Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
IJBCP
www.ijbcp.com
International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 1
doi: http://dx.doi.org/10.18203/2319-2003.ijbcp20150395
Laporan Kasus
www.ijbcp.com
International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 2
ABSTRAK
pertama
yaitu
perantaraan
imun
(immune
mediated)
www.ijbcp.com
International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 3
www.ijbcp.com
International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 4
PENGENALAN
Frekuensi kejadian anafilaksis akibat induksi obat semakin meningkat seiring
penggunaan agen farmasetik secara luas. Anafilaksis dapat menimbukan reaksi
ringan sampai berat berupa syok anafilaktik. Terdapat banyak obat anestesi,
antibiotic dan analgesic yang dapat menginduksi reaksi hipersensitivitas yang
dapat mengancam kehidupan. Insidensi anafilaksis selama anestesi general yaitu
antara 1:4000-25.000. 1
Selama anestesi general, pasien diberikan banyak jenis obat, misalnya agen
anestesi, agen penghambat neuromuskular (NMBA), antibiotik, cairan dan
sebagainya. NMBA merupakan penyebab tersering dari terjadinya anafilaksis
selama anestesi general berlangsung.2 Diantara jenis NMBA, suksamethonium
dan recuronium memiliki risiko tertinggi kejadian anafilaksis, sedangkan
pancuronium dan atracurium dilaporkan memiliki insidensi anafilaksis terendah
menurut UK Summary of Product Characteristics, insidensi anafilaksis akibat
atracurium sangat jarang (<1/10.000).3 Diagnosis anafilaksis ditegakkan
berdasarkan klinis dan manifestasi sistemik, seperti hipotensi, kesulitan bernafas,
dan merupakan gejala yang paling sering muncul. Manifestasi pada kulit seperti
urtikaria, angioedema, dan kemerahan mungkin juga muncul, namun jarang. Jika
anafilaksis tidak didiagnosis dan ditangani dengan cepat, dapat menjadi hal yang
fatal. Pada banyak kasus yang ada, melalui berbagai macam literatur, induksi
anafilaksis oleh atracurium dengan manifestasi pada kulit merupakan kejadian
yang jarang, dan akan dilaporkan disini.
LAPORAN KASUS
Seorang perempuan 18 tahun, berat badan 54 kg, masuk dengan keluhan edema
disertai nyeri pada regio glandula submandibular. Diagnosis sialadenitis
submandibular ditegakkan. Tidak ada riwayat penyakit terdahulu yang
signifikan, alergi, ataupun riwayat pembedahan dengan anestesi general. Pada
pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan laboratorium dalam batas normal. Oleh
periorbital dan bibir menghilang setelah 24 jam dan pasien dipulangkan setelah
2 hari perawatan.
dari
berbagai
negara,
dimana
pasien
mengalami
kolaps
manifestasi pada kulit masih jarang terjadi. Pada kasus ini terdapat manifestasi
kulit dalam bentuk angioedema pada wajah, sebagai bagian manifestasi klinis
dari kolaps kardiovaskular dan bronkospasme. Seperti pada kasus ini, Gupta et
al. melaporkan sebuah kasus syok anafilaksis dengan manifestasi kulit dalam
bentuk eritema general.8
KESIMPULAN
Anafilaksis merupakan kondisi yang mengancam jiwa, tidak diharapkan
dan
merupakan
reaksi
idiosinkratik
yang
berhubungan
dengan
manifestasi pada kulit. Reaksi ini disebabkan oleh relaksan otot terutama
NMBA termasuk atracurium. Oleh karena itu, professional medis harus
memperhatikan dengan cermat jenis obat yang mungkin menyebabkan
anafilaksis. Pada kasus seperti ini, penghentian cepat agen penyebab dan
terapi yang tepat dapat menolong nyawa pasien.
Peranesthsiques
(GERAP).
Anaphylactic
and
International Journal of Basic & Clinical Pharmacology | July-August 2015 | Vol 4 | Issue 4 Page 10