat digunakan untuk penyembuhan, musik yang dipilih pada umumnya musik
lembut dan teratur seperti instrumentalia/ musik klasik karya Mozart (Laila, 2013).
5.4 Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Teknik sampling tidak dilakukan secara random sehingga hasil penelitian ini tidak dapat
digeneralisasikan untuk mewakili kasus serupa di ruang lain maupun RS lain.
b. Penelitian ini termasuk dalam penelitian sederhana (mini research) sehingga peneliti
tidak bisa mengontrol secara maksimal kehadiran variabel pengganggu seperti jenis

kanker, stadium kanker, jenis nyeri dan pengalaman nyeri terdahulu. Hal ini terjadi
karena keterbatasan sampel dan waktu selama pengambilan data sehingga peneliti
tidak mampu mendapatkan jumlah yang cukup untuk diagnosa kanker yang sama.
Akan tetapi, dalam penelitian ini peneliti telah berusaha mengatasinya dengan cara
mengambil sampel dengan diagnosa yang telah kronis yaitu >3 bulan, dengan harapan
responden telah beradaptasi dengan penyakit termasuk gejala yang mengiiringi yaitu
nyeri.

5.5 Implikasi Keperawatan


Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positif
terhadap pelayanan, pendidikan dan penelitian keperawatan. Adapun dampak yang
diharapkan adalah sebagai berikut:
Tenaga kesehatan khususnya keperawatan baik yang ada di institusi pendidikan
maupun pelayanan masyarakat harus memahami bahwa nyeri merupakan suatu
pengalaman sensori dan emosi yang sifatnya subjektif, dan berbeda antara satu orang
dengan yang lain dan merupakan suatu fenomena apapun itu yang dikeluhkan oleh
pasien yang harus dipercayai termasuk pada pasien kanker. Seperti telah diketahui
bahwa nyeri kanker bisa diakibatkan baik oleh karena proses penyakit maupun efek
samping pengobatannya, dan dapat bervariasi intensitasnya mulai dari nyeri ringan
hingga berat, akut maupun kronis. Oleh karena itu, tenaga kesehatan dapat melakukan
pengkajian nyeri dan memberikan intervensi guna meminimalkan penderitaan pasien
dengan kanker yang mengalami nyeri.
Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa distraksi menggunakan musik
klasik mozart dapat menurunkan skor nyeri pada pasien kanker. Menurunnya skor nyeri
diharapkan

dapat

meningkatkan

kenyamanan

meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.

pasien,

dengan

demikian

dapat

Sedangkan untuk kepentingan perkembangan penelitian keperawatan, peneliti


berharap hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan untuk penelitian selanjutnya
di ruang lain di RS Saiful Anwar terutama terkait dengan manajemen nyeri pasien kanker.

Vous aimerez peut-être aussi