Vous êtes sur la page 1sur 7

KOTA BANTU : KOTA WISATA MODEREN

Sekilas tentang Kota Bantu:


Kota Bantu adalah salah satu kota ikon wisata di Provinsi Kondang-Makmur di
Negara Republik Mimpi. Kota berpenduduk 1,5 juta orang ini terbilang sangat padat
mengingat
kota
ini
memiliki
6
taman
rekreasi/bermain
bernuansa
hutan/perbukitan/gunung, 2 waduk untuk PLTA/Taman Rekreasi , 2 pusat
perbelanjaan dan banyak sekali hotel mulai melati hingga bintang 5. Jumlah PAD
kota ini sebenarnya sangat besar, namun mengingat dampak urbanisasi yang cukup
besar yang tidak diimbangi oleh peningkatan lapangan kerja menjadikan
performance kota ini dari segi peningkatan kesejahteraan sosial justru stagnan.
Tahun 2008-2010, anggaran banyak digunakan untuk perbaikan infrastruktur
jalan/perbukitan, irigasi, dan penghijauan guna mendukung pariwisata.
Pemerintah KOTA BANTU sedang menjajaki untuk melakukan pengajuan Dana Hibah
ke LSM Internasional di luar negeri, Pinjaman Jk. Panjang ke Bank, atau menarik
investor. Pemkot merasa bahwa, dengan hanya ditunjang PAD dan DAU/DAK,
hampir tidak mungkin masalah berikut ini akan terselesaikan dalam waktu 5 tahun
kepemimpinan Walikota Dr. Akur Makmur, MSi:
1. Masalah sampah yang menggunung di TPA Kali Deres, menimbulkan bau
yang tidak sedap dan dikhawatirkan dalam 2 tahun lagi TPA ini tidak mungkin
bisa menampung sampah terutama dari kenaikan jumlah penduduk kota.
Untuk mengatasi hal ini, ada 2 alternatif yang bisa dilakukan:
Alternatif 1 :
Membuat Instalasi Pengelolahan Sampah (IPSA) yang menelan biaya hampir
20 Miliar dengan perincian sebagai berikut:
- Biaya konsultan + Rp 2 M
- Belanja Modal Peralatan & Instalasi IPSA Rp 10 M
- Belanja Relokasi Lahan dan Dampak Sosial (Rp 2 M)
- Belanja untuk operasional instalasi per tahun Rp 6 M
Dari pembangunan IPSA tersebut, benefit yang didapatkan setiap tahun
adalah sebagai berikut:
-

Masalah penimbunan sampah paling tidak akan teratasi dalam kurun


waktu 20 tahun. Selanjutnya, setelah 20 tahun harus dilakukan perluasan
kapasitas mesin dan lahan 2 kali lipat guna memenuhi kebutuhan 30
tahun
Potensi kekumuhan kota sebagai dampak sampah akan dapat ditekan
hingga 80%.
Tenaga kerja yang diserap dari instalasi ini diperkirakan sebanyak 100
orang dengan gaji rata-rata Rp 1,5 juta/bulan (rencananya semua
pemulung di TPA akan dipekerjakan)
Pendapatan hasil olahan IPSA adalah sbb:
Energi listrik : ekuivalen dengan Biaya Listrik Rp 50 juta/bulan

Sampah olahan : Rp 200 juta/bulan


Alternatif 2:
Membuat TPA baru dengan komponen belanja sebagai berikut:
- Biaya konsultan + Rp 200 jt
- Belanja Modal Peralatan & Instalasi Rp 2 M
- Belanja Relokasi Lahan dan Dampak Sosial (Rp 7 M)
- Belanja untuk operasional instalasi per tahun Rp 1 M
Dari pembangunan TPA baru tersebut, benefit yang didapatkan setiap tahun
adalah sebagai berikut:
-

Masalah penimbunan sampah paling tidak akan teratasi dalam kurun


waktu 10 tahun. Selanjutnya, setelah 10 tahun harus dilakukan perluasan
lahan atau membuat IPSA kapasitas mesin dan lahan 2 kali lipat guna
memenuhi kebutuhan 30 tahun

Khusus untuk alternatif 2, PemKot harus melakukan negosiasi atas dampak


bau dan kekumuhan baru atas TPA baru dan peralatannya kepada warga.
Biaya tersebut sudah termasuk Biaya Relokasi Lahan dan Dampak Sosial.
2. Masalah Tuna Wisma yang berasal dari para pengemis, anak jalanan, orang
gila selalu meningkat dari tahun ke tahun. Catatan dari total penduduk kota
yang berjumlah 1,5 juta (tahun 2009), jumlah tuna wisma ini telah mencapai
sekitar 5000 orang (0,33%) naik dari tahun 2008 yang berjumlah 4000 orang
(0,30%). Diduga hal ini disebabkan karena urbanisasi dari kota-kota terdekat
serta tidak terserapnya angkatan kerja pada lapangan kerja yang tersedia.
Karena Kota Bantu merupakan kota yang mengandalkan pariwisata, kota
harus bersih dari tunawisma/gelandangan. PemKot hanya memiliki 1 panti
sosial dengan kapasitas 500 orang dengan fasilitas yang terbatas terutama
untuk fasilitas training/pendidikan agar para tunawisma ini lebih mandiri.
Idealnya, panti sosial harus bisa menampung minimal dari total tunawisma
dalam setiap 6 bulan, sehingga problem tunawisma akan bisa diatasi paling
lambat 2 tahun. Oleh karena itu, Pemkot berencana menaikkan kapasitas
panti sosial menjadi 1250 orang dengan penyerapan anggaran sebesar Rp 5
M. Rincian biaya tersebut adalah sebagai berikut:
- Biaya Pembebasan Lahan Rp 500 jt
- Biaya Pembangunan Gedung Rp 2 M
- Biaya Peralatan Rp 1 M
- Biaya Konsultan Rp 300 jt
- Biaya operasional per tahun Rp 1,2 M.
Usulan pengembangan Panti Sosial ini banyak dikritik karena tingkat
keberhasilan rata-rata untuk mencegah Gelandangan/Pengemis hanya 50%.
Banyak yang menyarankan untuk menerapkan Perda yang ketat tentang
larangan memberi pengemis, menghambat laju urbanisasi dengan melarang
pendatang baru yang tidak punya pekerjaan tetap (operasi Yustisi), dan
membuka lapangan pekerjaan baru di sektor industri dan pariwisata.

3. Kemacetan pada beberapa ruas jalan/titik disebabkan karena tidak tertib-nya


para pedagang kaki lima yang menjual oleh-oleh dan souvenir khas Kota
Bantu. Hal ini juga diperparah karena tidak tersedianya lahan parkir yang
memadai sehingga memakan badan jalan. Pemandangan ini hampir terjadi
setiap jam 10.00 s.d. 17.00 pada akhir pekan dan liburan, dan selalu
dikeluhkan oleh penduduk asli kota serta para wisatawan yang hendak lewat
menuju/meninggalkan tempat wisata. Jalan-jalan ini merupakan jalan utama
yang harus dilalui oleh para wisatawan dan para pekerja/pelajar yang hendak
menuju tempat kerja/sekolah.
Alternatif 1:
Membuat jalan lingkar timur guna menggeser masuk akses kota lewat
sebelah timur, sehingga konsentrasi lalu lintas wisatawan bisa dipecah.
Meskipun demikian, alternatif ini akan memperlama waktu tempuh
wisatawan ke akses wisata sekitar 30-45 menit karena harus sedikit memutar
(namun jika dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan saat macet di jalan
lama, waktu tersebut lebih singkat sekitar 10-15 menit)
Biaya yang dikeluarkan untuk alternatif ini + Rp 500 M (untuk pembebasan
dan relokasi lahan, dan pembangunan jalan)
Alternatif 2:
Membuat sentra-sentra parkir baru dan bawah tanah, membuat area
shopping bertingkat dan oleh-oleh drive-thru. Pedagang akan direlokasi ke
bangunan pusat oleh-oleh yang baru (di samping tempat yang lama).
Biaya yang dikerluarkan untuk alternatif ini Rp 20 M
Alternatif 2 banyak dikritik karena akurasi menahan macet hanya 50%, sebab
area oleh-oleh ini hampir pasti akan didatangi wisatawan terutama pada saat
pulang wisata. Diperkirakan alternatif ini hanya mampu bertahan 1 tahun
karena kapasitas lahan yang terbatas
4. Para Kepala Desa sering kali mengeluhkan karena fasilitas yang minim guna
menunjang kegiatan operasionalnya terutama untuk mendukung Kota Bantu
sebagai kota wisata. Saat ini, setiap kepala desa telah diberi fasilitas berupa
Sepeda Motor tahun 2006 dan telah digunakan 4 tahun. Mereka menganggap
bahwa sepeda motor tersebut sudah harus dilakukan penggantian dengan
yang baru karena sering mogok dan kurang nyaman untuk dipakai karena
sudah tua. Kepala Desa menginginkan paling tidak diberi 2 (dua) sepeda
motor baru: 1 motor bebek (untuk ke kantor) dan 1 motor laki-laki (untuk
operasional). Saat ini, terdapat 5 kecamatan, 30 Desa sehingga dibutuhkan
anggaran Rp 450 jt (30 unit x @ Rp 15 jt) untuk motor bebek dan Rp 600 jt
(30 unit x @ Rp 20 jt) untuk motor laki.
Usulan tersebut banyak menuai kritik dan tidak masuk akal, karena
umumnya para Kades tidak pernah mau naik sepeda motor dinas, namun
justru menggunakan mobil pribadinya (jauh lebih bergengsi). Motor dinas
justru lebih bayak dipakai oleh staf lapangan.

Untuk keempat hal tersebut di atas, tersedia alternatif pembiayaan sebagai berikut
ini:
1. Dana Hibah LSM/NGO Internasional untuk Peningkatan Kesejahteraan Sosial
dan Pengentasan Kemiskinan dengan batasan maksimum hibah Rp 4 M
setiap tahun selama 5 tahun. LSM ini mensyaratkan adanya hal sebagai
berikut:
- Adanya sistem Pilkada yang demokratis
- Pelaporan keuangan dan kinerja yang transparan dan akuntabel dan
diungkapkan di website
- Konsultan project ditunjuk oleh pemberi hibah
2. Pinjaman Bank Pembangunan Republik Mimpi (BPRM) dengan batas maksimal
pinjaman Rp 500 M jangka waktu 20 tahun. Tingkat bunga sebesar 8% per
tahun.
3. Pendanaan investor oleh PT NIAGA ARTA (NA). Investor ini mampu
menanamkan investasinya hingga Rp 500 M melalui beberapa kerjasama
operasi (KSO) dengan sistem BOT dan Bagi Hasil. Namun demikian, PT NA
sangat berminat untuk bekerjasama membangun jalan lingkar timur dengan
syarat nanti akan membangun tempat wisata malam, hotel, dan diskotek
modern di jalan tersebut.

Instruksi Kerja
Bantulah Bapak Walikota untuk menyusun Perencanaan Keuangan yang
tepat selama 5 tahun ke depan sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan
politik yang ada.
Perhatikanlah ketepatan sumber pendanaan dan
penggunaannya. Tidak ada jawaban yang paling tepat. Kebenaran sangat
tergantung dari alasan yang dipergunakan.

PEMERINTAH KOTA BANTU


RENCANA PENGEMBANGAN 2011-2015
a. Latar Belakang

.
b. Permasalahan

.
c. Solusi Program dan Kegiatan
1. Program/Kegiatan

Pembuatan

Instalasi

Pengelolahan

Sampah

(IPSA)
Rasionalisasi

Kondisi sampah yang menumpuk dalam Kota Bantu dapat


menimbulkan bau yang tidak sedap dan dikhawatirkan dalam 2
tahun lagi TPA ini tidak mungkin bisa menampung sampah
terutama dari kenaikan jumlah penduduk kota.

Target Kinerja

Mengurangi adanya tumpukan sampah di Kota Bantu dalam


kurun waktu 20 tahun sehingga potensi kekumuhan kota
mampu teratasi sebanyak 80%,

Membuka

lapangan

kerja

baru

yang

dapat

menampung

sebanyak 100 orang pekerja dengan gaji rata-rata sebesar 1,5


juta/bulan (termasuk pemulung di TPA dipekerjakan) dan
menjadikan Kota Bantu sebagai kota wisata yang bersih dari
sampah yang menimbun.
Sumber Pendanaan : Peminjaman dana kepada Bank Pembangunan
Republik Mimpi (BPRM) sebesar 20 M
Rencana Anggaran :
Pembuatan Instalasi Pengelolahan Sampah (IPSA) yang menelan biaya
hampir 20 Miliar dengan perincian sebagai berikut:

Biaya konsultan + Rp 2 M
Belanja Modal Peralatan & Instalasi IPSA Rp 10 M
Belanja Relokasi Lahan dan Dampak Sosial (Rp 2 M)
Belanja untuk operasional instalasi per tahun Rp 6 M

Lalu dalam pelunasan pinjaman tersebut dapat dirinci sebagai berikut:


Jumlah utang bank selama 20 tahun
Bunga bank = 8% x Rp. 20,000,000,000 = Rp. 1,600,000,000
Pinjaman bank + Bunga bank = Rp. 20.000.000.000 + Rp. 1.600.000.000 =
Rp. 21,600,000,000
Utang per tahun = Rp. 1,080,000,000
Pendapatan Pengelolahan Sampah (IPSA) per tahun:
Energi listrik : Rp. 50.000.000 x 12 bulan
= Rp. 600.000.000
Sampah olahan : Rp 200.000.000 x 12 bulan = Rp. 2.400.000.000
Total pendapatan per tahun
= Rp. 3.000.000.000
Dengan Pendapatan Pengelolahan Sampah (IPSA) per tahun sebesar Rp.
3.000.000.000 maka utang bank dapat dilunasi dan adanya program
pembangunan ini pemerintah Kota Bantu menerima keuntungan sebesar Rp.
1,920,000,000.

2. Program/Kegiatan :
Rasionalisasi
Target Kinerja
Sumber Pendanaan :
Rencana Anggaran :
3. Program/Kegiatan :
Rasionalisasi
Target Kinerja
Sumber Pendanaan :
Rencana Anggaran :
4. Program/Kegiatan : Pembaharuan Fasilitas Kegiatan Operasional
Desa

Rasionalisasi:

Para kepala desa mengeluhkan adanya fasilitas yang minim


dalam

kegiatan

operasional

mereka

terutama

dalam

mendukung Kota Bantu sebagai kota wisata.


Target Kinerja:

Memberikan dukungan kegiatan operasional para kepala desa


serta staff lapangan dalam memantau situasi yang kondusif
dalam Kota Bantu.

Sumber Pendanaan : Dana Hibah LSM/NGO Internasional dengan


besaran Rp. 450.000.000
Rencana Anggaran : Untuk membeli 30 unit kendaraan motor bebek
sebagai pembaharuan fasilitas di setiap desa. Dan penanganan
selanjutnya, pemerintah akan memberikan tuntutan akuntabilitas
dari setiap dana hibah yang diberikan sehingga setiap desa memiliki
tanggung jawab dalam memelihara fasilitas yang berupa motor
untuk dukungan aktifitas operasional.

Vous aimerez peut-être aussi