Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
RHINITIS ALERGI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok - Kepala Leher di RS Islam Sultan Agung Semarang
Disusun oleh:
Anizatun Nuskiyati
01.211.6327
Pembimbing:
dr. Hj. Andriana S, Sp.THT-KL, M.Si.Med
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. M
Umur
: 18
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Bangetayu, Semarang
Pekerjaan
: Buruh pabrik
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Hidung pilek
Pemeriksaan Telinga
Bagian Auricula
Auricula
Pre auricular
Dextra
Sinistra
Bentuk normal,
Bentuk normal
Bengkak (-)
Bengkak (-)
fistula (-)
fistula (-)
Bengkak (-)
Bengkak (-)
Bengkak (-)
Bengkak (-),
Serumen (-)
Serumen (-)
Eritem (-)
Eritem (-)
Sekret (-)
Sekret (-)
Intak, mengkilat
Intak, mengkilat
Retro auricular
Mastoid
CAE
Membran timpani
Pemeriksaan Hidung
Bagian Hidung Luar
Bentuk
Dextra
Sinistra
Normal
Normal
Deformitas
Rhinoskopi anterior
Sekret
Mukosa
seromukous
Hiperemis (-)
seromukous
Hiperemis (-)
Edema (+)
Edema (+)
Pucat (+)
Pucat (+)
Benda asing
Perdarahan
Hipertrofi (-)
Hipertrofi (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Hipertrofi (+)
Hipertrofi (+)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Deviasi (-)
Pemeriksaan Tenggorokan
Rhinoskopi
Tidak dilakukan
Posterior
Lidah
Mukosa
Hiperemis (-)
Uvula
Palatum mole
fluktuasi (-)
fluktuasi (-)
Tonsil
Dextra
Ukuran
T1
T1
Tidak rata
Tidak rata
Warna
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Kripte
Melebar (-)
Melebar (-)
(-)
(-)
Permukaan
Detritus
Sinistra
Faring
Peritonsil
1.4 Ringkasan
Anamnesis
o Rhinorrhea 7 hari
o Trias alergi (+) itching, sneezing, rhinorrhea, obstruksi intermiten
cavum nasi
o Residifitas 3 tahun
o Hiposmia (-)
o Foeter ex nasi (-)
Pemeriksaan Fisik
o Sekret seromukous dextra et sinistra
o Mukosa livid
o Pembesaran pada konka inferior dextra et sinistra
1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan direk : endoskopi
Usulan Test Pemeriksaan :
1.6 Diagnosis
DD:
1 Rhinitis Alergi
DD :
Rhinitis Vasomotor
Rhinitis Virus
Rhinitis Medikamentosa
Diagnosis: Rhinitis Alergi
1.7 Terapi
Avoidance : Hindari kontak alergen
Medikamentosa
:
1) Antihistamin
2) Dekongestan
3) Antiinflamasi
Tremenza 2x1
: ad bonam
Qou ad sanam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
BAB II
DASAR TEORI
2.1.
ANATOMI HIDUNG
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah: 1
1. pangkal hidung (bridge),
2. dorsum nasi,
3. puncak hidung,
4. ala nasi,
5. kolumela dan
6. lubang hidung (nares anterior).
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu: 1
1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),
3. beberapa pasang kartilago alar minor dan
4. tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior
dan
lubang
belakang
disebut
nares
posterior
(koana)
yang
oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os
etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian
tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela. 1
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium
pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian
depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya
terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. 1
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media,
lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema. Konka suprema disebut juga rudimenter. 1
tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di
antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung.
Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus
medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan
infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit
melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid
anterior.1
Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan
konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding
inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os
palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh
lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. 1
2.2.
PENDARAHAN
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior
bagian
depan
septum
terdapat
anastomosis
dari
cabang-cabang
hidung
mempunyai
nama
yang
sama
dan
berjalan
PERSARAFAN
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui
lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir
pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas
hidung. 1
2.4.
MUKOSA HIDUNG
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh
kelenjar mukosa dan sel-sel goblet. 1
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan
didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk
membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk ke dalam rongga hidung. 1
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul
dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat.Gangguan gerakan silia dapat
disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan
obat-obatan. Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung
pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. 1
Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.
Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun
secara paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada
anyaman kapiler perigalnduler dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman
kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi
oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid ini
mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke
pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa
hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil, yang mudah
mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini
dipengaruhi oleh saraf otonom.1
2.5.
FISIOLOGI HIDUNG
Berdasarkan teori structural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi
2. Fungsi penghidu
Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk
menampung stimulus penghidu.
3. Fungsi fonetik
Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan
mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.
4. Fungsi static dan mekanik
Untuk meringankan beban kepala.
5. Reflex nasal.
2.5.1
FUNGSI RESPIRASI
Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares
anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke
arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. 1
Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan
udara inspirasi oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin akan terjadi
sebaliknya. 1
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 Celcius.
Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di
bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. 1
Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara akan
disaring dihidung oleh: 1
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Palut lender
FUNGSI PENGHIDU
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi
dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. 1
Fungsi
hidung
untuk
membantu
indra
pengecap
adalah
untuk
membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti
perbedaan rasa manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk mebedakan
rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam jawa. 1
2.5.3
FUNGSI FONETIK
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses
pembentukan konsonan nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka
dan palatum mole turun untuk aliran udara. 1
2.5.4
REFLEKS NASAL
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
2.6.1 DEFINISI
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). 1
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
1
PREVALENSI
Rhinitis alergi merupakan bentuk yang paling sering dari semua penyakit
penduduk dunia. Rhinitis alergi juga telah menjadi 1 dari 10 alasan utama pasien
datang berobat ke dokter. Namun, prevalensi ini bisa menjadi lebih tinggi, hal ini
dikarenakan banyaknya pasien yang mengobati diri sendiri tanpa berkonsultasi ke
dokter, maupun penderita yang tidak terhitung pada survey resmi.3
2.6.4
PATOFISILOGI
Karakteristik utama dari sistem kekebalan tubuh adalah pengenalan dari
antibodi
dan
antibodi-dependent,
sitotoksisitas
dimediasi
sel). Namun, rhinitis alergi melibatkan terutama jenis ,Gell dan Coombs, reaksi
hipersensitif tipe I. Karena berbagai terapi modalitas bekerja di berbagai titik
dalam reaksi ini, penting bagi dokter untuk memiliki pemahaman umum tentang
hal tersebut.5
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase
yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase
allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsung 24-48 jam. 1
3.
4.
Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran,
sehingga memberi gejala campuran, misalnya tungau debu rumah yang member
gejala asma bronchial dan rhinitis alergi. 1
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara
garis besar terdiri dari: 1
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi
ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag
tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon
sekunder.
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau
keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini,
reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari
sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh.
Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya
eliminasi Ag oleh tubuh.
2.6.6
KLASIFIKASI
Hal
ini
merupakan
mekanisme
fisiologik,
yaitu
proses
salute.
Keadaan
menggosok
ini
lama
kelamaan
akan
tetap
berguna
sebagai
pemeriksaan
pelengkap.
Ditemukannya
eosinofil
dalam
jumlah
banyak
menunjukkan
Kelainan
ini
dapat
bermacam-macam
bergantung
dari
rhinitis vasomotor
rhinitis gustator
rhinitis medikamentosa
rhinitis hormonal
Kelompok
kedua
adalah
loratadin,
setirisin,
terutama
Beberapa
peneliti
mendapatkan,
bahwa
alergi
hidung
of
Allergic
Rhinitis.
2006.
Tersedia
di: