Vous êtes sur la page 1sur 34

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas berkah, rahmat dan karuniaNya lah, akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan

penyusunan

Asuhan

keperawatan

yang

berjudul

Penatalaksanaan Anestesi Pada Hernia Inguinal Lateralis Inkarserata.


Asuhan Keperawatan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi akhir pada Program Studi Diploma III Keperawatan
Konsentrasi Anestesi dan Gawat Darurat STIKes Bhakti Kencana Bandung.
Dalam penyusunan karya tulis ini, tak lepas dari berbagai hambatan dan
kesulitan yang penyusun temui, baik yang disebabkan karena keterbatasan
pengetahuan, maupun pengalaman dalam penyusunan, pengumpulan data dan
sumber pustaka yang menjadi objek penyusunan makalah ini, namun berkat
dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya karya tulis ini
dapat tersusun dengan pembahasan yang sederhana.
Akhirnya penyusun sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak memberikan bantuan dan kerja samanya selama menjalani
pendidikan dan penyelesaian karya tulis ini, dan Semog Allah Yang Maha Kuasa
senantiasa memberikan dan membalas seluruh jasa baik, cinta kasih dan ketulusan
yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan kepada penyusun selama ini.
Kuala Kurun, 30 November 2016
Penulis,

KRISTIAN TULUS, Amd.Kep

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL .....................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................

ii

KATA PENGANTAR ................................................................................

iii

DAFTAR ISI ..............................................................................................

iv

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................


1.1
Latar Belakang ..................................................................
1.2
Rumusan Masalah ............................................................
1.3
Tujuan Penyusunan ...........................................................
1.4
Manfaat Penyusunan .........................................................
1.5
Sistematika Penyusunan ....................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
2.1
Tinjauan Umum Hernia .....................................................
2.2
Tinjauan Umum Pembedahan ...........................................
2.3
Tinjauan Umum Anestesi ..................................................
BAB 3 PEMBAHASAN ..........................................................................
3.1
Penatalaksanaan Perioperatif ............................................
3.1.1 Manajemen Preoperatif .....................................................
3.1.2 Pemilihan Tehnik Anestesi ................................................
3.1.3 Persiapan Alat Dan Obat Anestesi ....................................
3.1.4 Persiapan Pasien Sebelum Hari Operasi ...........................
3.1.5 Penatalaksanaan Tindakan Anestesi Terhadap
Pasien yang Menjalani Operasi Hernioraphy
pada HIL Inkarserata .........................................................
3.1.6 Monitoring Intraoperatif ...................................................
3.1.7 Ekstubasi ...........................................................................
3.1.8 Penatalaksanaan Pascaanestasi di Recovery Room ...........
BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN .........................................................
4.1
Simpulan ...........................................................................
4.2
Saran ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

vi

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit hernia atau yang lebih dikenal dengan turun berok adalah penyakit

akibat turunnya buah zakar seiring melemahnya lapisan otot, sehingga penderita
hernia kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak.1 Hernia berasal dari bahasa
Latin herniae yaitu menonjolnya isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang
lemah pada diding rongga bersangkutan. Gangguan ini sering terjadi di daerah
perut yang berisi alat visera dari ronngga perut (abdomen), misalnya usus, dan
lain-lain.1
Hernia yang terjadi pada anak-anak lebih disebabkan karena kurang
sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis
atau buah zakar.2 Bila pada orang dewasa disebabkan karena adanya tekanan yang
tinggi dalam rongga perut (tekanan intraabdomen) dan karena faktor usia yang
menyebabkan melemahnya otot dinding perut.1 Hernia diderita oleh orang yang
banyak kesibukan dan aktivitas yang membutuhkan stamina dan energi yang
banyak, sehingga bila stamina tubuhnya kurang bagus dan tetap dipaksakan untuk
bekerja maka akan timbul penyakit hernia. Bila hernia yang didapat bersifat
inkarserata maka tindakan pembedahan harus cepat ditangani untuk menghindari
terjadinya stangulata.1
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyedia pelayanan anestesi, baik
dokter spesialis anestesi maupun perawat anestesi. Kemajuan dalam ilmu
kedokteran khususnya pembedahan, tidak terlepas dari peran dan dukungan
kemajuan di bidang anestesiologi. Anestesiologi sebagai cabang ilmu kedokteran,
merupakan ilmu yang mendasari usaha dalam hal pemberian anestesi dan analgesi
serta menjaga keselamatan penderitan yang mengalami pembedahan atau
tindakan-tindakan lainnya termasuk bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif
pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.3
Kemajuan anestesi pada saat ini menyebabkan lebih aman dan
menyenangkan bagi pasien. Faktor yang mempengaruhi kemajuan tersebut adalah
sudah adanya pemahaman tentang fisiologi dan farmakologi tentang obat,
sehingga pelaksanaan anestesi yang dimulai dari persiapan pasien hingga
pengawasan perioperatif dapat di laksanakan dengan baik, apalagi dengan

tersedianya tehnik anestesi yang baru seperti pemakaian obat pelumpuh otot,
intubasi endotrakeal, dan penggunaan obat-obatan yang mudah menguap.
Penggunaan anestesi ini sangat membantu ahli bedah dalam menangani operasi
yang sulit, salah satunya yaitu operasi herniorafi pada hernia inkarserata. 3 Dua
pelopor bedah hernia adalah Bassini dan Halsted, tindakan serta prinsip
operasinya masih dipraktekkan/digunakan sampai pada hari ini.4
Di dalam Penyusunan ini, penyusun mencoba menguraikan mengenai
gambaran umum hernia, dan penatalaksaan anestesi terhadap pasien yang
menjalani operasi herniorafi yang diharapkan dapat menambah pengetahuan
penyusunan khususnya dan menjadi referensi pembaca di kemudian hari.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, secara singkat dapat dirumuskan berbagai

permasalahan yang berhubungan dengan operasi pada hernia inguinal, diantaranya


adalah bagaimana penatalaksanaan anestesi terhadap penderita yang menjalani
operasi herniorafi pada hernia inguinal lateralis inkarserata, serta hal-hal apa saja
yang menjadi perhatian khusus dalam penatalaksanaan anestesinya.
1.3

Tujuan Penyusunan

1.3.1 Tujuan secara umum


Secara umum tujuan Penyusunan ini, untuk mengetahui gambaran umum
mengenai konsep dasar penyakit hernia dan penatalaksanaan anestesi terhadap
penderita yang menjalani operasi herniorafi pada hernia inkarserata.
1.3.2 Tujuan secara khusus
Setelah Penyusunan ini, penyusun dapat :
a.

Mengetahui definisi, anatomi, klasifikasi, patogenesis dan gambaran klinis

b.

mengenai hernia.
Mengetahui prosedur anestesi pada penderita dengan hernia inguinal
lateralis inkarserata serta mampu melaksanakan pemberian tindakan anestesi
dan mengidentifikasi berbagai permasalahan yang mungkin timbul sebagai
interaksi antara penyakit dengan prosedur anestesi dan pembedahan.

1.4

Manfaat Penyusunan

1.4.1 Bagi penyusun


Penyusunan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
secara khusus mengenai hernia inguinal inkarserata lateralis dalam kaitannya
dengan penatalaksanaan anestesi.
1.4.2 Bagi Pendidikan
Penyusunan ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan dan
referensi mahasiswa dalam menmabah pengetahuan tentang hernia inguinal
lateralis inkarserata dalam kaitannya dengan prosedur penatalaksanaan anestesi.
1.4.3 Bagi Umum
Penyusunan ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang hernia inguinal lateralis inkarserata dalam kaitannya dengan
prosedur penatalaksanaan anestesinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tinjauan Umum Hernia

2.1.1

Definisi Hernia
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek

atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi
perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik
dinding perut.2
Meburut Made Kusala Girl dan Farid Nur Mantu, hernia adalah penonjolan
peritonium yang berisi alat visera dari rongga abdomen melalui suatu lotus baik
bawaan maupun didapat.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah
penonjolan isi suatu rongga karena adanya kelemahan pada dinding organ yang
dapat terjadi karena faktor bawaan maupun didapat.5
2.1.2 Anatomi Hernia
Bagian hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia itu sendiri. Isi hernia
dapat berupa lambung, usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
Bila ada lapisan yang lemah dari lapisan otot diding perut, maka usus dapat keluar
ke tempat yang tidak seharusnya yakni bisa ke diafragma, lipatan paha atau ke
pusat.4 Berikut ini dapat dilihat gambar anatomi letak hernia.

2.1.3

Klasifikasi
Berdasarkan penyebab terjadinya hernia dapat dibedakan menjadi hernia

bawaan (congenital) dan hernia didapat. Sedangkan menurut letaknya, hernia


dibedakan menjadi hernia diafragma, umbilikalis, femoralis, inguinalis, dan
masih banyak lagi yang lainnya.
Hernia diafragma adalah adanya visera yang masuk kedalam toraks seperti
lambung, usus, omentum, yang dapat menimbulkan gejala atau tanda obstruksi
atau pendarahan.2 Sedangkan hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital
pada umbilikus yang hanya tertutup peritoneum dan kulit. Hernia umbilikalis
adalah penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin
umbilikus akibat peninggian tekanan intraabdomen, biasanya diketahui ketika
bayi menangis. Hernia ini umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang
terjadi inkarserata.2
Hernia femoralis adalah

penonjolan jaringan preperitoneal ke dalam

rongga kanalis femoralis. Hernia femoralis umumnya terjadi pada orang yang
sudah tua, penyebab lainnya adalah kehamilan multipara, obesitas dan degenerasi
jaringan ikat karena usia lanjut.2
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena
sebab yang didapat. Hernia inguinalis ada yang medialis dan lateralis. Hernia
inguinalis lateralis yang mencapai scrotum disebut hernia scoratis. Hernia
inguinalis medialis disebut juga direk karena hernia yang menonjol langsung
melalui segitiga Hesselbach, sedangkan hernia inguinalis lateralis, penonjolan dari
perut dilateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran. Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak
penonjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia medialis, berbentuk tonjolan
bulat.
Hernia

Pantalon

merupakan

kombinasi

hernia

inguinalis dan

medialis pada satu sisi. Kedua kantong hernia dipisahkan oleh vasa epigastrika
inferior sehingga membentuk seperti celana. Untuk menegakkan diagnosa
biasanya baru di temukan sewaktu operasi.

2.1.4

Menurut Sifat
Menurut sifatnya, hernia dapat disebut reponibel bila isi hernia dapat keluar

masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi ketika berbaring
atau didorong masuk perut, dan juga tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus.
Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga perut disebut
hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh perlengketan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia. Tidak ada keluhan nyeri ataupun tanda sumbatan
usus.2
Hernia di sebut inkarserata atau strangulata, bila isinya terjepit oleh cincin
hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam
rongga perut yang berakibat terjadinya gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara
klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan
gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi di sebut hernia strangulata.2
2.1.5

Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab

yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia dan lebih banyak terjadi
pada kaum laki-laki dari pada kaum perempuan. Berbagai faktor penyebab
berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup
lebar sehingga dapat dilalui oleh isi kantong dan hernia.2
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur
otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi, dan adanya fasia transversa yang kuat, yang menutupi trigonum
Hasselbach umumnya tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat
menyebabkan terjadinya hernia.2
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis
yang terbuka, peninggihan tekanan didalam rongga perut dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis.
Pada neonatus kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan bayi
umur satu tahun sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Akan tetapi
kejadian hernia pada umur ini tidak sampai 10% anak dengan prosesus vaginalis

paten menderita hernia. Pada umumnya disimpulkan adanya prosesus vaginalis


yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi
diperlukan faktor lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar.2
2.1.6

Patogenesis
Hernia dapat terjadi pada semua umur, mulai dari bayi sampai dengan orang

tua. Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis
internus. Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi penurunan testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis
tersebut akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritoneal.3
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya proses ini telah mengalami obliterasi
(penyempitan/mengecil), sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut. Namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup.
Biasanya yang sering terkena hernia adalah bayi atau anak laki-laki karena testis
kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila
kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan
normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.3
Bila prosesus terbuka terus karena tidak mengalami obliterasi, akan timbul
hernia kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena
tekanan intraabdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan
timbul hernia inguinalis lateralis akuisita (didapat).3
Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal
adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, megejan
pada saat defekasi dan mengejan padasaat miksi misalnya akibat hipertropi
prostat.3
Umumnya hernia tidak menimbulkan nyeri. Namun bila sudah terjadi
jepitan isi hernia oleh cincin hernia maka akan menimbulkan nyeri. Akibat
banyaknya usus yang masuk, menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti
dengan gangguan vaskuler, menyebabkan pembuluh darah di daerah tersebut lama
kelamaan akan mati dan akan menjadi penimbinan racun. Jika dibiarkan terus,

maka racun tersebut akan menyebar ke seluruh daerah perut sehingga dapat
menyebabkan infeksi didalam tubuh.
Infeksi akibat hernia menyebabkan penderita merasa perut kembung,
muntah, konstipasi dan merasakan nyeri yang hebat dan kontinyu, daerah benjolan
menjadi merah dan pasien gelisah, maka harus segera ditangani oleh dokter,
karena dapat mengancam nyawa penderita.2 Sebenarnya tidak semua hernia harus
dioperasi. Bila jaringan hernia masih dapat dimasukkan kembali, maka
tindakannya adalah reposisi dengan memasukkan bantalan penyangga untuk
mempertahankan hernia yang telah direposisi. Pada hernia incarserata sering
terjadi dibawah 2 tahun.
Reposisi spontan dapat terjadi karena cincin hernia pada anak-anak lebih
elastis. Bila usaha reposisi ini berhasil, anak disiapkan untuk operasi pada hari
berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam, maka harus
dilakukan operasi.2
2.1.7

Gambaran Klinis
Umumnya pada orang dewasa keluhannya berupa benjolan dilipatan

paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk atau pada saat mengangkat
beban berat dan menghilang pada waktu istirahat baring. Pada bayi dan
anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya
diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu anak atau bayi sering
gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut kembung harus
dipikirkan kemungkinan terjadinya hernia strangulata.2
Pada inpeksi, perhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat

paha,

skrotum atau labia dalam posisi berbaring dan berdiri. Penderita

diminta

mengejan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan

asimetri dapat

dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan

hernia, diraba

konsistensinya dan dicoba mendorong apakah benjolan

2.1.8 Tata laksana hernia

dapat direposisi.2

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan rasional pada hernia


inguinalis. Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar
operasi hernia ada dua yaitu herniotomi dan hernioplastik/herniorafi. Pada
herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
hernia dibuka dan isi hernia dibebaskan bila ada perlengketan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit-diikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada herniorafi dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.2
2.2

Tinjauan umum pembedahan


Yang dimaksudkan dengan pembedahan adalah semua tindakan pengobatan

yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan
dengan membuat sayatan. Setelah bagian tubuh yang akan ditangani di tampilkan,
dilakukan tindakan perbaikan kemudian ditutup dengan jahitan.1
Dalam melakukan pembedahan ada tiga proses yang dilalui, yaitu
preoperatif/prabedah, intraoperatif/intrabedah dan postbedah/spostoperatif yang
disebut perioperatif.
Preoperatif adalah masa sebelum pembedahan atau anestesi, pasien yang
akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif / darurat) harus dipersiapkan
dengan baik. Kunjungan prabedah pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari
sebelumnya, dan pada bedah darurat dilakukan sesingkat mungkin, dengan tujuan
mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, menentukan klasifikasi
ASA, merencanakan dan memilih obat-obatan anestesi yang sesuai. Persiapkan
prabedah sangat penting sekali untuk mengurangi resiko komplikasi yang
mungkin terjadi, karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada
penilaian keadaan awal penderita.3
Intraoperatif adalah masa dimana dilakukan pembedahan, sehingga
diperlukan suatu perhatian khusus baik petugas bedah maupun anestesi. Hal
terpenting untuk petugas anestesi adalah melakukan monitoring pada pasien,
sehingga operasi dapat berjalan dengan baik dan juga untuk mengetahui adanya
tanda-tanda kegawatan yang mungkin terjadi.

Postoperatif adalah suatu keadaan atau masa dimana telah dilakukan


tindakan anestesi maupun pembedahan. Pada umumnya setelah dilakukan
pembedahan pasien diistirahatkan di ruang pemulihan sampai pasien pulih atau
sadar penuh.
2.3

Tinjauan Umum Anestesi

2.3.1

Definisi
Anestesi berasal dari bahasa Yunani an yang berarti tidak dan esthesia yang

berarti rasa, sehingga dapat berarti hilangnya rasa atau sensasi. Kata anesthesia
diperkenlakan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak
sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat, dengan tujuan untuk
menghilangkan sensasi rasa nyeri pada saat pembedahan. Sedangkan analgesi
ialah pemberian obat untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran pasien.6
2.3.2

Klasifikasi Anestesi

2.3.2.1 General Anestesi


Anestesi umum atau general anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa
nyeri atau sakit secara sentral yang disertai hilangnya kesadaran dan dapat putih
kembali.2 Hilangnya segala sensasi perasaan panas, dingin, rabaan, kedudukan
tubuh (posture), nyeri dan disertai hilangnya kesadaran. 7 Anestesi umumnya
terdiri dari tiga komponen yaitu : Hipnotik, analgesi dan relaksasi. Cara
pemberian obat untuk anestesi umum dapat melalui; pertama, Parentetal
(Intramuskural / Intravena), pemberian ini digunakan untuk tindakan yang singkat
atau induksi anestesi.
Yang kedua bisa melalui Perrectal (peranus), diberikan pada anak untuk
induksi anestesi atau tindakan singkat/ diagnostik pada pemeriksaan mata,
telinga, penyinaran, rontgen foto. Ketiga, dapat melalui inhalasi/ anestesi inhalasi
(valatile agent), yaitu menggunakan gas/cairan anestesi sebagai zat anestetik yang
mudah menguap melalui udara pernafasan.3

Teknik

ini

digunakan

untuk

pembedahan

abdomen

yang

luas,

intraperitoneum, toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan


operasi dengan posisi tertentu yang memerluakn pengendalian pernafasan.3
2.3.2.2 Regional Anestesi
Regional anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau sakit
secara regional tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestesi regional
dapat dengan cara, pertama yaitu blok sentral (blok neuroksial), yang meliputi
blok spinal dan epidural dan tindakan ini sering dikerjakan. Pengertian blok spinal
adalah penyuntikan obat anestesi lokal kedalam ruang subaraknoid. Sedangkan
blok epidural adalah penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang epidural.
Yang kedua yaitu blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis,
aksiler, dll.6

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Penatalaksaan Perioperatif

3.1.1

Manajemen Perioperatif
Pada tahap ini petugas anestesi melakukan kunjungan kepada penderita

untuk berinteraksi dengan penderita dan keluarganya, tahap ini juga diperlukan
untuk mengurangi tingkat kecemasan serta menanamkan rasa kepercayaan
penderita kepada petugas. Evaluasi dan persiapan penderita dilakukan pada saat
kunjungan.
3.1.1.1 Anamnesa
Yang pertama adalah melakukan anamnesa untuk mengetahui identifikasi
penderita yang terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, status
perkawinan, dll. Menanyakan juga keluhan saat ini dan tindakan operasi yang
akan dihadapi. Adakah riwayat penyakit yang sedang/ pernah diderita yang dapat
menjadi penyulit anestesi seperti, diabetes melitus, penyakit paru-paru kronis,
(asma bronkial, pneumnia, dan bronkitis), penyakit jantung (infark miokard,
angina pektoris dan gagal jantung), hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.
Riwayat obat-obatan yag meliputi alergi obat, obat yang sedang digunakan
dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestesi seperti, korsikosteroid,
obat antihipertensi, antidiabetik, golongan aminoglikosida, digitalis, dieuretikal,
obat anti alergi, obat penenang dan bronkodilator. Adakah riwayat anestesi/
operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis pembedahan dan anestesi,
komplikasi, dan perawatan intensif pascaoperatif untuk menjadi acuhan dalam
pertimbangan anestesi.3 Ditanyakan juga riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat
mempengaruhi tindakan anestesi, seperti merokok, minum alkohol, obat
penenang, narkotik, riwayat keluarga yang mendrita kelainan seperti hipertermia
maligna. Ditanyakan pula berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum,
pernapasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointensinal, hematologi, endokrin,
psikiatrik, ortopedi, dan dermatologi.3
Pada anak-anak yang belum bisa bicara dilakukan alloanemnesa, yaitu
komunikasi dilakukan dengan orang tua, atau keluarga yang mengantarnya.

Apabila perlu, konsultasikan dengan pediatri. Bila anak ditemukan demam, batukbatuk, kelainan hidung (rhinitis), atau gastroenteritis (diare), pembedahan
sebaiknya diundurkan.3
3.1.1.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang kedua adalah melakukan pemeriksaan fisik, yang dapat
dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, menimbang berat badan, yang
diperlukan untuk menghitung dosis obat, terapi pemberian cairan, serta jumlah
urin selama dan sesudah pembedahan. Menghitung frekuensi nadi, tekanan darah,
pola dan frekuensi pernapasan, serta suhu tubuh karena dengan kenaikkan maupun
penurunan suhu tubuh dapat mempengaruhi pola dan frekuensi napas serta nadi.
Pemeriksaan jalan napas (airway), diperiksa juga pada daerah kepala dan
leher untuk mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, apakah ada gigi
palsu, atau gangguan fleksi, ekstensi leher, devisiasi trakea, dan massa untuk
menilai apakah ada kesulitan intubasi.3 Lakukan pemeriksaan jantung, untuk
mengevaluasi kondisi jantung, apakah ada kelainan jantung yang didapat pada
orang dewasa dan pada anak-anak sebagai penyakit bawaan (congenital).
Pemeriksaan pada Paru-paru, untuk mengetahui adanya dispnu, ronki, dan mengi
yang dapat menggangu frekuensi dan pola pernapasan. Pada abdomen lakukan
palpasi untuk mengetahui adanya distensi, massa, asites, atau hernia.
Pemeriksaan daerah ekstremitas terutama untuk melihat perpusi distal,
adanya jari tumbuh, sianosis, atau infeksi kulit, dan juga untuk melihat tempattempat fungsi vena atau daerah blok saraf regional. Daerah punggung juga
diperiksa bila ditemukan adanya deformitas, memar atau infeksi terutama dengan
pemilihan anestesi regional. Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf
kranial, kesadaran dan fungsi sensasi motorik, yang diperlukan untuk menentukan
status fisik pasien.3
3.1.1.3 Pemeriksaan laboratium
Pemeriksaan Laboratium, ada yang dilakukan pemeriksaan rutin seperti,
darah (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah, masa
perdarahan,dan masa pembekuan), urin (protein, reduksi, dan sedimen), foto dada
terutama (untuk bedah mayor), elektrokardiografi (untuk pasien berusia diatas 40
tahun). Ada juga yang dilakukan secara khusus, yang dilakukan bila terdapat

riwayat atau indikasi, Elektrokardiohrafi pada anak, bronkospirometri pada pasien


tumor paru, fungsi hati pada pasien ikterus, fungsi ginjal pada pasien hipertensi
atau pasien yang mengalami gangguan miksi.3
3.1.1.4 Konsultasi dengan bagian medis lain
Lakukan konsultasi kepada bagian medis lain bila di temukan adanya
kelainan atau gangguan dari sistem tubuh, selain penyakit bedah yang dapat
mempengaruhi keselamatan penderita. Misalnya, penyakit dalam, neurologi,
psikiatri, dll.
3.1.1.5 Klasifikasi Status Fisik (ASA)
Berdasarkan hasil pemeriksaan kita dapat menentukan status fisik pasien,
American Society Of Anestesiologists (ASA) membuat klasifikasi pasien menjadi
kelas-kelas :
a.

Kelas / ASA I Pasien normal sehat fisik dan mental

b.

Kelas / ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada
keterbatasan fungsional.

c.

Kelas / ASA III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang
menyebabkan keterbatasan fungsi.

d.

Kelas / ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam


hidup dan menyebabkan ketidakmampuan fungsi.

e.

Kelas / ASA V Pasien yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam dengan
atau tanpa operasi.

f.

Kelas / ASA VI Pasien mati batang otak yang organ tubuhnya dapat diambil.

g. E, Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA


di ikuti huruf E (misalnya I E atau 2 E).3
3.1.2

Pemilihan tehnik anestesi


Pemilihan anestesi berdasarkan atas usia penderita, status fisik penderita

(adakah penyakit sistemik yang diderita, bentuk fisik penderita), jenis


pemnedahan (kecil atau besar, terncana atau darurat, lokasi pembedahan serta
posisi penderita), keterampilan dan pengalaman ahli bedah serta keterampilan dan
pengalaman dokter dan perawat anestesi.6
3.1.2.1 Indikasi anestesi umum

Anestesi umum digunakan untuk bayi dan anak-anak, dewasa yang ingin
dianestesi umum, prosedur operasi yang lama dan rumit seperti, pembedahan
abdomen yang luas, intraperitoneum, toraks, intrakranial, pembedahan yang
berlangsung lama, dan operasi dengan posisi tertentu yang memerlukan
pengendalian pernafasan, serta penderita dengan gangguan mental.6
Bila pemilihan anestesi umum dengan tindakan langoskopi dan intubasi
trakea, maka dapat menimbulkan komplikasi. Laringoskopi adalah alat yang
digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan
pipa trakea dengan baik dan benar. Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan
pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada
kira-kira di pertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Komplikasi
yang timbul selama intubasi antara lain, trauma gigi-geligi, laserasi pada bibir,
gusi, laring, dapat merangsang saraf simpatis sehingga terjadi hipertensi atau
takikardi, aspirasi, dan spasme bronkus. Komplikasi yang timbul setelah ekstubasi
adalah, spasme laring, aspirasi, gangguan fonasi, edema gotis-subglotis, dapat
juga menimbulkan infeksi pada laring, faring dan trakea.6
3.1.2.2 Indikasi anestesi regional
Anestesi regional digunakan untuk orang dewasa, dengan indikasi bedah
ekstremitas bawah, operasi kebidanan, bedah urologi, tindakan sekitar rektum
perineum. Kontra indikasi absolut regional anestesi yaitu tidak boleh diberikan
apabila pasien menolak, infeksi pada tempat suntikan, hipovolema berat, syok,
koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan, fasilitas resusitasi yang minim,
kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anestesia.6
3.1.3

Persiapan alat dan obat anestesi

3.1.3.1 Persiapan alat


Alat-alat harus dipersiapkan lebih dulu sebelum tindakan anestesi dilakukan,
hal ini untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan selama
anestesi berlangsung. Persiapan alat-alat ini meliputi :
1.

Persiapan mesin anestesi antara lain, Canester yang berisi sodalime


berfungsi sebagai absorber untuk mengikat karbondioksida yang

dikeluarkan oleh pasien waktu ekspirasi, cairan volatil seperti isofluran,


halotan, enfluran, atau secofluran, nitorus oksida, dan oksigen.
Pastikan flow meter berfungsi dengan baik, vaporiser tidak bocor dan terisi
dengan baik oleh cairan volatil halotan, enfluran, isofluran, atau sevofluran,
pastikan sirkuit aliran oksigen dan nitrous oksida berfungsi dan tidak bocor.3
2.

Persiapan alat-alat intubasi antara lain, Scope yang terdiri dari Stetoskop,
untuk mendengarkan suara paru dan jantung dan laringo-scope untuk
melihat laring. Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Blade lurus (Manchintos) untuk bayi atau anak-anak dan blade lengkung
(Miller, Magill) untuk anak besar dan orang dewasa, serta lampunya harus
cukup terang. Tubes atau pipa trakea, pilih nomor sesuai usia yaitu usia < 5
tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed). Menjaga
agar airway atau jalan nafas tetap bebas dengan menggunakan pipa
mulut-

faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar
sehingga lidah tidak menyumbat jalan napas, dan juga agar pipa trakea tidak
tergigit.
Diperlukan juga tape atau plester untuk fiksasi pipa supaya tidak
terdorong atau tercabut. Introducer yaitu dipakai mandrin atau stilet dari
kawat dibungkus plastik (kabel), yang mudah dibengkokkan untuk
pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan ke dalam trakea.
Connector sebagai penyambung antara pipa dan peralatan anestesi. Suction
untuk penyedot lendir, ludah dan lain-lain. Spuit 10 cc untuk pengisian
udara pada caff pipa trakea.
Face mask atau sungkup muka untuk mengantar udara / gas anestesi
dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien dengan napas
spontan atau dengan tekanan positif, tidak bocor sehingga gas masuk semua
ke trakea lewat mulut atau hidung. Ukuran untuk anak 1,2, dan 3, sedangkan
pada orang dewasa no 4 dan 5. Sungkup laring atau LMA (laringeal mask
airway) adalah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
berlubang dengan ujung menyerupai sendok, yang pinggirnya dapat

dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Ukuran untuk anak


no 1,dan 2. pada orang dewasa no 3, 4, dan 5.6
3.

Alat-alat intravena line yang terdiri dari abocath dengan ukuran yang sesuai
dengan jenis operasi. Umumnya pada anak-anak digunakan no besar yaitu
no 22 dan 24, tetapi untuk terapi cairan intravena jangka lama dipasang
kanul besar no 18 atau 20. Sedangkan orang dewasa dapat menggunakan
no 14, 16, 18 dan 20. Untuk terapi cairan intravena jangka lama sebaiknya
dipasang kanul 18 atau 16.
Untuk tranfusi darah atau dalam keadaan syok sebaiknya dipakai
kanul besar No. 14 atau 16 agar dapat memasukkan cairan yang banyak
dan cepat. Selang tranfusi set / infusion set yang digunakan untuk
mengalirkan cairan ataupun darah dari flabotnya ke tubuh pasien. Cairan
infus berupa cairan kristaloid dan cairan koloid serta darah bila diperlukan.

3.1.3.2 Persiapan Obat


3.1.3.2.1 Obat Anestesi Intravena
Natrium tiopental (tiopental, pentotal). Tiopental adalah Tiopental berupa
bubuk kuning, yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan
2,5% atau 5%. Indikasi pemberian tiopental adalah induksi anestesi umum.,
operasi/tindakan yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi serviks,
dan kuretase), sedasi pada anestesi regional, dan untuk mengatasi kejang eklamsia
atau epilepsi.
Kontraindikasinya adalah status asmatikus, syok, anemia, disfungsi hepar,
dispnu berat, asma bronkial, miastenia gravis, dan riwayat alergi terhadap
tiopental. Keuntungan penggunaan tiopental adalah induksi mudah dan cepat,
tidak ada delirium, tidak ada iritasi mukosa jalan napas, masa pemulihan cepat,
sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi pernapasan, depresi
kardiovaskuler, cenderung menyebabkan spasme laring, relaksasi otot perut
kurang, dan bukan analgetik. Dosis induksi tiopental adalah 3-6 mg/kgBB
intravena, dosis sedasi 0,5-1,5 mg/kgBB.3
Propofol (diprivan 1%, fresofol 1%, recofol). Propofol adalah campuran
1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, dan

lesitin telur. Propofol sebagai obat anestesi umum yang bekerja cepat, efek
obatnya dicapai dalam waktu 30 detik.3 Secara umum, propofol dapat
menimbulkan penurunan tekanan darah dan sedikit perubahan frekuensi denyut
jantung pada saat induksi maupun maintenance.
Akan tetapi gangguan hemodinamik yang serius jarang terjadi. Depresi
pernapasan dapat terjadi, tetapi bila dosis dan cara penberian sesuai dengan yang
dianjurkan maka hal ini masih dalam batas yang bisa di kendalikan. Propofol
dapat menurunkan tekanan intrakranial. Pemulihan cepat, tanpa rasa pusing atau
sakit kepala dan tanpa rasa mual dan muntah. Indikasi adalah untuk penberian
induksi dan maintenance anestesi umum, juga untuk sedasi pada pasien dewasa
yang mendapat perawatan intensive dengan bantuan ventilasi. Propofol tidak
dianjurkan untuk anak-anak-anak dibawah umur 3 tahun.8 Sebaikknya pemberian
obat ini pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri. Dosis induksi 1-2,5
mg/kgBB. Dosis sedasi 25-100 mg/kgBB/menit infus.Dosis maintenance 4-12
mg/kgBB/jam.3
Ketamin (ketalar, anesject). Ketamin adalah obat anestesi umum yang
bekerja cepat, bukan barbiturat. Menyebabkan Perubahan kesadaran yang disertai
analgesik kuat yang disebut anestesi disosiatif. Ketamin menimbulkan produksi
saliva meningkat, sehingga bahaya aspirasi dapat terjadi. Indikasi pemakaian
adalah prosedur diagnostik, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, untuk analgesi
dan anestesi pada obstetric, dan pasien asam.8 Kontraindikasi adalah tekanan
sistolik 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg, riwayat penyakit serebrovaskular,
gagal jantung, penderita alkoholisme, dan pada kasus-kasus dengan tekanan
intrakranial yang tinggi. Ketamin menimbulkan efek halusinasi dan bila
penggunaan yang lama pada pasien epilepsi, dapat meningkatkan frekuensi
serangan.
Diperingatkan untuk pemberian secara intravena dilakukan secara perlahanlahan karena dapat menimbulkan depresi pernafasan atau apnoe, ketamin dan
barbiturat tidak boleh bergabung karena akan menimbulkan gumpalan dan dapat
memperpanjang masa pemulihan.8 Dosis induksi 1-4 mg/kgBB intravena, rata-rata
2 mg/kgBB, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan. Dosis pemberian
intramuskular 6-13 mg/kgBB, rata-rata 10 mg/kgBB.3

Midazolam (dormikum). Midazolam adalah golongan benzodiazepine obat


induksi tidur jangkah pendek untuk premedeksi, induksi, dan pemeliharaan
anestesi. Midazolam bekerja kuat menimbulkan sedasi dan juga ada efek
ansiolitik, antikonvulsan, serta relaksasi otot. Midazolma dapat menembus
plasenta dan memasuki sirkulasi janin, menyebabkan setelah persalinan denyut
jantung janin tidak teratur, susah menghisap susu serta hypotermia, sehingga
midazolam tidak dianjurkan untuk ibu hamil, juga penderita insufisiensi paru-paru
akut, dan depresi pernafasan. Dosis premedikasi 0,07-0,10 mg/kgBB. Dosis sedasi
2,5 mg diberikan 5-10 menit sebelum tindakan, selanjutnya 1 mg dapat diberikan
jika diperlukan.8
Diazepam (valium). Diazepam adalah golongan obat benzodiazepine yang
berkhasiat ansiolitik, sedatif, relaksasi otot, antikonvulsi dan amnesia. Diazepam
diindikasikan untuk sedasi sebelum melakukan tindakan pengobatan utama atau
intervensi seperti kardioversi, kateterisasi jantung, endoscopi, prosedur radiologi,
bedah minor. Dikontrainidikasikan pada pasien depresi pernapasan, psikosis
kronis, serta glaukoma.
Diazepam dapat menimbulkan reaksi withdrawal pada pasien yang
ketergantugan obat-obat dan alkohol. Tanda-tanda withdrawal bervariasi antara
beberapa jam hingga satu minggu atau lebih. Pada kasus ringan biasanya tremor,
gelisah, insomnia, ansietas, sakit kepala, dan ketidakmampuan konsentrasi. Bila
sudah berat dapat terjadi spasme otot dan abdomen, berkeringat, perubahan
persepsi, delirium, dan konvulsi. Dosis premedikasi 10-20 mg intramuskukar,
anak-anak 0,1-0,2 mg/kgBB diberikan 1 jam sebelum induksi anestesi.8
3.1.3.2.2 Obat anestesi Inhalasi
Obat anestesi dihirup bersama udara pernapasan kedalam paru-paru, masuk
kedalam darah dan sampai di jaringan otak dan mengakibatkan anestesia.
Obat anestesi yang dipakai dengan cara ini, berupa gas yaitu N20 dan
cyclopropane (tidak dipergunakan lagi karena toksisitas terlalu besar). Dan berupa
cairan yang menguap yaitu ether (chloraethyl, trilene, sekarang sudah tidak
digunakan), halotan, enfluran, isofluran, cevofluran, dan defluran (jarang
digunakan karena strukturnya menyerupai isofluran).

Gas anestesi (N2O gas gelak)


N2O merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak iritatif, tidak
berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak dan tidak bereaksi
dengan soda lime absorber (Pengikat CO2). Penggunaan dalam anestesi umumnya
dipakai dengan kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50% :
50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan
20% : 80%, untuk induksi 80% :20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat
berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum,
obstruksi, emboli udara, dan timpanoplasti. Dosis normal 104-105 volume %.3
Obat Anestesi Inhalasi (volatile)
Halotan
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, mudah menguap,
tidak mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi cepat dan
lancar, tidak mengiritasi jalan nafas, bronkodilatasi, pemulihan cepat, proteksi
terhadap shock, jarang menyebabkan mual/muntah. Harus dikombinasi dengan
obat analgetik dan relaksan. Dapat menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan
tekanan intrakranial, menggigil pascaanestesi dan hepatotoksik. Dosis, 0,72
volume %
Enfluran
Enfluran merupakan obat anestesik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah
menguap, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan
enfluran cepat dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta
masa pemulihan cepat. Dosis : 1,7 volume %
Isofluran
Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau
subanestetik merupakan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi
meninggikan aliran darah otak dan tekanan intra kranial. Efek terhadap depresi
jantung dan curah jantung minimal sehingga digemari untuk anestesi pada pasien
dengan gangguan koroner. Dosis : 1,2 volume %.3
Desfulran

Desfluran (suprane) merupakan halogensi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan
anestetik volatil lain, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC 6).
Titik didihnya mendekati suhu ruang (23,5 0C). Potensi rendah (MAC 6,0%)
bersifat simpatmimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi. Efek depresi
nafasnya seperti isofluran dan etran. Desfluran merangsang jalan nafas atas,
sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi. Dosis : 6 volume %
Sevofluran
Sevofluran merupakan halogenasi eter. Induksi dan pasien pulih dari
anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya enak,tidak menyengat
dan tidak merangsang jalan nafas sehingga digemari untuk induksi anestesi
inhalasi. Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.
Efek terhadap sistem syaraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik
terhadap hepar. Setelah dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh tubuh.
Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi belum ada laporan
membahayakan terhadap manusia. Dosis : 2 volume %.3
3.1.3.2.3 Obat pelumpuh otot
Obat

golongan

ini

menghambat

transmisi

neromuskular

sehingga

menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Mekanisme kerja obat ini dibagi
menjadi dua golongan, yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten
(misalnya suksinil kolin), dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi
(misalnya kurarin). Pada anestesi umum obat ini memudahkan dan mengurangi
cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakes, serta memberi relaksasi otot
yang dibutuhkan dalam pembedahan dab ventilasi kendali.3
Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Pavulon (pankuronium bromida). Pavulon merupakan obat relaksan yang
tidak pernah menimbulkan reaksi anafilaktik yang berat, sedikit menembus sawar
plasenta sehingga sangat bermanfaat pada bedah obstetrik. Obat ini sebagian
dikeluarkan melalui ginjal dan sebagian masuk kedalam cairan empedu, sehingga
obat ini jangan diberikan kepada pasien gagal ginjal dan pasien dengan obstruksi
total cairan empedu. Sebagian obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosomal

hepatik, untuk itu pemberian pada pasien cirrosis hepatis perlu dosis yang lebih
besar tetapi dengan resiko apnoe yang memanjang sampai pascaoperatif. 8 Mula
kerja obat ini pada menit kedua-ketiga selama 20-40 menit. Dosis dewasa 0,06-0,1
mg/kgBB. Dosis bayi 0,13 mg/kgBB. Kemasan ampul 2 ml berisi pavulon.3
Vekuronium (norkuron). Vekuronium merupakan hormolog pankuronium
bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat. Zat anestetik ini
tidak memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan
perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna. Di metabolisme dalam liver dan
dikeluarkan melalui ginjal. Mula kerja pada menit kedua-ketiga dengan masa
kerja selama 30 menit. Dosis 0,1-0,2 mg/kgBB. Kemasan berupa ampul berisi 4
mg bubuk vekuronium. Pelarutnya dapat berupa akuades, garam fisiologik, ringer
laktat, atau dekstrose 5% sebanyak 2 ml.3
Rokuronium (esmeron). Zat rocuronium merupakan analog vekuronium
dengan awal kerja lebih cepat dan efek kerjanya lebih lama. Dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi hati, tetapi tidak mengganggu fungsi ginjal. Obat ini dapat
menembus sawar plasenta tetapi tidak menimbulkan efek yang bermakna. Pada
anestesi dengan tehnik hipotermi dapat memperpanjang efek obat. Mula kerja obat
60-90 detik dan masa kerja 40-50 menit. Dosis 0,6-1 mg/kgBB. Kemasan berupa
flakon, tiap ml mengandung 10 mg rokuronium bromide.8
Trakrium (atrakurium besilat). Atrakurium tidak mempunyai efek
akumulasi pasa pemberian berulang, dan tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskular yang bermakna. Keunggulan obat ini metabolisme terjadi di dalam
darah, sehingga tidak tergantung fungsi hati dan ginjal. Mula kerja obat ini menit
kedua-ketiga dan lama kerja 15-30 menit. Dosis 0,3-0,6 mg/kgBB. Kemasan
dalam ampul 5 ml berisi 50 mg trakurium.3
Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi
Suksametonium (suksinil kolin). Suksametonium mempengaruhi sistem
kardiovaskuler yang dapat menyebabkan bradikardi dan cardiac arrest pada
pemberian ulangan ataupun pada suntikan pertama. Hal ini dapat dicegah dengan
pembetian atropin sebelumnya. Cardiac arrest akibat hiperkalemi setelah
pemberian suksametonium dapat terjadi pada pasien yang sebelumnya telah ada
hiperkalemi, seperti pasca luka bakar, tetanus, dan juga multiple trauma.

Setelah pemberian obat ini terjadi fasikulasi yang diperkuat dengan


isoflurance,

anticholinesterase,

dan

magnesium.

Fasikulasi

yang

terjadi

menyebabkan rasa sakit pada otot 3-4 hari pascaoperatif.8 Mula kerja obat ini 3060 detik dan lama kerja 3-5 menit. Dosis 1-1,5 mg/kgBB intravena. Kemasan
dalam flakon 20, 50 atau 100 mg/ml.3
3.1.3.2.4

Obat Analgetik Narkotik

Morfin. Morfin dapat digunakan sebagai untuk mengurangi kecemasan dan


ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian
trikloroetilen, dan agar anestesi dapat berjalan dengan tenang dan dalam.
Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta
kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas, ini
dapat dilawan dengan pemberian atropin secara intravena.3 Dosis premedikasi
dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB). Diberikan 90 menit sebelum anestesi
dimulai. Pada orang tua dan anak-anak dosisnya dikurangi dan tidak boleh
diberikan pada anak dibawah 5 tahun karena membahayakan.8
Pethidin. Daya kerja Pethidin menyerupai morfin tetapi efek yang
ditimbulkan lebih rendah dari morfin. Tujuan dari pemberian Pethidin dapat
menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Selain itu,
efek samping yang dapat timbul antara lain berkeringat, hipotensi, vertigo dan
lengan terasa kesemutan. Dapat juga menimbulkan mual-muntah pada masa
pascaoperatif sama seperti morfin.8 Dosis untuk premedikasi 25 100 mg/kgBB.
Dosis analgesik pascaoperatif 50 100 mg intramuskuler atau per infus. Kemasan
dalam ampul 2 ml / 100 mg.3
Fentanyl. Fentanyl adalah obat analgesik yang kuat berupa cairan isotonik
steril. Dapat dipakai sebagai suplemen narkotik-analgesik dalam anestesi umum
atau regional. Efek yang ditimbulkan adalah depresi pernapasan yang dapat
berlanjut sampai masa pascaoperatif, dimana efek ini dapat dinetralkan dengan
antagonis narkotik yaitu naloxone, dosisnya 0.1 0.4 mg/ intravena. Untuk
menjaga terjadinya bradikardi dianjurkan memberikan obat anticholinergis dosis

rendah secara intravena sebelum induksi anestesi. Dosis 1 5 g/kgBB. Kemasan


dalam bentuk ampul 2 ml/ 100 g.8
Analgetik nonnarkotik
Ketorolak (Toradol, Remopain). Obat ini dapat mengatasi nyeri ringan
sampai berat pada kasus-kasus emergensi, muskuloskeletal, pascabedah minor dan
mayor, kolik ginjal dan nyeri pada kanker. Obat ini baik untuk pemberian
pascaoperatif dengan dosis tunggal intravena 30 mg dan dapat diulangi tiap enam
jam, maksimum 120 mg atau tidak boleh lebih dari lima hari.8
Obat Anestesi Regional
Penggolongan Obat Anestesi Reegional diantaranya yaitu Bupivacaine 0,5%
( Marcaine 0,5% ), Dosis sampai 4 ml dan pada usia lanut dosisnya dikurangi.
Lignocaine HCL, BP 5%, obat ini dicampur dengan dextrose 3% dan 7%. Dosis
: 1,5 ml dapat memberikan analgesia kira-kira 2 jam, blockade sampai umbilicus.
Prilocaine 5% dalam larutan 5% durasi efeknya sama dengan lignocaine.
Amethocaine HCl, BP dalam bentuk puder isinya 20 mg dalam ampul, dan dalam
bentuk cair 1% berisi 10 mg/ml. dosis maksimum 20 mg. Procaine HCl, BP 5%
atau kurang durasi efek : 40 80 menit. Mepivacaine HCl 4% durasi efek kira
kira 1 jam.6
Obat Resuitasi
Obat Anticholinergik yaitu sulfas atropine ,

dosis umumnya 0,1

mg/kgBB, anak-anak dosis 0,015 mg/kgBB dan hyoscine buytlbromide


(buscopan), dosis 10 20 mg. Vaso Pressor / Vaso dilator yaitu adrenalin, untuk
cardiac arres dosis 0,5mg (0,5 ml dari larutan 1/1000); untuk anafilaktik shock
0,1 mg dan ephedrine, Bp, Dosis 15-30 mg. Oksitosin, metergin dan magnesium
dipersiapkan untuk pasien obsertik. Untuk pasien hipoglikemia dapat diberikan
dekstrose 40%. Dan untuk pasien gangguan respiratorik dapat diberikan
aminofilin. Bila pasien mengalami alergi maka dapat diberikan kortikosteroid
antara lain deksametason, dosis 4-100 mg, Prednisone, dosisnya 20 mg,
Hydrocotisone hemisuccitane, dosisnya 100 mg.
Obat furosemid/Lasix; Mannitol, dosisnya 0,5-1mg/ kgBB secara infus
digunakan

larutan

10%

dan

20%

digunakan

untuk

dieuretik.

Oba

anticholinesterase yaitu neostigmine (Prostigmen), dosisnya 2,5 mg memiliki efek

antagonis terhadap relaksan nondepolarizing. Naloxone, dosis dewasa 0,1-0,4


mg/intravena; Neonatus, dosis 0,01 mg/kgBB sebagai narkotik antagonis.8
3.1.4

Persiapan pasien Sebelum hari operasi


Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi

isi lambung, karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif, pasien dewasa puasa
6-8 jam, pada anak cukup 3-5 jam. Dan gigi palsu, bulu mata palsu, perhiasan
(cincin, gelang, kalung) dilepas serta bahan kosmetik (lipstik, cat kuku), di
bersihkan sehingga tidak mengganggu pemeriksaan.
Kosongkan juga kandung kemih dan bila peelu lakukan katerisasi, bersihkan
lendir dari saluran napas. Jangan lupa memberikan informed consent kepada
keluarga dan membuat izin pembedahan/anestesi secara tertulis. Sebelum pasien
masuk kamar operasi harus mengenakan pakaian khusus (diberi tanda dan label,
terutama pada bayi). Pemeriksaan tentang fisik pasien dapat diulangi di ruang
operasi.3
3.1.4.1 Premedikasi
Premedikasi adalah penberian obat-obatan 1 atau 2 jam sebelum induksi
secara oral, intramuskular, intravena maupun perrektal. Adapun tujuan dari
pemberian premedikasi adalah, menimbulkan rasa nyaman pada pasien
(menghilangkan kekuatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia dan
memberikan analgesi), juga untuk memudahkan/memperlancar induksi, rumatan
dan sadar dari anestesi serta mengurangi jumlah obat-obatan anestesi. Dapat
mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah pascaoperatif,
stress fisiologis (takikardi, napas cepat) dan keasaman lambung.
Adapun obat-obat yang dapat diberikan antara lain :
Sulfas atropin, 0,1 mg/kgBB dipakai untuk pengobatan bradikardi dan sebagai
therapi tambahan pada pengobatan bronkhospasme serta tukak lambung. Atropin
secara kompetisi mengantagonisir aksi asetil kolin pada reseptor muskarinik,
menurunkan sekresi saliva, bronkhus dan lambung serta merelaksasi otot polos.8
Diazepam per oral 10-15 mg untuk pereda kecemasan.

Pethidin 50 mg untuk mengurangi nyeri atau kesakitan. Simethidin/ranithidin


150 mg untuk mengurangi ph asam cairan lambung, Ondacetron, 2-4 mg untuk
mengurangi mual-muntah pascabedah.
3.1.5

Penatalaksanaan Tindakan Anestesi Terhadap Pasien yang Menjalani


Operasi Hernioraphy pada HIL Inkarserata.
Berikan pre-oksigenisasi dengan oksigen 100% 2-3 liter selama 3-5 menit
sebelum induksi. Untuk Induksi dan intubasi di lakukan bila operator yaitu dokter
bedah sudah siap. Setelah induksi dan intubasi maka operasi dilakukan. Induksi
dilakukan dengan menggunakan penthotal 4 6 mg / kgBB atau propofol 2 2,5
mg / kgBB. Untuk inhalasi diberikan nitrous oksida: oksigen dipakai 50:50
dengan konsentrasi volatile yang rendah. Berikan pelumouh otot nondepolarisasi
yaitu, atrakurium 0,3-0,6 mg/kgBB atau esmerron 0,6 mg/kgBB, bila pasien sudah
rileks maka dapat lakukan intubasi.
Pada operasi darurat dilakukan induksi cepat (crush induction) untuk
mencegah aspirasi selama tindakan intubasi. Diindikasikan terutama pada pasien
dengan lambung penuh. Selain peralatan intubasi dipersiapkan pula alat pengisap
lendir dan pipa lambung. Pasien dipersiapkan dalam posisi setengah duduk atau
telentang dengan posisi kepala lebih rendah. Awali dengan penberian 02 100%
(praoksigenisasi) selama tiga sampai lima menit kemudian berikan obat pelumpuh
otot nondepolarisasi dosis (prekurarisasi). Suntikan obat induksi cepat diberikan
sampai refleks bulu mata hilang. Tulang krikoid ditekan ke arah posterior (sellick
manouver) dan kemudian obat pelumpuh otot depolarisasi diberikan. Setelah itu
dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Bila pipa endotrakeal telah masuk,
balon pipa (cuff) segera dikembangkan.7
3.1.6

Monitoring Intraoperatif
Kontrol tekanan darah systole dan diastole tidak boleh naik diatas 20%

baseline atau turun 20% dibawah baseline, dapat dilakukan dengan menggunakan
alat monitor automatik atau dengan tensimeter manual. Monitoring pada nadi
dapat dilakukan dengan, tehnik palpasi (merasakan dengan tangan) dan dibantu
dengan alat elektronika / pulse oximetri dan juga stethoscope untuk

mendengarkan detak jantung. Pernapasan dapat dilihat pada monitor,bila ada


gangguan dapat di pantau dengan pemasangan saturasi, dapat dilakukan melalui
suatu monitor dengan alat sensor yang dipasang pada jari utuk melihat nadi dan
saturasi oksigen. Monitoring Diuresis dilakukan untuk mengetahui adanya
kekurangan cairan atau gangguan pada ginjal. Monitoring pemberian cairan infus
perlu dilakukan agar pasien tidak mengalami kekurangan cairan akibat puasa
maupun pembedahan.7Monitoring suhu badan dengan menggunakan thermometer
secara manual atau dengan monitor outomatik.
3.1.7

Ekstubasi
Setelah operasi selesai, obat anestesi dihentikan pemberiannya. Berikan

oksigen 4-6 liter dalam waktu 5-15menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari
lendir. Bila perlu berikan obat anticholinesterase (prostigmin 0,04 mg/kgbb) dan
atropin 0,02 mg/kgbb. Jika masih ada depresi nafas oleh narkotik-analgesik
berikan Narkotik Antagonis (Nalolxone) 0,1-0,4 mg secara intravena. Ekstubasi
dilakuakan saat pasien masih teranastesi/tidur dalam, untuk mengurangi traumatis
dan mencegah batuk. Dikerjakan bila nafas spontannya adekuat, keadaan
umumnya baik serta tidak ada resiko aspirasi pulmonal dan tidak memerlukan
intubasi awake atau rapid sequence induction.
3.1.8

Penatalaksanaan Pascaanestesi di recovery room.


Ruang pemulihan atau Recovery room (RR) disebut juga unit perawatan

pascaanestesi atau postanesthesia caru unit ( PACU ). Setelah operasi selesai


pasien dibawa ke ruang pemuluhan atau ke ruang rawat intensif bila ada indikasi.
Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan atau monitor sampai pasien sadar
betul. Yang harus di monitor antara lain, keadaan umum, kesadaran, tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dll.9
Awasi keadaan vital penderita secara saksama, periksa tekanan darah,
frekuensi nadi dan frekuensi pernapsan dilakukan paling tidak setiap 5 menit
dalam 15 menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit.
Perbaiki defisit yang masih ada (cairan, darah, nyeri, mualmuntah,menggigil

karena hipotermia,dll). Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan dari anestesi
umum harus mendapat oksigen 30-40% selama pemulihan.
Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien
dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian intruksi postoperatif menilai
keadaan umum sebelum pasien dipindahkan ke ruang perawatan, dapat dipakai
aldrete score untuk orang dewasa dan steward Score untuk anak dengan berbagai
kriteria penilaian. Nilai score yang normal 8 -10, pasien dapat di
pindahkan ke ruang perawatan ataupun pulang bila pasien rawat jalan,
tetapi atas ijin dokter anestesi yang bertugas.9 Score tersebut dapat dilihat pada
tabel 3.1 dan 3.2

Tabel Aldrete Score, 3.1.


Parameter
Warna

Kriteria

Score

- Merah muda
- Pucat
- Sianosis

2
1
0

- Mampu bernafas dalam dan batuk


- Dangkal namun pertukaran udara adekuat
Pernapasan
- Apnoe atau ada sumbatan jalan nafas

Sirkulasi

2
1
0

- Tekanan darah menyimpang<20% pre op


- Tekanan darah menyimpang<20-50% pre op
- Tekanan darah menyimpang<50% pre op

2
1
0

- Bangun, sadar penuh dan orientasi baik


- Beraksi bila dipanggil namun cepat tertidur
Kesadaran
- Tidak berespon
Aktivitas

2
1
0

- Mampu menggerakkan 4 ekstremitas


- Dapat menggerakkan 2 ekstremitas
- Tidak begerak

2
1
0

Tabel Steward Score, 3.2


Kesadaran Pasien
Kesadaran

Jalan Nafas

Gerakan tubuh

Kriteria
- Bangun
- Bereaksi bila dirangsang
- Tidak ada rekasi terhadap rangsang

Skor
2
1
0

- Batuk atas perintah atau menangis


- Jalan nafas terpelihara baik
- Perlu rumatan jalan nafas

2
1

- Mampu menggerkkan lengan dan tungkai


- Gerakkan lengan dan tungkai tak terarah
- Tidak ada gerakkan tubuh

2
1
0

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
3.1

SIMPULAN
Hernia terjadi pada semua usia mulai dari bayi sampai orang dewasa. Hernia

merupakan penonjolan isi suatu rongga karena adanya kelemahan pada dinding
organ yang bersangkutan, yang terjadi karena faktor bawaan ataupun didapat.
Bagian hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia itu sendiri, dimana pilihan
terapi untuk hernia ireponible yaitu melalui operasi.
Pembedahan dapat dilakukan terencana, tidak harus segera yang meliputi
tahap, praoperatif, intraoperatif dan postoperatif. Khusus untuk hernia inkarserata
penatalaksanaan ditujukan untuk mengatasi nyeri penderita dan mencegah
terjadinya strangulata, sehingga tindakan operasi harus segera dilakuakan. Bila
tidak, bagian isi yang terjepit akan membusuk dan bisa menjadi sumber infeksi ke
seluruh dinding usus, yang dapat berakibat buruk yaitu kematian bagi penderita
tersebut.
Tindakan pembedahan membutuhkan pemberian anestesi. Anestesi adalah
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat, ataupun tidak
disertai dengan hilangnya kesadaran, dengan tujuan untuk menghilangkan sensasi
rasa nyeri pada saat pembedahan. Penatalaksanaan anestesi terhadap pasien yang
menjalani operasi herniorafi pada hernia inginal lateralis incarserata yaitu
operasinya bersifat segera, oleh karena itu anestesi disesuaikan dengan kondisi
umum penderita, maka anamnesa, pameriksaan fisik serta analisis penunjang
(laboratorium) mutlak dilakukan dengan teliti, hal ini menuntut pengetahuan dan
keterampilan dari tenaga anestesi untuk menghasilkan suatu kondisi anestesi yang
aman dan efektif.
4.2

SARAN
Berdasarkan pengalaman kesulitan penyusun dalam menyusun makalah ini,

karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penyusun tentang obyek


penyusunan karya tulis ini, serta jumlah literatur yang tersedia membatasi
pendalaman materi karya tulis tentang penatalaksanaan anestesi terhadap

penderita yang menjalani operasi herniorafi pada hernia inguinal lateralis


inkarserata, karenanya penyusun mengharapkan kiranya penyusunan karya tulis
lainnya akan memberikan analisa yang lebih aktual demi peningkatan kualitas
pelayanan anestesi di masa yang akan datang. Maka pada kesempatan ini
penyusun kiranya dapat memberikan saran kepada :
4.2.1 Pihak akademik untuk senantiasa menambah koleksi literatur-literatur yang
menunjang program pendidikan, khususnya program studi anestesi.
4.2.2 Kepada tim bedah dan anestesi agar cepat, tepat dan teliti dalam
menganalisa serta mendiagnosa agar penangan khususnya pada penderita
hernia inkarserata dapat dilaksanakan dengan tepat dan efisien sehingga
berbagai kendala dan resiko dapat diminimalisir.
4.2.3 Rekan-rekan

untuk

senantiasa

meningkatkan

pengetahuan

serta

keterampilan, agar dapat menjadi tenaga anestesi yang handal dan dapat
diandalkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anoname, 2008 , hernia, www.Ashared.com
R.Sjamsuhidayat, Wim de jong, buku ajar ilmu bedah, edisi ke-2, jakarta 2004
Arif Mansjoer, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-3. 2000.
David C.sabiston, Jr,Md, buku ajar bedah
Made kusmala, dkk, hernia inguinalis pada anak, FKU Hasannudin,
www.kalbe.com
Said A Latif, dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Ed. 2, FKUI Jakarta 2002
Wargahadibrata, A. Himendra, Anestesiologi Untuk Mahasiswa Kedokteran
SAGA, Bandung, 2008
Yuswana, farmokologi obat-obat anestesi dan obat-obat bantuan dalam anestesi,
Bandung 2005
Morgan G Edward, Mikhail, Maged S.Clinical Anesthesiologi. Edisi ke4. 2007.

Vous aimerez peut-être aussi