Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
AIPMNH is managed by Coffey on behalf of the Australian Department of Foreign Affairs and Trade
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas perkenanNYA Laporan Akhir
Program AIPMNH di Kabupaten Manggarai Barat Periode 2009-2014 dapat diselesaikan.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai pelaksanaan
program kesehatan ibu dan neonatal yang dilaksanakan oleh AIPMNH bersama mitra SKPD dan
7 puskesmas selaku pelaksana program sejak tahun 2009 hingga 2014. Program kemitraan yang
telah berlangsung selama lima tahun ini telah memberikan daya ungkit positif bagi peningkatan
kesehatan masyarakat.
Berbagai bentuk advokasi, pelatihan, dan bentuk-bentuk dukungan lainnya telah banyak
membantu kami dalam meningkatkan kesehatan ibu dan neonatal di Kabupaten Manggarai
Barat. Oleh karena itu, mewakili pemerintah dan masyarakat Manggarai Barat, saya
menyampaikan terima kasih kepada AIPMNH, UPK Bappeda, para mentor, SKPD mitra,
puskesmas, organisasi profesi (IBI,IDI), PMI, BPKD, PKK serta semua pihak yang dengan caranya
masing-masing mendukung kelancaran program AIPMNH.
Pada akhirnya, semoga laporan ini dapat menjadi bahan evaluasi dan tolok ukur dalam
pelaksanaan program dan kegiatan kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Manggarai Barat pada
masa yang akan datang, khususnya pasca program AIPMNH.
Kepala Bappeda
Kabupaten Manggarai Barat,
Saprijal, SKM
Executive Summary
Program Kemitraan Australia-Indonesia untuk kesehatan ibu dan anak (AIPMNH) adalah
program percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) atas
dukungan pemerintah Australia melalui Departement of Foreign Affairs and Trade (DFAT).
Program AIPMNH difokuskan kepada : 1). Peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak dan
peran serta masyarakat, 2). Penguatan sistem kesehatan dan 3). Peningkatan akuntabilitas dan
kinerja. Pelaksana kegiatan adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terdiri dari BAPPEDA,
Dinas Kesehatan, BPMPD, BPPA&KB dan 7 puskesmas intervensi dari 15 puskesmas (47%).
Pencapaian (achievement)
Program AIPMNH sudah memberikan beberapa hasil dan dampak terhadap program kesehatan
ibu dan anak di Kabupaten Manggarai Barat. Pada periode tahun 2009-2014 program AIPMNH
telah berkontribusi menurunkan kasus kematian ibu di Puskesmas intervensi sebanyak 37.5%
dan menurunkan kematian Neonatal sebanyak 29.7 %. Angka ini cukup signifikan namun masih
dibawah angka rata-rata penurunan kasus kematian ibu di 14 wilayah kabupaten intervensi
AIPMNH sebesar 41 %.
Penanganan komplikasi kebidanan dan persalinan di fasilitas kesehatan mengalami perubahan
secara signifikan masing-masing meningkat 45.2% dan 62.4%. Sedangkan indikator penanganan
komplikasi neonatus mengalami penurunan yang cukup signifikan sebanyak 68.6%, hal ini
menjadi cerminan bahwa kualitas penanganan neonatal masih perlu peningkatan lagi.
Sejak tahun 2009-2014 Program AIPMNH sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp.
13.547.558.408,- dan berhasil diserap sebesar Rp.10.777.040.103,- oleh SKPD pelaksana,
Puskesmas dan badan pelaksana lainnya. Mitra pelaksana (SKPD) telah menghasilkan beberapa
keluaran diantaranya pembangunan penyediaan air bersih di 2 puskesmas (Labuan Bajo dan
Golowelu) dan renovasi ruang bersalin di 1 puskesmas (Golowelu). Total anggaran bantuan
infrastruktur tersebut sebesar 1.411.494.104,-.
AIPMNH mendukung dinas kesehatan memberikan pelatihan klinis (PONED, APN, PPGDON,
BBLR/Asfiksia, MTBS/MTBM) kepada 10 dokter, 96 bidan, 27 perawat dan 3 tenaga analis.
Mendukung revitalisasi pelayanan Puskesmas melalui program Puskesmas Reformasi dan
Akreditasi Puskesmas di 2 puskesmas (Labuan Bajo dan Waenakeng).
Membentuk 28 desa dan melakukan penguatan kepada 43 desa siaga dan mendukung
terbentuknya 26 peraturan desa (PERDES) tentang Kesehatan Ibu Bayi Baru Lahir dan Anak
(KIBBLA).
Mendukung BAPPEDA dan Dinas Kesehatan dalam memperkuat perencanaan dan
penganggaran melalui penyusunan dokumen rancangan awal RPJMD dan Renstra, dokumen
DHA, DTPS KIBBLA dan IHPB. Mendukung pemerintah daerah menyusun PERDA tentang KIBBLA
yang disahkan tahun 2010, Peraturan Bupati (PERBUP) tentang KIBBLA dan menginisiasi
lahirnya kebijakan terkait dana operasional tentang KIBBLA melalui dana ADD sebesar
Rp.2.000.000,-/desa yang akan digunakan untuk kegiatan desa siaga/posyandu.
ii
Dinas Kesehatan telah menyelesaikan Manual Sistem Rujukan Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir
dan Anak (KIBBLA). Manual rujukan tersebut sudah disahkan melalui SK Bupati dan diterapkan
ke seluruh puskesmas. AIPMNH memperkuat kegiatan audit maternal dan perinatal (AMP) di
tingkat kabupaten sampai ke puskesmas dengan mendukung dinas kesehatan membentuk Tim
AMP kabupaten dan 15 Tim AMP puskesmas.
AIPMNH mendukung pelaksanaan program BOK puskesmas melalui mentor BOK untuk
memperkuat akuntabilitas laporan kegiatan dan pertangungjawaban keuangan di 15
puskesmas. Dukungan ini meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan puskesmas.
Rekomendasi
Untuk meningkatkan hasil dan dampak program secara signifikan terhadap penurunan kasus
kematian ibu dan bayi, maka perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
a. Meningkatkan Kualitas penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal dipuskesmas
dan jejaringnya. Strategi kegiatan antara lain :
1. Meningkatkan Pelayanan Kegawatdaruratan kebidanan yang berhubungan dengan
penyebab langsung kematian ibu dan bayi seperti penanganan retencio placenta,
perdarahan, asfiksia, dll.
2. Menguatkan tata kelola pelayanan klinis (strong clinical governance) di puskesmas dan
jaringannya termasuk pelayanan ANC dan PNC terintegrasi.
3. Menguatkan pelaksanaan AMP di Puskesmas/kecamatan dan menerapkan prinsip-prinsip
quality improvement di Puskesmas dan jaringannya.
b. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas system rujukan ibu dan bayi dengan mendorong
Pemerintah Daerah untuk melanjutkan pembangunan rumah sakit dan meningkatkan
penerapan manual rujukan di puskesmas dan jejaringnya.
c. Meningkatkan peran desa siaga, P4K, 7H2, kemitraan bidan, dukun dan posyandu serta
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
21
Tabel 5
: Data Kematian Ibu dan Neonatal Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2009-2014.
24
Tabel 6
25
Tabel 7
33
Tabel 4
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 : Kasus Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2009-2014..
22
Grafik 2 : Kasus Kematian Ibu dan Bayi di Puskesmas Intervensi AIPMNH Tahun 20092014.
22
23
23
iv
DAFTAR SINGKATAN
AIPMNH
ADD
AMP
ANC
Antenatal Care
APBD
AWP
BAPPEDA
BCC
BOK
BPMPD
BPKM
BPKD
BPKK
DFAT
DHA
DPC
DTPS-KIBBLA
Ditrsict Team Problem Solving-Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak
JAMPERSAL
Jaminan Persalinan
JAMKESMAS
KB
Keluarga Berencana
MDSR
PBJ
PERBUP
Peraturan Bupati
PERDA
Peraturan Daerah
PTP
PERDES-KIBBLA
PONED
PNC
Postnatal Care
P4K
RKA
SKPD
SOP
TOR
Term of Referance
TAPD
UPK
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..
RINGKASAN EXECUTIVE..
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR SINGKATAN..
DAFTAR ISI......
A. PENDAHULUAN ..
1. Latar Belakang
2. Tujuan Umum & Khusus.
3. Dasar Hukum.
4. Target/Indikator
5. Analisa Situasi Kesehatan Ibu dan Bayi..
i
ii
iv
iv
v
vi
1
1
1
2
2
2
3
4
5
5
5
C.
6
6
12
13
13
14
14
15
vi
15
17
17
18
19
1.3. PENINGKATAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA.. 19
1.3.1. Pemanfaatan Dana BOK 19
1.3.2. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).. 20
1.3.3. Unit Pengelola Kemitraan (UPK). 20
1.3.4. District Coordinating Committe (DCC) 21
2. REALISASI TARGET INDIKATOR KINERJA TAHUN 2009-2014..
2.1. Pencapaian Indikator Kunci Pelayanan..
2.2. Indikator Kematian Ibu dan Bayi
2.3. Analisis Penyebab Kematian Ibu dan Bayi..
2.4. Tantangan dan Peluang Dalam Upaya Penurunan Kematian Ibu dan Bayi..
21
21
23
24
25
3. REALISASI ANGGARAN & KEGIATAN. 25
4. PENERIMA MANFAAT (BENEFICIARIES).. 26
5. PROGRAM ISSUE. 26
4.1. Gender.. 26
4.2. Public Private Partnership 27
4.3. Penanganan Terhadap Kecurangan (Fraud Control).. 27
6
29
29
29
30
31
31
PENUTUP. 33
1. Kesimpulan.. 33
2. Rekomendasi.. 34
DAFTAR PUSTAKA 34
vii
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kabupaten Manggarai Barat merupakan kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan
bayi yang masih cukup tinggi. Terlihat dari data dimana jumlah kematian ibu pada tahun
2008 (9 kasus) dan pada tahun 2007 (10 kasus). Begitu juga dengan kasus kematian
neonatal (0-28 hari) dimana pada tahun 2006 sebanyak 38 orang meningkat menjadi 42
kasus tahun 2007 dan 53 kasus tahun 2008. Kasus kematian ibu dan neonatal ini terbilang
sangat tinggi sehingga diperlukan upaya yang terus menerus untuk penurunan kasus
kematian ibu dan bayi dimasa yang akan datang.
Melihat masih tingginya kasus kematian ibu dan bayi tersebut maka Pemerintah
Daerah Kabupaten Manggarai Barat menjalin kerjasama dan menyampaikan minatnya
kepada program Kemitraan-Australia untuk kesehatan ibu dan anak (AIPMNH).
Berdasarkan surat minat bupati Manggarai Barat No.BU.910/194/VI/08, kerjasama
kemitraan AIPMNH dimulai pada tahun 2009 dan berakhir pada tahun 2014 dengan
penambahan masa transisi sampai Juni 2015.
Program AIPMNH adalah program percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB) atas dukungan Pemerintah Australia melalui Departement
of Foreign Affairs and Trade (DFAT). Kegiatan AIPMNH difokuskan kepada peningkatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak dan peran serta masyarakat. Penguatan sistem
kesehatan dan peningkatan akuntabilitas dan kinerja. Pelaksana kegiatan adalah Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terdiri dari BAPPEDA, Dinas Kesehatan, BPMPD, BPPA&KB
dan 7 puskesmas intervensi dari 15 puskesmas, lokasi intervensi mencapai 47% dari total
puskesmas.
Selain berupaya menurunkan kasus kematian ibu dan bayi, program AIPMNH juga
melakukan kemitraan strategis dengan pemerintah daerah dalam mensukseskan program
Revolusi KIA dimana persalinan didorong melahirkan difasilitas yang memadai. Melalui
program ini diupayakan indikator persalinan difasilitas kesehatan meningkat dan kasus
kematian ibu dan bayi menurun.
Melalui program AIPMNH Pemerintah Daerah telah menetapkan strategi penurunan
AKI dan AKB menjadi isu strategis dan prioritas pembangunan kesehatan selama tahun
2009-2014. Sinkronisasi program pemerintah daerah dengan program AIPMNH merupakan
hal yang penting untuk dilakukan sehingga kepemilikian program dapat terwujud.
2. Tujuan Umum Dan Tujuan Khusus
Tujuan Umum
Tujuan umum dari program AIPMNH adalah menurunkan kematian ibu dan neonatal (bayi
0-28) hari di Puskesmas intervensi sebanyak 10 % dari tahun 2009 sampai 2014.
Sedangkan tujuan jangka menengah program AIPMNH adalah :
a) meningkatkan cakupan penanganan komplikasi kebidanan sampai 70 % dari tahun 2009
sampai 2014 dan,
1
Tabel 1 : Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Kemitraan AIPMNH 20092014.
Kekuatan
Peluang
Dukungan pemerintah daerah terkait dana Menguatnya peran lintas sektor dengan
operasional program KIBBLA sebesar
terbentuknya
Badan
pertimbangan
328,000,000,- melalui anggaran ADD untuk
kesehatan daerah (BPKD).
164 desa tahun 2014. Anggaran ini terus Meningkatnya peran multipihak seperti
dilanjutkan tahun 2015.
PNPM, PKK, LSM dan mitra SKPD terkait
Adanya PERDA, PERBUP dan PERDES
dalam mendukung program KIBBLA
KIBBLA sebagai dasar dan pedoman hukum
seperti membangun rumah tunggu
dalam strategi penurunan AKI dan AKB
bersalin dan fasilitas pendukung
pada setiap tingkatan.
puskesmas.
Meningkatnya anggaran APBD untuk Meningkatnya dana ADD sehingga
replikasi kegiatan program yang didukung
program pratisipasi masyarakat dapat
AIPMNH.
ditingkatkan.
Meningkatnya anggaran BOK untuk Akan dibangunnya rumah sakit swasta
mendukung program KIBBLA dipuskesmas.
untuk mendukung pelayanan kesehatan
di Kabuaten Manggarai Barat.
Kelemahan
Rumah sakit daerah belum tersedia
sehingga waktu tempuh kasus rujukan ratarata 2 jam lebih.
Kualitas penanganan kasus-kasus
kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal
masih dirasa kurang, terutama pada SOP
penanganan awal kasus pada puskesmas
jejaring PONED.
Sebagian tenaga terlatih sudah berpindah
tugas, mutasi keluar daerah sehingga
sedikit banyak mengganggu kualitas
pelayanan.
Belum maksimalnya partisipasi masyarakat
di setiap puskesmas (desa siaga, P4K,
kemitraan bidan dan dukun).
Ancaman
Adanya kebiasaan masyarakat dalam
pengambilan keputusan terkait dengan
kesiapan kasus rujukan ke fasilitas
kesehatan yang memperlambat proses
rujukan.
Belum semua ibu hamil menjadi
kepesertaan BPJS sehingga ada potensi
penurunan persalinan difasilitas
kesehatan.
Kecamatan
2009
Labuan Bajo
Golowelu
Pacar
Waenakeng
Komodo
Kuwus
Macang Pacar
Lembor
Mbeliling
Welak
Boleng
Total
2010
Labuan Bajo
Golowelu
Pacar
Waenakeng
Puskesmas Intervensi
2011
2012
Labuan Bajo Labuan Bajo
Golowelu
Golowelu
Pacar
Pacar
Waenakeng Waenakeng
Rekas
Orong
Terang
2013
Labuan Bajo
Golowelu
Pacar
Waenakeng
Rekas
Orong
Terang
2014
Labuan Bajo
Golowelu
Pacar
Waenakeng
Rekas
Orong
Terang
Jumlah desa yang diintervensi mencapai 88 desa (53 %) dari total 164 desa dengan jumlah
bidan sebanyak 60 bidan (36 %) dari total bidan di Kabupaten Manggarai Barat. Berikut
informasi jumlah desa dan bidan desa intervensi.
Tabel 3 : Lokasi Desa Intervensi Program AIPMNH Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2014
No
Kecamatan
Puskesmas
Jumlah Desa
Jumlah Bidan didesa
1 Komodo
Labuan Bajo
12
12
2 Kuwus
Golowelu
11
10
3 Macang Pacar Pacar
15
12
4 Lembor
Waenakeng
15
8
5 Mbeliling
Rekas
9
4
6 Welak
Orong
14
7
7 Boleng
Terang
12
7
Total
88 (53% total desa)
60 (36% total bidan)
4
2. Biaya
Total anggaran yang dialokasikan selama program AIPMNH adalah sebesar Rp.
13.547.558.408,- dan berhasil diserap sebesar Rp.10.777.040.103,- oleh SKPD pelaksana,
Puskesmas dan lembaga pelaksana lainnya. Berikut penyerapan anggaran periode 20092014.
Penyerapan Anggaran Program AIPMNH Kabupaten Manggarai Barat Periode 2009-2014
16,000,000,000
13,547,558,408
14,000,000,000
12,000,000,000
10,777,040,103
10,000,000,000
8,000,000,000
6,000,000,000
4,000,000,000
2,000,000,000
Alokasi Anggaran
Penyerapan Anggaran
3. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan mulai pada Januari 2009 sampai dengan Juni 2015. Program AIPMNH
dilaksanakan berdasarkan beberapa fase dan masa transisi, berikut informasi tahapan
kegiatan AIPMNH.
Fase Interm
(Persiapan)
Juli-Desember
2008
Pelaksanaan Program
Masa Transisi
Fase 1
Fase 2
Transisi Tahap 1
Transisi Tahap 2
Juli 2011-Juli
2013
Juli 2013-Juni
2014
Juli 2014-Juni
2015
Face Out
Juni 2015
1.1. PENINGKATAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DAN PERAN SERTA
MASYARAKAT.
Program AIPMNH bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak dan
meningkatkan peran serta masyarakat baik itu di level kabupaten maupun
kecamatan/puskesmas dan desa. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
ibu dan bayi, diperlukan dukungan terhadap kapasitas (skill) tenaga kesehatan, layanan
kegawatdaruratan kebidanan dan bayi, pelaksanaan AMP, pelayanan ANC dan PNC terpadu
dan promosi pelayana KB. Upaya ini diharapkan mampu meningkat akses ibu hamil dan
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan adekuat.
Upaya peningkatan peran serta masyarakat dijabarkan dalam program desa siaga, revitalisasi
posyandu, kemitraan bidan dan dukun dan puskesmas reformasi. Upaya ini diharapkan akan
mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Indikator kunci dari kegiatan ini adalah meningkatnya persalinan difasilitas kesehatan dan
persalinan oleh tenaga kesehatan.
1.1.1. Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan.
Kompentensi tenaga kesehatan merupakan tolak ukur kualitas pelayanan kebidanan dan
neonatal. Peningkatan kompentensi tenaga kesehatan kebidanan dilakukan dengan berbagai
macam salah satunya pelatihan dan bimbingan tekhnis tenaga kesehatan yang bersentuhan
langsung kepada pelayanan kebidanan dan perawatan bayi baru lahir seperti dokter, bidan
dan perawat. Kegiatan ini meliputi pelatihan klinis (APN, PONED, BBLR/Asfiksia, PPGDON dan
CI), pelatihan non klinis (konseling ASI, KIP/KB, AMP dan interpersonal konseling), Evaluasi
Pasca Pelatihan (EPP), magang dan bimbingan tekhnis klinis.
Penguatan kapasitas tenaga kesehatan ini diperlukan karena masih kurang memadainya
kualitas pelayanan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi. Dilihat dari data tahun 2009
6
cakupan komplikasi kebidanan (53%) dan Neonatus ditangani (67%) masih dibawah standart
pelayanan minimal (SPM) kesehatan yaitu sebesar 80 %. Upaya ini diharapkan dapat
mendukung tujuan program dalam meningkatkan cakupan penanganan komplikasi
kebidanan dan bayi. Dinas Kesehatan melalui dukungan AIPMNH telah melakukan pelatihan
klinis (PONED, APN, PPGDON, BBLR/Asfiksia, MTBS/MTBM) kepada 10 dokter, 96 bidan, 27
perawat dan 3 tenaga analis.
Kegiatan ini sudah menghasilkan beberapa output kegiatan diantaranya terdapat 385 tenaga
kesehatan yang sudah mengikuti pelatihan klinis/non klinis dan peningkatan kapasitas
pelayanan kesehatan ibu dan anak. Dampak dari kegiatan ini mampu meningkatkan cakupan
penanganan komplikasi kebidanan dari tahun 2009 (55.7 %) sampai 2014 (81.9 %). Namun upaya
ini belum mampu menurunkan meningkatkan cakupan penanganan komplikasi bayi.
tim AMP yang sudah dilembagakan melalui SK bupati No 168/KEP/HK/2011 dan ada 14 Tim
AMP puskesmas yang sudah dilembagakan dengan SK kecamatan.
Tim AMP sudah mampu menyusun rekomendasi yang evidence based untuk menurunkan
kasus kematian ibu dan bayi. Sampai akhir tahun 2014 sudah ada 25 kasus kematian ibu dan
110 kematian neonatal yang diaudit.
Melalui upaya ini terlihat ada penurunan kasus kematian ibu dan neonatal selama 2 tahun
implementasi AMP dilakukan. Diantaranya ada 15 kematian ibu di 2013 menurun menjadi 10
kematian di 2014 dan 62 kasus kematian neonatal tahun 2013 turun menjadi 48 kasus tahun
2014.
Selain program AIPMNH ada anggaran APBD secara rutin setiap tahun mengalokasikan
pembiayaan untuk kegiatan AMP. Sebagian rekomendasi disosialisasikan melalui bulletin dan
diberbagai event pertemuan dan rekomendasi sebagian besar sudah dilaksanakan
1.1.4. ANC dan PNC Terpadu.
ANC dan PNC terpadu merupakan pelayanan terpadu bagi ibu hamil dan bayi yang meliputi
pemantauan dan perkembangan kehamilan, nutrisi dan suplementasi esensial, deteksi dini
penyakit atau komplikasi gangguan kesehatan ibu dan bayi. Untuk meningkatkan cakupan
dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi tersebut maka program AIPMNH memperkuat
kualitas pelayanan Antenatal Care (ANC) dan Post Natal Care (PNC).
Penguatan pelayanan ANC dan PNC ini salah satunya dengan mengupdate dan merevisi
Standart Operasional Prosedur (SOP) terpadu dengan mengikuti 10 langkah (10 T). Saat ini
SOP tersebut sudah dicetak dan diperbanyak. Terdapat 14 dari 18 Puskesmas di Manggarai
Barat sudah mempublikasikan (display) SOP ini dipuskesmas. Bidan yang sudah mengikuti
orientasi ANC dan PNC sudah 178 orang.
Dari hasil dukungan ini, bidan di puskesmas sudah menerapkan SOP ANC dan PNC terpadu.
Namun pada level PUSTU/poskesdes/polindes belum semua bidan menerapkan SOP
tersebut karena keterbatasan sarana dan prasarana. Dampak dari dukungan ini adanya
peningkatan yang cukup signifikan prosentase cakupan pelayanan K4 dari tahun 2009 (57.7 %)
dan tahun 2014 (76.8 %).
pertolongan persalinan dan perawatan bayi. Ada pembagian peran didalamnya sehingga
dukun tidak lagi menolong persalinan.
Program kemitraan bidan dan dukun yang didukung oleh program AIPMNH difokuskan di 3
puskesmas intervensi yaitu puskesmas Labuan Bajo, Waenaken dan Golowelu. Jumlah bidan
yang terlibat dalam program kemitraan bidan dan dukun sebanyak 53 orang, dimana
sebanyak 45 bidan tinggal di desa. Sedangkan jumlah dukun yang sudah bermitra sebanyak
199 orang dari 362 orang dukun yang tercatat di 3 Puskesmas Intervensi.
Dampak dari kegiatan ini adalah adanya trend kenaikan yang sangat signifikan cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan pada puskesmas intervensi AIPMNH dibandingkan
puskesmas yang tidak ada program kemitraan bidan dan dukun. Cakupan persalinan tahun
2009 pada puskesmas intervensi sebanyak 66,1 % meningkat setelah ada intervensi sebanyak
91,4 % di tahun 2014. Sedangkan persalinan di fasilitas kesehatan 22, 2 % tahun 2009 naik
menjadi 87,8 % tahun 2014.
Untuk kegiatan partisipasi masyarakat terkait kemitraan bidan dan dukun perlu ada
perluasan program. Diperkirakan ada lebih dari 800 dukun di Kabuaten Manggarai Barat.
Namun baru 50 % dari dukun tersebut bermitra dengan bidan. Wilayah yang sangat sulit
dijangkau membuat program kemitraan menemui banyak tantangan. Perlu peningkatan
alokasi anggaran APBD untuk memperluas program kemitraan ini.
1.1.9. Desa Siaga dan PERDES KIBBLA.
Desa Siaga adalah desa dimana terdapat sistem kesiapsiagaan di masyarakat dalam
mempersiapkan ibu hamil bersalin. Dinas Kesehatan dan BPMPD melalui AIPMNH
melaksanakaan dukungan kegiatan Desa Siaga. Hal spesifik dari sistem siaga yang sudah
dibangun di desa adalah SIAGA DANA dimana desa ini memiliki Dana Sosial Kesehatan yang
tidak hanya membiayai persalinan tetapi kepada semua masalah kesehatan dan
penggunaannya dipublikasikan di Papan Sistem Siaga. Dukungan anggaran dalam proses
pembentukan dan penguatan Desa Siaga tidak hanya dari AIPMNH namun terdapat
dukungan dari APBD, ADD dan BOK.
Alokasi Dana ADD untuk KIBBLA ( Rp. 2.000.000 ) telah dialokasikan selama 3 tahun berturutturut dan akan tetap dilanjutkan pada tahun 2015. Dana ini telah digunakan sebagai bantuan
Operasional Bagi Pengurus dan Jejaring Desa Siaga dengan item pembiayaan sesuai
Juklaknya untuk ATK dan Transportasi Rapat.
AIPMNH sudah membentuk 28 desa dan melakukan penguatan kepada 43 desa siaga dan
mendukung terbentuknya 26 peraturan desa (PERDES) tentang Kesehatan Ibu Bayi Baru
Lahir dan Anak (KIBBLA). Adapun desa siaga aktif sebanyak 65.1 % dari total desa yang sudah
dibentuk. Melalui kegiatan ini terdapat peningkatan partisipasi masyarakat untuk
pengembangan Sistem Siaga melalui Paroki dan ada dana rujukan untuk Ibu Hamil Rp. 1.000
per umat.
Alokasi Dana APBD II dan ADD untuk kegiatan desa siaga diantaranya pelatihan desa siaga
dan operasional desa siaga. Selain itu terdapat alokasi Dana BOK untuk Replikasi kegiatan
AIPMNH di Puskesmas Intervensi dan non intervensi untuk Refreshing Kader Kesehatan
10
(Pengurus desa siaga dan Kader Posyandu). Pada pelaksanaannya terdapat kolaborasi Dana
ADD dan BOK dalam penguatan desa siaga oleh Puskesmas dan Kecamatan.
Pengembangan Sistem Siaga dimasa yang akan datang perlu diperluas mengingat banyaknya
desa yang mengalami pemekaran. Saat ini jumlah desa sudah mencapai 164 desa dan 5
kelurahan sehingga pembentukan dan pendampingan desa siaga perlu diperluas oleh dinas
kesehatan maupun oleh puskesmas.
Hasil yang sudah dicapai dalam program Desa Siaga dapat dilihat pada aspek perencanaan
dan penganggaran, aspek sumber daya manusia dan keberlanjutan dan aspek kelembagaan :
Aspek perencanaan dan penganggaran desa siaga.
Adanya Perencanaan dan Alokasi Anggaran dari SKPD ( Dinkes dan BPMPD ) untuk
kegiatan Desa Siaga Baik Pembentukan dan Penguatan Jejaring Desa Siaga.
Kebijakan Dinas Kesehatan dan Puskesmas yang mengalokasikan Anggaran untuk
mendukung kegiatan Desa Siaga melalui Dana Bantuan Operasional Kesehatan ( BOK) .
Kebijakan BPMPD untuk mengalokasikan anggaran untuk Kibbla dari Dana ADD melalui
Dana Bantuan Sosial Kibbla ( 2012 ) dan Dana Operasional Kibbla ( 2013 2015) .
Adanya JUKLAK Penggunaan Dana Operasional kibbla yang menjadi pedoman
penggunaan dana operasional kibbla.
Adanya RPJMDes, RKPDes dan APBDes yang mendukung Pelaksanaan Kibbla di Desa
(Operasional Desa Siaga, Insentif Kader Posyandu, Insentif Pengurus Desa Siaga dan
Pelatihan jejaring Desa Siaga di Tingkat Dusun)
Ada Pengelola Desa Siaga di Dinas Kesehatan yang menjadi koordinator dari kegiatan
Desa Siaga di 18 Puskesmas dan Jejaringnya.
Setiap Puskesmas memiliki 1 orang Pengelola Desa yang menjadi koordinator kegiatan
Desa Siaga di wilayah Puskesmas.
Dinkes dan BPMPD memiliki Staf yang dapat memfasilitasi proses pembentukan dan
Penguatan Jejaring Desa Siaga.
Terbangunnya sistem pendampingan, monev dan pelaporan Desa Siaga ( Laporan Desa
Siaga menjadi bagian dari laporan bulanan Puskesmas ke Dinas Kesehatan sejak bulan
Mei 2015 ).
Pengelola Desa Siaga Puskesmas melakukan Restrukturisasi Pengurus, penguatan
jejaring dan Monev Desa Siaga dengan menggunakan Dana BOK.
Adanya Ibu hamil yang datanya terpublikasi, mendapat bantuan dana solidaritas dan
transportasi dari warga melalui pengurus dan Jejaring desa Siaga.
Ada desa siaga yang menjadi tempat belajar seperti Nantal, Wae Kanta, Ponto Ara,
Papagarang, Compang Longgo, Watu Nggelek, Liang Ndara, Beo Sepang, Benteng Suru.
Keterlibatan dan Peran Serta Masyarakat dalam desa siaga tercermin dari adanya Pengurus
dan Jejaring Desa Siaga mau bekerja Secara Sukarela. Proses fasilitasi desa siaga dengan
pendekatan budaya sangat efektif mendorong keterlibatan tokoh adat dalam pembangunan
dan pengembangan Desa Siaga.
1.1.10. Puskesmas Reformasi.
Puskesmas Reformasi adalah program peningkatan pelayanan kesehatan dasar puskesmas
yang berorientasi kepada mutu pelayanan dan kepuasan pengguna layanan. Kegiatan
perbaikan pelayanan dilakukan secara komprehensif di internal Puskesmas maupun melalui
pelibatan masyarakat. Tujuan dari Puskesmas reformasi adalah agar pelayanan yang
dilakukan lebih baik, efektif, efisien, komunikatif, transparan dan lebih partisipatif.
Program AIPMNH telah mengembangkan 2 puskesmas reformasi yaitu di Puskesmas Labuan
Bajo dan Waenakeng. Melalui program puskesmas reformasi, kemitraan antara puskesmas
dengan masyarakat dan swasta dapat lebih baik sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan. Seperti pembangunan sarana pendukung puskesmas seperti rumah tunggu
bersalin, lahan parkir dan pagar puskesmas.
Perhatian pemerintah meningkat dengan adanya program puskesmas reformasi dibuktikan
dengan adanya peningkatan alokasi anggaran terkait infrastruktur puskesmas. Melalui dana
APBD DInas Kesehatan menganggarkan replikasi program puskesmas reformasi di 4
puskesmas tahun 2014 dan 2015 dengan total anggaran sebesar Rp. 305,500,000,-.
Hasil kegiatan ini adanya perubahan pelayanan ditunjukkan dengan lingkungan yang selalu
bersih, tertata dengan rapi, memiliki ruang tunggu yang permanen dan memiliki alur SOP
yang jelas. Terdapat transparansi dan akuntabilitas pelayanan di Puskesmas.
Melalui kegiatan ini terbentuk kolaborasi pembangunan dan pengelolaan Rumah Tunggu
antara BPKD, puskesmas, BPKK, dan masyarakat. Ada 2 rumah tunggu yang dibangun melalui
dana APBD, 3 rumah tunggu yang dibangun PNPM dan 2 rumah tunggu dibangun secara
swadaya masyarakat. Semua rumah tunggu dikelola oleh BPKK kerjasama dengan puskesmas
dan BPKD.
Penguatan system kesehatan daerah (SIKDA) bagian yang tidak terpisahkan dari upaya ini,
termasuk juga penguatan manual rujukan, supervisi fasilitatif, akreditasi puskesmas dan
produk hukum (PERDA/PERBUP) terkait kesehatan ibu dan anak. Diharapkan dari dukungan
ini mutu perencanaan dan penganggaran kesehatan ibu dana anak meningkat, pencatatan
dan pelaporan kesehatan akan lebih baik dan meningkatkan kualitas pelayanan dan rujukan
kesehatan ibu dan bayi.
Selain itu peningkatan dukungan infrastruktur dan peralatan puskesmas diberikan dalam
bentuk renovasi ruang bersalin dan rehabilitasi penyediaan air bersih. Untuk meningkatkan
fasilitas puskesmas sesuai standart PONED, Program AIPMNH mengadakan peralatan PONED
di Puskesmas terpilih. Berikut rincian kegiatan yang sudah dihasilkan.
1.2.1. Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP).
Perencanaan tingkat puskesmas merupakan proses penyusunan rencana kegiatan
Puskesmas pada tahun yang akan datang dilakukan secara sistematis untuk mengatasi
masalah atau sebagian masalah kesehatan kesehatan masyarakat berdasarkan wilayah
kerjanya.
Perencanaan tingkat puskesmas mencakup semua kegiatan yang termasuk dalam Upaya
Kesehatan Wajib, Upaya Kesehatan Pengembangan dan Upaya Kesehatan Penunjang.
Perencanaan disusun untuk kebutuhan satu tahun agar Puskesmas mampu
melaksanakannya secara efisien, efektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk memastikan perencanaan tahunan tingkat puskesmas integrasi dengan perencanaan
partisipatif dari desa maka program AIPMNH mendukung kegiatan pendampingan
perencanaan tingkat puskesmas disinkronkan dengan kegiatan pra musrenbang desa. Upaya
ini dalam rangka mengintegrasikan perencanaan partisipatif dari desa (bottom up planning)
dan top down planning dari puskesmas. Dukungan perencanaan puskesmas diberikan kepada
15 puskesmas dari total 18 puskesmas di Kabupaten Manggarai Barat.
1.2.2. Perencanaan Terpadu KIA/DTPS-KIBBLA.
Perencanaan terpadu KIA (DTPS-KIBBLA) merupakan proses perencanaan dan penganggaran
KIBBLA berbasis tim dan bersifat multipihak. Di Manggarai Barat sejak awal tahun 2009 telah
dibentuk tim perencana yang disebut dengan tim DTPS KIBBLA. Tim ini sudah menyusun
perencanaan dan penganggaran kegiatan tahun 2009, 2010, dan 2011.
Tujuan DTPS KIBBLA adalah agar Dinas Kesehatan mampu meningkatkan kualitas
perencanaan dan penganggaran program KIBBLA dengan melaksanakan beberapa tahapan
kegiatan mulai dari analisa situasi masalah KIBBLA, manganalisis penyebab masalah, mencari
solusi dan memprioritaskan kegiatan sampai pada monitoring dan evaluasi.
Melalui dukungan kegiatan ini BAPPEDA dan Dinas Kesehatan dapat meningkatkan kualitas
perencanaan dan penganggaran dalam menyusun Rencana Kerja (RENJA) SKPD. Dukungan
yang diberikan memberikan efek yang cukup signifikan terhadap perencanaan penganggaran
Kesehatan Ibu dan anak.
13
Penyusunan Rencana Kerja (RENJA) Dinas Kesehatan sudah mengakomodir usulan kegiatan
yang dihasilkan pada proses perencanaan DTPS KIBBLA pada tahun anggaran 2015. Selain itu
Pemerintah Daerah telah mengalokasikan anggaran APBD untuk kegiatan dukungan DTPSKIBBLA, MONEV KIBBLA dan RAKORKESDA dengan total Rp. 112.775.000,Berdasarkan laporan program dan keuangan dinas kesehatan terdapat peningkatan anggaran
belanja langsung kesehatan dari Rp. 27.583.267.435,- pada tahun 2008 menjadi Rp.
33.741.257.900,- pada tahun 2015. Selain itu terdapat peningkatan anggaran KIBBLA yang
cukup signifikan sebesar Rp.222.540.000,- (0,8 % belanja langsung) tahun 2008 menjadi Rp.
1.151.150.000,- (3,4 % belanja langusng) pada tahun anggaran 2015.
1.2.3. Integrated Health Planning and Budgeting (IHPB).
IHPB adalah proses penyusunan perencanaan dan penganggaran terpadu Dinas Kesehatan
mulai dari perencanaan tingkat puskesmas, rancangan awal rencana kerja (RENJA) sampai
pada finalisasi anggaran. Dukungan kegiatan IHPB diarahkan kepada penguatan penyusunan
rencana kerja (RENJA) terpadu bidang kesehatan yang bertujuan untuk menyelaraskan
perencanaan dan penganggaran pembangunan kesehatan antar pemangku kepentingan,
baik di lingkungan dinas kesehatan, lintas sektor dan antara pusat dan daerah.
Dukungan kegiatan ini berupa pendampingan penyusunan awal RENJA SKPD, pendampingan
perencanaan tingkat puskesmas, perumusan fokus arah pembangunan kesehatan dan rapat
koordinasi daerah bidan kesehatan serta penyempurnaan RENJA SKPD. Beberapa rangkaian
kegiatan IHPB sudah direplikasi oleh dinas kesehatan seperti RAKORKESDA dan
penyempurnaan RENJA SKPD.
Saat ini sudah ada 2 orang sebagai fasiitator IHPB yang mampu memfasilitasi perencanaan
terpadu dan terintegrasi. Penyusunan RENJA dinas kesehatan sudah megintegrasikan renja
dengan RUK puskesmas. Namun masih banyak puskesmas yang belum mengakomodir
perencanaan dari bawah/desa (buttom up planning). Beberapa kendala dalam perencanaan
terntegrasi ini adalah kemampuan dan beban kerja staf perencanaan yang cukup berat dan
kurangnya motivasi dalam membuat perencanaan yang berkualitas. Masih banyak usulan
yang tidak diakomodir karena keterbatasan anggaran.
1.2.4. District Health Account (DHA).
DHA adalah proses untuk memperoleh gambaran situasi pembiayaan kesehatan mulai dari
sumber biaya, pengelola, pemberi pelayanan, fungsi kesehatan, mata anggaran, program,
jenjang kegiatan, dan penerima manfaat dari suatu pembangunan kesehatan. Hasil dari
kegiatan ini adalah diketahuinya proporsi anggaran berdasarkan sumber pembiayaan,
pengelola anggaran, penyedia pelayanan, jenis kegiatan, mata anggaran, program, jenjang
kegiatan, dan penerima manfaat.
Hasil DHA dapat menjadi salah satu referensi untuk perecanaan kesehatan setiap tahunnya.
Hasil ini juga dapat dimanfaatkan untu kegiatan advokasi anggaran kesehatan sesuai amanah
undang-undang kesehatan. Berikut ini adalah beberapa informasi yang didapat dari kegiatan
DHA tahun 2010 yang didukung AIPMNH.
14
Hasil DHA yang sudah diterbitkan setiap tahunnya dilakukan advokasi kepada pengambil
kebijakan seperti tim anggaran pemerintah daerah (TAPD), BAPPEDA, dinas PPKAD dan
DPRD. Hasil advokasi tersebut menunjukkan ada peningkatan anggaran kesehatan yang
cukup signifikan dari Rp. 27.583.267.435,- pada tahun 2008 menjadi Rp. 33.741.257.900,pada tahun 2015
1.2.5. SIKDA.
Dinas Kesehatan melalui dukungan AIPMNH memperkuat sistem pencatatan dan pelaporan
terpadu bidang kesehatan dengan menerapkan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA).
Pelaksanaan SIKDA di Kabupaten Manggarai Barat dilakukan secara manual maupun
elektronik. Tujuan dari penguatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas sistem pencatatan
dan pelaporan informasi kesehatan yang terpadu dan terintegrasi.
Dukungan kegiatan ini berupa pelatihan SIKDA manual maupun elektronik, bimbingan tekhnis
SIKDA di puskesmas, pengadan komputer dan form SIKDA dan monitoring/evaluasi
implementasi SIKDA. Pelaksanaan SIKDA di Puskesmas yang terus berjalan adalah SIKDA
manual, sedangkan SIKDA elektronik sulit untuk dilaksanakan karena keterbatasan sarana
komputer.
Melalui dukungan ini dinas kesehatan sudah secara teratur mengirimkan pencatatan dan
pelaporan dari Dinas Kesehatan kabupaten ke Dinas Kesehatan propinsi. Melalui SIKDA ini
juga dapat dikumpulkan informasi kesehatan yang cukup komprehensif didalam suatu sistem
pencatatan dan pelaporan terintegrasi yang bisa diakses kapan saja.
1.2.6. Manual Rujukan KIA.
Salah satu bagian penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah rujukan
kesehatan. Rujukan kesehatan adalah penyerahan tanggung jawab dari suatu pelayanan
kesehatan yang fasilitasnya kurang memadai ke pelayanan kesehatan yang fasilitasnya lebih
memadai. Penerapan Sistem Rujukan Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Manggarai Barat
belum optimal di semua tingkat fasilitas kesehatan, hal ini dibuktikan dengan masih banyak
15
ditemukannya kasus kematian ibu dan anak dan kasus-kasus lainnya yang memerlukan
rujukan dan rujukan balik namun tidak terlayani secara memadai.
Untuk memperkuat sistem rujukan KIA tersebut program AIPMNH mendukung Dinas
Kesehatan dalam menyusun Manual Sistem Rujukan Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak
(KIBBLA). Saat ini manual rujukan sudah disahkan melalui SK Bupati dan diterapkan ke
seluruh puskesmas.
Melalui dukungan ini Puskesmas PONED dan jejaringnya mempunyai pedoman dalam
merujuk pasien dengan komplikasi kebidanan dan neonatus. Oleh karenanya terdapat
peningkatan kasus rujukan kebidanan dari 32,5 % tahun 2008 menjadi 43,5 % tahun 2014,
sedangkan untuk kasus rujukan neonatus mengalami penurunan dari 25,2 % tahun 2008
menjadi 6.07 % di tahun 2014.
Hasil monitoring dan evaluasi manual rujukan menyebutkan bahwa seluruh puskesmas (15
fasilitas) menilai manual rujukan ini layak untuk diterapkan. Namun masih ada kendala
dalam penerapannya karena kurangnya fasilitas rujukan seperti belum adanya RS PONEK
dengan hotline yang dapat dihubungi 24 jam. Selain itu hotline di Dinas Kesehatan 24 jam
belum berjalan untuk mendukung kegiatan persalinan di puskesmas dan Rumah Sakit.
Alur Rujukan dengan daerah kepulauan/daerah terisolir/sangat terpencil belum berjalan
efisien karena masih terkendala cuaca dan kondisi geografis dimana banyak kepulauan kecil
yang masih sulit terjangkau pada musim hujan. Selain itu ketersediaan rumah tunggu yang di
setiap puskesmas PONED masih kurang, namun demikian di RSUD PONEK tujuan (RSUD
Ruteng) sudah tersedia rumah tunggu. Melihat kondisi tersebut manual ini perlu direvisi
menyesuaikan kebutuhan lokal spesifik di Kabupaten Manggarai Barat.
Dilihat dari aspek pemahaman terhadap manual Rujukan ini terlihat hampir semua dokter,
bidan di puskesmas PONED memahami alur Rujukan kelompok ibu hamil dan bayi baru lahir
bermasalah sehingga mengurangi kepanikan dan kegaduhan yang tidak perlu dengan cara
menyiapkan persalinan (rujukan terencana) bagi yang membutuhkan (pre-emptive strategy).
Manual Rujukan ini sangat membantu Tim PONED dalam melakukan proses Rujukan.
Pengelompokan kasus kegawatdaruratan ibu hamil dan bayi baru lahir sangat membantu
petugas kesehatan dalam memutuskan tindakan pra rujukan dan rujukan secara terencana.
Panduan tindakan pra Rujukan sangat membantu Tim PONED dalam menganalisis kasus
kegawatdaruratan ibu dan bayi apakah ditangani dipuskesmas atau diputuskan untuk
dirujuk. Sebagian besar bidan puskesmas dan bidan desa merasakan manfaat dari manual ini
karena membantu bidan dalam melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan sebelum
merujuk. Agar manual ini lebih bermanfaat dan dapat dipahami lebih dalam perlu ada buku
saku manual Rujukan.
Hasil monitoring di 2 puskesmas PONED (Waenakeng dan Labuan Bajo) menunjukkan jika
rujukan terencana terhadap kasus ibu dan bayi bermasalah berjalan dengan baik maka dapat
mencegah kasus kematian ibu dan bayi. Pada kasus Rujukan terencana yang dilakukan
puskesmas Labuan Bajo dan Waenakeng sebagaian besar selamat. Dipuskesmas Waenakeng
16
ada 3 kasus ibu dengan PEB diupayakan rujukan terencana sesuai tindakan-tindakan dalam
manual rujukan bisa dicegah tidak menjadi eklamsi sehingga ibu bisa selamat.
Proses rujukan terhambat sering terjadi karena keterlambatan keluarga dalam mengambil
keputusan merujuk kepuskesmas dan ada penolakan keluarga untuk dibawa kepuskesmas.
Selain itu pemahaman keluarga yang masih kurang terhadap faktor resiko pada ibu dan bayi
dapat menghambat proses Rujukan.
1.2.7. Supervisi Fasilitatif KIA.
Kegiatan supervisi fasilitatif adalah salah satu bentuk pembinaan dan evaluasi program KIA di
level kabupaten, puskesmas maupun desa. Kegiatan supervisi yang terarah dan berkelanjutan
merupakan pembinaan yang efektif dalam pengelolaan manajemen mutu program KIA. Oleh
karenanya program AIPMNH mendukung dinas kesehatan untuk melaksanakan kegiatan
supervisi fasilitatif yang berkesinmabungan.
Kegiatan ini berupa dukungan kepada dinas kesehatan untuk pelaksanaan supervisi fasilitatif
dari kabupaten ke puskesmas, supervisi dari puskesmas ke poskesdes/pustu dan pertemuan
hasi supervisi. Kegiatan supervisi dari puskesmas ke fasilitas rujukannya sudah secara rutin
dilaksanakan oleh puskesmas menggunakan dana BOK.
Kegiatan supervisi ini secara rutin dilakukan di 7 puskesmas yaitu Labuan Bajo Golowelu,
Orong, Rekas, Waenakeng, Terang dan Pacar. Hasil dari kegiatan ini tersedianya informasi
terkait mutu pelayanan KIA di pustu dan bidan desa. Melalui kegiatan ini ada perbaikan
kinerja dan mutu pelayanan KIA di fasilitas pelayanan kesehatan melalui kepatuhan terhadap
Standar Operasional Prosedur.
Adanya pemahaman dari Bidan di desa tentang pengetahuan dan ketrampilan klinis yang
dimiliki. Adanya pemahaman dari Bidan di Desa tentang pengelolaan program KIA. Bidan di
Desa mampu mengidentifikasi masalah yang ada di wilayah kerjanya untuk mencari,
menetapkan solusi serta melaksanakan tindakan koreksi yang mengarah pada peningkatan
mutu pelayanan KIA.
1.2.8. Akreditasi Puskesmas.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan sarana kesehatan dasar khususnya Puskesmas
kepada Masyarakat, dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu dan kinerja antara lain
dengan pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya perbaikan
kinerja yang berkesinambungan baik pelayanan klinis, upaya puskesmas dan manajerial.
Akreditasi puskesmas dan klinik merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan
untuk mendorong upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan puskesmas yang
dilakukan oleh lembaga independen yang diberikan kewenangan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Disamping itu untuk memenuhi persyaratan Puskesmas yang akan bekerjasama dengan BPJS
dipersyaratkan untuk lulus akreditasi sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 71 tahun 2013 tentang BPJS/JKN. Dalam pelaksanaan Akreditasi dilakukan
penilaian terhadap manajemen puskesmas, penyelenggaraan program/upaya puskesmas
17
dan pelayanan klinis dengan menggunakan standar akreditasi puskesmas yang ditetapkan
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Agar Puskesmas dapat memenuhi standar akreditasi dibutuhkan pendampingan oleh
fasilitator yang kompeten agar puskesmas dapat membangun sistem pelayanan klinis dan
upaya puskesmas yang didukung oleh tata kelola yang baik. Akreditasi Puskesmas
mensyaratkan adanya kepemimpinan yang mempunyai komitmen yang tinggi untuk
menyediakan pelayanan yang bermutu, aman dan terjangkau bagi masyarakat secara
berkesinambungan.
AIPMNH pada tahun 2014-2015 mendukung dinas kesehatan dalam melakukan
pendampingan puskesmas siap akreditasi. Pendampingan ini fokus di 2 puskesmas yaitu
Puskesmas Labuan Bajo dan Waenakeng. Pendampingan kegiatan berupa pelatihan,
sosialisasi di tingkat kabupaten dan puskesmas, melakukan self assessment dan penyiapan
dokumentasi akreditasi.
Hasil dari pendampingan puskesmas sudah mampu menyiapkan beberapa dokumen
akreditasi. Kegiatan pendampingan masih dilakukan sampai sekarang dengan
memberdayakan mentor dan tim pendamping akreditasi dinas kesehatan. Dinas kesehatan
telah menganggarkan dana APBD untuk program akreditasi untuk 6 puskesmas sebesar
150,000,000,- pada tahun 2016.
1.2.9. PERDA dan PERBUP KIBBLA.
Dalam rangka memperkuat program kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Manggarai Barat.
Dinas kesehatan dengan bantuan AIPMNH melakukan penguatan sistem dan pengembangan
kapasitas manajemen. Upaya ini dilakukan melalui penataan dan pengembangan peraturan
dan kebijakan yang terkait dalam memberikan dukungan terhadap program KIBBLA dan
Revolusi KIA. Salah satu upaya penguatan tersebut adalah penyusunan kebijakan dan
peraturan daerah yang berdasarkan situasi lokal dan merefleksikan kebutuhan daerah dan
masyarakat.
Dukungan kegiatan ini adalah pelatihan legal drafting penyusunan PERDA. Pertemuan tim
penyusunan PERDA, pertemuan public hearing dan studi banding PERDA KIBBLA. Sedangan
untuk penyeusunan PERBUP KIBBLA kegiatan dukungan adalah lokakarya penyusunan
PERBUP KIBBLA.
Melalui dukungan tersebut pemerintah daerah telah mengesahkan PERDA tentang KIBBLA
pada tahun 2010 (PERDA No 12 tahun 2010) dan Peraturan Bupati (PERBUP) tentang KIBBLA
(PERBUP KIBBLA No 28 tahun 2011). Peraturan perundang-undangan ini menjadi landasan
hukum dalam upaya penurunan AKI dan AKB di Kabupaten Manggarai Barat.
Melalui PERDA KIBBLA ini program AIPMNH menginisiasi dan mengadvokasi BPMPD
mengeluarkan kebijakan terkait dana operasional tentang KIBBLA melalui dana ADD sebesar
Rp.2.000.000,-/desa yang akan digunakan untuk kegiatan desa siaga/posyandu. Kebijakan ini
sudah berjalan 3 tahun dan akan terus berlanjut.
18
1.2.10. Pengadaan Peralatan PONED, Renovasi Ruang Bersalin dan Penyediaan Air Bersih.
Program AIPMNH membantu peningkatan fasilitas dasar Puskesmas diantaranya
pembangunan penyediaan air bersih di 2 puskesmas (Labuan Bajo dan Golowelu) dan
renovasi ruang bersalin di 1 puskesmas (Golowelu). Total anggaran bantuan infrastruktur
tersebut sebesar Rp. 1.411.494.104,-. Renovasi ruang bersalin di Puskesmas Golowelu
mampu mendorong masyarakat untuk bersalin di puskesmas tersebut. Data persalinan
menunjukkan bahwa ada peningkatan persalinan sebelum dan sesudah renovasi dari 73
persalinan menjadi 112 persalinan.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan puskesmas PONED program AIPMNH mendukung
dinas kesehatan dalam pengadaan peralatan PONED. Dukungan ini diperuntukkan 2
puskesmas PONED dukungan AIPMNH yaitu Puskesmas Labuan Bajo dan Waenakeng.
Pengadaan peralatan meliputi peralatan kegawatdaruratan bayi dan peralatan untuk
simulasi pelayanan seperti meja resusitasi, ambubag neonatus, baby anne dan lain-lain,
daftar lengkap dapat dilihat pada lampiran. Anggaran yang sudah dikeluarkan untuk
pengadaan peralatan PONED adalah Rp. 121,480,400,-, untuk 46 item peralatan.
19
Dalam hal pengelolaan keuangan BOK ini, banyak kendala yang dihadapai. Antara lain dinas
kesehatan dan puskesmas mengalami kekurangan tenaga akuntansi, ekonomi dan atau
administrasi dan manajemen. Karena itu, dibutuhkan dukungan tenaga khusus yang
berpendidikan Akuntansi untuk mendampingi kegiatan tata kelola keuangan BOK, baik itu
ditingkat kabupaten maupun puskesmas.
1.3.2. Penguatan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).
Terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan bagian
penting dari tujuan antara program AIPMNH untuk meciptakan penyelenggaran
pembangunan kesehatan yang efektif dan efesien. Good governance dalam pengadaan
barang dan jasa dianggap sangat penting karena menyangkut penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate sehingga penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasil guna,
bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi.
Dalam rangka tersebut BAPPEDA melalui program AIPMNH melakukan dukungan terhadap
implementasi Pengadaaan Barang dan Jasa (PBJ) dengan melatih mitra SKPD potensial
terkait PBJ. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah
daerah dalam penerapan Perpres 54 Tahun 2010 tentang PBJ pada instansi pemerintah mitra
AIPMNH.
Hasil dari dukungan ini adalah sebanyak 28 orang terlatih PBJ dan dinyatakan lulus sebanyak
12 orang. Peserta hasil pelatihan PBJ ini aktif dalam ULP pengadaan barang dan jasa
pemerintah daerah termasuk pengadaan barang dan jasa sektor kesehatan.
1.3.3. Unit Pengelola Kemitraan (UPK).
Sebagai salah satu bentuk implementasi Deklarasi Paris (2005) dan Komitmen Jakarta (2009)
terkait prinsip-prinsip bantuan lembaga donor internasional, maka AIPMNH dalam
pengelolaan bantuannya bekerja sama dengan sistem Pemerintah Indonesia dengan
berfokus pada dukungan meningkatkan derajat Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di NTT
khususnya di Manggarai Barat.
Salah satu percepatan implementasi kesepakatan dan komitmen tersebut, maka dibentuklah
Unit Pengelola Kemitraan (UPK) AIPMNH yang berada di Bappeda Provinsi dan kabupaten.
Hal ini dilakukan sebagai langkah awal untuk mengintegrasikan dana bantuan dengan dana
pemerintah daerah. Keberadaan UPK di Bappeda sekaligus mengawal perencanaan agar
tetap sejalan dengan program pemerintah sekaligus memperkuat koordinasi lintas SKPD
mitra AIPMNH.
UPK di BAPPEDA Kabupaten Manggarai Barat dibentuk tahun 2012 dan telah melakukan
koordinasi dan kerjasama kemitraan diantaranya bekerjasama dengan Tim AIPMNH dalam
menyiapkan rencana kerja tahunan (AWP), review TOR dan RKA, menyiapkan pertemuan
DCC, monitoring dan evaluasi 3 bulanan terkait program.
Selain itu UPK secara aktif bekerjasama dengan DPC menyiapkan laporan program kepada
Bupati sebagai pengambil kebijakan untuk pengembangan program oleh pemerintah daerah.
BAPPEDA secara rutin mengalokasikan anggaran APBD untuk dana pendamping pengelola
20
kemitraan AIPMNH sebesar Rp, 75,000,000,-. per tahun untuk kegiatan koordinasi,
monitoring dan evaluasi.
1.3.4. District Coordinating Committe (DCC).
Dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas pengelolaan kemitraan, program
AIPMNH membentuk Komite Kemitraan Kabupaten atau yang disebut District Coordinating
Committee (DCC). Tim DCC mempunyai tugas dan tanggung jawab menetapkan arah dan
kebijakan pelaksanaan program AIPMNH di Kabupaten. Melakukan Koordinasi Program dan
menetapkan target kinerja Kegiatan AIPMNH Kabupaten berdasarkan masukan dari Tim
Teknis.
Selain itu tim DCC juga berwenang untuk mengkaji usulan Kegiatan yang diajukan mitra
sesuai dengan arah kebijakan yang telah ditetapkan. Menetapkan usulan kegiatan dan
anggaran biaya setelah dilakukan verifikasi dan membahas laporan kegiatan dari masingmasing pelaksana kegiatan. Tim DCC terbagi menjadi 2 tim yakni tim koordinasi dan tim
tekhnis.
Di Kabuaten Manggarai Barat rapat DCC secara rutin dilakukan 3 bulan sekali sebagai bentuk
monitoring dan evaluasi kegiatan kemitraan. Tim DCC terbukti mampu menciptakan
kepemilikian program dari setiap pelaksana program AIPMNH. Kepala BAPPEDA sebagai
ketua DCC sudah mampu memainkan perannya dalam kegiatan koordinasi, monitoring dan
evaluasi kegiatan kemitraan AIPMNH.
2. REALISASI TARGET INDIKATOR KINERJA TAHUN 2009-2014.
Indikator kinerja dinilai dari pelayanan di 7 puskesmas intervensi yaitu Puskesmas Labuan
Bajo, Waenakeng, Rekas, Orong, Golowelu, Pacar dan Terang (47 % total puskesmas) pada
tahun 2014 dibandingkan dengan pada pencapaian tahun 2009. Indikator kinerja kunci
mengacu kepada dokumen M&E indakator program AIPMNH dan kesepakatan kinerja
program AIPMNH yang ditandatangan oleh Bupati. Berikut rincian pencapaian indikator
program AIPMNH.
2.1. Pencapaian Indikator Kunci Pelayanan.
Realisasi target indikator program AIPMNH tahun 2014 secara signifikan tercapai pada
indikator berikut ini :
1.
2.
3.
4.
5.
2014.
2
Pencapaian
Data Kasus Kematian Ibu
2009 : 8 kasus
2014 : 5 kasus
Data Kasus Kematian Neonatal
2009 : 37 kasus
2014 : 26 kasus
Cakupan komplikasi obstetrict :
2009 : 55.7 %
2014 : 80.9 %
Cakupan komplikasi neonatal
2009 : 72.0 %
2014 : 22.6 %
Cakupan salin di fasilitas
kesehatan.
2009 : 21.1 %
2014 : 83.6 %
Cakupan pelayanan K4.
2009 : 57.7 %
2014 : 76.8 %
Cakupan komplikasi obstetrict di 2
puskesmas PONED.
2009 : 47.3 %
2014 : 76.8 %
AIPMNH mendukung Desa Siaga
sebanyak 43 desa intervensi,
sedangkan yang aktif sebanyak 28
desa (65.1%).
Alokasi anggaran MNH
2008 : 0.8 %
2014 : 2.3 %
2015 : 3.4 %
Perubahan (%)
-37,5
-29,7
+45,2
-68.6
+296.2
+33.1
+62.4
Capaian diilihat
berdasarkan jumlah
desa siaga yang
diintervensi.
Alokasi anggaran
MNH dibandingkan
terhadap belanja
langsung dinas
kesehatan
*)Diolah dari laporan data F1 dan F8, Data AMP, laporan program tahunan Dinas Kesehatan 2009-2014.
Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa program AIPMNH telah berkontribusi
terhadap kasus kematian ibu di Puskesmas intervensi sebanyak 37.5% dan menurunkan
kematian Neonatal sebanyak 29.7 %. Angka ini cukup signifikan namun masih dibawah angka
rata-rata penurunan kasus kematian ibu di wilayah kabupaten intervensi AIPMNH sebesar 41 %.
Begitu juga penanganan komplikasi kebidanan dan persalinan di fasilitas kesehatan mengalami
perubahan peningkatan secara signifikan masing-masing 45.2 % dan 62.4%. Sedangkan
indikator penanganan komplikasi neonatus mengalami penurunan yang cukup signifikan
22
sebanyak 68.6%, hal ini menjadi cerminan bahwa kualitas penanganan neonatal masih perlu
ditingkatkan lagi.
2.2. Indikator Kematian Ibu dan Bayi.
Upaya penurunan kematian ibu dan bayi terus diupayakan sehingga pada akhir tahun program
terlihat ada penurunan kasus kematian ibu dan bayi (neonatal). Trend kasus kematian dapat
dilihat pada grafik berikut ini.
Grafik 1 : Trend Kasus Kematian Ibu dan Bayi Di Kabupten Manggarai Barat Tahun 2009-2014.
80
62
60
45
43
42
46
2009
2010
2011
2012
48
40
20
11
13
10
13
15
2009
2010
2011
2012
2013
10
0
Kasus Kematian Ibu
2014
2013
2014
Dari grafik diatas dapat dilihat walaupun terjadi penurunan kasus kematian namun sifatnya
fluktuatif dan terbilang masih tinggi. Ada penurunan kasus kematian ibu tahun 2011 (10 kasus)
namun kembali naik pada tahun 2013 (15 kasus) dan kembali turun tahun 2014, hal ini juga
terjadi pada kasus kematian neonatal.
Kematian ibu dan bayi diwilayah puskesmas intervensi menunjukkan hasil yang baik. Terjadi
penurunan kasus kematian ibu dari tahun 2009 sebanyak 8 kasus menjadi 5 kasus pada tahun
2014. Untuk kasus kematian neonatal juga mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 37
kasus tahun 2009 menjadi 26 kasus tahun 2014. Walaupun terjadi penurunan namun demikian
pada 6 tahun terakhir terjadi fluktuasi kasus kematian ibu dan bayi. Berikut trend kematian ibu
dan bayi di puskesmas intervensi AIPMNH.
Grafik 2 : Trend Kasus Kematian Di Puskesmas Intervensi AIPMNH Tahun 2009-2014.
50
41
37
40
34
38
41
26
30
20
10
2009
2010
2011
2012
2013
0
2014
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Melihat masih tingginya kasus kematian ibu dan bayi diatas ada beberapa hambatan terutama
dari sisi penyedia layanan (supply side) diantaranya masih rendahnya cakupan pelayanan bidan
didesa (bidan berada didesa). Kualitas pelayanan penanganan kegawatdaruratan ibu dan bayi
23
belum merata disetiap puskesmas dan sistem rujukan yang belum berjalan maksimal.
Hambatan dari sisi penerima layanan (demand side) diantaranya faktor budaya dimana
keputusan untuk keselamatan melahirkan masih didominasi oleh suami, cakupan kemitraan
bidan dan dukun tidak merata disetiap puskesms.
Selain itu ada faktor yang sudah menjadi lokal spesifik Kabupaten Manggarai Barat. Faktor
tersebut adalah sulitnya akses masyarakat untuk mencapai pelayanan kesehatan, 60 % lebih
wilayah kabupaten Manggarai Barat adalah wilayah terpencil dimana baru 53 % bidan di desa
sehingga ibu hamil untuk mengakses sarana pelayanan kesehatan menjadi sulit. Kondisi
geografis dengan alam pegunungan dan wilayah kepulauan yang pada musim tertentu sulit
diakses menjadi faktor yang ikut memperberat upaya penurunan kematian ibu dan bayi.
2.3. Analisis Penyebab Kematian Ibu dan Bayi.
Berdasarkan hasil audit data AMP tahun 2013 dan 2014, kematian ibu terbesar terjadi dirumah
dan dijalan sebanyak 52.0 %, siasanya terjadi di rumah sakit dan puskesmas. Kasus kematian
neonatus terjadi dirumah sakit/puskesmas sebesar 62.7 % dan dirumah sebesar 34.5 %.
Grafik 3 : Penyebab Kematian Ibu Tahun 2013-2014 Di Kabupaten Manggarai Barat.
Penyebab Kematian Ibu
4%
Perdarahan
8%
32%
56%
Infeksi
Terlihat dari grafik diatas penyebab perdarahan mendominasi kematian ibu (56%), disusul
dengan penyebab tidak langsung (32%), eklamsi/preklamsi (8%) dan infeksi (4%). Untuk
penyebab kematian Neonatal dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Grafik 4 : Penyebab Kematian Neonatal Tahun 2013-2014 Di Kabupaten Manggarai Barat.
Penyebab Kematian Neonatal
Asfiksia
27%
BBLR
42%
Prematur
Hipotermi
Aspirasi ASI
6%
Lainnya
6%
13%
6%
Pada grafik diatas penyebab kematian neonatal terbesar oleh asfiksia (42%), BBLR (13%),
premature, hipotermi dan aspirasi asi masing-masing 6 %. Rincian penyebab kematian ibu dan
bayi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
24
Tabel 5 : Data Kematian Ibu dan Neonatal Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2009-2014*)
Indikator
Jumlah persalinan
Jumlah komplikasi obstetri
Jumlah kematian ibu
2009
4641
557
11
2010
4481
652
13
Tahun
2011 2012
4527 4709
658
866
10
13
2103
4789
860
15
2014
4796
929
10
45
43
42
46
62
48
82
84
79
83
108
93
24
2.4. Tantangan dan Peluang dalam Penurunan Kasus Kematian Ibu dan Bayi.
Tantangan
1. Rumah sakit daerah belum tersedia sehingga waktu tempuh kasus rujukan rata-rata 2 jam.
2. Kualitas penanganan kasus-kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal masih dirasa
kurang, terutama pada SOP penanganan awal kasus pada puskesmas jejaring PONED.
3. Sebagian tenaga terlatih sudah berpindah tugas, mutasi keluar daerah sehingga sedikit
banyak mengganggu kualitas pelayanan.
4. Belum maksimalnya partisipasi masyarakat di setiap puskesmas (desa siaga, P4K, kemitraan
bidan dan dukun).
5. Adanya kebiasaan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait dengan kesiapan
kasus rujukan ke fasilitas kesehatan.
Peluang
1. Dukungan pemerintah daerah terkait dana operasional program KIBBLA sebesar
328,000,000,- melalui anggaran ADD untuk 164 desa tahun 2015. Anggaran ini terus
dilanjutkan tahun 2016.
2. Adanya PERDA, PERBUP dan PERDES KIBBLA sebagai dasar dan pedoman hukum dalam
strategi penurunan AKI dan AKB pada setiap tingkatan.
3. Meningkatnya anggaran BOK untuk mendukung program KIBBLA dipuskesmas.
4. Menguatnya peran lintas sektor dengan terbentuknya Badan pertimbangan kesehatan
daerah (BPKD).
5. Meningkatnya peran multipihak seperti PNPM, PKK, LSM dan mitra SKPD terkait dalam
mendukung program KIBBLA seperti membangun rumah tunggu bersalin dan fasilitas
pendukung puskesmas.
3. REALISASI KEGIATAN DAN ANGGARAN
Penyerapan anggaran kegiatan pada periode 2009-2014 sebanyak Rp. 10.777.040.103,-.
Anggaran ini terdistribusi kepada 4 SKPD pelaksanan kegiatan yaitu BAPPEDA, Dinas
Kesehatan, BPMPD dan BPPA&KB. Anggaran tersebut melaksanakan 3 komponen kegiatan
yaitu peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak dan peran serta masyarakat.
Penguatan sistem kesehatan dan peningkatan akuntabilitas dan kinerja.
Tabel 6 : Penyerapan Anggaran Program AIPMNH Selama Periode Tahun 2009-2014.
No
Pelaksana
Kegiatan
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Total
Bappeda
83.979.200
504.057.400
223.970.800
365.860.000
12.500.000
19.500.000
1.209.867.400
BPMPD
124.766.800
337.989.500
468.483.850
437.827.200
21.000.000
89.503.500
1.479.570.850
BPPPA & KB
288.929.300
418.709.400
255.312.650
343.792.700
31.768.000
9.940.000
1.348.452.050
Dinas
Desehatan
Total
Anggaran
825.686.950
1.607.225.650
1.225.834.950
1.647.097.050
808.614.803
624.690.400
6.739.149.805
1.323.362.250
2.867.981.950
2.173.602.250
2.794.576.950
873.882.803
743.633.900
10.777.040.103
25
dilaksanakan melalui pendampingan mentor Gender dan pelatihan data terpilah. Selain itu
juga AIPMNH mendukung BAPPEDA dan BPPA&KB menyiapkan Rencana Aksi Daerah (RAD)
Gender melalui beberapa lokakarya penyusunan RAD gender ditingkat kabupaten. RAD
Gender ini merupakan pedoman untuk berbagai pihak dalam pengarustamaan gender dalam
berbagai aspek pembangunan tidak hanya kesehatan.
Saat ini ketimpangan Gender diberbagai pelayanan kesehatan khususnya ibu dan anak masih
terjadi. Keputusan dimana ibu akan melahirkan masih didominasi oleh suami dan keluarga,
sedangkan ibu kurang mendapat peran dalam menentukan dimana akan bersalin. Tantangan
budaya patriarki ini menjadi perhatian serius bagi program kesehatan ibu dan anak di
Kabupaten Manggarai Barat. Ketimpangan Gender ini berimplikasi luas terhadap sasaran
program kesehatan ibu dan bayi kedepannya.
AIPMNH sendiri dalam programnya menempatkan suami sebagai target upaya promosi
persalinan difasilitas kesehatan melalui penyebaran secara luas sticker suami siaga.
Memberdayakan dan meningkatkan partisipasi suami dalam program P4K dan mendorong
puskesmas melibatkan suami pada kegiatan kelas ibu hamil.
5.4. Public Private Partnership.
Kemitraan sektor kesehatan (public) dan pihak swasta (private) dibidang kesehatan pada
saat ini sangat perlu dilakukan. Ditengah keterbatasan sumber daya termasuk anggaran
maka pihak swasta memainkan peranan yang sangat penting. AIPMNH mendorong
kemitraan pihak swasta ini melalui program puskesmas reformasi dan pembentukan BPKD
dan BPKK. Kemitraan pihak swasta ini tidak hanya melibatkan korporasi namun juga donasi
dari perseorangan.
BPKD dan BPKK yang sudah dibentuk berperan aktif menggerakkan pelaku-pelaku usaha
komersial maupun pelaku pariwisata di Labuan Bajo maupun diluar Kabupaten Manggarai
Barat untuk memberikan bantuan obat-obatan, selimut pasien dan bahan habis pakai dalam
rangka meningkatkan pelayanan Puskesmas Labuan Bajo.
Mentor Puskesmas Reformasi dukungan AIPMNH melakukan pendampingan kepada BPKD
dan BPKK untuk menggalang dana memperbaiki dan memperluas areal parkiran Puskesmas
Labuan Bajo. Biaya perluasan areal parkir tersebut merupakan hasil dari kontribusi bersama
dengan pihak puskesmas (staff), BPKD, BPKK dan pihak pelaku usaha. Hasil kegiatan ini,
penataan areal parkir sudah lebih rapi. Keterlibatan pihak swasta dan masyarakat juga
terjadi di Puskesmas Waenakeng dan Terang dalam pengadaan ruang tunggu pasien.
Saat ini BPKD sudah berhasil menggalang dana masyarakat dalam pembangunan Rumah
Tunggu Bersalin di 3 Puskesmas yaitu di Puskesmas Bari, Golowelu dan Tentang. Melalui
kemitraan pihak swasta, sektor kesehatan dan masyarakat, pembangunan kesehatan
khususnya kesehatan ibu dan bayi dapat lebih ditingkatkan lagi.
5.5. Penanganan Terhadap Kecurangan (Fraud Control).
Program AIPMNH mendifinisikan penanganan kasus kecurangan (fraud) dengan tanpa
toleransi (zero tolerance), oleh karenanya upaya upaya pencegahan untuk tidak terjadinya
27
Fraud sangatlah penting. Penanganan Fraud pada program AIPMNH mengacu kepada
kebijakan penanganan Fraud yang dikeluarkan oleh DFAT dan Coffey International
Development sebagai managing contrator program AIPMNH.
Upaya pencegahan Fraud pada program AIPMNH di Kabupaten Manggarai Barat dengan
menerapkan secara ketat Standart Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan kegiatan,
keuangan dan pelaporan. Sehingga dapat mengurangi potensi kecurangan terjadi. SKPD
pelaksana wajib mematuhi SOP keuangan ini mulai dari tahapan perencanaan, ketika
penyusunan TOR dan RKA dan pada pelaksanaan kegiatan termasuk pencairan kegiatan dan
prosedur pelaporan keuangan.
UPK-BAPPEDA sebagai koordinator pelaksana kegiatan AIPMNH ikut terlibat dan memantau
penerapan SOP keuangan yang sudah disepakati. UPK juga dilibatkan secara aktif
penanganan Fraud sehingga aspek kemitraan dapat terus dijaga selama pelaksanaan
program.
Maternal Death Surveillance and Response (MDSR) merupakan pendekatan surveillance dan
respon yang saat ini sudah banyak digunakan diberbagai penyelesaian aspek kesehatan baik
itu pada tingkat nasional maupun regional. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang
direkomendasikan WHO untuk mengeliminasi dan menekan penyebab kematian ibu.
MDSR adalah suatu bentuk pengawasan terus menerus (continues surveillance) yang
menghubungkan sistem informasi kesehatan dan proses peningkatan kualitas pelayanan
yang berkelanjutan yang meliputi identifikasi rutin, notifikasi, kuantifikasi dan penentuan
penyebab dari semua kematian ibu. Upaya ini untuk merespon melalui tindakan yang akan
mencegah kematian ibu dimasa yang akan datang, (WHO,2013).
Tujuan dari MDSR adalah untuk menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai acuan
respon segera dan respon terencana dalam rangka menurunkan kasus kematian ibu dan
bayi. Saat ini Kabupaten Manggarai Barat sudah dan sedang melakukan pendampingan
pelaksanaan AMP oleh PKMK UGM dengan menerapkan prinsip-prinsip MDSR.
Adapun tahapan pelaksanaan pendampingan AMP adalah pembentukan tim AMP, pengisian
form otopsi verbal dan rekam medis, pengkajian kasus, penyusunan draft rekomendasi,
penyusunan rekomendasi akhir dengan melibatkan lintas sector. Selanjutnya melakukan
30
dana ADD. Alkoasi dana ini merupakan komitment Pemerintah terhadap implementasi
PERDA KIBBLA Kabupaten Manggarai Barat No 12 tahun 2010 tentang KIBBLA.
Sesuai PERDA KIBBLA bahwa alokasi anggaran penyelenggaran KIBBLA merupakan tanggung
jawab Pemerintah Daerah termasuk didalamnya pemerintahan desa. Maka mulai tahun
2012 melalui dana ADD telah dialokasikan anggaran operasional KIBBLA setiap desa di
Kabupaten Manggarai Barat.
Sejak tahun 2012 alokasi dana operasional KIBBLA sebesar 1.500.000,- per desa dan sejak
tahun 2013 sampai 2015 alokasi dana ini meningkat menjadi 2.000.000,- per desa. Jumlah
desa yang menerima dana ini adalah seluruh desa di Kabupaten Manggarai Barat. Selama
2014, total anggaran dana operasional KIBBLA yang sudah dimanfaatkan adalah
328.000.000,- oleh 164 desa.
Kebijakan alokasi anggaran ini tidak terlepas dari advokasi dan pendampingan program
AIPMNH dengan BPMPD melalui beberapa dukungan kegiatan seperti review RPJMDes pro
KIBBLA, lokakarya pra musrenbang desa dan pembentukan desa siaga. Kebijakan anggaran
ini diatur dalam Peraturan Bupati (PERBUP) tentang pengelolaan alokasi dana desa. PERBUP
ini setiap tahun diterbitkan sebagai acuan Pemerintah Desa dalam penggunaan dana ADD.
Tujuan dana operasional KIBBLA adalah untuk meningkatkan cakupan pelayanan KIBBLA
terutama persalinan di fasilitas kesehatan memadai di desa. Selain itu tujuan penggunaan
dana ini untuk meningkatkan peran serta masyarakat, keluarga, suami, istri dalam
mendukung program KIBBLA.
Harapannya dampak dari dana operasional ini adalah meningkatnya pengetahuan, sikap dan
perubahan perilaku keluarga dan masyarakat terhadap masalah kesehatan ibu dan anak.
Meningkatkan peran serta stakeholder di desa (tokoh masyarakat/agama, kader dukun,
PLKB desa, bidan desa) dalam mendukung program Kesehatan Ibu Bayi Baru Lahir dan Anak
(KIBBLA) di desa.
Dalam rangka pemanfaatan dana tersebut lebih efisien dan berhasil guna maka AIPMNH
mendukung BPMPD menyusun Petunjuk Pelaksanaan Tekhnis (JUKNIS) penggunaan Dana
operasional KIBBLA. Dana ini digunakan untuk program Perencanaan Persalinan Dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) termasuk didalamnya program 7H2; program pengembangan
desa siaga termasuk didalamnya pembuatan papan sistem siaga; ATK dan transport
pertemuan jejaring desa siaga; program kemitraan bidan dan dukun serta program
revitalisasi posyandu.
2. KEGIATAN DUKUNGAN DANA APBD (REPLIKASI).
Sejak program AIPMNH mulai tahun 2009 Pemerintah Daerah sudah melaksankan program
kesehatan ibu dan anak. Sejak tahun itu pula dukungan dana APBD sudah terlihat untuk
mereplikasi dukungan kegiatan AIPMNH. Berikut program kegiatan yang didukung oleh SKPD
pelaksana melalui dana APBD tahun 2014 dan 2015.
32
Tabel 7 : Kegiatan Dukungan APBD (Replikasi) oleh SKPD Pelaksana Tahun 2014-2015.
No
Nama Kegiatan
Alokasi ( Rp.)
SKPD
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
32,910,000
31,130,000
78,925,000
31,130,000
151,000,000
300,000,000
20,000,000
48,455,000
150,000,000
78,925,000
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
BAPPEDA
APBD 2014
APBD 2014
APBD 2014
APBD 2014
APBD 2014
APBD 2014
APBD 2014
APBD 2014
APBD 2014
APBD 2014
11
12
69,950,000
11,100,000
BPMPD
BPMPD
APBD 2014
APBD 2014
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
RAKERKESDA
Pertemuan Tim DCC,Tim Tekhnis, MONEV KIBBLA
Revitalisasi sistem kesehatan (puskesmas reformasi)
Pelatihan PONED
Pelatihan APN
Pelatihan BBLR/Asfiksia
Pertemuan AMP
Pembentukan desa siaga
Pembangunan rumah tunggu
Operasional 7H2 dan Rumah Tunggu
Bimtek PONED dan puskesmas PONED ke jejaring
39,100,000
73,675,000
166,500,000
151,450,000
121,850,000
234,700,000
87,600,000
142,580,000
299,030,000
77,640,000
36,300,000
DINKES
BAPPEDA
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
DINKES
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
53,845,000
BPMPD
APBD 2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2,487,795,000
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesimpulan sebagai berikut :
Program AIPMNH di Kabupaten Manggarai Barat telah menghasilkan beberapa
capaian yang cukup signifikan diantaranya berkontribusi terhadap meningkatnya
cakupan persalinan difasilitas kesehatan, cakupan desa siaga, cakupan pelayanan
antenatal dan cakupan penanganan komplikasi obstetric.
Sejak tahun 2009 sampai 2014 Program AIPMNH sudah mengalokasikan anggaran
sebesar Rp. 13.547.558.408,- dan berhasil diserap sebesar Rp.10.777.040.103,- oleh
SKPD pelaksana, Puskesmas dan badan pelaksana lainnya.
2. Rekomendasi
Untuk meningkatkan hasil dan dampak program secara signifikan terhadap penurunan
kasus kematian ibu dan bayi, maka perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
a. Meningkatkan Kualitas penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal
dipuskesmas. Strategi kegiatan antara lain :
1. Meningkatkan Pelayanan Kegawatdaruratan kebidanan yang berhubungan dengan
penyebab langsung kematian ibu dan bayi seperti penanganan retencio placenta,
perdarahan, asfiksia dll.
2. Meningkatkan kompetensi skill tenaga medis dan paramedis terkait penanganan
kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir. Menguatkan tata kelola
pelayanan klinis (strong clinical governance) di puskesmas dan jaringannya.
3. Menguatkan pelaksanaan AMP di puskesmas/kecamatan. Dan Menerapkan
prinsip-prinsip quality improvement di puskesmas dan jaringannya.
b. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas system rujukan ibu dan bayi. Strategi kegiatan
antara lain : mendorong pemerintah daerah untuk melanjutkan pembangunan rumah
sakit dan Meningkatkan penerapan manual rujukan di puskesmas dan jejaringnya.
c. Meningkatkan peran desa siaga, P4K, 7H2, kemitraan bidan, dukun dan posyandu
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Laporan Program SKPD mitra AIPMNH : BAPPEDA, Dinas Kesehatan, BPMPD, BPPA&KB
tahun 2009-2014
2. Laporan data F1-F8 Tahun 2009-2014 Dinas Kesehatan
3. Laporan AAIF-AIPMNH Manggarai Barat tahun 2009-2014
4. Laporan Pendampingan AMP oleh PKMK-UGM.
5. Dokumen M&E Indicators Transition Years (July 2013-June 2014)
6. Laporan ME-QAI AIPMNH Kabupaten Manggarai Barat tahun 2009-2014.
7. Pedoman Audit Maternal dan Perinatal (AMP) Tingkat Kabupaten, Kementrian
Kesehatan RI, 2014.
8. Maternal Death Surveillance And Response (MDSR), WHO 2013.
35