Vous êtes sur la page 1sur 28

DOSEN

: RAHMAWATI S.Kep., Ns.,M.Kep.

SEMESTER

: V TINGKAT III A

System reproduksi
asuhan keperawatan retensi plasenta

Oleh
Kelompok IV
Riska hajrawati nurwahida
Ayu andriani
Hadijah
Kasman jaya
Deni anwar
Mulyati
Susyanti
Minalestin
Muh ali sabana

STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI


PRODI S1 KEPERAWATAN
T.A 2016
KATA PENGANTAR
Retensio plasenta

Page
1

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah dengan judul Asuhan Keperawatan RETENSIO PLASENTA ini di susun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah system reproduksi , Program Studi S1 Keperawatan
STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikanya
tugas makalah ini tepat pada waktunya,
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi kita semua, terutama mahasiswa Program
Studi S1 Keperawatan STIKES khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Kendari, 18 Oktober 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Retensio plasenta

Page
2

Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan daerah.
AKI di Indonesia menurut SDKI 2002-2003 adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50%
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
Banyak faktor yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu antara lain : persalinan
berlangsung lama, tindakan operasi persalinan, ketuban pecah dini atau keadaan yang dapat
menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan antepartum dan postpartum.
Pada kala III dapat pula terjadi gangguan atau kelainan patologis dalam bentuk perdarahan
postpartum, retensio plasenta, inversio

uteri dan perdarahan robekan jalan lahir. Perdarahan

postpartum merupakan salah satu sebab utama kematian ibu dalam persalinan.
Asuhan kebidanan diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis bagi ibu. Oleh
karena itu dibutuhkan perhatian dan penanganan yang serius agar tidak menimbulkan komplikasi.
Perdarahan dalam bidang obstetri dan ginekologi hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun
janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat
segera dilakukan. Oleh karena itu, setiap Perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan,
persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius.
Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang
terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak
yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur
dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di
dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan
kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan
diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.

Retensio plasenta

Page
3

Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta,
kehamilan ektopik, abortus, retensio plasenta,rest plasenta dan ruptura uteri) disebabkan oleh
perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak
mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat
menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di
Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
Pendarahan yang disebabkan oleh retensio dan rest plasenta dapat terjadi karena plasenta yang
tidak lahir setelah 30 menit setelah bayi lahir dan atau plasenta belum lahir sebagian .
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari retensio plasenta dan rest plasenta ?
2. Apa penyebab retensio plasenta dan rest plasenta?
3. Apa tanda dan gejala retensio plasenta dan rest plasenta?
4. Bagaimana penanganan dari retensio plasenta dan rest plasenta
5. Bagaimana prosedur/ daftar tilik dari rest plasenta dn retensio plasenta ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari retensio plasenta
2. Untuk mengetahui penyebab retensio plasenta
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala retensio plasenta
4. Untuk mengetahui penanganan dari retensio plasenta
5. Untuk mengetahui prosedur retensio plasenta

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Retensio plasenta

Page
4

Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir jam sesudah anak lahir.
(Sastrawinata, 2008:174)
Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656) yang menyebutkan retensio
plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam setelah janin lahir.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam.
Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah
lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak
diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta
akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus karena terjadi
kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta tertahan di dalam uterus. (Manuaba
(2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta yang
belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang
banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta
manual dengan segera.
B. KLASIFIKASI
Jenis-jenis retensio plasenta:
a. Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis
b. Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
c. Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d. Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding
uterus hingga ke peritoneum
e. Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi
ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
Retensio plasenta

Page
5

Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding
rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan
dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah
plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta
manual.
Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah
jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian
plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early
Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage)
yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
C. ETIOLOGI
Penyebab Retentio Plasentamenurut Sastrawinata (2006:174) adalah:
Fungsional:
1. His kurang kuat (penyebab terpenting)
2. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta
yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
Patologi anatomi:
1. Plasenta akreta
2. Plasenta inkreta
3. Plasenta perkreta
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Retensio plasenta

Page
6

Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian,
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab
vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta
akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserasio plasenta).
Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
a. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
b. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
1. Darah penderita terlalu banyak hilang
2. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi
3. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam
D. MANIFESTASI KLINIKS
Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta
Separasi/ akreta Plasenta

Plasenta

parsial
Kenyal

Akreta
Cukup

Tanda/Gejala
Konsistensi
Retensio plasenta

Inkaserata
Keras
Page
7

Uterus
Tinggi

2 jari bawah
Sepusat

Fundus
Bentuk

Sepusat
pusat

Diskoid

Agak Globuler

Sedang-Banyak

Sedang

Diskoid

Uterus
Sedikit/tidak
Perdarahan

ada
Terjulur
Tali Pusat
Ostium uteri
Separasi
plasenta
Syok

Terjulur

Tidak terjulur

sebagian
Terbuka

Konstriksi

Terbuka
Melekat

Lepas sebagian

Sudah lepas

Sering

Jarang

seluruhnya
Jarang sekali

Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta


a. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin
saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

plasenta (rest plasenta)


Keadaan umum lemah
Peningkatan denyut nadi
Tekanan darah menurun
Pernafasan cepat
Gangguan kesadaran (Syok)
Pasien pusing dan gelisah
Tampak sisa plasenta yang belum keluar

E. PATOFISIOLOGIS
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot
uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak
relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung

Retensio plasenta

Page
8

kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga
mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi
mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua
spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh
darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan
pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi
secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga
yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding
uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta.
Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya
plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah
pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini
menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan
menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada semburan darah yang
Retensio plasenta

Page
9

mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah
abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang
keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang
diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim
atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat
mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk
menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan
secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:


Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak
efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus, serta pembentukan constriction ring.
Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta
akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian
uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi,
leukosit biasanya meningkat.
Retensio plasenta

Page
10

Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated
Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding
Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

G. PENATALAKSANAAN
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter
besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang
hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen.
Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9%
(normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin
untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta
adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30
menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang
(cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta
dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
(Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).

Retensio plasenta

Page
11

H. KOMPLIKASI
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi
memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri
dibantu dengan port dentre dari tempat perlekatan plasenta.
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada
ostium baik hingga yang terjadi.
4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau
invasive,

proses

keganasan

akan

berjalan

terus.

Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan
abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan
lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan
abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker. Syok haemoragik
(Manuaba, IGB. 1998 : 300)
Cara untuk melahirkan plasenta:
1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong meregangkan tali
pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
2. Pengeluaran
plasenta
secara

manual

(dengan

narkose)

Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri,
melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.

Retensio plasenta

Page
12

3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan
tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.
I. PROSEDUR PLASENTA MANUAL
Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg
intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Langkah klinik
A. Persetujuan Tindakan Manual Plasenta
Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif
tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan
dilakukan.
B. Persiapan Sebelum Tindakan.
Pasien
1. Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
2. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
3. Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
4. Medikamentosa
a. Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2
mg/kg BB)
b. Analgesik suppositoria Tramadol hidroklorida 100 mg untuk perawatan nyeri akut
berat setelah tindakan.
c. Sedative (Diazepam 10 mg)
d. Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
e. Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
f. Cairan NaCl 0,9% dan RL
g. Infuse Set
h. Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
i. Oksigen dengan regulator
Penolong
1. Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
2. Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
3. Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
Instrument
1. Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
2. Mangkok tempat plasenta : 1
3. Kateter karet dan urine bag : 1
4. Benang kromk 2/0 : 1 rol
Retensio plasenta

Page
13

5. Partus set
C. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun
dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih
lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
D. Tindakan Manual Plasenta
Penetrasi Ke Kavum Uteri
1. Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik melalui karet infuse.
2. Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi.
3. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri)
meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan
membentuk kerucut
4. Lakukan kateterisasi kandung kemih.
- Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar
- Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam
vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
1. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang
kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
2. Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri
sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
3. Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke
pangkal jari telunjuk).
Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut dengan ujung jari
menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai
tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan
mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi.
Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu
sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam
Retensio plasenta

Page
14

sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada


perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
E.

Melepas Plasenta dari Dinding Uterus


1. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan,
pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat dengan punggung tangan menghadap ke

atas.
Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya
dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan

punggung tangan mengahadap ke dinding dalam uterus.


Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding tangan pada dinding

kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
2. Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial sehingga
semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Ujung

jari

menelusuri

tali

pusat,

tangan

kiri

diletakkan

di

atas

fundus

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara
dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti
mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang
di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian,
kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan
Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu lakukan penanganan yanng
sesuai

bila

terjadi

Mengeluarkan.
Retensio plasenta

Page
15

penyuliit.

Plasenta
a. Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
b. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus c. Instruksikan asisten
yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
1. Menarik plasenta ke luar (hindari percikan darah).
2.

diletakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.


3. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah
plasentalahir.Mengeluarkan plasenta
4. Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau
ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,
gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin)
satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
apabila ditemukan segera di jahit. Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi
perdarahan karena atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil
mengambil tindakan lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan
ibu bila perlu.

Retensio plasenta

Page
16

5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan


dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta,
dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
6. Dekontaminasi Pasca Tindakan Alat-alat yang digunakan untuk menolong di
dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di gunakan penolong ke dalam
larutan antiseptic
7. Cuci Tangan Pascatindakan Mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah
infeksi.
8. Perawatan Pascatindakan

Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila
masih diperlukan.

Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang tersedia.

Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.

Retensio plasenta

Page
17

Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi
pasien masih memerlukan perawatan. Jelaskan pada petugas tentang perawatan
apa yang masih diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (Di
Rumah Sakit)

J. PENANGANAN RETENSIO PLASENTA


a. Segera setelah bayi lahir, cek bayi kedua. Setelah dipastikan tidak ada bayi kedua, suntikkan
oksitosin 10 IU secara Intra Muskular di 1/3 paha atas lateral.
b. Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali (PTT). 15 menit setelah bayi lahir, plasenta belum
lahir juga, suntikkan kembali oksitosin dosis kedua 10 IU secara I.M di 1/3 paha atas lateral
sebelah lainnya.
c. Kembali lakukan PTT ulang ketika ada his. 15 menit plasenta belum lahir juga, periksa
perdarahan. Jika terdapat perdarahan aktif diagnosa kasus tersebut adalahretensio
plasenta. Jika tidak terdapat perdarahan aktif, maka diagnosa kasus tersebut adalah akreta
plasenta.
d. Pasang infus RL 500cc + oksitosin 10 IU drip, 40 TPM. Berikan propenit supp untuk
meredakan nyeri. Gunakan sarung tangan ginekologi (sarung tangan panjang).
e. Regangkan tali pusat dengan tangan kiri, tangan kanan meyusuri tali pusat secara obstetrik
masuk kedalam vagina. Setelah tangan kanan sampai di serviks, minta asisten untuk
memegang tali pusat, dan tangan kiri penolong berada di fundus.
f. Tangan kanan terus menyusuri tali pusat hingga bertemu dengan pangkal tali pusat (insersi tali
pusat). Buka tangan seperti orang bersalaman dengan ibu jari menempel jari telunjuk.
g. Carilah bagian plasenta yang sudah terlepas. Lepaskan plasenta dengan cara menyisir mulai
dari bagian plasenta yang terlepas dengan sisi ulna (sisi kelingking). Setelah semua plasenta
terlepas, bawa plasenta sedikit kedepan.
h. Tangan kanan kembali kebelakang untuk mengeksplorasi ulang apakah plasenta sudah terlepas
semua. Jika teraba licin, berarti plasenta sudah terlepas semua.
Retensio plasenta

Page
18

i. Keluarkan plasenta dengan tangan kanan. Tangan kiri pindah diatas supra simpisis untuk
menahan agar tidak terjadi inversio uteri.
j. Setelah plasenta keluar dari uterus, tangan kiri mendorong uterus di atas simpisis kearah dorso
kranial untuk mengembalikan posisi uterus ke tempat semula. Setelah plasenta keluar, segera
lakukan masase 15 kali searah jarum jam.

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta
adalah sebagai berikut :
Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan
sehari-hari sebagai berikut :
1. Sirkulasi :
- Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
- Pelambatan pengisian kapiler
- Pucat, kulit dingin/lembab
- Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
- Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
Retensio plasenta

Page
19

- Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2. Eliminasi :
- Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3. Nyeri/Ketidaknyamanan :
- Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan)
dan nyeri uterus lateral.
4. Keamanan :
- Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan
uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari
muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam
kubah vagina, atau robekan pada serviks.
5. Seksualitas :
- Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang
tertahan)
- Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion,
makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
6. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi).
Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang
berlebihan.
2. Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
3. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
5. Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.
6. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
C. INTERVENSI KEERAWATAN
DX 1 : Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang
berlebihan.
Intervensi :
Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatiakan faktor-faktor
penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta
Retensio plasenta

Page
20

tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama
lebih

dari

minggu)

Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan
kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.
Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan
bekuan

dan

jaringan

untuk

dievaluasi

oleh

perawat.

Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan
membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan
uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis.
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan
kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan
diatas simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar
kuku,

membran

mukosa

dan

bibir.

Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada
tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%.
Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri
pulmonal bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian.
Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan
posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan darah keotak dan
organ vital lainnya lebih besar.
Retensio plasenta

Page
21

Pantau

masukan

dan

keluaran,

perhatikan

berat

jenis

urin.

Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume


perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 50 ml/jam atau lebih besar.
Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vagina dan/atau
rectal
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau
hematoma terjadi.
Berikan
lingkungan

yang

tenang

dan

dukungan

psikologis

Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik.


Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada
laserasi labial atau perineal.
Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan
lahir.
Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari myometrium dengan jaringan
plasenta), HKK atau abrupsio placenta terhadap tanda-tanda KID (koagulasi intravascular
diseminata).
Rasional : Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta secara manual
yang dapat mengakibatkan koagulopati.
Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter 18 G atau melalui
jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat,
trombosit)

sesuai

indikasi.

Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk
meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin,
Metilergononovin
maleat,
Prostaglandin

F2

alfa.

Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium,


menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia.
Magnesium sulfat
Retensio plasenta

Page
22

Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4 memudahkan relaksasi


uterus selama pemeriksaan manual.
Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin
perlu diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus
atau hemoragi.
DX

Resiko

tinggi

terjadi

Infeksi

berhubungan

dengan

trauma

jaringan.

Intervensi :
Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang cara
yang tepat untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya
pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme infeksious..
Perhatikan
perubahan
pada
tanda
vital
atau
jumlah

SDP

Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 F (38C) pada dua hari beturut-turut (tidak
menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan
perpindahan kekiri menandakan infeksi.
Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri pelvis.
Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan
bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada bunyi napas,
batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran
kemih (urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
Rasional : Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai

indikasi.

Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak sistem
imun.

Retensio plasenta

Page
23

DX

Nyeri

berhubungan

dengan

trauma

atau

distensi

jaringan.

Intervensi :
Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal
yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan.
Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik
tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai
akibat dari atonia uterus atau tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada
uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
Kaji
kemungkinan
penyebab
psikologis

dari

ketidaknyamana.

Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat
persepsi ketidaknyamanan.
Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau lampu
pemanas

pada

penyembungan

episiotomi.

Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta


sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.
Berikan
analgesik,
narkotik,
atau
sedativa
sesuai
indikasi
Rasional
DX

Menurunkan

Perubahan

perfusi

nyeri

dan

jaringan

ancietas,
berhubungan

meningkatkan
dengan

relaksasi.
hipovalemia

Intervensi :
Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan
berat badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang
ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan
oksigen.
Retensio plasenta

Page
24

Pantau

tanda

vital;

catat

derajat

dan

durasi

episode

hipovolemik.

Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi
hipotensi. Penigkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi
asidosis metabolik.
Perhatikan
tingkat

kesadaran

dan

adanya

perubahan

prilaku.

Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut
dan mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.
Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh
darah perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.
Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi
Rasional : Memudahkan pemberia oksigen.
DX 5 : Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.
Intervensi :
Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragii pasca partum.
Klarifikasi

kesalahan

konsep.

Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang


kejadian mungkin menyimpang, akan memperberat ancietasnya.
Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi, tachipnea,
gelisah atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini
dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.
Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon
terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas
antar pribadi.

Retensio plasenta

Page
25

Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas, berikan kesempatan pada klien
untuk

mengungkapkan

perasaan.

Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi,


memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses
pemecahan masalah.
Beritahu kepada klien

tujuan

dari

setiap

tindakan

yang

akan

dilakukan

Rasional : Kecemasan klien akan berkurang bila sebelum sebuah tindakan dilakukan oleh
perawat.
DX 6 : Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh.
Intervensi :
Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab
hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan
mengatasi situasi.
Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar. Dengarkan,
bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana perawatan
individu. Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat pembelanjaran, dan
memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.
Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti perlambatan atau
intrupsi pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu melakukan perawatan
terhadap diri dan bayinya segera sesuai keinginannya).
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis untuk
melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat, misalnya resiko
hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutnya, ataonia uterus, atau ketidakmampuan
untuk melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie dilakukan.
Retensio plasenta

Page
26

Rasional : Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan


mulai mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam.
Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah
lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak
diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta
akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Jenis-jenis retensio plasenta:
- Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
-

menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis


Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan

miometrium.
Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga

mencapai lapisan serosa dinding uterus.


Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa
dinding uterus hingga ke peritoneum

Retensio plasenta

Page
27

Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh


konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
2002:178).

B. SARAN
Hemoragi pasca partum biasanya didefenisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 ml
selama dan/atau setelah kelahiran. Ini adalah salah satu penyebab tersering kematian pada ibu.
Mudah-mudahan makalah ini memberikan wawasan kepada kita tentang retensio sebagai salah
satu penyebab perdarahan post partum. Dan kepada ibu dosen pembimbing mata kuliah ini kiranya
dapat memberikan masukan, kritik dan saran guna melengkapi pengetahuan tentang retensio
placenta terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan secara lebih khusus pada ibu yang
mengalami retensio placenta.

DAFTAR PUSTAKA
Harry Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human Labor and Birth, Yayasan
Essentia Medica, 1990.
Mary Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta, 1995.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.

Retensio plasenta

Page
28

Vous aimerez peut-être aussi