Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronis yang menyerang
paru dan dapat terjadi pada organ ekstra paru seperti pleura, selaput otak, kulit,
kelenjar limfe, tulang, sendi, usus, sistem urogenital, dan lain-lain. Secara
umum, disebut tuberkulosis ekstra paru apabila tanda tuberkulosis terjadi pada
organ selain paru. Tingkat prevalensi penderita TBC di Indonesia diperkirakan
sebesar 289 per 100 ribu penduduk dan insidensi sebesar 189 per 100 ribu
penduduk. Bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam meninggal seperti yang
dilaporkan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang dihimpun
sepanjang 2011 mengenai tuberkulosis (TBC) di Indonesia.
Laporan tersebut juga meliris bahwa angka penjaringan penderita baru
TBC meningkat 8,46 persen dari 744 penderita TBC di 2010 menjadi 807 per
100.000 penduduk di 2011. Namun, kabar baiknya angka kesembuhan pada
2011 mencapai target sebesar 83,7 persen dan angka keberhasilan pengobatan
pada 2011 mencapai target sebesar 90,3 persen.
B. Rumusan Masalah
Dalam menyusun Makalah ini, penulis memiliki beberapa cara terkait
dengan judul makalah yang penulis buat, yaitu cara memecahkan masalah dan
pengambilan keputusan dari beberapa buku referensi dan media internet
sebagai media informasi.
C. Maksud dan Tujuan Penulisan Makalah
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini untuk mengerjakan tugas
yang telah dosen berikan kepada penulis, serta memberikan pengetahuan
mengenai penyakit Tuberkulosis dan obat yang digunakan dalam
penyembuhan Tuberkulosis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari
"Tubercle bacillus") merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam
banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain
mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis (disingkat "MTb" atau
"MTbc").Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa
berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara
ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan
butiran ludah mereka melalui udara. Infeksi TB umumnya bersifat
asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang
berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka
lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuknya
M.tuberculosis ke dalam sistem respirasi. Kuman ini dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada
ada Makrofag dan limfosit T bekerja sama untuk mencegah penyebaran
infeksi dengan membentuk granuloma Droplet nuclei disertai M.tuberkulosis
terinhalasi, masuk ke paru dan terdeposit di alveoli.
Apabila terjadi penurunan sistem imun, dinding menjadi kehilangan
integritas dan kuman dapat terlepas lalu menyebar ke alveoli lain dan organ
lain tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam
suasana lembap dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulanbulan. Setelah masuk ke paru, kuman ini dihadapi pertama kali oleh netrofil,
kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag dan keluar dari percabangan trakeobronkial
bersama gerakan silia dan sekretnya.
Interaksi antara kuman dengan reseptor makrofag, yaitu Toll-like
receptors (TLRs) menghasilkan kemokin dan sitokin yang dikenal sebagai
sinyal infeksi. Sinyal ini menyebabkan berpindahnya monosit dan sel
dendritik dari aliran darah ke tempat infeksi pada paru. Sel dendritik

memegang peranan penting sebagai presenter antigen pada fase awal infeksi
dibandingkan makrofag serta berperan dalam aktivasi sel T dengan antigen
spesifik dari M. tuberculosis. Sel dendritik yang menelan kuman menjadi
matur dan bermigrasi ke limfonodi. Fenomena dari migrasi sel menuju focus
infeksi menyebabkan terbentuknya granuloma.
Granuloma dibentuk oleh sel T, makrofag, sel B, sel dendritik, sel
endothel dan sel epitel. Granuloma ini pada dasarnya mencegah penyebaran
kuman dalam makrofag dan menghasilkan respon imun yang berhubungan
dengan interaksi antara sekresi cytokines oleh makrofag dan sel T. Granuloma
menjadi sarang kuman dalam periode yang lama (atau disebut Fokus Ghon).
Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar
sampai pleura, maka dapat terjadi efusi pleura. Kuman juga dapat masuk
melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi
limfadenopati regional kemudian kuman masuk ke dalam vena dan menyebar
ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri
pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Selain itu dapat pula terjadi limfadenitis regional dan limfangitis lokal.
Sarang primer, limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut sebagai
Kompleks Primer (Ranke). Semua proses ini dapat memakan waktu 3-8
minggu. Apabila terjadi ketidakseimbangan cytokines maka kuman akan
terlepas dan terjadi reaktivasi
B. Gejala Penyakit Tuberkulosis
Penderita yang terserang basil tersebut biasanya akan mengalami
demam tapi tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul. Gejala lain, penurunan nafsu makan dan
berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah), perasaan tidak enak (malaise), dan lemah.
Agar bisa mengantisipasi penyakit ini sejak dini, berikut gejala-gejala
penyakit tuberculosis yang perlu Anda ketahui.
1. Gejala utama
Batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga pekan atau lebih.
2. Gejala tambahan yang sering dijumpai

a. Dahak bercampur darah/batuk darah


b. Sesak nafas dan rasa nyeri pada dada
c. Demam/meriang lebih dari sebulan
d. Berkeringat pada malam hari tanpa penyebab yang jelas
e. Badan lemah dan lesu
f. Nafsu makan menurun dan terjadi penurunan berat badan
C. Cara Pengobatan Tuberkulosis
Penyakit yang tergolong serius ini dapat disembuhkan dan jarang
berakibat fatal jika diobati dengan benar. Langkah pengobatan yang digunakan
adalah pemberian antibiotik yang harus dihabiskan oleh pengidap TB selama
jangka waktu tertentu sesuai resep dokter.
1. Antibiotik untuk Tuberkulosis
Jenis-jenis antibiotik yang digunakan adalah isoniazid, rifampicin,
pyrazinamide dan ethambutol. Sama seperti semua obat-obat lain,
antibiotik untuk TB juga memiliki efek samping, terutama rifampicin dan
ethambutol. Rifampicin dapat menurunkan keefektifan alat kontrasepsi
yang mengandung hormon. Sedangkan ethambutol dapat memengaruhi
kondisi penglihatan pengidap.
Efek samping lainnya dari obat-obatan TB adalah mual dan muntahmuntah, penurunan nafsu makan, sakit kuning, urine yang berwarna gelap,
demam, ruam serta gatal-gatal pada kulit.penyembuhan TB berbeda-beda
pada tiap pengidap dan tergantung pada kondisi kesehatan pengidap serta
tingkat keparahan TB yang dialami. Kondisi pengidap umumnya akan
mulai membaik dan berhenti menular setelah 2-3 minggu meminum obat.
Tetapi untuk memastikan kesembuhan total, pengidap TB harus
menggunakan antibiotik yang diberikan dokter selama 6-9 bulan.

Efek samping Pemberian Antibiotik


Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran
pencernaan lain, neuritis perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas,
demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala,
mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin
B6, penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia,
gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus.

2. Obat yang digunakan untuk pengobatan Tuberkulosis


Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu
a) Obat Primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih
dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan
obat-obat ini.
b) Obat Sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,
Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

3. Jenis, sifat dan dosis OAT (Obat Anti Tuberkulosis)


Jenis OAT
Isoniasid/INH (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)

Sifat
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakteriostatik

Dosis harian
(mg/kg)
5(4-6)
10(8-12)
25(20-30)
15(12-18)
15(15-20)

Dosis 3x seminggu
(mg/kg)
10(8-12)
10(8-12)
35(30-40)
30(20-35)

Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,


dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian


OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.

Untn langsung (DOT directly observed treatment) oleh seorang


Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif)


dan lanjutan.
o Tahap awal (intensif)

Pada tahap awal (intensif) pasien mandapat obat setiap hari


dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara


tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif


(konversi) dalam 2 bulan.

o Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih


sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister


sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Panduan OAT dan peruntukannya


Kategori-1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

TB paru BTA positif

TB paru BTA negatif foto toraks positif

TB ekstra paru
Dosis Panduan OAT KDT kategori-1: 2(HRZE)/4(HR)3
Berat badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali seminggu
selama 56 hari RHZE selama 16 minggu RH (150/150)
(150/75/400/275)

30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg

2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT

2 tablet 2 KDT
3 tablet 2 KDT
4 tablet 2 KDT
5 tablet 2 KDT

Kategori-2
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:

Pasien kambuh (relaps)

Pasien gagal (failure)

Pasien putus obat (default)

Dosis panduan OAT KDT kategori-2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3


Berat
Tahap intensif tiap hari
badan rhze(150/75/400/275)+s
(kg)
selama 56 hari
30-37 2 tab 4 KDT + 500mg
Streptomisin inj.

Tahap sisipan tiap hari rhze


Tahap lanjutan 3 kali seminggu rh
(150/75/400/275) selama 28 (150/150)+e(400) selama 20 minggu
hari
2 tab 4 KDT
2 tab 2 KDT + 2 tab Etambutol

38-54 3 tab 4 KDT + 750mg


Streptomisin inj.
55-70 4 tab 4 KDT + 1000mg
Streptomisin inj.

3 tab 4 KDT

3 tab 2 KDT + 3 tab Etambutol

4 tab 4 KDT

4 tab 2 KDT + 4 tab Etambutol

71

5 tab 4 KDT

5 tab 2 KDT + 5 tab Etambutol

5 tab 4 KDT + 1000mg


Streptomisn inj

Dosis paduan OAT Kombipak kategori-2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3


Jenis obat

tablet Isoniazid
@300mg
kaplet Rifampisin
@450mg
tablet Pirazinamid

Tahap intensif tiap Tahap sisipan tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
hari selama 2 bulan (56 selama 1 bulan (28
seminggu selama 4
hari/kali)
hari/kali)
bulan (60 hari/kali)
1
1
2
1

@500mg
tablet Etambutol

@250mg
tablet Etambutol

@400mg
Streptomisin inj

0,75g

Catatan:

pasien berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin


adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan


aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml=250mg)
OAT sisipan yang diberikan pada tahap sisipan paduan kategori-2 juga
diberikan pada kategori-1 jika pada akhir pengobatan intensif masih
tetap ditemukan BTA positif.

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan


aminoglikosida seperti Kanamisin dan golongan kuinolon tidak
dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas
karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis
pertama. Di samping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya
resistensi pada OAT lapis kedua.

BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuknya
M.tuberculosis ke dalam sistem respirasi. Kuman ini dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada

ada Makrofag dan limfosit T bekerja sama untuk mencegah penyebaran


infeksi dengan membentuk granuloma Droplet nuclei disertai M.tuberkulosis
terinhalasi, masuk ke paru dan terdeposit di alveoli.
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik dan ibatobatan seperti : INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak
ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini. IsoniazidIsoniazid atau

isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro


bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid
(membunuh bakteri).Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak,
biosintesis asam nukleat,dan glikolisis.
B. SARAN
Diharapkan dengan pemberian informasi mengenai Tuberkulosis ini,
kita sebagai perawat dapat membedakan obat-obatan yang dapat diberikan
kepada penderita Tuberkulosis ini.

DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Kedua.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
http://www.scribd.com/doc/251222069/Obat-Obat-Yang-Digunakan-PadaKemoterapi-Tuberkulosis#scribd/ 25 Maret 2015
http://www.fkkumj.ac.id/berita-tuberkulosis-multi-drug-resistant-tbmdr.html/5
Maret 2015
http://medicastore.com/tbc/obat_tbc.htm/ 5 Maret 2015

10

11

Vous aimerez peut-être aussi