Vous êtes sur la page 1sur 4

20 December 2011

Asuhan Keperawatan Koma


A. Pengertian
Koma adalah keadaan klinis ketidaksadaran dimana pasien tidak tanggap terhadap dirinya
sendiri dan lingkungan. (Brunner dan Suddart, 2001). Koma adalah keadaan penurunan
kesadaran dana respons dalam bentuk yang berat, kondisinya seperti tidur yang dalam dimana
pasien tidak dapat bangun dari tidurnya. (W. Sudoyo dkk, 2006)
B. Etiologi
Berbagai penyakit, cendera atau kelainan yang serius bisa mempengaruhi otak dan
menyebabkan koma. Koma dapat timbul karena berbagai kondisi antara lain :
Terjadi karena cedera kepala ringan atau berat
Keracunan
Keabnormalan metabolik
Penyakit sistem saraf pusat
Luka neurologis seperti stroke dan hipoksia
Agen farmasentika
C. Patofisiologi
Gangguan kesadaran dapat dibagi dua :
1. Gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran.
2. Gangguan isi (kualitas, awareness, alertness) kesadaran.
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebritermasuk ingatan,
berbahasa dan kepintaran (kualitas), denganascending reticular activating system (ARAS)
(kuantitas) yang terletak mulai dari pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabutserabut saraf kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan
secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai suatu off-on switch, untuk
menjaga korteks serebri tetap sadar (awake). Maka apapun yang dapat mengganggu interaksi
ini, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.
Karena ARAS terletak sebagian di atas tentorium serebel dan sebagian lagi di bawahnya,
maka ada tiga mekanism patofisiologi timbulnya koma : 1. Lesi supratentorial, 2. Les
subtentorial, 3. Proses metabolik.
Koma supratentorial
1. Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedang batang otak tetap
normal. Ini disebabkan proses metabolik.
2. Lesi struktural supratentorial (hemisfer). Adanya massa yang mengambil tempat di dalam
kranium (hemisfer serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan
hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya; terjadilah : 1.
Hemiasi girus singuli, 2. Hemiasi transtentorial sentral, 3. Herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli Hemiasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral
menyebabkan tekanan pads pembuluh darah serta jaringan otak, mengakibatkan iskemi dan
edema.
b. Herniasi transtentorial/sentral Hemiasi transtentorial atau sentral adalah basil akhir dari
proses desak ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara

berurutan mereka menekan diensefalon, mesensefalon, pons dan medula oblongata melalui
celah tentorium.
c. Herniasi unkus Hemiasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossz kranii media
atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke arah garis
tengah dan ke atas tepi bebas tentorium; akhirnya menekan n.Ifi.di mesensefalon ipsilateral,
kemudian bagian lateral mesensefalon dan seluruh mesensefalon.
Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/serta merusak pembuluh
darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya pads
stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.
Proses di luar batang otak yang menekan ARAS.
1) Langsung menekan pons.
2) Hemiasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan menekan
tegmentum mesensefalon.
3) Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan medula
oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan sebagainya.
Koma metabolik
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma disebabkan
kegagalan difus dari metabolisme sel saraf.
Ensefalopati metabolik primer.
Penyakitdegenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia.
Misalnya penyakit Alzheimer.
Ensefalopati metabolik sekunder.
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang mengakibatkan
kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan. Pada koma
metabolik ini biasanya ditandai gangguan sistim motorik simetris dan tetap utuhnya refleks
pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethimide atau atropin), juga utuhnya gerakangerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat).
D. Manifestasi klinis
1. Secara umum
Pasien koma tidak dapat dibangunkan
Tidak memberikan respon normal terhadap rasa sakit atau rangsangan cahaya
Tidak memiliki siklus tidur-bangun
Tidak dapat melakukan tindakan sukarela
2. Adapun gejala di bawah ini sesuai dengan etiologinya :
Syaraf cranial terganggu dan bagian timbuh yang dipersyarafi akan terganggu
Peningkatan suhu sekitar 40 C
Asidosis metabolik
Edema otak dan par
Apneu dan takipneu
cheyne stokes
Mual, muntah, pucat
Adanya trauma kepala dan hematoma
Hipotermi
Tekanan darah menrun
nadi kecil

Perdarahan
Konstipasi
Diare
Kejang
Refleks pupil dan mata y
E. Klasifikasi
1. Koma epileptik
Pengeluaran listrik menyeluruh dan berkelanjutan dari korteks (seizure/ kejang) berhubungan
dengan koma, walaupun tidak ada aktivitas motor epileptik (convlsion). Koma yang terjadi
setelah kejang, merupakan tahap postictal, yang disebabkan oleh kekurangan persediaan
energi ata efek molekul toksik lokal yang merupakaan hasil dari kejang.
2. Koma farmakologis.
Pada keadaan seperti ini sangat reversibel dan tidak menimbulkan kerusakan residual yang
menyebabkan hipoksia. Overdosis beberapa obat dengan toksik dapat menekan fungsi sistem
saraf.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji laboratorium
Digunakan untuk mengidentifikasi penyebab ketidaksadaran yang mencakup tes glukosa
darah, elektrolit, amonia serum, nitrogen urea darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa
pembekuan, kandungan keton serum, alkohol, obat-obatan dan analisa gas darah arteri.
2. Pemeriksaan tambahan lainnya adalah CT-Scan atau MRI kepala, untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya cedera otak atau perdarahan.
G. Penatalaksanaan
Penderita segera dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan denyut jantung, tekanan darah,
suhu serta jumlah oksigen dalam darahnya dipantau secara ketat. Tindakan terhadap pasien
tidak sadar adalah memberikan dan mempertahankan jalan nafas paten. Pasien dapat di
intubasi melalui hidung atau mulut, atau dilakukan trakheostomi. Sampai ditetapkan pasien
mampu bernafas sendiri, maka mesin ventilasi digunakan untuk mempertahankan oksigenasi
yang adekuat. Pemasangan kateter intravena digunakan untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan pemberian makanan dilakukan dengan selang makanan atau selang
makanan atau selarng gastrostomi.
Dilakukan suntikan intravena dan diberikan nalokson dan dekstrosa jika terjadi overdosis
narkotika dan hipoglikemia, tiamin diberikan bersama dengan glukosa untuk menghindari
terjadinya penyakit wernicke pada pasien malnutrisi. Pada kass tromosis kasilas dengan
iskemia batang orak, digunakan heparin intravena atau obat trombolitik, jika tidak terdapat
perdarahan serebral. Penggunaan antagonis benzodiazepin memiliki prospek untuk perbaikan
setelah overdosis obat soporifik dan bermanfaat ntuk ensefalopati hepatik. Pemberian cairan
hipotonik intravena harus dilakukan dengan hati-hati pada semua gangguan serius otak
karena berpotensi edema serebri. Jika penekaranan lumbal terlambat dilakukan karena suatu
hal, maka harus segera diberikan antibiotik seperti sefalosporin generasi ketiga, terutama
setelah diambil kultur darah.
H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien tidak sadar meliputi gangguan pernapasan,
pneumonia, dekubitus dan aspirasi. Gagal pernafasan dapat terjadi dengan cepat setelah
pasien tidak sadar. Penumonia umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan ventilator
atau mereka yang tidak dapat untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Dekubitus, pasien
tidak sadar tidak mampu untuk bergerak atau membalikkan tubuh, hal ini menyebabkan
dalam tetap pada posisi yang terbatas. Keadaan ini akan mengalami infeksi dan merupakan

sumber sepsis. Aspirasi isi lambung atau makanan dapat terjadi, yang mencetuskan terjadinya
pneumonia atau sumbatan jalan nafas.
I. Prognosis
Dampak koma adalah dibutuhkannya perawatan jangka panjang. Vegetative state persisten
memiliki prognosis yang buruk, prognosis lebih baik dapat terjadi pada kelompok anak-anak
dan remaja. Koma metabolik memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan koma
traumatik. Segala pendapat mengenai prognosis pada orang dewasa, sebaiknya hanya berupa
perkiraan, dana keputusana medis seharusnya disesuaikan dengan faktor-faktor seperti usia,
penyakit sistemik yang ada, dan kondisi medik secara keseluruhan. Informasi prognosis dari
banyak pasien dengan luka di kepala, dapat dilakukan dengan GCS. Secara empiris,
pengukuran ini dapat memprediksi trauma otak. Hilangnya gelombang kortikol pada potensi
terjadi somata sensori merpakana infikator prognosis koma yang buruk.nandar Email

Vous aimerez peut-être aussi