Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
berurutan mereka menekan diensefalon, mesensefalon, pons dan medula oblongata melalui
celah tentorium.
c. Herniasi unkus Hemiasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossz kranii media
atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke arah garis
tengah dan ke atas tepi bebas tentorium; akhirnya menekan n.Ifi.di mesensefalon ipsilateral,
kemudian bagian lateral mesensefalon dan seluruh mesensefalon.
Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/serta merusak pembuluh
darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya pads
stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.
Proses di luar batang otak yang menekan ARAS.
1) Langsung menekan pons.
2) Hemiasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan menekan
tegmentum mesensefalon.
3) Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan medula
oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan sebagainya.
Koma metabolik
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma disebabkan
kegagalan difus dari metabolisme sel saraf.
Ensefalopati metabolik primer.
Penyakitdegenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia.
Misalnya penyakit Alzheimer.
Ensefalopati metabolik sekunder.
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang mengakibatkan
kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan. Pada koma
metabolik ini biasanya ditandai gangguan sistim motorik simetris dan tetap utuhnya refleks
pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethimide atau atropin), juga utuhnya gerakangerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat).
D. Manifestasi klinis
1. Secara umum
Pasien koma tidak dapat dibangunkan
Tidak memberikan respon normal terhadap rasa sakit atau rangsangan cahaya
Tidak memiliki siklus tidur-bangun
Tidak dapat melakukan tindakan sukarela
2. Adapun gejala di bawah ini sesuai dengan etiologinya :
Syaraf cranial terganggu dan bagian timbuh yang dipersyarafi akan terganggu
Peningkatan suhu sekitar 40 C
Asidosis metabolik
Edema otak dan par
Apneu dan takipneu
cheyne stokes
Mual, muntah, pucat
Adanya trauma kepala dan hematoma
Hipotermi
Tekanan darah menrun
nadi kecil
Perdarahan
Konstipasi
Diare
Kejang
Refleks pupil dan mata y
E. Klasifikasi
1. Koma epileptik
Pengeluaran listrik menyeluruh dan berkelanjutan dari korteks (seizure/ kejang) berhubungan
dengan koma, walaupun tidak ada aktivitas motor epileptik (convlsion). Koma yang terjadi
setelah kejang, merupakan tahap postictal, yang disebabkan oleh kekurangan persediaan
energi ata efek molekul toksik lokal yang merupakaan hasil dari kejang.
2. Koma farmakologis.
Pada keadaan seperti ini sangat reversibel dan tidak menimbulkan kerusakan residual yang
menyebabkan hipoksia. Overdosis beberapa obat dengan toksik dapat menekan fungsi sistem
saraf.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji laboratorium
Digunakan untuk mengidentifikasi penyebab ketidaksadaran yang mencakup tes glukosa
darah, elektrolit, amonia serum, nitrogen urea darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa
pembekuan, kandungan keton serum, alkohol, obat-obatan dan analisa gas darah arteri.
2. Pemeriksaan tambahan lainnya adalah CT-Scan atau MRI kepala, untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya cedera otak atau perdarahan.
G. Penatalaksanaan
Penderita segera dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan denyut jantung, tekanan darah,
suhu serta jumlah oksigen dalam darahnya dipantau secara ketat. Tindakan terhadap pasien
tidak sadar adalah memberikan dan mempertahankan jalan nafas paten. Pasien dapat di
intubasi melalui hidung atau mulut, atau dilakukan trakheostomi. Sampai ditetapkan pasien
mampu bernafas sendiri, maka mesin ventilasi digunakan untuk mempertahankan oksigenasi
yang adekuat. Pemasangan kateter intravena digunakan untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan pemberian makanan dilakukan dengan selang makanan atau selang
makanan atau selarng gastrostomi.
Dilakukan suntikan intravena dan diberikan nalokson dan dekstrosa jika terjadi overdosis
narkotika dan hipoglikemia, tiamin diberikan bersama dengan glukosa untuk menghindari
terjadinya penyakit wernicke pada pasien malnutrisi. Pada kass tromosis kasilas dengan
iskemia batang orak, digunakan heparin intravena atau obat trombolitik, jika tidak terdapat
perdarahan serebral. Penggunaan antagonis benzodiazepin memiliki prospek untuk perbaikan
setelah overdosis obat soporifik dan bermanfaat ntuk ensefalopati hepatik. Pemberian cairan
hipotonik intravena harus dilakukan dengan hati-hati pada semua gangguan serius otak
karena berpotensi edema serebri. Jika penekaranan lumbal terlambat dilakukan karena suatu
hal, maka harus segera diberikan antibiotik seperti sefalosporin generasi ketiga, terutama
setelah diambil kultur darah.
H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien tidak sadar meliputi gangguan pernapasan,
pneumonia, dekubitus dan aspirasi. Gagal pernafasan dapat terjadi dengan cepat setelah
pasien tidak sadar. Penumonia umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan ventilator
atau mereka yang tidak dapat untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Dekubitus, pasien
tidak sadar tidak mampu untuk bergerak atau membalikkan tubuh, hal ini menyebabkan
dalam tetap pada posisi yang terbatas. Keadaan ini akan mengalami infeksi dan merupakan
sumber sepsis. Aspirasi isi lambung atau makanan dapat terjadi, yang mencetuskan terjadinya
pneumonia atau sumbatan jalan nafas.
I. Prognosis
Dampak koma adalah dibutuhkannya perawatan jangka panjang. Vegetative state persisten
memiliki prognosis yang buruk, prognosis lebih baik dapat terjadi pada kelompok anak-anak
dan remaja. Koma metabolik memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan koma
traumatik. Segala pendapat mengenai prognosis pada orang dewasa, sebaiknya hanya berupa
perkiraan, dana keputusana medis seharusnya disesuaikan dengan faktor-faktor seperti usia,
penyakit sistemik yang ada, dan kondisi medik secara keseluruhan. Informasi prognosis dari
banyak pasien dengan luka di kepala, dapat dilakukan dengan GCS. Secara empiris,
pengukuran ini dapat memprediksi trauma otak. Hilangnya gelombang kortikol pada potensi
terjadi somata sensori merpakana infikator prognosis koma yang buruk.nandar Email