Vous êtes sur la page 1sur 9

TUGAS INDIVIDU

ANALISIS KEAMANAN PANGAN


ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIKA DAN HORMON

MUH. IDHAM ZUHDI


N111 10 116

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Pangan segar asal hewan termasuk kategori pangan yang
mudah rusak dan dikenal sebagai pangan yang berpotensi
berbahaya bagi kesehatan konsumen (potentially haza rdous
foods). Pangan

dapat berfungsi sebagai media pembawa agen

patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada konsumen


(foodborne illness) (1).
. Antibiotik yang umum digunakan pada seperti basitracin,
eritomisin, tylosin dan lincomycin untuk mencegah dan mengobati
penyakit Chronic Respiratory Disease (CRD). Untuk pencegahan
CRD, umumnya pakan dicampur tylosin. Kelemahan cara ini
adalah peternak yang membeli ransum tidak dapat menghentikan
pemberian antibiotika ini (2,3). Enrofloksasin (ENR) adalah antibiotik
sintetik dari kelompok fluoroquinolones (FQs), yang memiliki spektrum
mekanisme luas untuk pengobatan berbagai infeksi bakteri pada hewan.
Mekanisme kerja antibiotik ini dengan penghambatan enzim bakteri
penting (DNA girase), dengan mengganggu reaksi bergabungnya DNA
kembali (4)
Pemberian antibiotik secara rutin melalui injeksi maupun
oral baik dicampur dalam pakan atau air minum memungkinkan
terjadinya residu antibiotik pada daging unggas. Apabila residu
obat

saat

hewan

dipotong

konsentrasinya

di

atas

batas

maksimum, dapat menimbulkan masalah keshatan pada manusia


(5).
Selain itu, keberadaan residu hormon pada pangan segar
asal hewan yang melampaui ambang batas yang telah ditentukan
dapat menyebabkan pangan segar asal hewan ter sebut menjadi
tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi karena dapat
merugikan,

mengganggu

dan

membahayakan

kesehatan

manusia.

Obat-obatan

untuk

pemacu

pertum buhan

(growth

promoter/hormon) merupakan salah satu contoh obat-obatan


yang jika digunakan tidak sesuai dengan petunjuk atau label,
misalnya waktu henti obat (withdrawal time) yang tidak dipatuhi
menjelang hewan akan dipotong dapat menimbul kan residu pada
saat dipotong.
Sejak

awal

tahun

1970-an,

penggunaan hormon

pertumbuhan (Hormone Growth Promotors/ HGPs) dikenal secara


luas baik pada peternakan sapi potong maupun peternakan sapi
perah yang diberikan untuk mempercepat peningkatkan berat
badan dan efisiensi pakan termasuk menghindari pakan yang
berlebihan (overfeeding). Penggunaan hormon sebagai pemacu
pertumbuhan telah banyak digunakan di USA, Australia, New
Zealand dan Canada. Hormon yang biasa digunaka n diantaranya
hormon Trembolon, Melengestrol Asetat (MGA) dan Zeranole. Di
Indonesia sendiri penggunaan HGPs pada hewan ternak dilarang
sejak tahun 1983, dan penggunaan hormon diizinkan hanya untuk
penanganan gangguan reproduksi dan tujuan terapi, dengan
pengawasan dokter hewan termasuk pengontrolan masa henti
obat (withdaral time)

BAB II
METODE PENELITIAN
II. 1

Analisis Residu Antibiotika


Enrofloksasin

(ENR)

dan

antibiotik

fluoroquinolon

lain,

dicyclohexylcarbodiimide (DCC), N-hydroxysuccinimide (NHS), tert-butil alanin, 4-di-(methylamino) piridin (DMAP), N, N'-dimetilformamida (DMF)
(Sigma

Aldrich,Amerika

Serikat),

1-etil-3-(3-dimethylaminopropyl)

carbodiimide hidroklorida (EDC) (Alfa Aesar), bovine serum albumin


(BSA), ovalbumin (OA), Keyhole Limpet Hemocyanin (KLH), dan
horseradish peroxidas (HRP) (Sigma Aldrich,Amerika Serikat), tabung
dialisa, Tween 20, secondary goat anti-rabbit IgG-HRP antibody dan
Freund incomplete adjuvant (Sigma Aldrich, Amerika Serikat).
Lempengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Merck Chemical Ltd),
silika gel H (TLC grade), alumina netral dan celite (Sigma Aldrich, Amerika
Serikat). Silika gel H (Merck, Darmstadt, Jerman) dan pelarut untuk
Nuclear Magnetic Resonance (NMR) seperti dimetilsulfoksida (DMSOD6), deuteriokloroform (CD3Cl) dan oksida deuterium (D2O) (Cambridge
Laboratorium Isotop, Inc USA).
Sintesis Hapten
Enrofloksasin dikonjugasi dengan sebuah linker dari tert-butil alanin melalui gugus karboksilat dari enrofloksasin untuk memberikan
hapten enrofloksasin tert-butil (skema 1). Selanjutnya gugus tert-butil
dilepas dengan asam trifluoroasetat (TFA) untuk menghasilkan hapten
enrofloksasin asam (skema 2) tanpa pemurnian lebih lanjut.
Prosedur sintesis hapten enrofloksasin tert-butil, skema 1
Enrofloksasin (500 mg, 1,39 mmol) dilarutkan dalam diklorometana, DCM
(20

mL)

dan

didinginkan

Dicyclohexylcarbodiimide,

dalam

(DCC,

574

icebath
mg,

selama
2,78

15
mmol)

menit.
dan

dimethylaminopyridine, (DMAP, 20 mg) ditambahkan dan campuran


diaduk selama 15 menit. Tert-butil -alanine (404 mg, 2,78 mmol)

kemudian ditambahkan dalam campuran diaduk semalaman pada suhu


kamar. Endapan putih dicyclohexylurea by product disaring melalui celite.
Campuran dimurnikan dengan kolom gravitasi menggunakan alumina
netral dan etil asetat sebagai pelarut dan fraksi elusi diuapkan sampai
kering dengan vakum, dan memberikan senyawa putih. Produk (senyawa
1) dikonfirmasi dengan KLT, Rf = 0,45 (etil asetat). Konfirmasi melalui 1HNMR, 13C-NMR dan LC-MS menunjukkan terbentuknya enrofloksasin
tert-butil.
Prosedur sintesis hapten enrofloksasin asam, skema 2
Enrofloksasin tert-butil ditambahkan asam trifluoroasetat, TFA (1
ml) diaduk pada suhu kamar selama 30 menit. Kelebihan residu TFA
kemudian dikeringkan di bawah vakum untuk memberikan enrofloksasin
asam tanpa tahapan pemurnian lebih lanjut. Enrofloksasin asam
dikonfirmasi dengan KLT dengan nilai Rf = 0,13 menggunakan eluen etil
asetat. Konfirmasi lebih lanjut menggunakan 1 H-NMR, 13H-NMR dan LCMS menunjukkan keberhasilan sintesis enrofloksasin asam
.
II. 2

Analisis Residu Hormon

Metode yang digunakan secara kualitatif untuk analisis


hormon MGA dan Zeranol adalah dengan metode enzym linked
mmuno assay (ELISA) KIT Ridascreen dan hormon TBA
menggunakan secara kuantitatif dengan metode high pressure
liquid chromatography (HPLC) dan ELISA KIT Ridascreen.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
III. 1

Analisis Antibiotik
Senyawa dengan berat molekul (BM) kurang dari 5.000 (5 kDa)

tidak

dapat

menimbulkan

respon

imun

terhadap

hewan.

Untuk

merangsang respon imun hewan agar dapat menghasilkan antibodi antienrofloksasin maka enrofloksasin harus terkonjugasi dengan protein
pembawa, seperti BSA, OA atau KLH.
Immunogen dan antigen disiapkan dengan mengkonjugasikan
gugus karboksilat dari enrofloksasin dengan kelompok amino dari protein
pembawa menggunakan metode carbodiimide. Metode ini membantu agar
antibodi memiliki pengenalan yang lebih baik terhadap target molekul
tertentu yang berguna untuk meningkatan spesifisitas antibodi
III. 2 Analisis Hormon
Pengujian

hormon

TBA

dilakukan

dilaboratorium

Bidang Karantina Hewan BBKP T. PRIOK bekerja sama


dengan

CENTRAS

IPB,

Balai

Besar

Penelitiaan

Veterinerdan pengujian hormon MGA dan Zeranol bekerja


sama dengan Lab Kesmavet DKI. Hasil sejumlah 97
Sampel daging dan hati sapi yang diuji terhadap residu
hormon TBA dengan metode HPLC dan ELISA, 75 sampel
daging dan hati sapi diuji residu hormon TBA dengan
metode HPLC diperoleh hasil tidak terdeteksi standar TBA
dengan Metode HPLC (TBA : 2,5 ppb; 17 Tren olon:0,625
ppb).
Sampel lainnya sejumlah 22 sampel diuji dengan
metode ELISA diperoleh nilai0,045 0,660g/kg, 22 sampel ini
nilai residu lebih rendah dari standar dengan berdasarkan
standar TBAdalam hati 10g/kg=10 ppb dan dalam daging

2g/kg = 2 ppb(Codex, 2011). Hasil sejumlah43 sampel


daging sapi diuji terhadap hormon MGA dengan metode
ELISA MGA diperoleh nilai0,063 0,444g/kg. Semua sampel
menunjukkan kadar MGA lebih rendah standar 1g/kg = 1
ppb(CODEX, 2009) dan standar MGA = 25g/kg = 25 ppb
(SNI, 2000). Hasil sejumlah 65 sampel daging sapi sampel
diuji terhadap hormon Zeranol dengan metode ELISA
Zeranol diperoleh hasil sejumlah 26 sampel diperoleh nilai
2,0076,607g/kg, hasil tersebut berada di atas standar2g/kg
= 2 ppb (Codex,2011 danSNI, 2000). Sedangkan 39 sampel
yang lain bernilai dibawah standar 2g/kg = 2 ppb (Codex,
2011 dan SNI, 2000)

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian, residu antibiotik dan hormon pada pangan
menggunakan analisis dengan metode ELISA, hasil untuk hormon MGA
berada leebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh Codex dan SNI
2000. Sedangkan pada analisis untuk Zeranol, 26 sampel berada melebihi
standar dan 39 sampel uji lainnya berada dibawah standar berdasarkan
Codex 2011 dan SNI 2000

DAFTAR PUSTAKA
1. Bahri S, Masbulan E dan Kusumaningsih A. 2005. Proses
Praproduksi sebagai Faktor Penting dalam Menghasilkan Produk
Ternak yang Aman untuk Manusia. Jurnal Litbang Pertanian 24
2. Rasyaf, M. 1999. Berternak Ayam Pedaging Super. Penerbit
Swadaya. Jakarta
3. Yuningsih dan Murdiati.

2003.

Analisis

Residu

Anribiotika

Spiramisin dan Tilosin Dalam Daging. Balai Penelitian Veteriner.


Bogor.
4. Brown, S. A. 1996. Fluoroquinolones in Animal Health. Journal of
Veterinary Pharmacological Therapy, 19.
5. Departemen Pertanian. 2005. Residu Dan Cemaran Mikroba Dalam
Bahan Pangan Asal Hewan Di Indonesia. Direktorat Jendral Bina
Produksi Peternakan. Departemen Pertanian
6. Dufresne, G., Fouquet, A., Forsyth, D. & Tittlemier, S. A. 2007.
Multiresidue Determination of Quinolone and Fluoroquinolone
Antibiotics in Fish and Shrimp by Liquid Chromatography/Tandem
Mass Spectrometry. Journal Of Aoac International, 90, 604-612.

Vous aimerez peut-être aussi