Vous êtes sur la page 1sur 10

Print ISSN 2319-2003 | Online ISSN 2279-0780

IJBCP

www.ijbcp.com

International Journal of Basic & Clinical Pharmacology

International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 1

doi: http://dx.doi.org/10.18203/2319-2003.ijbcp20150395
Laporan Kasus

Anafilaksis oleh Induksi Atracurium dan Angioedema:


Sebuah Laporan Kasus
Jyoti Sharma*, Savita Verma, M. C. Gupta

www.ijbcp.com

International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 2

Departemen Farmakologi, Pandit Bhagwat Dayal Sharma


Institusi Ilmu Kedokteran, Rohtak, Haryana, India

ABSTRAK

Frekuensi kejadian anafilaksis akibat induksi obat semakin meningkat


seiring penggunaan agen farmasetik secara luas. Agen penghambat
neuromuskular (NMBA) merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya anafilaksis selama anestesi general. Bagaimanapun, insidensi
anafilaksis akibat atracurium sangat jarang (<1/10.000) menurut UK
Summary of Product Characteristics. NMBA dapat menginduksi 2 jenis
reaksi:

pertama

yaitu

perantaraan

imun

(immune

mediated)

immunoglobulin E (IgE) dependen, dan kedua yaitu berhubungan dengan


stimulasi sel mast non spesifik. Manifestasi sistemik dari anafilaksis berupa
hipotensi dan kesulitan bernafas. Selain itu, terdapat manifestasi pada kulit
berupa urtikaria, angioedema dan kemerahan, namun jarang terjadi. Jika
keadaan ini tidak didiagnosis dan diterapi dengan segera, dapat menjadi
fatal. Pada kasus berikut, pasien tercatat menjalani operasi glandula
submandibular. Pasien dalam kondisi stabil setelah anestesi umum dan
dalam beberapa detik saat pemberian injeksi atracurium; pasien mengalami
kesulitan bernafas dan terjadi penurunan tekanan darah yang segera diikuti
dengan edema periorbital dan edema pada bibir. Pasien didiagnosis sebagai
anafilaksis dengan angioedema akibat atracurium dan dengan segera
ditangani pada meja operasi. Pasien diobservasi selama 2 hari. Anafilaksis
dengan edema akibat atracurium sangat jarang terjadi, dan oleh sebab itu
akan dilaporkan pada laporan kasus ini.
Kata kunci : Anafilaksis, Angioedema, Atracurium, agen penghambat
neuromuskular

www.ijbcp.com

International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 3

www.ijbcp.com

International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 4

PENGENALAN
Frekuensi kejadian anafilaksis akibat induksi obat semakin meningkat seiring
penggunaan agen farmasetik secara luas. Anafilaksis dapat menimbukan reaksi
ringan sampai berat berupa syok anafilaktik. Terdapat banyak obat anestesi,
antibiotic dan analgesic yang dapat menginduksi reaksi hipersensitivitas yang
dapat mengancam kehidupan. Insidensi anafilaksis selama anestesi general yaitu
antara 1:4000-25.000. 1
Selama anestesi general, pasien diberikan banyak jenis obat, misalnya agen
anestesi, agen penghambat neuromuskular (NMBA), antibiotik, cairan dan
sebagainya. NMBA merupakan penyebab tersering dari terjadinya anafilaksis
selama anestesi general berlangsung.2 Diantara jenis NMBA, suksamethonium
dan recuronium memiliki risiko tertinggi kejadian anafilaksis, sedangkan
pancuronium dan atracurium dilaporkan memiliki insidensi anafilaksis terendah
menurut UK Summary of Product Characteristics, insidensi anafilaksis akibat
atracurium sangat jarang (<1/10.000).3 Diagnosis anafilaksis ditegakkan
berdasarkan klinis dan manifestasi sistemik, seperti hipotensi, kesulitan bernafas,
dan merupakan gejala yang paling sering muncul. Manifestasi pada kulit seperti
urtikaria, angioedema, dan kemerahan mungkin juga muncul, namun jarang. Jika
anafilaksis tidak didiagnosis dan ditangani dengan cepat, dapat menjadi hal yang
fatal. Pada banyak kasus yang ada, melalui berbagai macam literatur, induksi
anafilaksis oleh atracurium dengan manifestasi pada kulit merupakan kejadian
yang jarang, dan akan dilaporkan disini.

LAPORAN KASUS
Seorang perempuan 18 tahun, berat badan 54 kg, masuk dengan keluhan edema
disertai nyeri pada regio glandula submandibular. Diagnosis sialadenitis
submandibular ditegakkan. Tidak ada riwayat penyakit terdahulu yang
signifikan, alergi, ataupun riwayat pembedahan dengan anestesi general. Pada
pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan laboratorium dalam batas normal. Oleh

karena itu, direncanakan operasi glandula submandibular dengan anestesi


general. Evaluasi pre-anestesi dilakukan satu hari sebelum operasi. Pada kamar
operasi, sebelum dilakukan induksi anestesi general, tanda vital diperiksa dan
didapatkan dalam batas normal. Dilakukan induksi anestesi general dengan
injeksi thiopental 250 mg dan injeksi suksinilcholine 100 mg secara intravena.
Intubasi endotrakeal telah dilakukan, dan anestesi dipertahankan dengan
oksigen, nitrous oksida, dan isoflurane. Sekitar 15 menit setelah pemberian
thiopental dan suksinilcholine, pasien diberikan injeksi atracurium 25 mg secara
intravena. Dalam 30 detik saat pemberian injeksi atracurium, terjadi penurunan
tekanan darah secara tiba-tiba menjadi 60/40 mmHg, frekuensi jantung
meningkat 130-150 kali/menit, dan tekanan puncak jalan nafas 40 cm air, dan
saturasi perifer (SpO2) menurun secara drastic menjadi 50%. Ventilasi manual
paru menjadi sulit, dan pada auskultasi thoraks, tidak terdengar bunyi nafas.
Edema periorbital dan edema bibir juga muncul (gambar 1 dan 2). Diagnosis
presumptif reaksi anafilaksis dengan angioedema akibat atricurium ditegakkan.
Dilakukan ventilasi paru dengan 100% oksigen melalui pipa endotrakeal,
sedangkan nitrous oksida, dan isoflurane dihentikan. Dilakukan injeksi
adrenaline 1:10.000 sebanyak 1 ml secara intravena, dan dilakukan infus cepat
dengan ringer laktat. Setelah satu menit, tekanan darah menjadi 70/40 mmHg,
tekanan puncak jalan nafas 45 cm air, dan SPO2 menjadi 70%, pulsasi nadi 130
kali/menit. Dilakukan pemberian adrenaline secara intravena dengan dosis yang
sama setelah 2 menit. Setelah pemberian dosis adrenaline kedua, tekanan darah
meningkat menjadi 90/60 mmHg, dan pulsasi nadi 110 kali/menit.
Hidrokortisone 100 mg dan chlorpheniramine 10 mg diberikan dengan lambat
melalui injeksi intravena. Operasi ditunda pada hari tersebut. Setelah 30 menit,
pasien mencapai stabilitas hemodinamiknya dengan aktivitas nafas spontan.
Blockade neuromuskular residual dikembalikan dengan pemberian injeksi
neostigmine 25 mg. Ekstubasi endotrakeal dilakukan 1 hari setelah kejadian,
dan pasien dipindahkan ke unit pelayanan intensif dan tetap dipasangi masker
oksigen. Edema periorbital dan bibir masih tetap muncul. Diberikan injeksi
hidrokortisone dan klorpheniramine selama 2 hari untuk pemeliharaan. Edema

periorbital dan bibir menghilang setelah 24 jam dan pasien dipulangkan setelah
2 hari perawatan.

Gambar 1: Angioedema pada wajah.

Gambar 2: Edema periorbital dan bibir.


DISKUSI
Anafilaksis ditandai dengan tanda dan gejala yang luas seperti urtikaria, kemerahan,
angioedema, hipotensi, takikardia, dan bronkospasme berat.4 Penyebab tersering dari
anafilaksis selama anestesi general adalah NMBA, yang bertanggung jawanb sekitar
50-70% dari episode anafilaksis selama periode ini.5 NMBA dapat menginduksi 2
tipe reaksi. Pertama oleh perantaraan imun (immune mediated) oleh imunoglobullin
E (IgE) dependen dan kedua berhubungan dengan stimulasi sel mast non spesifik
(terutama benzylisoquinolinium tipe NMBA seperti atracurium, mivacurium.6,7
Pada kasus ini, diagnosis anafilaksis dengan angioedema akibat atracurium
ditegakkan. Kejadian tersebut terjadi dalam beberapa detik saat pemberian

injeksi atracurium dan pasien berespon dengan pemberian injeksi adrenaline.


Penilaian hubungan sebab akibat dilakukan, dan hubungan kejadian dengan
atracurium adalah mungkin, baik dengan penilaian hubungan sebab akibat oleh
WHO ataupun dengan skala Naranjo (skor +6).
Hanya sedikit laporan kasus mengenai reaksi hipersensitivitas dengan atracurium
dilaporkan

dari

berbagai

negara,

dimana

pasien

mengalami

kolaps

kardiovaskular dan kesulitan bernafas setelah atracurium. 8 Reaksi anafilaksis


yang disebabkan oleh NMBA pada kasus ini biasanya oleh karena perantaraan
imun (immune mediated), misalnya IgE dependen.

Reaksi anafilaksis dengan

manifestasi pada kulit masih jarang terjadi. Pada kasus ini terdapat manifestasi
kulit dalam bentuk angioedema pada wajah, sebagai bagian manifestasi klinis
dari kolaps kardiovaskular dan bronkospasme. Seperti pada kasus ini, Gupta et
al. melaporkan sebuah kasus syok anafilaksis dengan manifestasi kulit dalam
bentuk eritema general.8
KESIMPULAN
Anafilaksis merupakan kondisi yang mengancam jiwa, tidak diharapkan
dan

merupakan

reaksi

idiosinkratik

yang

berhubungan

dengan

manifestasi pada kulit. Reaksi ini disebabkan oleh relaksan otot terutama
NMBA termasuk atracurium. Oleh karena itu, professional medis harus
memperhatikan dengan cermat jenis obat yang mungkin menyebabkan
anafilaksis. Pada kasus seperti ini, penghentian cepat agen penyebab dan
terapi yang tepat dapat menolong nyawa pasien.

Biaya: tidak ada sumber biaya


Konflik interest: tidak ada
Persetujuan etik: tidak diperlukan
REFERENSI

1. Lieberman P, Nicklas RA, Oppenheimer J, Kemp SF, Lang DM, Bernstein


DI, et al. The diagnosis and management of anaphylaxis practice parameter:
2010 update. J Allergy Clin Immunol. 2010;126(3):477-80.e1-42.
2. Mertes PM, Laxenaire MC, Alla F, Groupe dEtudes des Ractions
Anaphylactodes

Peranesthsiques

(GERAP).

Anaphylactic

and

anaphylactoid reactions occurring during anesthesia in France in 1999-2000.


Anesthesiology. 2003;99(3):536-45.
3. UK Sm PC. Atracurium. Actavis, 21 Jan 2014. Available from:
https://www.medicines.org.uk. [Last accessed on 2014 Dec 16].
4. Mertes PM, Laxenaire MC. Allergy and anaphylaxis in anaesthesia. Minerva
Anestesiol. 2004;70(5):285-91.
5. Peroni DG, Sansotta N, Bernardini R, Crisafulli G, Franceschini F,
Caffarelli C, et al. Muscle relaxants allergy. Int J Immunopathol Pharmacol.
2011;24 3 Suppl: S35-46.
6. Marone G, Stellato C. Activation of human mast cells and basophils by
general anaesthetic drugs. Monogr Allergy. 1992;30:54-73.
7. Koppert W, Blunk JA, Petersen LJ, Skov P, Rentsch K, Schmelz M.
Different patterns of mast cell activation by muscle relaxants in human
skin. Anesthesiology. 2001;95(3):659-67.
8. Maitra S, Sen S, Kundu SB, Pal S. Anaphylaxis from atracurium without
skin manifestation. J Anaesthesiol Clin Pharmacol. 2014;30(1):104-5.
9. Gupta A, Srivastava U, Saxena A, Mittal A, Dwivedi Y. Severe anaphylactic
reaction to atracurium. Indian J Pharmacol. 2012;44(1):144-5

Cite this article as: Sharma J, Verma S, Gupta MC.


Atracurium induced anaphylaxis and angioedema: a case
report. Int J Basic Clin Pharmacol 2015;4:802-4.

Sharma J et al. Int J Basic Clin Pharmacol. 2015 Aug;4(4):802-804

International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 10

Vous aimerez peut-être aussi