Vous êtes sur la page 1sur 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyebaran Islam yang berkembang secara spektakuler di
Negara-Negara Asia Tenggara berkat peranan dan kontribusi
tokoh-tokoh tasawuf adalah kenyataan yang diakui oleh
hampir mayoritas sejarahwan dan peneliti. Hal itu disebabkan
oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih kompromis dan
penuh kasih sayang.
Terdapat kesepakatan dikalangan sejarahwan dan peneliti,
orientalis, dan cendikiawan Indonesia, bahwa tasawuf adalah
faktor terpenting bagi tersebarnya Islam secara luas. Secara
historis, tasawuf

telah mengalami perkembangan melalui

beberapa tahap, sejak pertumbuhan hingga perkembangannya


sekarang.

Tahap

pertama

masih

berupa

zuhud

dalam

pengertian yang masih sangat sederhana. Yaitu, ketika pada


abad ke-1 dan ke-2 H, sekelompok kaum muslim memusatkan
perhatian

dan

memprioritaskan

hidupnya

hanya

pada

pelaksanaan ibadah untuk mengejar keuntungan akhirat.


Tokohnya antara lain Hasan Al-Bashri (w. 110 H) dan Rabiah
Aladawiyah (w. 185 H). Kehidupan model zuhud kemudian
berkembang

pada abad ke-3 H ketika kaum sufi mulai

memperhatikan aspek-aspek teoritis psikologis dalam rangka


pembentukan perilaku

hingga tasawuf menjadi sebuah ilmu

akhlak keagamaan. Pembahasan luas dalam bidang akhlak


mendorong lahirnya pendalaman studi psikologis dan gejalagejala kejiwaan serta pengaruhnya bagi perilaku. Pemikiranpemikiran yang lahir selanjutnya terlibat dalam masalahmasalah epistemologis. Masalah ini berkaitan langsung dengan

pembahasan mengenai hubungan manusia dengan Allah swt.,


sehingga lahir konsepsi-konsepsi seperti fana, terutama oleh
Abul Yazid al-Busthami (w. 261 H).
Dengan demikian suatu ilmu khusus telah berkembang di
kalangan kaum sufi, yang berbeda dengan ilmu fiqh, baik dari
segi objek, metodologi, tujuan maupun istilah-istilah yang
digunakan. Lahir pula tulisan-tulisan, antaralain, seperti AlRisalahAl-Qusyairiyyah karya Al-Qusyairi dan AwarifAl-Maarif
karya Al-Suhrawardi Al-Baghdadi. Tasawuf kemudian menjadi
sebuah ilmu setelah sebelumnya hanya merupakan ibadahibadah praktis.
Pada abad ke-5 H Imam al-Ghazali tampil menentang
jenis-jenis tasawuf yang dianggapnya tidak sesuai dengan AlQuran dan Sunnah dalam sebuah upaya mengembalikan
tasawuf

kepada status semula sebagai jalan hidup zuhud,

pendidikan jiwa dan pembentukan moral.


Sejak tampilnya

Al-Ghazali, pengaruh tasawuf Sunni

mulai menyebar di Dunia Islam. Selanjutnya, pada abad ke-6 H


yang berorientasi filsafat, antara lain Suhrawardi A-Maqtul, ALSyaikh Al-Akbar , Ibn Arabi (w.638 H), dll. Dalam aliran mereka
berkembang panteisme (wahdah al-wujud) yang mengarahkan
tasawuf pada kebersatuan dengan Allah
mereka tidak tertuju kepada selain taraf
sedangkan aspek

swt.,

perhatian

spiritual ini,

praktis nyaris terabaikan. Perkembangan

tasawuf akhirnya berlangsung akhirnya berlangsung dibawah


pengaruh mereka. Dan tasawuf kemudian menjadi terkait amat
luas dengan filsafat, terutama aspek-aspek ontology dan
epistemology. Aliran seperti ini mencapai puncaknya

pada

pemikiran Ibn Arabi yang berhasil membangun pilar tasawuf

diatas prinsip-prinsip filsafat yang kukuh dalam sebuah visi


kesatuan yang paripurna.
Dengan munculnya aliran tersebut, tasawuf terbagi dua.
Pertama, tasawuf Sunni yang dikembangkan para sufi
abad ke-3 dan ke-4 H yang disusul Al-Ghazali

pada

dan para

pengikutnya

dari syaikh-syaikh tarekat, yaitu tasawuf yang

berwawasan

moral praktis dan bersandarkan

Quran

dan

Sunnah.

Kedua,

tasawuf

kepada Al-

falsafi

yang

menggabungkan tasawuf dengan berbagai aliran mistik dari


lingkungan

di

luar

Islam,

seperti

dalam

Hinduisme,

kependetaan Kristen ataupun teosofi dalam neo-Platonisme.


Perkembangan dan penyebaran tasawuf di Indonesia tidak
lepas dari peran tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf
itu

sendiri.

Maka

dalam

makalah

ini,

pemakalah

akanmembahas perkembangan tasawuf yang dibawa oleh


beberapa tokoh ke Indonesia, diantaranya: tasawuf pada masa
Walisongo, Syekh Siti Jenar, Hamzah Fansuri, Syamsuddin
Sumatrani, Nuruddin Al-Raniri,

Muhammad Nafis Al-Banjari,

Ismail Al-Minangkabawi, dan Hamka.


B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tasawuf dan Islamisasi di Indonesia ?
2. Bagaimana Reformasi Tasawuf di Indonesia?
3. Bagaiamana Tasawuf dan Penyebarannya di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tasawuf dan Islamisasi di Indonesia


Diskusi tentang keberadaan tasawuf di Nusantara tidak
lepas dari pengkajian proses islamisasi. Tidaklah berlebihan
kalau di katakan bahwa tersebarnya islam di indonesia
sebagian besar adalah karena jasa kaum sufi. 1 Hawash
Abdullah menyebutkan beberapa bukti tentang besarnya
peranan para sufi dalam penyebaran Islam pertama kalinya di
Nusantara. Ia menyebutkan tokoh sufi Syekh Abdullah Arif
1 Samsul Munir amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2012), Hal.324.

yang menyebarkan Islam untuk pertama kalinya di Aceh


sekitar abad ke -12 M.2
Ia adalah seorang pendatang ke Nusantara bersama
banyak muballigh lainnya yang diantaranya bernama Syekh
Ismail Zaffi. Lebih jauh lagi, Hawash Abdullah menegaskan
bahwa

kalau

mau

meneliti

secara

jujur,

kita

akan

berkesimpulan bahwa pada tahun-tahun pertama masuknya


Islam ke Nusantara, para sufilah bukan lainnya yang paling
banyak

jasanya.

Hampir

semua

daerah

yang

pertama

memeluk islam bersedia menukar kepercayaan dari animisme,


dinanisme, budhaisme, dan hinduisme karena tertarik kepada
ajaran tasawuf.3
Tasawuf merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kajian Islam di Indonesia. Sejak masuknya Islam di Indonesia
unsur

tasawuf

telah

mewarnai

kehidupan

keagamaan

masyarakat, bahkan hingga saat inipun nuansa tasawuf masih


kelihatan

menjadi

bagian

yang

tak

terpisahkan

dari

pengalaman keagamaan sebagian kaum muslimin Indonesia.


Hal ini terbukti dengan semakin maraknya kajian Islam di
bidang ini dan juga melalui gerakan terekat Muktabarah yang
masih berpengaruh di masyarakat.4
Sebagaimana

pendapat

Hawash

diatas,

A.H.Johns,

sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, berpendapat bahwa


2 Rosihon Anwar dan Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,
2008), Hal. 241.
3 Op. Cit.,
4 Mudrik, Sejarah dan Perkembangan Tasawuf di Indonesia., diakses pada
tanggal
10
November
2016
pada
pukul
14:07
WIB
melalui:
http://mudrik678.blogspot.co.id/2015/12/sejarah-dan-perkembangantasawuf-di-indonesia.html?m=1

para sufi pengembara yang melakukan penyiaran Islam di


nusantara. Para sufi ini berhasil mengislamkan penduduk
nusantara

setidaknya

sejak

abad

ke

13.

Faktor

utama

keberhasilan konversi adalah kemajuan para sufi menyajikan


Islam

dalam

kemasan

aktraktif,

khususnya

dengan

menekankan kesesuaian dengan Islam.5


Menurut Azyumardi Azra, tasawuf yang pertama kali
menyebar di nusantara adalah yang bercorak falsafi yakni
tasawuf yang sangat filosofi dan cenderung spekulatif seperti
konsep al-ittihad (Abi yazid al-bustami) hulul (al-hallaj), dan
wahdah al-wujud (ibn arabi) dominasi tasawuf falsafi terlihat
jelas pada khasus syekh siti jenar yang dihukum mati oleh wali
songo karena dipandang menganut paham tasawuf yang
sesat.6
Proses islamisasi di Indonesia strurktural telah di bentuk
oleh tiga komponen yang saling melengkapi yaitu sebagai
berikut.7
1. Kesultanan dengan maritimnya yang berada di sepanjang
pantai

utara

jawa

berusaha

menaklukan negeri-negeri

pedalaman.
2. Kelompok ulama Islam asing mengisi pos birokrasi dan
memimpin upacara keagamaan.
3. Para sufi tertarik untuk pindah dari daerah pantai menuju
pedalaman jawa untuk menyampaikan dakwahnya.
Dengan
cenderung

beberapa

pertimbangan

melakukan

sinkretisme.

5 Op. Cit.,
6 Rosihon, Ibid., Hal. 242
7 Mudrik., Op. Cit.,

para

juru

Menurut

dakwah

prof.

Dr.

Azyumardi Azra, Islam dapat dengan cepat di terima oleh


masyarakat Indonesia salah satu nya karena adanya kesamaan
bentuk antara Islam tasawuf dan sinkretisme penduduk
setempat. Menurut teori ini Islam tasawuf nyaris secara alami
di terima. Terlebih lagi ada teori yang menyatakan bahwa
Islam mampu hidup berdampingan secara damai dengan
kepercayaan leluhur. Teori ini dalam batas tertentu mungkin
dapat di terima. Kesamaan itu menyebabkan perpindahan
agama Islam secara besar-besaran. Akan tetapi, dalam tahap
perkembangan

lebih

lanjut

terjadi

proses

penghilangan

kesamaan itu untuk menuju islam yang lebih murni.


Ajaran islam yang di ajarkan kepada penduduk setempat
di warnai dengan amalan sufi. Para sejarawan mengemukakan
bahwa ini yang membuat mereka tertarik. Dengan kata lain
perkembangan tasawuf merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan

proses

Islamisasi

di

Indonesia

dapat

berlangsung dengan mudah.8


Islam di Indonesia sampai sekarang masih di liputi dengan
perilaku

sufistik

dan

kegemaran

terhadap

hal-hal

yang

keramat. Tarekat yang munculpun beragam, tidak hanya


bercorak Islam tetapi juga bercorak sintretisme. Sementara itu
melalui sejarah, kita tahu bahwa ada sejumlah kaum reformis
yang berusaha membersikan Islam dari unsur sufistik dan
magis. Beberapa dari mereka ada yang berhasil. Sehubungan
dengan itu kita melihat bahwa pada awal perkembangan Islam
kecenderungan mistik lebih kuat. Namun, setelah itu muncul
pendekatan fiqh yang menggatikan ke cendrungan mistik.9
8 Op. Cit.,
9 Samsul., Ibid., Hal. 327.

B.Reformasi Tasawuf di Indonesia


Pada permulaan tahun 1950-an, Hamka menulis buku
tasawuf:

perkembangan

danpemurniannya

dan

tasawuf

modern. Ia berusaha memperlihatkan bahwa tasawuf yang


benar adalah tasawuf yang berakar pada prinsip tauhid.10
Sejalan dengan Hamka, Nahdatul Ulama(NU) adalah
pendukung

dan

penghayat

tasawuf.

Untuk

menghindari

penyimpangan dari para syaikh terdahulu. NU meletakan


dasar-dasar tasawuf bagi jamaahnya dengan sesuai dengan
khitab Ahl As-Sunnah wa Al-Jamaah.11
NU

bertasawuf

sejalan

dengan

prinsipnya

bahwa

kehidupan beragama tidak saja di tandai oleh legalisasirasional. Bagi NU, tasawuf merupakan hal yang penting karena
sebagai

doktrin

kesalehan

yang

menyejukkan

jiwa

dari

kekeringan iman dan kemiskinan batin, sehingga terpelihara


keseimbangan antara pandangan fiqh dan penghayatan iman.
Tasawuf bukan berarti meninggalkan kehidupan duniawi,
karena manusia memiliki posisi yang sangat tinggi dalam
kehidupan alam semesta.12
Manusia
dimauinya,

diperkenankan
walaupun

menghendaki

kehendak

itu

harus

apa

yang

tunduk

pada

kekuasaan Allah. Kebebasan untuk berkehendak membawa


kesadaran kepada manusia untuk menjunjung tinggi arti dan
nilai kehidupan, karena dengan itulah manusia mendapatkan
kedudukan

yang

mulia.

Kewajiban

menjunjung

tinggi

kehidupan, mengharuskan manusia memiliki arah kehidupan


10 Mudrik, Op. Cit.,
11 Op. Cit.,
12 Op. Cit.,

yang benar, yang dapat memberikan manfaat. Arah kehidupan


itu harus seimbang antara kebutuhan individu dan masyarat.
Allah menentukan bahwa manusia harus mampu hidup dengan
kemampuannya untuk mengelola sumber daya yang telah di
sediakan. Oleh karena itu menurut NU, tasawuf bukan berarti
mengabaikan duniawi, melainkan harus terlibat langsung
dalam aspek kehidupan.13
Tasawuf yang berkembang di Indonesia di dominasi oleh
tasawuf aliran Sunni. Kalaupun ada penganut aliran falsafi
pengaruhnya tidak begitu luas, bahkan aliran ini mendapat
perlawanan dari penikut Sunni. Oleh karena itu Hamka menulis
bahwa tasawuf di indonesia sejalan dengan mazhab Ahl AsSunnah wa Al-Jamaah.14
C. Tasawuf dan Penyebarannya di Indonesia
1. Walisongo
Agama Islam masuk ke Indonesia tidak langsung dari
tanah Arab, tetapi melalui negeri Persia dan India yang
dibawa oleh pedagang-pedagang atau mereka yang khsusus
datang untuk menyiarkan agama Islam. Agama Islam masuk
ke Indonesia pada sekitar abad ke-4 atau ke-5 H, maka
paham-paham sufi dan tasawuf yang sedang tersiar luas
dan mendapat perhatian umum dalam Negara-negara Islam
ketika itu, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari materi
dakwah yang disampaikan di Indonesia.15
13 Op. Cit.,
14 Op. Cit.,
15Fitria Osnela, Sejarah dan PerkembanganTasawuf di Indonesia, diakses
pada tanggal 10 November 2016 pada tanggal 14:23 WIB melalui :
https://flachaniago.blogspot.co.id/2014/04/sejarah-dan-perkembangantasawuf-di.html?m=1

10

Wali

dalam

konteks

ini

adalah

keringkasan

dari

waliyullah, artinya orang-orang yang dianggap dekat dengan


Tuhan,

orang

yang

mempunyai

keramat

(karamah=kemuliaan), yang mempunyai bermacam-macam


keanehan/kelebihan. Wali-wali itu dianggap sebagai orang
yang mula-mula menyiarkan agama Islam di Jawa dan biasa
dinamakan Wali Sembilan atau wali songo. Para wali itu
dalam menyiarkan agamanya tidaklah berupa pidato atau
ceramah di depan umum, tapi dalam kumpulan-kumpulan
yang terbatas, bahkan kebanyakan secara rahasia di bawah
empat mata yang kemudian diteruskan dari mulut ke
mulut.16
Ketika pengikutnya mulai bertambah banyak, maka
terjadilah tabligh-tabligh yang diadakan didalam rumahrumah perguruan, yang biasa dinamakan pondok atau
pesantren. Walisongo itu adalah17:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Syekh Maulana Malik Ibrahim;


Raden Rahmat;
Sunan Makdum Ibrahim;
Raden Paku;
Syarif Hidayatullah;
Jafar Sodiq;
Raden Prawoto;
Syarifuddin;
R.M Syahid (Raden Said).

2. Syekh Siti Jenar


Syekh Siti Jenar dikenal dengan banyak nama seperti
Sitibrit dan Lemah Abang. Menurut Dalhar Shodig, Syeikh ini
berasal dari Cirebon, Jawa Barat dengan nama asli Ali Hasan,
ia hidup pada pertengahan 16 M. Dalam mengembangkan
ajarannya Syeikh Siti Jenar dianggap amat liberal dan
16 Op. Cit.,
17 Op. Cit.,

11

kontroversial dinilai melawan arus yang dibangun oleh Wali


Songo. Pemikiran Syeikh Siti Jenar bahwa hidup didunia
dinilai sebagai kematian dan lepasnya nyawa sebagai awal
dari kehidupan, baginya syariat Islam berlaku setelah
manusia menjalani kehidupan pasca kematian.18
Pendapat Siti jenar yang lain adalah bahwa tuhan itu
bersemayam didalam dirinya dan shalat lima waktu sehari
juga zikir merupakan suatu keputusan hati, tergantung
kepada kehendak pribadi.

Siti Jenar berpendapat bahwa

Tuhanlah satu-satunya penguasa Alam ini dan Dia pula yang


berkuasa atas segala kehendak-Nya, Dialah yang Maha
Mulia, Pangkal dari segala Ilmu, Maha sempurna dan tanpa
cacat seperti Hamba-Nya.19
3. Hamzah Fansuri
Hamzah fansuri adalah ulama dan sufi pertama yang
menghasilkan karya tulis ketasawufan dan keilmuan dalam
bahasa melayu tinggi atau baku. Berdasarkan kata fansur
yang

menempel

pada

namanya,

sebagian

peneliti

beranggapan bahwa ia berasal dari fansur, sebutan orang


arab terhadap barus yang sekarang merupakan kota kecil di
pantai barat sumatera utara yang terletak diantara sibolga
dan singkel. Dipercaya bahwa hamzah fansuri hidup antara
pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17.20
Pemikiran-pemikiran fansuri tentang tasawuf banyak
dipengaruhi ibnarabi dalam paham wahdat wujudnya.
Diantara ajaran-ajarannya adalah:21

18 Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara., (Jakarta: 2006), Hal. 59


19 Fitria, Op. Cit.,
20 Op. Cit.,

12

a. Allah. allah adalah dzat yang mutlak dan qadim sebab


dia adalah yang pertama dan pencipta alam semesta.
Allah lebih dekat daripada leher manusia sendiri, dan
bahwa allah tidak bertempat, sekalipun sering dikatakan
bahwa Ia ada dimana-mana. Ketika menjelaskan ayat
fainama

tuwallu fa tsamma wajhullah ia katakana

bahwa kemungkinan untuk memandang wajah allah


dimana-mana

merupakan

unio-mistica.

Para

sufi

menafsirkan wajah allah sebagai sifat-sifat tuhan seperti


pengasih, penyayang, jalal, dan jamal.
b. Hakikat wujud dan penciptaan. Menurutnya, wujud itu
hanyalah satu walaupun kelihatan banyak. Dari wujud
yang satu ini ada yang merupakan kulit (mazh-har,
kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi (kenyataan
batin). Semua benda yang ada sebenarnya merupakan
manifestasi dari yang haqiqi yang disebut al-haqq taala.
Ia menggambarkan wujud tuhan bagaikan lautan dalam
yang tak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan
gelombang lautan wujud tuhan. Pengalira dari dzat yang
mutlak ini diumpamakan gerak ombak yang menimbulkan
uap, asap, awan, yang kemudian menjadi dunia gejala. Itu
pula yang disebut tanazul. Kemudian segala sesuatu
kembali lagi kepada tuhan (taraqqi) yang digambarkan
bagaikan uap, asap, awan, lalu hujan dan sungai dan
kembali lagi ke lautan.
c. Manusia. Walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari
penjelmaan, ia adalah tingkat yang paling penting dan
merupakan penjelmaan yang paling penuh dan sempurna.
Ia adalah alira atau dan pancaran langsung dari dzat yang

21 Op. Cit.,

13

mutlak. Ini menunjukkan adanya semacam kesatuan


antara Allah dan manusia.
d. Kelepasan. Manusia sebagai makhluk penjelmaa yang
sempurna dan berpotensi untuk menjadi

insankamil

(manusia sempurna), tetapi karena ia lalai, pandagannya


kabur

dan tiada sadar bahwa seluruh alam semesta ini

adalah palsu dan bayangan.


4. Syamsuddin Sumatrani
Syamsuddin Sumatrani adalah

keturunan

seorang

ulama, ia mendapat pendidikan agama dari Syeikh Hamzah


Fansuri.

Syamsuddin

Sumatrani

dikenal

dengan

nama

Syamsuddin Pasai.22 Hidup diantara tahun 1575-1630 M. Ia


mengikuti tarekat Qadirriyah yang mendapat sokongan dari
Sultan Iskandar, selain mendapat sokongan Syamsudin
Sumatrani juga pernah memangku jabatan sebagai perdana
menteri kerajaan aceh. Setelah mangkatnya sultan Iskandar
Muda, Nuruddin Al-Raniri berhasil mempengaruhi Sultan
Iskandar Tsani dan karena ini ajaran Hamzah Fansuri yang
disiarkan oleh Syamsyudin Sumatrani terhapus.23
Pokok-pokok ajaran dari Syamsuddin Sumatrani24:
a. Tentang Allah, Syamsuddin mengajarkan bahwa Allah itu
Esa ada nya, qadim dan baqa.
b. Tentang penciptaan. Sufi ini menggambarkan tentang
penciptaaan dari Dzat yang mutlak itu melalui beberapa
tahapan atau tingkatan dimulai dari tingkatan ahadiyah,
wahdah, wahidiyah, alam arwah, alam mitsal, alam ajsam
dan alam insan.
22 Sri, Ibid., Hal. 81.
23 Fitria, Op. Cit.,
24 Op. Cit.,

14

c. Tentang manusia ia berpendapat bahwa manusia seolaholah semacam objek ketika tuhan menzahirkan sifatnya.
Semua sifat yang dimiliki oleh manusia ini adalah sekadar
penggambaran dari sifat-sifat tuhan, bukan berarti sifatsifat yang dimiliki manusia sama dengan Tuhan.
5. Nuruddin Al-Raniri
Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Ali
bin Hasanji bin Muhammad Hanif Al-Raniri Al-Quraisyi AlSyafii. Nuruddin Al Raniri adalah sarjana India keturunan
Arab, beliau dilahirkan di daerah Ranir yang tak jauh dari
Gujarat.25
Al Raniri berkunjung ke Aceh pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar II, Raniri menjabat sebagai mufti untuk
kerajaan aceh selama 7 tahun. Selain sebagai Ulama dan
Mufti, Al-Raniri juga sebagai figur yang produktif dan
berpengetahuan luas diberbagai bidang Ilmu pengetahuan.
Dibuktikan

dengan

berbagai

mencakup

bidang-bidang

karya-karya

Fiqh,

ilmiahnya

Hadits,

Tasawuf,

Perbandingan Agama dan Filsafat. Tak kurang dari 30 judul


buku karyanya yang ditemukan hingga kini, antara lain:26
a. Al-Shirath Al-Mustaqim, dalam bahasa Indonesia dengan
pembahasan

topik

pembahasan

dalam

bidang

fiqh

meliputi shalat, puasa, zakat, haji dan kurban serta


hukum-hukumnya.
b. Nubdzah fi Dawah Al-Dzill. Dengan topik pembahasan
tasawuf dan penegasan aliran pemikirannya yang menilai
konsep panteisme sesat. Buku ini menggunakan tanyajawab.
25 Alwi Shihab, Akar Tashauf di Indonesia, (Jakarta: 2009), Hal: 77
26 Fitria, Op. Cit.,

15

c. Asrar Al-Ihsan fi Marifah Al-Ruh wa Al-Bayan dalam


bahasa indonesia dengan topik pembahasan manusia
dalam hubungannya dengan Allah Swt, masalah ruh
beserta hakikatn ya.
d. Akhbar Al-Akhirah fi Ahwal Al-Qiyamah dengan topik
pemabahasan al-nur Al-Muhammadi, penciptaan Adam,
siksaan hari kiamat, surga dan neraka.
e. Jawahir Al-Ulum fi Kasyf Al-Malum

dalam

bahasa

indonesia dengan topik pembahasan tasawuf, teori, ilmu


makrifat, ilmu hakiki, wujud dan sifat-sifat Allah SWT.
Tatkala

Sultan

Iskandar

Tsani

naik

tahta,

Syaikh

Nuruddin Al Raniri segera menjadi Mufti karena menjalin


hubungan yan baik dengan Sultan. Kesempatan ini tidak
disia-siakan

dan

dia

segera

melancarkan

kampanye

pemberantasan apa yang disebutnya tasawuf wujudi ateis


yang menjadi sasarannya adalah pengikut

Al-Fansuri dan

semua buku-buku dan karya dari Al-Fansuri dimusnahkan.27


Adapun

ajaran-ajaran

tasawuf

Nuruddin

Al-Raniri

adalah28:
a) Tentang Tuhan
Pendirian Al-Raniri dalam masalah ketuhanan pada
umumnya bersifat kompromis. Ia berusaha menyatukan
paham mutakallimin dengan paham para sufi yang
diwakili Ibn Arabi. Ia

berpendapat bahwa ungkapan

wujud Allah dan alam esa berarti bahwa alam ini


merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin, yaitu
Allah. Namun, ungkapan itu pada hakikatnya

adalah

bahwa alam ini tidak ada. Yang ada hanyalah wujud Allah
27 Op. Cit.,
28 Op. Cit.,

16

yang esa. Jadi tidak dapat dikatakan bahwa alam ini


berbeda atau bersatu denga Allah. Pandangan Ar- Raniri
hampir

sama

dengan

Ibn

Arabi

bahwa

alam

ini

merupakan tajalli Allah.


b) Tentang alam
Ar-Raniry berpandangan bahwa alam ini diciptakan
Allah melalui tajalli. Ia menolak teori al-faidh
Al-Farabi karena akan membawa

(emanasi)

kepada pengakuan

bahwa alam ini qadim sehingga dapat jatuh kepada


kemusyrikan. Alam dan falak, menurutnya, merupakan
wadah tajalli asma dan sifat Allah dalam bentuk yang
kongkret. Sifat ilmu bertajalli pada alam dan akal; nama
Rahman ber-tajalli pada arsy, nama Rahim ber-tajalli pada
kursy, nama Raziq bertajalli pada falaq ketujuh, dan
seterusnya.
c) Tentang manusia
Manusia, menurut Ar-Raniri, merupakan makhluk
Allah yang paling sempurna di dunia ini. Sebab, manusia
merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai
dengan citra-Nya. Juga karena ia merupakan mazhhar
(tempat kenyataan asma dan sifat Allah paling lengkap
dan menyeluruh). Konsep insan kamil, menurutnya hampir
sama dengan apa yang telah digariskan Ibn Arabi.
d) Tentang wujudiyah
Inti ajaran wujudiyah, menurut Ar-Raniri, berpusat
pada

wahdat

al-wujud,

yang

disalahartikan

kaum

wujudiyyah dengan arti kemanunggalan Allah dengan


alam. Menurutnya, pendapat Hamzah Fansuri tentang
wahdat al-wujud dapat membawa kekafiran. Ar-Raniri
berpandangan bahwa jika benar Tuhan dan makhluk

17

hakikatnya satu, dapat dikatakan bahwa manusia adalah


Tuhan dan Tuhan adalah manusia maka jadilah seluruh
makhluk

itu

manusia,

adalah

buruk

Tuhan.

atau

Semua

baik,

yang

Tuhan

dilakukan

turut

serta

melakukannya. Jika demikian halnya, manusia mempunyai


sifat-sifat Tuhan.

e) Tentang hubungan syariat dan hakikat


Pemisahan antara syariat dan hakikat, menurut ArRaniri, merupakan sesuatu yang tidak benar. Untuk
menguatkan argumentasinya, ia mengajukan beberapa
pendapat

pemuka

sufi,

diantaranya

adalah

syekh

Abdullah Al-Aidarusi yang menyatakan bahwa tidak ada


jalan

menuju

Allah,

kecuali

melalui

syariat

yang

merupakan pokok dan cabang islam.29


Dalam

berbagai

karyanya

kecendrungan

Al-Raniri

adalah menentang pendapat-pendapat Fansuri dan AlSumatrani,

bersandarkan

kepada

pemikiran,

sebagai

berikut30 :
1) Panteisme

persis

sama

dengan

pendapat-pendapat

filosof, Zoroaster dan ajaran Reinkarnasi dalam hal


hubungan khaliq dan makhluq.
2) Panteisme mempraktikkan ajaran al-hulul-nya orangorang ateis, yaitu percaya bahwa tuhan berada di dalam
makhluq.
3) Panteisme percaya bahwa wujud Allah swt. Adalah basith
(simpel)
29 M. Sholihin, Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf untuk Mata Kuliah Ilmu
Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia) Hal.250.
30 Fitria, Op. Cit.,

18

4) Panteisme mengikuti doktrin bahwa Al-Quran ini adalah


sebuah makhluq sesuai dengan aliran Mutazillah
5) Panteisme percaya bahwa alam bersifat qadim seperti
halnya ajaran-ajaran sebagian filosof.
6. Muhammad Nafis Al Banjari
Tokoh ini merupakan tokoh Tasawuf Kalimantan selatan,
lahir pada 1148/1735 di Martapura dari keluarga bangsawan
Banjar.

Pendidikan

awalnya

ditempuh

dikampung

halamannya kemudian diteruskan ke Mekkah. Guru-guru


beliau antara lain adalah Al-Sammani, Muhammad alJawhari, Abd Allah Ibn Hijazi al-Syarqawi, Muhammad
Shiddiq ibn Umar Khan.31
Muhammad Nafis Al Banjari diketahui berteman dengan
Al-Palimbani, Muhammad Arsyad, dll. Muhammad Nafis
seperti

kebanyakan

Ulama

Melayu

Indonesia

yaitu

bermazhab Syafii dan berteologi Asyari. Dia berafiliasi


dengan

beberapa

tarekat

yaitu

Qadirriyah,

Syatarriah,

Sammaniyah, Naqsybandiah dan Khalwatiyyah. Muhammad


Nafis adalah seorang ahli Kalam dan Tasawuf karyanya alDurr Al-Nafs menekankan transedental mutlak dan ke-esaan
Tuhan. Buku beliau ini dilarang oleh Belanda karena
dikhawatirkan akan mendorong umat Islam melakukan
Jihad.32
Menurut Muhammad Nafis keesaan Tuhan (tauhid)
terdiri atas empat tahap: Tauhid Al-Afal (keesaan perbuatan
Tuhan), Tauhid al-Shifat (keesaan sifat-sifat Allah) Tauhid AlAsma (keesaan nama-nama tuhan) dan Tauhid al-Dzat.
Muhammad

Nafis

31 Op. Cit.,
32 Sri, Ibid., Hal. 118.

menekankan

pentingnya

kepatuhan

19

terhadap syariat baik lahir maupun batin untuk mencapai


tahap Kasyf, mustahil seseorang sampai tahap itu tanpa
menguatkan daya spritualnya dengan cara menjalankan
ibadah-ibadah lain yang ditetapkan dalam syariat.33
Dalam ajarannya, Muhammad Nafis al
mementingkan

kepatuhan

kepada

syariat

Banjari

secara

lahir

ataupun secara batin untuk mencapai tahap kasyf, mustahil


untuk seseorang mencapai tahap itu tanpa menguatkan
daya spritualnya dengan cara menjalankan Ibadah-ibadah
dan

kewajiban-kewajiban

lain

yang

ditetapkan

dalam

syariat.34
7. Ismail Al-Minangkabawi
Nama lengkap beliau adalah Al-Alim Al-Fadhil AlHammam Al-Kamil Shahib Al-Wilayah Wal Karamah Syeikh
Ismail Al-Khalidi. Syeikh Ismail al-Khalidi adalah pelopor
tarekat Naqsyabandiyah khalidiyyah di Minangkabau.35
Pendidikan agama Syeikh Ismail bermula di Surau,
kemudian melanjutkan pelajarannya ke Tanah Suci, semasa
di Arab beliau menetap selama 30 tahun Makkah dan 5
tahun di Madinah sambil menulis kitab karangan beliau yaitu
Kifayat Al-Ghulam ditulis dalam bahasa Melayu klasik.
Syeikh Ismail al Minangkabawi mempunyai banyak murid,
dua diantranya yang terkenal adalah Raja Ali Ibn Yamtuan
Muda Raja Jafar dan sepupunya Raja Ali Haji.36
Ismail sendiri dibaiat masuk ke Tarikat Naqsabandiyah
oleh Khalifah dari Maulana Khalid di Mekkah. Sebelum
33 Fitria, Op. Cit.,
34 Op. Cit.,
35 Op. Cit.,
36 Sri, Ibid., Hal. 159.

20

mengadakan perjalanan kembali ke Asia Tenggara, Ismail


sudah

lama

mengajarkan

Tarikat

NaqsyabandiyahKhalidiyyah di Makkah, dan ketika memulai


perjalanannya kembali ke Asia Tenggara ia mula-mula
singgah di Singapura dan menjadikannya sebagai basis
sementara dan mulai mengajarkan tarekat disana. Ajaran
yang dibawanya sendiri ini juga ada yang menentang,
diantaranya adalah seorang Ulama berasal dari Hadramaut
yaitu Salim bin Samir.37
Kitab
Khifayat
al-Ghulam

karangan

Ismail

al-

Minangkabawi berisi dimulai dengan Rukun Islam, Rukun


Iman, lalu membicarakan sifat sepuluh yang wajib diketahui,
karena menurutnya tidak sah ibadah seseorang tanpa
mengetahui sifat Tuhannya. Ada juga bab khusus yang
berbicara tentang Bersuci, Shalat, Puasa, Haji dan Nikah
yang menjadi banyak perhatian di Asia tenggara, karena
keunggulan kitab ini dibanding kitab-kitab lain.38
8. HAMKA
Hamka ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah) dilahirkan di
Tanah Sirah, Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau,
tepatnya pada tanggal 13 Muharram 1362 H, bertepatan
dengan 16 februari 1908 M. Ayahnya adalah Abdul Karim
Amrullah. Ayah Hamka termasuk keturunan Abdul Arief,
gelar Tuanku Pauh Pariaman atau Tuanku Nan Tuo, salah
seorang

pahlawan

paderi.

tentang tasawuf diantaranya39:

37 Fitria, Op.Cit.,
38 Op. Cit.,
39 Op. Cit.,

Pemikiran-pemikiran

Hamka

21

a. Hakikat tasawuf
Tasawuf pada

hakikatnya

adalah

usaha

yang

bertujuan untuk memperbaiki budi dan membersihkan


batin. Artinya, tasawuf adalah alat untuk membentengi
dari

kemungkinan-kemungkinan

seseorang

terpeleset

kedalam lumpur keburukan budi dan kekotoran batin yang


intinya, antara lain dengan berzuhud seperti teladan
hidup yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah lewat
As-sunnah yang shahih. Tasawuf bagi hamka bukanlah
tujuan melainkan alat. Dia tidak ingin tasawuf dijadikan
tujuan seperti kebanyakan yang dia lihat di sekelilingnya
waktu mudanya yang menyebabkan kemandegan bahkan
kemunduran hidup.
Dengan dasar uraian tersebut, hamka lalu merinci
beberapa hal sebagai berikut: tasawuf menjadi negative,
bahkan sangat negative kalau tasawauf: 1) Dilaksanakan
dengan bentuk berbagai kegiatan yang tidak digariskan
oleh ajaran agama islam yang terumus dalam al-quran
dan as-sunnah, seperti mengaharmkan pada diri sendiri
terhadap hal-hal yang oleh allah swt. dihalalkan; 2)
Dilaksanakan dalam wujud

kegiatan yang dipangkalkan

terhadap pandangan bahwa dunia ini harus dibenci. Justru


pandangan semacam itu telah tampak melembaga dalam
kalangan penganut tarekat.
Tasawuf akan menjadi positif, bahkan sangat positif
kalau tasawuf: 1) Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
keagamaan

yang

searah

dengan

muatan-muatan

peribadahan yang telah dirumuskan sendiri oleh al-quran


dan as-sunnah; mana yang diwajibkan dan dihalalkan
dikerjakan dan mana yang diharamkan ditinggalkan.

22

Sementara itu, wajah peribadahan harus berkorelasi


antara ibadah yang hablum minallah (ibadah murni) dan
ibadah yang hablum minannas (ibadah sosial nyata); 2)
Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan yang berpangkal
pada kepekaan sosial yang tinggi dalam arti kegiatan
yang dapat mendukung pemberdayaan umat Islam.
b. Fungsi tasawuf
Menurut pendapat Hamka, tasawuf yang bermuatan
zuhud

yang

benar,

yang

juga

dilaksanakan

lewat

peribadahan agama yang didasari Itiqad yang benar,


mampu berfungsi sebagai media pendidikan moral yang
religius

yang

efektif.

pengamatannya

Pendapat

terhadap

cara

ini

didasarkan

melaksanakan

atas
hidup

ketasawufan dikalangan masyrakat. Menurutnya, dalam


tasawuf senantiasa ditekankan masalah pembinaan moral
secara positif.
c. Tasawuf modern
Dari segi struktur, tasawuf yang ditawarkan Hamka
berbeda

dengan

tasawuf

pada

umumnya

(tasawuf

tradisional). Tasawuf yang ditawarkan Hamka (disebut


tasawuf modern atau tasawuf positif) berdasar pada
prinsip

tauhid,

bukan

pencarian

pengalaman

mukasyafah. Jalan tasawufnya melalui sikap zuhud yang


dapat

dilaksanakan

dalam

peribadahan

resmi

sikap

zuhud, tidak perlu terus menerus bersepi-sepi diri dengan


menjauhi kehidupan normal. Penghayatan tasawufnya
berupa pengalaman taqwa yang dinamis, bukan ingin
bersatu

dengan

tuhan

(unitive

tasawufnya berupa menampakkan

state).

Dan

refleksi

makin meningginya

kepekaan sosial dalam diri sufi (disebut juga karamah

23

dalam arti sosio-religius), bukan karena ingin mendapat


karamah yang bersifat magis, metafis, dan sebagainya.
Secara garis besar, konsep dasar sufistik yang
ditawarkan Hamka adalah sufisme yang berorientasi
kedepan, yang ditandai dengan mekaisme sebuah system
ketasawufan yang unsur-unsurnya meliputi: prinsip tauhid,
dalam arti menjaga trensendensi Tuhan dan sekaligus
merasa dekat dengan Tuhan memanfaatkan peribadahan
sebagai

media

bertasawuf,

dalam

arti

disamping

melaksanakan perintah agama juga mencari hikmah di


balik semua perintah agama, juga mencari hikmah dibalik
semua perintah ibadah itu; dan menghasilkan

refleksi

hikmah yang berupa sikap positif terhadap hidup dalam


wujud memiliki etos sosial yang tinggi. Ketiga unsur
tersebut

berjalan

sedemikian

rupa

tanpa

harus

mementingkan salah satu dan menggeser unsur yang


lain. Secara diametral, konsep dasar sufisme tasawuf
modern-nya Hamka ini berlawanan arah dengan konsep
dasar sufisme tradisional yang dikenal selama ini.
d. Qanaah
Menurut Hamka, maksud qanaah amatlah luas.
Menyuruh benar-benar percaya akan adanya kekuasaan
yang melebihi kekuasaan kita, sabar menerima ketentuan
Illahi jika ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan
bersyukur jika dipinjami-Nya nikmat. Dalam hal demikian
kita disuruh bekerja, berusaha, bergiat menguras tenaga,
sebab semasa nyawa dikandung badan, kewajiban belum
berakhir. Kita bekerja bukan lantaran meminta tambahan
yang telah ada dan tak merasa cukup pada apa ang ada
ditangan, tetapi kita bekerja, sebab orang hidup musti
bekerja.

24

Qanaah adalah

modal yang paling teguh untuk

menghadapi penghidupan, menimbulkan kesungguhan


hidup yang betul-betul (energi) mencari rezeki. Jangan
takut dan gentar, jangan ragu-ragu dan syak, tetap
pikiran,

tegap

mengharapkan

qalbu,

bertawakkal

pertolongan-Nya,

serta

kepada

tuhan,

tidak

merasa

jengkel jika ada maksud yang tidak berhasil, atau yang


dicari tidak dapat.
e. Tawakkal
Hamka menjelaskan

tawakkal

sebagai

berikut:

didalam qanaah sebagaimana kita nyatakan diatas,


tersimpullah tawakkal, yaitu menyerahkan keputusan
segala perkara, ikhtiar, dan usaha kepada tuhan semesta
alam. Dia yang kuat dan kuasa, sedangkan kita lemah dan
tidak berdaya. Tidaklah keluar dari garisan tawakkal, jika
kita berusaha menghindarkan diri dari kemelaratan, baik
yang menyangkut diri, harta-benda, anak turunan, baik
kemelaratan yang yakin akan datang, atau berat pikiran
akan datang, atau boleh jadi akan datang.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam di Indonesia sampai sekarang masih di liputi dengan perilaku
sufistik dan kegemaran terhadap hal-hal yang keramat. Tarekat yang
munculpun beragam, tidak hanya bercorak Islam tetapi juga bercorak
sintretisme. Sementara itu melalui sejarah, kita tahu bahwa ada sejumlah kaum
reformis yang berusaha membersikan Islam dari unsur sufistik dan magis.
Beberapa dari mereka ada yang berhasil. Sehubungan dengan itu kita melihat

25

bahwa pada awal perkembangan Islam kecenderungan mistik lebih kuat.


Namun, setelah itu muncul pendekatan fiqh yang menggatikan ke cendrungan
mistik.
Tasawuf yang berkembang di Indonesia di dominasi oleh tasawuf aliran
Sunni. Kalaupun ada penganut aliran falsafi pengaruhnya tidak begitu luas,
bahkan aliran ini mendapat perlawanan dari penikut Sunni. Oleh karena itu
Hamka menulis bahwa tasawuf di indonesia sejalan dengan mazhab Ahl AsSunnah wa Al-Jamaah.
Tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia diantaranya adalah: Hamzah Fansuri,
Nuruddin Ar-Raniri, Abd Shamad Al-Palimbani, Yusuf Al-Makasari, Nawawi
Al-Bantani, dan Hamka.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi Shihab, Akar Tashauf di Indonesia, (Jakarta: 2009)
M. Sholihin, Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf untuk Mata Kuliah Ilmu
Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia)
Mudrik, Sejarah dan Perkembangan Tasawuf di Indonesia.,
diakses pada tanggal 10 November 2016 pada pukul 14:07
WIB

melalui:

http://mudrik678.blogspot.co.id/2015/12/sejarah-danperkembangan-tasawuf-di-indonesia.html?m=1

26

Rosihon Anwar dan Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka


Setia, 2008)
Samsul Munir amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2012)
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara., (Jakarta: 2006), Hal. 59
Fitria Osnela, Sejarah dan PerkembanganTasawuf di Indonesia,
diakses pada tanggal 10 November 2016 pada tanggal
14:23

WIB

melalui

https://flachaniago.blogspot.co.id/2014/04/sejarah-danperkembangan-tasawuf-di.html?m=1

Vous aimerez peut-être aussi